Gaya Penceritaan Unsur Intrinsik Prosa

penumpasan terhadap para anggota dan pengikut Partai Komunis Indonesia PKI yang dianggap telah melakukan tindakan perlawanan terhadap negara. Peristiwa 30 September 1965 yang lebih dikenal dengan G30S-PKI pada masa Orde Baru adalah masa kelam sejarah Indonesia. Politik Indonesia pada masa itu sangat kompleks. Menjelang tragedi September, konflik Partai Komunis Indonesia dan partai politik lain memanas. PKI, yang merasa di atas angin, menekan penduduk yang tidak sealiran. Ketika keadaan berbalik, luapan pembalasan pembalasan tak terkendali. Pembunuhan direstui oleh sesepuh masyarakat dan tokoh agama. Masa 1965-1966 tentu tak bisa dinilai dengan norma dan nilai-nilai masa kini. Membaca sejarah kelam Indonesia pada masa itu hanya dapat dilakukan dengan memperhatikan konteks sosial-politik-ekonomi pada masa itu pula. 50

a. Pemberontakan Partai Komunis Indonesia

... Jangankan mendengar nama Sukarno, Hatta, Sjahrir, dan Tan Malaka. Jangan pula menyebut peristiwa berdarah 30 September 1965, ... 51 Dalam kutipan novel tersebut disinggung peristiwa Gerakan 30 September, peristiwa tersebut adalah permulaan dari sejarah gelap bangsa Indonesia yang sampai saat ini masih terjadi perdebatan panjang terkait kisah sesungguhnya peristiwa tersebut. Menjelang Peristiwa pemberontakan PKI pada tanggal 30 September 1965, berbagai isu telah berkembang di masyarakat, yang mengindikasikan akan terjadinya peristiwa politik yang besar. Di Surat Kabar Bintang Timur, para seniman Lekra juga telah ikut mengindikasikan akan adanya peristiwa besar. 52 Selain itu, dalam Lentera, Surat Kabar Bintang Timur juga dimuat sebuah naskah berjudul Tahun 1965 Tahun Pembabatan Total, yang ditulis oleh 50 Kurniawan, dkk., Pengakuan Algojo 1965 Investigasi Tempo Perihal Pembantaian 1965, Jakarta: PT Tempo Inti Media, 2014, h. 4. 51 Leila, op. cit., h. 15. 52 Sulastomo, Hari-Hari yang Panjang Transisi Orde Lama ke Orde Baru Sebuah Memoar, Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2008, h. 97. Pramoedya Ananta Toer 9 Mei 1965. 53 Fenomena Pramoedya yang sibuk dengan istilah “membabat” dan senantiasa menggunakan bahasa kasar dan keras kepada musuh-musuh politik PKI di samping berbagai aksi politik PKI yang makin lama makin berani, adalah bagian dari latar belakang yang menjadi dasar pada satu Oktober 1965 untuk tidak terlalu terkejut dengan kejadian dramatis pagi itu. 54 Di Santiago, di tengah konferensi itu, kami mendengar dari ketua panitia Jose Ximenez tentang meletusnya peristiwa 30 September. Kami terpana. Sama sekali tidak menduga ada peristiwa sekeji itu. Berkali-kali aku meminta Mas Nug mengulang apa yang dia dengar dari Ximenez. Jenderal-jenderal diculik? Dibunuh? 55 Pada kutipan novel di atas, Dimas mencoba meyakinkan dirinya sendiri tentang peristiwa Gerakan 30 September. Sejarah mencatat bahwa “Gerakan 30 September” dipelopori oleh Letnan Kolonel Untung, Komandan Batalyon Cakrabirawa, dini hari malam Jumat telah menculik sejumlah jenderal Angkatan Darat. 56 Apa yang terjadi pada hari itu sesungguhnya dimulai sejak pagi hari yang masih buta, pengawal pribadi Presiden melaksanakan penculikan atas beberapa perwira tinggi Angkatan Darat, yaitu Jenderal Nasution, Jenderal Achmad Yani, Mayjen Soeprapto, Mayjen S. Parman, Brigjen Panjaitan, Mayjen Harjono, serta Brigjen Sutojo. Jenderal Nasution, kemudian ternyata berhasil menyelamatkan diri, meskipun seorang putrinya Ade Irma Suryani dan ajudan Pak Nas, Kapten Pierre Tendean akhirnya gugur dalam peristiwa penculikan itu. 57 53 Ibid., h. 99. 54 Salim Said, Dari Gestapu ke Reformasi Serangkaian Kesaksian, Bandung: Mizan Media Utama, 2013, h. 23. 55 Leila, op. cit., h. 69 56 H. Rosihan Anwar, Sukarno, Tentara, PKI, Segitiga Kekuasaan Sebelum Prahara Politik 1961-1965, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007, h. 376. 57 Sulastomo, op. cit., h. 129.

b. Situasi Indonesia Setelah Tragedi September 1965

Kondisi Indonesia pasca G30S dalam kutipan novel di bawah menunjukan beberapa hal yakni penanganan tahanan politik, terjadinya pembunuhan serta diskriminasi terhadap orang-orang yang sesungguhnya tidak tahu-menahu, termasuk anggota partai PKI sekalipun, yang menjadi korban kebijakan pimpinan partainya. 58 Suasana di waktu i tu sudah sampai pada “dibunuh atau membunuh”, siapapun yang menang. Dapat dilihat pada kutipan novel dibawah ini: Ada dua helai surat itu di saku jaketku. Sudah sejak awal tahun semua yang dianggap terlibat Partai Komunis Indonesia atau keluarga PKI atau rekan-rekan anggota PKI atau bahkan tetangga atau sahabat yang dianggap dekat dengan PKI diburu-buru, ditahan, dan diinterogasi. Dik Aji menceritakan begitu banyak kisah suram. Banyak yang menghilang. Lebih banyak lagi yang mati. 59 Kondisi masa itu sangat genting, kabar percobaan kudeta 30 September 1965 menyulut perlawanan serentak hampir di semua daerah. Penangkapan besar- besaran PKI di Jawa Timur dimulai pada pertengahan Oktober 1965. Dua pekan setelah Gestapu, demo dan kerusuhan masih berskala kecil dan sporadis. Gerakan mulai terorganisir pada 16 Oktober 1965. Saat itu, terbentuk Komite Aksi Pengganyangan. 60 Enam bulan sebelum Partai Komunis Indonesia dinyatakan sebagai partai terlarang, ratusan ribu orang Indonesia sudah dibunuh dengan tuduhan mendukung komunisme. 61 Peristiwa tersebut dapat kita lihat dalam novel Pulang karya Leila S. Chudori, melalui tokoh Dimas yang menceritakan kejadian- kejadian yang terjadi di Indonesia pasca Gerakan 30 September 1965. Sampai akhirnya terjadi peristiwa sejarah yang mengubah kepedihan menjadi semakin kelam bagi orang-orang yang dekat dengan PKI. “Mas Hananto adalah mata rantai terakhir yang akhirnya diringkus. Sebagian besar redaksi Kantor Berita Nusantara disapu habis. Yang tersisa 58 Sulastomo, op. cit., h. 264. 59 Leila, op. cit., h. 11. 60 Kurniawan, dkk., Pengakuan Algojo 1965 Investigasi Tempo Perihal Pembantaian 1965, Jakarta: PT Tempo Inti Media, 2014, h. 24. 61 Ibid., h. 144.