Tokoh dan Penokohan Unsur Intrinsik Prosa

memang pernah dialami oleh Lintang. Akan tetapi, asal-usul sang ayahnya yang tidak jelas dan penuh misteri menjadikannya kehilangan identitas. Dia terombang- ambing dengan rasa nasionalisme apa yang seharusnya ada di dalam dirinya. Sebagai seorang Prancis namun memiliki darah Indonesia yang tidak dia kenal: Aku lahir di sebuah tanah asing. Sebuah negeri bertubuh cantik dan harum bernama Prancis. Tetapi menurut Ayah darahku berasal dari seberang benua Eropa, sebuah tanah yang mengirim aroma cengkih dan kesedihan yang sia-sia. Sebuah tanah yang subur oleh begitu banyak tumbuh-tumbuhan, yang melahirkan aneka warna, bentuk, dan keimanan, tetapi malah menghantam warganya hanya karena perbedaan pemikiran. 8 Di dalam tubuhku ini mengalir sebersit darah yang tak kukenal, bernama Indonesia, yang ikut bergabung dengan percikan darah lain bernama Prancis. ... Sudah lama sekali aku melupakan bagian asing di dalam diriku itu. 9 Kehidupan Lintang semakin hampa tatkala kedua orangtuanya berpisah. Perceraian kedua orangtuanya membawa dampak pada dirinya untuk bersikap tidak peduli terhadap ayahnya dan segala hal yang berhubungan dengan ayahnya, termasuk Indonesia. Namun, nasib membawanya untuk datang ke Indonesia. Penelitiannya terhadap Indonesia membuka satu per satu masa lalu sang ayah yang selama ini tidak dapat dia pahami. Rasa cintanya terhadap Indonesia perlahan muncul, begitu pula dengan rasa cintanya terhadap sang ayah. Tragedi 1998 menambah pula pemahamannya terhadap Indonesia, tempat yang selalu dicita-citakan oleh sang ayah sebagai tempat untuk pulang. Seperti yang dapat telah dijabarkan oleh Leila S. Chudori dalam novel tersebut: Ayah dan Maman yang saya cintai, Saya tak akan bisa menjawab pertanyaan saya sendiri. Apa yang bisa saya petik dari I.N.D.O.N.E.S.I.A. ... 10 Teriakan „reformasi‟ itu menonjok gendang telinga, sementara dari arah lain terdengar sayup-sayup rombongan mahasiswa menyanyikan sebuah lagu balada yang liriknya kukenal betul: “...aku mendengar suara jerit makhluk terluka...orang memanah rembulan...,” 8 Ibid., h. 137. 9 Ibid., h. 137. 10 Ibid., h. 413. Aku tersentak. Jantungku berdebar. Kini, aku rasa aku tahu di mana rumahku. 11 c. Vivienne Deveraux Vivienne Devaraux merupakan seorang wanita yang cerdas dan pemberani. Dia menjadi salah satu mahasiswa yang aktif melakukan perlawanan terhadap pemerintah Prancis. Keistimewaannya tersebut membuat Dimas Suryo tertarik padanya. Vivienne Devaraux dan Dimas Suryo akhirnya menikah dan berusaha menciptakan kehidupan yang normal bagi keluarga kecil mereka. Akan tetapi, kehidupan masa lalu Dimas yang penuh polemik terutama terkait hubungannya dengan Surti Anandari membuat Vivienne memilih untuk berpisah dengan Dimas meskipun wanita itu sangat mencintai Dimas. Cinta pada pandangan pertama, cinta yang bergelora, keinginan menjelajahi sesuatu yang “baru” dan “asing” dan serba tak diketahui ternyata tak cukup untuk mempertahankan perkawinan. Aku menyadari itu belakangan. Betapapun aku mencintai Dimas dan rela memberikan apa pun yang ada di dalam diriku, hingga kini aku tak pernah tahu apakah Dimas pernah mencintaiku sebesar cintaku padanya. Meskipun, dia menuliskan sebuah puisi sebagai hadiah perkawinan untukku. Kata Dimas, perkawinan cara Indonesia —entah Indonesia bagian yang mana— lazimnya menggunakan mas kawin. Mas kawin Dimas adalah puisi ini: “Benarkah angin tak sedang mencoba menyentuh bibirnya yang begitu sempurna...” Menurut dia, itulah yang tercipta saat dia melihatku ketika terjadi gerakan Mei 1968. Tetapi, apakah dia memang mencintaiku seutuhnya? Dan selamanya? 12 d. Surti Anandari Tokoh perempuan yang dicintai oleh dua orang pria ini memang tidak seberuntung wanita lain. Dia memilih untuk menikah dengan Hananto Prawiro. Namun kemudian, pria tersebut ditangkap dan tewas dieksekusi mati karena diduga dan masuk dalam daftar orang-orang kiri. Kemalangan Surti tidak berakhir 11 Ibid., h. 441. 12 Ibid., h. 203. di situ saja, dia juga harus mendapatkan banyak ancaman kekerasan fisik maupun psikis. Meskipun begitu, Surti sekuat tenaga melindungi dan bertahan hidup demi anak-anaknya. Puluhan tahun kemudian, Surti Anandari ikut memberikan pengalaman berharga yang menjadi titik balik bagi Lintang Utara. Surti Anandari dengan penuh ketegaran menceritakan segala peristiwa pilu yang dialaminya kepada Lintang. Kisah tersebutlah yang membuka hati Lintang untuk memahami arti cinta sang ayah dan juga Indonesia. e. Hananto Prawiro Hananto Prawiro merupakan sahabat sekaligus pesaing Dimas Suryo. Dia merupakan senior Dimas sejak di dunia kampus. Berbekal sikap kritis dan keaktifannya di dunia tulis menulis membawanya menjadi seorang wartawan. Akan tetapi, karena ketertarikannya dengan aktivitas dan diskusi bersama golongan kiri membuatnya harus mengorbankan dirinya sendiri. Dia tewas dieksekusi mati dan meninggalkan istrinya Surti Anandari bersama ketiga orang anaknya yang masih kecil. “Bapak Hananto, saya Lettu Mukidjo.” Dia tersenyum. Dialah yang bersuara sopan dan penuh tata krama tadi. Kini aku bisa melihat matanya yang bercahaya. Dia tersenyum puas. Dari sneyumnya itu sleintas aku menangkap silau gigi emas yang menyeruak melalui bibirnya. Aku tahu, dia puas karena aku adalah butir terakhir rangkaian yang mereka buru. Ratusan teman-temanku sudah mereka tangkap sejak perburuan yang dimulai tiga tahun lalu. “Mari ikut kami...” 13 f. Segara Alam Segara Alam merupakan nama yang diberikan Dimas Suryo untuk anaknya kelak bersama Surti Anandari. Meskipun pada akhirnya Surti menikah dengan Hananto Prawiro, nama pemberian Dimas tersebut tetap dipakai olehnya 13 Ibid., h. 5. untuk menamai anaknya. Segara Alam yang sejak kecil hidup dalam ancaman tumbuh dewasa menjadi seorang pemuda yang cerdas, pemberani, dan tanggap. Segara Alam tumbuh dengan rasa ketidakpercayaan pada pemerintah dan bahkan antipati pada sikap pemerintah. Di tengah pemerintahan Orde Baru, Alam dengan berani mendirikan Lembaga Swadaya Masyarakat meskipun dirinya mendapat stigma „anak tapol‟. Keinginan terbesarnya adalah menguak kebenaran sejarah. Saat kuliah, aku bertekad untuk melihat sejarah dengan lebih jernih daripada sekadar menajdi „anak Bapak‟. Literatur yang tersedia sangat terbatas. Sejarah resmi sudah jelas hanya satu pihak. Aku juga tak ingin hanya melihat segalanya dari sisi defensif. Dari perbincangan informal dengan sejarawan yang diam-diam mengakui ada kepentingan Orde Baru untuk mengukuhkan kekuasaan, persoalannya ada pada konflik di kalangan elite. Namun, aku tak tahu apakah posisi Bapak dan kawan- kawannya itu cukup tinggi untuk mengetahui langkah-langkah kedua pihak. Segala yang gelap tentang 30 September masih ahrus digali, apa yang sesungguhnya terjadi. 14 Di sisi lain, kedatangan Lintang Utara ke Indonesia telah memberi arti lain bagi Alam tentang perjuangan mengartikan cinta yang sebenarnya. Kemarahan Alam terhadap masa lalunya membuat dirinya tidak dapat berkomitmen terhadap cinta. Tragedi Mei 1998 membawa hikmah lebih bagi Alam dan Lintang untuk meyakini bahwa mencari kebenaran demi kehidupan dan juga cinta harus diperjuangkan. Cinta terhadap tanah air, keluarga, dan orang yang dikasihi. “Coba,” dia mengambil tanganku dan meletakkannya di atas dadaku. “Apa rasanya setiap kali mereka meneriakkan „reformasi‟?” Degup jantung yang lebih cepat dan darahku berdesir. “Aku selalu merasa kau adalah bagian rumah ini, Lintang.” Ada rasa hangat yang mengalir ke dadaku. “Do you think so?” “Sangat. Kau berakar di sini.” Aku masih terdiam. 15 14 Ibid., h. 297. 15 Ibid., h. 440. g. Aji Suryo Aji Suryo adalah adik kandung dari Dimas Suryo. Dia berupaya keras melindungi kakaknya meskipun dirinya dan keluarganya sendiri sering mendapat ancaman dari pihak yang mencurigai keberadaan Dimas. Aji Suryo banyak memberikan informasi kepada Dimas terkait kondisi keluarga di Indonesia serta kondisi Surti beserta anak-anaknya. Sebagaimana salah satu kutipan surat dari Aji Suryo kepada Dimas terkait peristiwa-peristiwa keji yang menimpa keluarga orang-orang yang memiliki hubungan dengan PKI berikut ini: Sekali lagi Ibu menekankan sebaiknya Mas Dimas tetap di Eropa saja. Kami sudah merasa lebih tenang di Jakarta. Perburuan semakin mengganas, bukan hanya pada mereka yang dianggap komunis, atau ramah kepada PKI. Kini keluarga atau sanak famili pun kena ciduk. Ada yang dikembalikan, ada yang hilang begitu saja, ada yang dihanyutkan ke sungai. Kebetulan Ibu dan aku hanya sempat dipanggil beberapa kali ke Guntur, tetapi kami diperbolehkan pulang setelah seharian menjawab yang itu-itu saja. kebanyakan pertanyaan mereka berkisar tentang kegiatan Mas Dimas dan apakah kami mengenal Mas Hananto, Mas Nug, Bung Tjai, dan Bung Risjaf. Mereka juga berkali-kali bertanya apa yang dilakukan Mas Dimas di Peking beberapa tahun lalu. Bahkan, entah bagaimana, mereka tahu bahwa seharusnya yang berangkat ke Santiago, Havana, dan Peking adalah Mas Hananto. 16

3. Alur

Alur yang digunakan penulis dalam novel ini adalah alur maju. Alur tersebut dimulai pada tahun 1968 saat terjadinya peristiwa penangkapan orang- orang yang berhubungan dengan PKI. Salah satu orang yang ditangkap yakni Hananto Prawiro. Hananto ditangkap karena dicurigai terlibat dengan PKI. Penulis menjelaskannya melalui kutipan berikut ini. Kami saling memandang. Aku bisa melihat air mata yang mengambang di pelupuk mata Adi. Aku tahu, dia tak berdaya. Aku mengangguk dan mengambil jaketku. Hari ini tanggal 6 April 1968. Kulirik lenganku. Aku baru ingat, arlojiku sudah kuberikan pada Dimas. Kudengar dia, Nug, dan Risjaf sedang bersembunyi di Peking. Titoni 17 16 Ibid., h. 19. Jewels itu mungkin akan membantunya lebih tepat waktu. Aku hanya mengamati warna pergelangan tanganku yang belang. 17 Pada tahun yang sama, Dimas Suryo bersama beberapa rekannya yang menjadi orang-orang pelarian baru saja tiba di Prancis. Mereka menunggu situasi di Indonesia kembali aman untuk kemudian bisa pulang ke tanah air. Aku bisa mencium udara bulan Mei yang penuh dengan bau sangit tubuh yang jarang bertemu air. Bau mulut yang tak bertemu odol bercampur dengan aroma alkohol, menguarkan semangat perlawanan yang tak tertandingkan. 18 Ia juga menjelaskan pada saat itu di Prancis sedang terjadi pemberontakan mahasiswa terhadap pemerintah Prancis. Dia menjadi saksi bagaimana semangat para mahasiswa tak ubahnya semangat para mahasiswa di Jakarta yang juga mendemonstrasi pemerintahan: Aku iri. Aku cemburu. Pertarungan di Paris saat ini sungguh jelas keinginannya. Jelas siapa yang dituntut dan siapa yang menggugat. Perseteruan ini antara mahasiswa dan buruh melawan pemerintah De Gaulle. Di Indonesia, kami akrab dengan kekisruhan dan kekacauan tetapi tak tahu siapa kawan dan siapa lawan. Kita bahkan tak tahu apa sesungguhnya yang dicita-citakan oelh setiap pihak yang bertikai, kecuali kekuasaan. Betapa porak poranda. Betapa gelap. 19 Alur terus maju hingga pada tahun 1993. Pada saat ini, kisahan tengah berpusat pada Segara Alam. Kenangan Alam mengenai bapaknya, pengalamannya sebagai anak dari seorang pria yang dituduh sebagai anggota PKI, dan dampak dari pemusnahan segala yang diduga berbau PKI diceritakan oleh Alam. Pengalaman tersebut menjadi catatan kelam di masa kecilnya sebagaimana yang dapat dilihat dalam kutipan berikut ini: Ini adalah sejarah. Mereka meniupkan kisah yang membuat masa kecilku berantakan, kumuh, dan berisik. 20 Segara Alam berkeyakinan kuat bahwa sejarah yang selama ini diwajibkan oleh pemerintah untuk diketahui rakyat barulah dari satu sudut 17 Ibid., h. 4. 18 Ibid., h. 10. 19 Ibid., h. 10. 20 Ibid., h. 286. pandang saja. Masih banyak sejarah yang harus dikuak untuk menyampaikan kebenaran. Menurutku, pemilik sejarah adalah para perenggut kekuasaan dan kelas menengah yang haus harta dan tak berkeberatan duduk reriungan mesra bersama penguasa. Aku lebih suka menggunakan kata “perenggut”, karena mereka yang berkuasa selama puluhan tahun sesungguhnya tak berhak memerintah negeri ini. sedangkan kelas menengah yang tercipta selama era Orde Baru ini adalah kelas yang sebetulnya mempunyai pilihan untuk menjadi kritis; yang seharusnya mampu mempertanyakan perangkat Orde Baru yang sudah tak mempunyai logika saking korupnya. Hingga usiaku yang ke-28 ini, saat Orde Baru memperluas Monumen ini menjadi Museum Pengkhianatan PKI, Orde Baru semakin berkibar. 21 Lima tahun kemudian tepatnya pada Mei 1998 terjadi peristiwa bersejarah lainnya di Indonesia yakni masa reformasi pemerintahan Presiden Soeharto. Masa reformasi ini diwarnai tragedi huru-hara di antaranya penembakan beberapa orang mahasiswa, peristiwa anarkis dan penjarahan massal, pemerkosaan, dan ketidakstabilan ekonomi. Namun demikian, beberapa pihak terutama mahasiswa akhirnya berhasil menggulingkan rezim Presiden Soeharto. Lautan manusia mengenakan baju hitam memperlihatkan gelombang suasana duka. Meski jenazah mahasiswa sudah diberangkatkan ke rumah masing-masing untuk kemudian dimakamkan, halaman depan Gedung Syarif Thayeb tetap menjadi tempat pelayatan. Aku tak hanya mereka orang-orang yang berkabung dan memberi penghormatan, tetapi juga benda-benda yang berbicara: karangan bunga tanda duka, darah kental Elang Mulia yang masih membekas di ubin, dan kaca tebal yang berlubang akibat tembusan peluru. Mengapa benda mati disebut sesuatu yang mati? Terkadang mereka lebih „hidup‟ dan lebih jujur memberikan saksi. 22 Juni 1998 adalah saat Dimas memperoleh impian terbesarnya yakni pulang ke Indonesia. Dia pulang untuk selama-lamanya, bersatu di tanah Karet. Sebelum kematiannya, Dimas menuliskan surat perpisahan untuk anak semata wayangnya, Lintang Utara. Dalam suratnya, Dimas menyatakan kebanggaannya terhadap Lintang. Dia juga menginginkan Lintang untuk berani memilih kehidupan seperti apa yang ingin dijalaninya. 21 Ibid., h. 289. 22 Ibid., h. 414. Hal kedua, apa yang akhirnya kau petik dari I.N.D.O.N.E.S.I.A, Lintang? Apa yang kau temui dalam waktu lebih dari sebulan di Jakarta tak cukup menjelaskan seluruh faktor yang membentuk sebuah Indonesia. Tugas akhirmu telah menjelaskan sebagian kecil, sebagian suara dari Indonesia. Meski „kecil‟, Ayah yakin itu menjadi besar dan vokal karena dokumentermu adalah sebuah suara yang lain, the voices from the other side, yang selama 32 tahun tak boleh bersuara. Sesudah pemakaman Ayah nanti, cobalah pikirkan apakah setelah wisuda, kau akan kembali ke Jakarta atau menetap di Paris. Aku tak akan memaksakan pilihanmu. Paris dan Jakarta adalah rumahmu yang kini punya arti tersendiri bagimu. Di mana pun kamu memilih, kamu akan dekat dengan sebagian dari dirimu. Maman di Paris dan Ayah di Karet, Jakarta. ... . Lintang, kau menghidupi hidupku. Dan kalau pun aku sudah mati, kau tetap hidup di dalam diriku. 23

4. Latar

a. Latar Tempat

 Jakarta Latar dalam novel Pulang ini salah satunya yakni di kota Jakarta di era 60- an, saat pemerintah gencar-gencarnya memusnahkan semua yang berhubungan atau diduga berhubungan dengan PKI. Selain itu, Jakarta di era 90-an saat situasi politik di bawah kekuasaan Orde Baru berada di puncak keruntuhan menjadi latar penting lainnya dalam novel Pulang: Malam telah turun. Tanpa gerutu dan tanpa siasat. Aku mengikuti mereka menghampiri dua buah mobil yang diparkir di depan Thahaja Foto: Nissan Patrol dan Toyota kanvas. Lettu Mukidjo, pemilik gigi emas, mempersilakan aku menumpang jip Toyota kanvas. Aku membayangkan wajah Surti, Kenanga, Bulan, dan Alam. Dan entah mengapa, dari sleuruh kawan-kawanku, hanya wajah Dimas Suryo yang terus-menerus mengikutiku. Ketika mesin mobil dinyalakan, aku menebarkan pandangan ke seluruh malam di Jalan Sabang: gerobak kue putu Soehardi, sate Pak Heri, warung bakmi godog, dan terakhir lampu neon Thahaja Foto yang berkelap-kelip. Untuk terakhir kalinya. 24  Paris Kota Paris menjadi latar lainnya dalam novel Pulang. Dimas bersama teman-teman pelariannya menjadikan Paris sebagai rumah kedua untuk 23 Ibid., h. 447. 24 Ibid., h. 5.