118
4.2.1 Pengaruh Kebiasaan Belajar Terhadap Hasil Belajar
Hasil penelitian terhadap siswa kelas V SD Gugus Dewi Sartika dan Gugus Hasanudin Kota Tegal yang tersebar pada tujuh SD Negeri menunjukkan bahwa
dari pengujian terhadap hipotesis pertama diperoleh nilai koefisien dari kebiasaan belajar terhadap hasil belajar bertanda positif. Besar pengaruhnya sebesar 4,6.
Meskipun hanya memberikan pengaruh rendah namun tidak hanya dipengaruhi oleh kebiasaan belajar saja. Akan tetapi, ada beberapa faktor lain yang
memengaruhi timbulnya hasil belajar. Adanya hasil belajar yang memuaskan pada diri siswa dapat dilihat dari
sikap siswa dalam kebiasaan atau pengulangan belajar dalam sehari-hari. Hal ini sesuai pendapat Suryabrata dalam Djaali 2008: 129 merumuskan cara belajar
yang efisien adalah dengan usaha sekecil-kecilnya namun memberikan hasil yang sebesar-besarnya bagi perkembangan individu yang belajar. Mengenai cara belajar
yang efisien belum menjamin keberhasilan dalam belajar. Namun, yang paling penting siswa mampu mempraktikkannya dalam belajar sehari-hari, sehingga lama-
kelamaan menjadi kebiasaan, baik di dalam kelas maupun di luar sekolah yang akhirnya akan didapati nilai atau hasil yang tinggi.
Berdasarkan penelitian dapat diketahui dimensi yang paling dominan dari keenam dimensi dalam variabel kebiasaan belajar terdapat pada dimensi
“penyelesaian tugas” sebesar 82,03. Mengerjakan tugas adalah salah satu prinsip belajar siswa. Bagi seorang siswa mengerjakan tugas adalah suatu kewajiban,
sedang bagi guru biasanya digunakan untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan yang telah dimiliki siswa. Siswa dituntut untuk menyelesaikan tugas tidak hanya
119
dalam sekolah, namun juga diberi latihan berbentuk soal atau tugas tertentu di luar sekolah, misalnya pekerjaan rumah PR yang dikerjakan siswa di luar jam
pelajaran. Menurut Slameto 2010: 88 menyatakan agar siswa berhasil dalam belajarnya, perlulah mengerjakan tugas dengan sebaik-baiknya. Tugas itu
mencakup mengerjakan PR, menjawab soal latihan buatan sendiri, soal dalam buku pegangan atau LKS, ulangan harian, ulangan umum, dan ujian UTS, UAS, atau
UN. Siswa yang memiliki kebiasaan belajar yang baik pada saat menyelesaikan tugas akan dapat menyelesaikannya dengan tenang dan tepat waktu.
Pada dimensi ini sumbangsih terbesar pada indikator mengerjakan tugas di sekolah dengan nilai indeks sebesar 83,14. Tugas-tugas yang ada di sekolah
kaitannya dengan umpan balik setelah siswa belajar tertentu, latihan-latihan, tes, ulangan harian, ulangan semesteran, dan ujian. Jelaslah mengerjakan tugas akan
memengaruhi hasil belajar. Seperti diungkap Uno 2014: 30 bahwa motif berprestasi motif untuk hasil sangat berpengaruh terhadap unjuk kerja seseorang,
termasuk dalam belajar. Seseorang yang mempunyai motif untuk hasil tinggi cenderung berusaha mengerjakan tugasnya secara tuntas tanpa menunda-nunda
pekerjaanya. Mengerjakan tugas semacam ini bukanlah karena dorongan dari luar diri, melainkan upaya pribadi. Dalam menghadapi tugas-tugas perlu adanya
persiapan dari siswa, yaitu menghindari belajar terlalu banyak pada saat-saat terakhir menjelang tes, mempelajari kembali bahan yang sudah pernah didapat
secara teratur, membuat suatu ringkasan atau garis besar tentang bahan yang sedang dipelajari kembali tadi, mempelajari latihan soal dan hasil tugas yang sudah pernah
dikerjakan, menjaga kondisi kesehatan, konsentrasi penuh perhatian terhadap tugas
120
yang akan ditempuh, serta menyiapkan segala peralatan atau perlengkapan- perlengkapan yang diperlukan dan syarat-syarat tertentu.
Adapun sumbangsih indikator mengerjakan PR sebesar 80,92. Sebagian besar persepsi siswa membuktikan bahwa siswa semangat dalam mengerjakan
pekerjaan rumah, mengerjakan PR secara mandiri, serta menyelesaikan PR yang sulit dengan mencari di buku bacaan. Tugas pekerjaan rumah merupakan tugas
yang diberikan guru dalam proses memberikan tanggung jawab kepada siswa yang harus dikerjakan di luar sekolah untuk melakukan kegiatan secara mandiri dan
dapat mengevalusi kemampuan sendiri. Slameto 2010: 88-89 memberikan saran yang baik dalam mengerjakan PR, yaitu: menyiapkan peralatan dan buku-buku
yang diperlukan, menentukan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan tugas PR, membaca petunjuk, membaca soal satu demi satu dari
nomor satu sampai akhir, memulai mengerjakan dengan memilih nomor yang paling mudah dulu, melihat buku untuk mendapatkan tuntunan jika mengalami
kesulitan mengerjakan, dan memeriksa kembali semua nomor jawaban. Pada dimensi “pembuatan jadwal dan pelaksanaannya” temuan hasil
penelitian menunjukkan nilai indeks sebesar 80,73 siswa-siswi kelas V di SD Negeri Gugus Dewi Sartika dan Gugus Hasanudin Kota Tegal setelah membuat
jadwal belajar akan melaksanakan jadwal belajar sesuai mata pelajaran dan waktu yang telah ditentukan. Jadwal merupakan sejumlah kegiatan yang dilaksanakan
oleh seseorang setiap harinya. Jadwal yang sudah dibikin biasanya akan ditempelkan pada tembok atau papan yang terletak di ruang belajar siswa ataupun
di kamarnya. Jadwal yang teratur akan berpengaruh terhadap belajar siswa. Slameto
121
2010: 82 mengungkapkan bahwa agar belajar dapat berjalan dengan baik dan memeroleh hasil maksimal, maka seorang siswa harus mempunyai atau membikin
jadwal yang baik serta melaksanakannya dengan teratur atau disiplin. Ada beberapa cara membuat jadwal yang baik, yaitu: 1 memperhitungkan waktu setiap hari
untuk keperluan-keperluan aktivitas sehari-hari; 2 menyelidiki dan menentukan waktu-waktu yang tersedia setiap hari; 3 merencanakan penggunaan belajar
dengan cara menentukan jenis mata pelajarannya dan urutan yang harus dipelajari; 4 mendahulukan mempelajari pelajaran yang dianggap sulit dan mempelajari pada
jam belajar lain pelajaran yang dianggap mudah; 5 serta berhemat dengan waktu jangan ragu-ragu untuk memulai pekerjaan. Jadwal yang disusun secara rapi dan
menarik akan memacu siswa untuk rajin belajarnya. Supaya berhasil dalam belajar, setelah membuat jadwal, maka selanjutnya haruslah dikerjakan secara teratur,
disiplin, dan efisien. Temuan hasil penelitian menunjukkan persepsi siswa-siswi kelas V di SD
Negeri Gugus Dewi Sartika dan Gugus Hasanudin Kota Tegal yang berada di kategori sedang pada dimensi “membaca dan membuat catatan” dengan nilai indeks
sebesar 70,67. Persepsi siswa setelah melaksanakan membaca pada buku pelajaran atau bahan bacaan tertentu, mereka akan membuat dan mencatat hal-hal
yang dianggap penting. Tujuan membaca adalah memahami bacaan yang dibacanya, sehingga pemahaman merupakan faktor yang amat penting dalam
membaca. Pemahaman terhadap bacaan dapat dipandang sebagai suatu proses yang bergulir terus menerus dan berkelanjutan. Namun, kenyataannya keterampilan
siswa dalam membaca masih rendah. Hal ini terbukti dengan nilai indeks indikator
122
membaca buku teks sebesar 65,06. Proses membaca memang sangat kompleks dan rumit karena melibatkan beberapa aspek. Aspek ini dirasa butuh waktu untuk
memahami sebuah bacaan dan sulit dicapai siswa sekolah dasar, sebab siswa SD masih dalam tahap membaca permulaan yaitu mengenali huruf, suku kata, kata,
kalimat dan membaca dalam berbagai konteks. Aspek-aspek tersebut diungkapkan oleh Santosa 2008: 6.3 diantaranya 1 aspek sensori, memahami simbol tertulis;
2 aspek perseptual, menginterpretasi apa yang dilihat sebagai simbol; 3 aspek skemata, kemampuan menghubungkan informasi tertulis dengan struktur
pengetahuan; 4 aspek berpikir, membuat inferensi dari materi yang dipelajari; serta 5 aspek afektif, berkenaan minat pembaca yang berpengaruh terhadap
kegiatan membaca. Jadi, indikator membaca buku teks sangat rendah karena hal- hal tersebut.
Membaca memang pokok utama yang ada pada belajar, sebab dengan membaca, siswa akan memeroleh pengetahuan atau ilmu yang dia baca. Setelah
membaca buku, siswa membuat catatan besar atau isi pokok buku, tujuannya agar siswa mudah memahami dan mengingat materi yang telah dipelajari. Pada indikator
membuat catatan ini besar nilai indeksnya adalah sudah tinggi yaitu 76,28. Hal ini membuktikan catatan siswa terhadap mencatat yang disampaikan guru dan
membuat catatan setelah membaca sudah komplit. Membuat catatan besar pengaruhnya dalam membaca. Siswa yang membuat catatan semrawut dapat
menimbulkan kebosanan membaca, sebaliknya siswa yang membuat catatan rapi akan semangat dalam belajar khususnya membaca. Senada dengan Purwanto 2014:
117 bahwa catatan-catatan tentang materi bacaan atau pelajaran sangat membantu
123
siswa. Catatan yang tersusun itu akan dapat membantu siswa pada waktu mereka akan mengulangi pelajaran ketika akan menghadapi ujian. Mereka tidak perlu lagi
membaca seluruh buku yang akan memakan waktu lebih lama, namun hanya bisa belajar dari catatan-catatan tersebut.
Pada dimensi “cara mengikuti pelajaran” temuan hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam kategori yang tinggi dengan nilai indeks dimensi
sebesar 81,22. Mereka saat mengikuti pelajaran mempunyai rasa ingin mengikuti proses kegiatan belajar mengajar dari awal sampai akhir yang tinggi. Cara
mengikuti pelajaran di sekolah merupakan bagian penting dari proses belajar. Siswa dituntut untuk dapat menguasai bahan pelajaran. Pada saat pembelajaran, siswa
berkosentrasi menerima pelajaran, mencatat pokok-pokok materi, mencatat hal yang tidak jelas untuk ditanyakan guru, dan aktif mengikuti kegiatan belajar
mengajar. Saat mengikuti pelajaran inilah siswa butuh pemusatan pikiran terhadap suatu hal mata pelajaran dengan menyampingkan semua hal lainnya yang tidak
berhubungan dengan pelajaran. Konsentrasi besar pengaruhnya terhadap belajar. Slameto 2010: 87 berpendapat bahwa siswa yang sudah terbiasa berkonsentrasi
akan dapat belajar sebaik-baiknya kapan dan dimana pun sebab kemampuan berkonsentrasi adalah kunci keberhasilan dalam belajar. Jadi kemampuan untuk
konsentrasi akan menentukan hasil belajarnya. Ada beberapa cara mengembangkan kemampuan konsentrasi saat mengikuti pelajaran, yaitu siswa hendaknya punya
minat dan motivasi yang tinggi terhadap pelajaran, ada tempat belajar tertentu dengan meja belajar yang bersih dan rapi, mencegah timbulnya kebosanan, menjaga
124
kesehatan dan memperhatikan kelelahan, menyelesaikan masalah-masalah yang mengganggu, dan bertekad untuk mencapai hasil terbaik setiap kali belajar.
Tidak jauh berbeda dengan indikator konsentrasi mengikuti pelajaran, indikator aktif dalam proses pembelajaran juga tinggi, yaitu dengan nilai indeks
sebesar 78,72. Siswa saat mengikuti pelajaran aktif mendengarkan, bertanya, dan menjawab soal. Pembelajaran saat ini memang menekankan pembelajaran yang
lebih berorientasi pada siswa. Aktif dalam belajar berarti adanya perubahan pengetahuan dan sikap siswa saat melakukan belajar. Belajar secara aktif
berhubungan dengan segala aktivitas yang terjadi, baik mental maupun fisik siswa. Hal ini seperti diungkap Karwati dan Priansa 2014: 152 bahwa belajar yang aktif
merupakan suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa baik fisik, mental intelektual, maupun emosional guna memeroleh hasil belajar yang
berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Belajar siswa harus mengalami aktivitas mental, misalnya mengembangkan kemampuan
intelektual, berpikir kritis, kemampuan menganalisa, dan tambah pengetahuannya. Belajar secara aktif berupa fisik seperti mengerjakan sesuatu, menyusun intisari
pelajaran, membuat peta, dan lain-lain. Proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas merupakan aktivitas mentransformasi pengetahuan, sikap, dan
keterampilan. Maka dituntut keaktifan siswa, sebab siswa adalah subjek yang banyak melakukan kegiatan sedangkan guru lebih bnyak membimbing dan
mengarahkan. Pada dimensi “cara belajar kelompok” temuan hasil penelitian menunjukkan
nilai indeks sebesar 81,85 siswa-siswi kelas V di SD Negeri Gugus Dewi Sartika
125
dan Gugus Hasanudin Kota Tegal sudah melaksanakan rutinitas belajar kelompok di luar jam pelajaran atau di luar sekolah. Cara belajar sendiri di rumah sering
menimbulkan kebosanan dan kejenuhan sehingga perlu adanya variasi cara belajar lain seperti belajar bersama atau belajar kelompok. Belajar kelompok dengan teman
bisa dilakukan di perpustakaan, di rumah teman ataupun tempat-tempat yang nyaman untuk belajar. Dengan belajar kelompok, siswa dapat memecahkan soal
dengan kelompoknya. Keuntungan yang didapat ketika siswa melakukan belajar kelompok adalah siswa dapat memecahkan soal yang sulit, bisa saling tukar pikiran,
dan tentunya mengakrabkan diantara mereka. Hal ini seperti dikutip Sudjana 2014: 168 yang mengatakan belajar bersama atau belajar kelompok pada dasarnya
memecahkan persoalan secara bersama, artinya setiap orang turut memberikan sumbangan pikiran dalam memecahkan persoalan tersebut sehingga diperoleh hasil
yang lebih baik. Pikiran dari orang banyak biasanya lebih sempurna dari pada satu orang saja.
Sumbangsih tertinggi pada dimensi cara belajar kelompok terletak pada item 26 yang menyatakan siswa jika ada kerja kelompok akan diskusi dengan
teman-teman. Besar nilai indeksnya adalah 88,07. Diskusi yang dimaksud adalah pembahasan penyelesaian masalah atau soal yang diberikan guru pada siswa agar
dipecahkan atau diselesaikan secara bersama. Pembelajaran kelompok yang ada pada dalam kelas merupakan salah satu cara yang dilakukan guru agar siswa mampu
bergaul, beradaptasi, memahami perbedaan, dan melatih kerjasama serta tanggungjawab dengan siswa lainnya. Siswa yang mempunyai motif keberhasilan
belajar yang tinggi cenderung memilih rekan kerja dengan kemampuan kerja yang
126
tinggi dan tidak memerlukan teman kerja yang ramah. Hal yang perlu diperhatikan dalam belajar kelompok adalah fungsi integrasi dan fungsi perbedaan. Fungsi
integrasi dalam pengelompokan siswa dilakukan berdasarkan umur, jenis kelamin, dan sebagainya. Sedangkan fungsi perbedaan dalam kelompok siswa dilakukan
berdasarkan perbedaan individu, misalnya bakat, kemampuan, minat, dan sebagainya. Dari beberapa fungsi tersebut, Karwati dan Priansa 2014: 151
mengelompokkan belajar kelompok menjadi beberapa pengelompokan, yaitu 1 pengelompokan berdasarkan pertemanan, maksudnya kelompok yang berdasarkan
kesukaan siswa dalam memilih teman sekelompoknya; 2 pengelompokan berdasarkan prestasi, kelompok siswa berdasarkan baik buruknya prestasi yang
telah diperoleh siswa; 3 pengelompokan berdasarkan kemampuan dan bakat, kelompok siswa berdasarkan keseragaman kemampuan dan bakat yang dimiliki
siswa; 4 pengelompokan berdasarkan perhatian dan minat; serta 5 pengelompokan berdasarkan kecerdasan, kelompok siswa didasarkan hasil tes
intelegensi atau kemampuan yang telah dilakukan guru atau sekolah. Selain dimensi cara belajar kelompok, pada variabel kebiasaan belajar juga
ada dimensi “cara belajar mandiri di rumah”. Pandangan siswa terhadap belajar tidak hanya dilakukan saat di sekolah saja, namun perlu diulangi lagi belajar saat di
rumah. Tujuannya agar siswa mengetahui lebih dalam yang telah dipelajari dan mempersiapkan diri untuk pelajaran esoknya. Cara belajar mandiri di rumah besar
pengaruhnya dengan kebiasaan belajar. Belajar mandiri di rumah merupakan tugas pokok setiap siswa. Syarat utama belajar di rumah adalah keteraturan belajar. Hal
ini senada dengan pendapat Sudjana 2014: 168 yang menyatakan belajar bukan
127
merujuk lamanya tetapi kebiasaan teratur dan rutin melakukan belajar setiap harinya meskipun dengan jam yang terbatas. Ada beberapa cara yang dilakukan
siswa dalam belajar mandiri di rumah, yaitu 1 mempelajari kembali catatan hasil mencatat pelajaran di sekolah; 2 merumuskan pertanyaan-pertanyaan dari bahan
catatan tersebut; 3 menulis pokok-pokok jawaban; 4 melatih pertanyaan yang dibuat tadi sampai menguasai; 5 jika masih ragu dengan jawaban, maka tanyakan
dengan guru saat pelajaran berlangsung; 6 belajar saat tertentu yang paling memungkinkan; 7 jangan memforsir belajar terus-menerus dalam waktu cukup
lama. Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat dikemukakan bahwa kebiasaan
belajar siswa yang dilaksanakan rutin setiap hari dengan jadwal yang sudah ditentukan dan waktu yang tepat akan dapat menghasilkan tujuan atau hasil belajar
yang maksimal. Berkaitan dengan hal tersebut, tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran dapat dinyatakan dalam hasil nilai atau skor yang
diperoleh dari hasil tes materi pelajaran tertentu. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Hamalik 2015: 30 yang menyatakan bahwa hasil dan bukti
seseorang telah belajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut. Tingkah laku manusia terdiri dari sejumlah aspek. Hasil belajar akan
tampak pada setiap perubahan aspek-aspek tertentu, diantaranya pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial,
jasmani, budi pekerti, dan sikap. Salah satu bukti siswa telah mendapatkan hasil belajar yang baik adalah siswa tersebut telah melakukan kebiasaan belajar yang
rutin. Sejalan dengan pendapat tersebut, Sudjana 2014: 173 mengatakan
128 “keberhasilan siswa dalam mengikuti pelajaran banyak bergantung kepada
kebiasaan belajar yang teratur dan berkesinambungan”. Hal ini membuktikan bahwa semakin seseorang terbiasa melakukan belajar maka akan semakin
meningkatkan hasil belajar. Keberhasilan siswa dalam mengikuti pelajaran banyak bergantung pada
kebiasaan belajar yang teratur dan berkesinambungan. Kebiasaan belajar teratur dimulai dari cara siswa membuat jadwal dan melaksanakannya, membaca buku
yang kemudian membuat catatan atau garis besar, cara mengikuti pelajaran, menyelesaikan tugas atau latihan, mengikuti kegiatan belajar kelompok, sampai
belajar mandiri di rumah. Cara-cara belajar tersebut harus dimulai oleh diri sendiri tiap individu dengan membiasakan diri dan mendisiplinkan diri dalam belajar.
Hindari belajar dalam tempo lama dan kadar belajar yang berat pada saat mau menghadapi ujian, sebab akan kurang membantu keberhasilan siswa.
4.2.2 Pengaruh Motivasi Belajar Terhadap Hasil Belajar