perjuangan bangsa Indonesia dalam kurun waktu tersebut, di sisi lain Y.B. Mangunwijaya menyajikan beberapa fakta yang berbeda. Adapun kesamaan
penelitian ini dengan penelitian tersebut adalah penelitian terhadap sejarah dalam novel, sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut adalah data
yang digunakan serta pendekatan yang digunakan. Penelitian lainnya yang relevan dengan penelitian ini adalah skripsi
berjudul Kajian Historisisme dalam Novel Keindahan dan Kesedihan karya Yasunari Kawabata yang ditulis oleh Nurul Laili pada tahun 2012, Pascasarjana
Universitas Negeri Semarang. Keindahan dan Kesedihan adalah satu roman yang terkenal yang telah mendapakan hadiah nobel yang ditulis oleh Yasunari
Kawabata, salah satu roman yang dapat dianalisis dari studi yang berbeda dari teori berkaitan kesusasteraan. Studi psikologi, feminisme, historisisme baru, dan
historisisme adalah salah satu contoh suatu teori yang pentas untuk meneliti roman tersebut. Salah satu dari teori yang dapat menganalisis roman tersebut
adalah historisisme. Yanusari mendapatkan hadiah dari hasil bekerja dengan pedoman memusatkan atas berbagai poin-poin dari pengarang dan kehidupan
masyarakat yang asli Jepang. Ia menulis berdasarkan pada suatu perbandingan riwayat hidup pengarang dan pekerjaannya, pembaca dapat memahami bahwa
pengarang bertautan dalam berbagai format pengaturan dan peran di dalam roman tersebut. Studi historisisme di dalam roman Kawabata mempertahankan nilai-nilai
Jepang yang tradisional yang mana mempertimbangkan juga hedonisme yang membentang dalam kehidupan modern masyarakat Jepang.
21
BAB III PENGARANG DAN KARYANYA
A. BIOGRAFI LEILA S. CHUDORI
Leila S. Chudori lahir di Jakarta 12 Desember 1962. Karya-karya awal Leila dipublikasikan saat ia berusia 12 tahun di majalah Si Kuncung, Kawanku,
dan Hai. Pada usia dini, ia menghasilkan buku kumpulan cerpen berjudul Sebuah Kejutan, Empat Pemuda Kecil, dan Seputih Hati Andara.
Leila menempuh pendidikan di Lester B. Pearson College of the Pacific United World Colleges di Victoria, Kanada, dan dilanjutkan studi Political
Science dan Comparative Development Studies dari Universitas Trent, Kanada. Selama itu ia menulis di majalah Zaman, Horison, Matra, jurnal sastra Solidarity
Filipina, Menagerie Indonesia, dan Tenggara Malaysia. Buku kumpulan cerita pendeknya Malam Terakhir Pustaka Utama Grafiti, 1989; Kepustakaan
Populer Gramedia, 2009, 2012 telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman Die Letzte Nacht Horlemman Verlag.
Terakhir Leila menulis sekenario film pendek Drupadi produksi sinemart dan miles films, sutradara Riri Riza, sebuah tafsir kisah Mahabarata; dan film
Kata Maaf Terakhir Maruli Ara, 2009 yang diproduksi sinemart. Berbicara soal prestasi, Leila terpilih mewakili Indonesia mendapat
beasiswa menempuh pendidikan di Lester B. Pearson College of the Pacific United World Colleges di Victoria, Kanada. Lulus sarjana Political Science dan
Comparative Development Studies dari Universitas Trent, Kanada. Nama Leila S. Chudori juga tercantum sebagai salah satu sastrawan Indonesia dalam kamus
sastra Dictionnaire des Creatrices yang diterbitkan EDITIONS DES FEMMES, Prancis, yang disusun oleh Jacqueline Camus. Kamus sastra ini berisi data dan
profil perempuan yang berkecimpung di dunia seni. Pada tahun 2001 Leila menjadi salah satu juri Festival Film asia Pasifik yang diadakan di Jakarta.
Tahun 2002, Leila menjadi juri Festival Film Independen Indonesia SCTV. Tahun 2010 dan 2011, Leila juga menjadi juri Indonesian Movie Awards, sebuah
festival film yang diselenggarakan oleh salah satu stasiun televisi swasta, RCTI
.
Leila adalah penggagas dan penulis sekenario drama televisi berjudul Dunia Tanpa Koma produksi sinemart, sutradara Maruli Ara yang menampilkan
Dian Sastro Wardoyo dan ditayangkan di RCTI pada 2006. Drama televisi ini mendapat penghargaan Sinetron Terpuji Festival Film Bandung 2007 dan Leila
menerima penghargaan sebagai Penulis Skenario Drama Terpuji pada festival dan tahun yang sama.
Selain itu, Leila juga pernah menjadi editor tamu untuk jurnal sastra berbahasa Inggris Menagerie bersama John McGlynnyang diterbitkan Yayasan
Lontar. Dan untuk kariernya, sejak tahun 1989 hingga kini, Leila bekerja sebagai wartawan majalah berita Tempo. Bersama Bambang Bujono, Leila juga menjadi
editor buku Bahasa Kumpulan Tulisan di MajalahTempo
.
Di tahun-tahun awal, Leila dipercayakan meliput masalah internasional terutama Filipina dan berhasil
mewawancarai Presiden Cory Aquino pada tahun 1989, 1991 di Istana Malacanang; Fang Lizhi seorang ahli Fisika dan salah satu pemimpin gerakan
Tiannamen, Cina, WWC di Cambridge University pada tahun 1992, Presiden
Fidel Ramos di Manila pada tahun 1992, Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad di Jakarta, pada tahun 1992, Pemimpin PLO Yaseer Arafat pada tahun
1992 dan 2002 di Jakarta, Nelson Mandela pada tahun 1992 di Jakarta, dan Pemimpin Mozambique Robert Mugabe pada tahun 2003, di Jakarta. Kini Leila
adalah Redaktur Senior Majalah Tempo, bertanggung-jawab pada rubrik Bahasa dan masih rutin menulis resensi film di majalah tersebut.
Pada tahun 2009, Leila S. Chudori meluncurkan buku kumpulan cerpen terbarunya 9 dari Nadira yang oleh banyak kritikus sastra dianggap sebagai
novel dan penerbitan ulang buku Malam Terakhir oleh Kepustakaan Populer Gramedia KPG yang dilangsir oleh harian Kompas
sebagai “kembalinya anak emas sastra Indonesi
a”. Dengan terbitnya kembali karya baru Leila, maka pada
bulan Desember 2011, ia diundang menghadiri Asia Pacific Literary Symposium di Perth; Winternachten literary Festival
yang diadakan Writers Unlimited, Den Haag Belanda bulan Januari 2012, dan Acara Sastra Soirée Leila
Chudori yang diselenggarakan Asosiasi Indonesia-Prancis di Paris.
1
Leila berdomisili di Jakarta bersama putri tunggalnya, Rain Chudori Soerdjo Atmodjo
yang juga menulis cerita pendek dan resensi film.
2
Beberapa pengarang dengan karyanya telah memenangi anugrah sastra bergengsi di Indonesia, kusala sastra
khatulistiwa, termasuk novel Pulang karya Leila S. Chudori pada tahun 2013. Dalam cerita yang tertuang pada novel Pulang, penulis menarik garis
linier antara 3 peristiwa bersejarah: G 30 SPKI 1965, revolusi Prancis Mei 1968, dan kerusuhan Mei 1998 yang melanda Indonesia yang menandai runtuhnya rezim
Orde Baru. Pulang adalah kisah suka duka eksil politik yang melarikan diri ke luar negeri karena sudah diharamkan menginjak tanah airnya sendiri.
B. SINOPSIS NOVEL PULANG
Ketika gerakan mahasiswa berkecamuk di Paris, 1968, Dimas Suryo, seorang eksil politik dari Indonesia, bertemu Vivienne Deveraux, mahasiswa yang
ikut demonstrasi melawan pemerintah Prancis. Pada saat yang sama Dimas menerimma kabar dari Jakarta: Hananto Prawiro, sahabatnya, ditangkap tentara
dan dinyatakan tewas. Dimas Suryo, Risjaf, Nugroho Dewantoro, dan Tjai Sin Soe adalah eksil
politik Indonesia di Paris. Mereka bertahan meski terbuang jauh di negeri orang, diburu, dan dicabut paspor Indonnesia-nya karena dekat dengan orang-orang
Lekra Lembaga Kebudayaan Rakyat, yang berafiliasi dengan Partai Komunis Insonesia. Mereka tetap bertahan hidup layak dengan membuka dan mengelola
Restoran Tanah Air, sebuah restoran Rue Vaugirard di pinggiran Paris. Di tengah kesibukan mengelola restoran Tanah Air di Paris, Dimas bersama tiga kawannya
terus menerus dikejar rasa bersalah karena kawan-kawannya di Indonesia dikejar,
1
http:id.wikipedia.orgwikiLeila_S._Chudori
2
Leila S. Chudori, Pulang, Jakarta: Gramedia, 2012, Cet. 2, h 459-460
ditembak, atau menghilang begitu saja dalam perburuan 30 September. Apalagi dia tidak bisa melupakan Surti Anandari istri Hananto yang bersama ketiga
berbulan-bulan diinterogasi tentara. Lintang Utara, puteri Dimas dari perkawinan dengan Vivienne Devraux
akhirnya berhasil memperoleh visa masuk Indonesia untuk merekam pengalaman keluarga korban tragedi 30 September sebagai tugas akhir kuliahnya. Apa yang
terkuak oleh Lintang bukan sekedar masa lalu Ayahnya dengan Surti Anandari, tetapi juga bagaimana sejarah paling berdarah di negerinya mempunyai kaitan
dengan Ayah dan juga kawan-kawan ayahnya. Bersama Segara Alam putera Hananto, Lintang menjadi saksi mata apa yang menjadi kerusuhan terbesar dalam
sejarah Indonesia: kerusuhan Mei 1998 dan jatuhnya presiden Indonesia yang sudah berkuasa selama 32 tahun.