Dalam teknik ini peneliti membaca, menelaah, memahami, dan mengidentifikasikan nilai sejarah dalam novel tersebut.
3. Teknik pencatatan
Dalam teknik ini peneliti mencatat hal-hal penting yang mendukung nilai sejarah dalam novel tersebut.
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tiga komponen, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
a. Reduksi data
Pada langkah ini data yang diperoleh dicatat dalam uraian yang terperinci. Data-data yang dipilih hanya data yang berkaitan dengan masalah yang
akan dianalisis, yaitu nilai sejarah dalam novel Pulang karya Leila S. Chudori.
b. Penyajian data
Pada langkah ini, data-data yang sudah ditetapkan kemudian disusun secara teratur dan terperinci agar mudah dipahami. Data-data tersebut
kemudian dianalisis sehingga diperoleh deskripsi mengenai nilai sejarah yang terkandung dalam novel Pulang karya Leila S. Chudori.
c. Penarikan simpulan
Pada tahap ini dibuat kesimpulan mengenai hasil dari data yang diperoleh sejak awal penelitian. Penarikan kesimpulan memuat hasil data berupa
nilai sejarah apa saja yang disampaikan penulis lewat novel Pulang karya Leila S. Chudori.
8
BAB II LANDASAN TEORI
Penelitian terhadap novel Pulang karya Leila S. Chudori tentu saja memerlukan landasan teori. Penjelasan mengenai teori-teori yang berhubungan
dengan penelitian sangat penting dilakukan sebelum menyajikan hasil penelitian. Teori-teori yang menjadi landasan dalam penelitian terhadap novel Pulang ini
dapat dipaparkan sebagai berikut.
A. Nilai Sejarah
Nilai atau value Inggris atau valere Latin berarti berguna, mampu akan, berdaya, berlaku, dan kuat. Nilai adalah kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu
dapat disukai, diinginkan, berguna, dihargai, dan dapat menjadi objek kepentingan.
1
Filsuf Jerman-Amerika, Hans Jonas menyatakan, nilai adalah the addressee of a yes,
“sesuatu yang ditujukan dengan ‗ya‘”, karena nilai selalu mempunyai konotasi positif sehingga nilai menjadi sesuatu yang kita benarkan
dan kita aminkan.
2
Dalam Ensiklopedi Britanica yang dikutip oleh Noor Syam menyebutkan bahwa nilai adalah suatu penetapan atau suatu kualitas sesuatu
objek yang menyangkut suatu jenis apresiasi atau minat.
3
Sejarah berasal dari kata syajarah yakni dari bahasa Arab yang berarti pohon. Kata ini masuk ke Indonesia sesudah terjadi akulturasi antara kebudayaan
Indonesia dengan kebudayaan Islam. Dalam kaitan tersebut, hadir bermacam- macam pengertian “sejarah” yaitu silsilah, riwayat, babad, tambo atau tarikh.
4
Sejarah dalam arti sempit mempelajari manusia masa lampau, sepanjang hal itu dapat diteliti dari keterangan-keterangan tertulis yang berasal dari
1
Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak ; Peran Moral Intelektual, Emosional, dan Sosial sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008, Cet. 2, h.
29.
2
Bertened, Etika, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2011, Cet. 11, h. 149.
3
Kosasih, Dasar-dasar Keterampilan Bersastra, Bandung: Yrama Widya, 2012, h. 46.
4
Ibid., h. 27.
zamannya dan kemudian sampai kepada kita. Dalam arti luas sejarah berusaha mengungkapkan manusia masa lalu dalam menjalani riwayatnya sejak dari mula,
tidak peduli apakah keterangan yang ditinggalkannya berupa keterangan tertulis atau bukan.
5
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata sejarah mengandung tiga pengertian yaitu: asal-usul keturunan silsilah; kejadian dan peristiwa yang
benar-benar terjadi pada masa lampau; riwayat; tambo, pengetahuan atau uraian tentang peristiwa dan kejadian yang benar-benar terjadi di masa lampau; ilmu
sejarah. Beberapa pengertian dari sejarah salah satunya dipaparkan oleh Louis
Gottschalk sebagaimana berikut ini. Sejarah
—dalam bahasa Inggris history—berasal dari kata benda Yunani istoria yang berarti ilmu. Dalam penggunaannya oleh filsuf Yunani
Aristoteles, istoria berarti suatu penelaahan sistematis mengenai seperangkat gejala alam, entah susunan kronologis merupakan faktor atau
tidak di dalam penelaahan; penggunaan itu meskipun jarang, masih tetap hidup di dalam bahasa Inggris yang disebut natural history.
6
Pengertian lain mengenai sejarah dapat dilihat dari pemaparan Jan Romein berikut ini.
Kata history berarti “masa lampau umat manusia”. Bandingkan dengan
kata Jerman untuk sejarah, yakni geschichte, yang berasal dari kata geschehen yang berarti terjadi. Geschichte adalah sesuatu yang telah
terjadi. Peristiwa dan kejadian itu benar-benar terjadi pada masa lampau.
7
. Nilai sejarah yaitu pendekatan karya sastra yang melihat satu fenomena
atau gejala sejarah. Karya sastra dipahami selalu berkaitan dengan masa lalu karena karya satra terlahir sebagai buah karya seorang pengarang, maka
keterkaitan masa lalu itu juga berlaku untuk pengarang, sejarah sastra dengan implikasi para pengarang, karya sastra, dan periode-periode tertentu.
5
Dra. Sugihastuti, M.S., Teori Apresiasi Sastra, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Cet ke-2. 2007, h. 161.
6
Dikutip dari Prof. Drs. H. Rustam E. Tamburaka, Pengantar Ilmu Sejarah, Teori Filsafat Sejarah, Sejarah Filsafat, dan Iptek. Jakarta: Rineka Cipta. 2002, h. 27.
7
Ibid., h. 27.
Nilai sejarah adalah hal-hal yang erat kaitannya dengan sejarah. Waktu yang telah lewat sudahlah lewat, tidak dapat diraih atau dikejar lagi. Begitu juga
dengan peristiwa-peristiwa yang hanya sekali terjadi. Oleh karena itu, semua peristiwa yang telah lewat tidak dapat ditemui lagi dan tidak akan terulang
kembali. Peristiwa yang telah lewat itu dapat juga sampai kepada manusia karena meninggalkan jejak. Jejak tersebut menjadi komponen penting yang tidak dapat
ditinggalkan dalam penulisan sejarah.
B. Novel
Dalam bidang sastra, prosa sering dihubungkan dengan kata fiksi. Kita sering mendengar kata prosa fiksi. Kata fiksi berarti khayalan atau tidak
berdasarkan kenyataan. Padahal dalam kenyataan, karya sastra yang berwujud prosa diciptakan dengan bahan gabungan antara kenyataan dan khayalan. Banyak
karya prosa yang justru idenya berangkat dari kenyataan.
8
Istilah prosa fiksi atau cukup disebut karya fiksi, biasa juga diistilahkan dengan prosa cerita, prosa narasi, narasi, atau cerita berplot. Pengertian prosa fiksi
tersebut adalah kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan pemeranan, latar, serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak
dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita.
9
Karya fiksi lebih lanjut masih dapat dibedakan dalam berbagai macam bentuk, baik itu roman, novel, novelet, maupun cerpen. Perbedaan berbagai
macam bentuk dalam karya fiksi itu pada dasarnya hanya terletak pada kadar panjang-pendeknya isi cerita, kompleksitas isi cerita, serta jumlah pelaku yang
mendukung cerita itu sendiri.
10
Bentuk karya fiksi yang terkenal dewasa ini adalah novel dan cerita pendek cerpen. Dalam istilah novel tercakup pengertian roman; sebab roman
hanyalah istilah novel untuk zaman sebelum perang dunia kedua di Indonesia. Digunakannya istilah roman waktu itu adalah wajar karena sastrawan di Indonesia
waktu itu umumnya berorientasi ke Negeri Belanda, yang lazim menamakan bentuk ini dengan roman.
Di antara para ahli teori sastra kita memang ada yang membedakan antara novel dan roman, dengan mengatakan bahwa novel mengungkapkan suatu
8
Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grassindo. 2008, h. 127.
9
Aminuddin. Pengantar Apresiasi Sastra. Yogyakarta: Sinar Baru. 1987, h. 66
10
Ibid., h. 66
konsentrasi kehidupan pada suatu saat yang tegang, dan pemusatan kehidupan yang tegas: sedangkan roman dikatakan sebagai menggambarkan kronik
kehidupan yang lebih luas yang biasanya melukiskan peristiwa dari masa kanak- kanak sampai dewasa dan meninggalkan dunia. Novel merupakan karya fiksi
yang mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang lebih mendalam dan disajikan dengan halus.
11
C. Unsur Intrinsik Prosa
Berbicara mengenai anatomi fiksi berarti berbicara tentang struktur fiksi atau unsur-unsur yang membangun fiksi itu. Struktur fiksi itu secara garis besar
dibagi atas dua bagian, yaitu : 1 Struktur luar ekstrinsik dan 2 struktur dalam intrinsik. Struktur luar ekstrinsik adalah segala macam unsur yang berada di
luar suatu karya sastra yang ikut mempengaruhi kehadiran karya sastra tersebut, misalnya faktor sosial ekonomi, faktor kebudayaan, faktor sosio-politik,
keagamaan, dan tata nilai yang dianut masyarakat. Struktur dalam intrinsik adalah unsur-unsur yang membentuk karya sastra tersebut seperti penokohan atau
perwatakan tema, alur, pusat pengisahan, latar, dan gaya bahasa.
12
1. Penokohan dan perwatakan
Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita.
13
Tokoh cerita biasanya mengemban suatu perwatakan tertentu yang diberi bentuk dan isi oleh pengarang. Perwatakan
karakteristik dapat diperoleh dengan memberi gambaran mengenai tindak- tunduk, ucapan, atau sejalan tidaknya antara apa apa yang dikatakan dengan apa
yang dilakukan.
14
Berdasarkan Kamus Istilah Sastra, tokoh adalah orang yang memainkan peran dalam karya sastra. Penokohan adalah proses penampilah tokoh
dengan pemberian watak, sifat, atau kebiasaan tokoh pemeran suatu cerita.
15
Penokohan dapat dilakukan melalui teknik kisahan dan teknik ragaan. Watak dan sifat tokoh terlihat dalam lakuan fisik tindakan dan ujaran dan lakuan rohani
renungan atau pikiran.
16
11
Semi, Atar. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya. 1988, h. 32.
12
Atar Semi, op. cit., h. 35.
13
Atar Semi, op. cit., h. 79.
14
Atar Semi, op. cit., h. 37.
15
Atar Semi, op. cit., h. 206.
16
Zaidan, Abd., dkk. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Balai Pustaka. 2007. op.cit., h. 206.
2. Tema
Menurut Aminuddin tema adalah ide yang mendasari suatu cerita. Tema berperan sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya rekaan yang
diciptakannya. Tema merupakan kaitan hubungan antara makna dengan tujuan pemaparan oleh pengarangnya.
17
Tema dapat dirumuskan dari berbagai peristiwa, penokohan, dan latar. Tema adalah inti permasalahan yang hendak dikemukakan pengarang dalam
karyanya. Oleh sebab itu, tema merupakan hasil konklusi dari berbagai peristiwa yang terkait dengan penokohan dan latar.
18
Jadi tema tidak lain dari suatu gagasan sentral yang menjadi dasar tersebut. Yang menjadi unsur gagasan sentral adalah topik atau pokok pembicaraan dan
tujuan yang akan dicapai oleh pengarang dengan topiknya. Jadi, secara praktis dapat dikatakan pengertian tema itu tercakup persoalan dan tujuan atau amanat
pengarang.
19
3. Alur plot
Alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interrelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan
bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi.
20
Berdasarkan Kamus Istilah Sastra alur adalah unsur struktur yang berwujud jalinan peristiwa di dalam karya sastra yang
memperlihatkan kepaduan koherensi tertentu yang diwujudkan antara lain oleh hubungan sebab akibat, tokoh, tema, atau ketiganya.
21
Menurut Abrams, alur ialah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan- tahapan peristiwa sehingga menjalin sebuah cerita yang dihadirkan oleh para
pelaku dalam suatu cerita.
22
Dengan demikian, alur itu merupakan perpaduan unsur-unsur yang membangun cerita sehingga merupakan kerangka utama cerita.
17
Siswanto, op. cit., h. 161.
18
Hasanuddin WS, op.cit., h. 103.
19
Atar Semi, op. cit., h. 43.
20
Atar Semi, op. cit., h. 43.
21
Zaidan, Abd., dkk. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Balai Pustaka. 2007. h. 26.
22
Siswanto, op. cit., h. 159.
4. Latar
Latar dalam Kamus Istilah Sastra diartikan sebagai waktu dan tempat terjadinya lakuan di dalam karya sastra atau drama.
23
Aminuddin memberi batasan latar dalam karya fiksi berupa tempat, waktu, maupun peristiwa, serta
memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis.
24
Latar cerita adalah lingkungan tempat peristiwa terjadi. Termasuk di dalam latar ini adalah, tempat atau ruang,
waktu.
25
Latar merupakan identitas permasalahan drama sebagai fiksionalitas yang secara samar diperlihatkan penokohan dan alur. Jika permasalahan drama sudah
diketahui melalui alur atau penokohan, maka latar dan ruang memperjelas suasana, tempat, serta waktu peristiwa itu berlaku. Latar dan ruang di dalam
drama memperjelas pembaca untuk mengidentifikasikan permasalahan drama.
26
5. Gaya Penceritaan
Menurut Aminuddin, gaya adalah cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta
mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca.
27
6. Titik Pandang Sudut Pandang
Titik pandang adalah tempat sastrawan memandang ceritanya. Dari tempat itulah sastrawan bercerita tentang tokoh, peristiwa, temapt, waktu dengan gayanya
sendiri.
28
Titik pandang oleh Aminuddin diartikan sebagai cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya.
29
Harry Shaw menyatakan titik pandang terdiri atas 1 sudut pandang fisik, yaitu posisi dalam
23
Zaidan, op. cit., h. 118.
24
Aminudin, op. cit., h. 149.
25
Atar Semi, op. cit., h. 46.
26
Hasanuddin, op. cit., h. 94.
27
Siswanto, op. cit., h. 159.
28
Siswanto, op. cit. h. 151.
29
Siswanto, op. cit. h. 152.