Tujuh Komponen Utama Pembelajaran Kontekstual

menimbang massa benda dengan menggunakan neraca O‟haus, ia bertanya kepada temannya. Kemudian temannya yang sudah bisa menunjukkan cara menggunakan alat itu. Maka dua orang anak tersebut sudah membentuk masyarakat belajar Learning Community. Dalam kelas CTL, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen. Yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberitahu yang belum tahu, yang cepat menangkap mendorong temannya yang lambat, dan seterusnya. Kelompok siswa bisa sangat bervariasi bentuknya, baik keanggotaan, jumlah, bahkan bisa melibatkan siswa di kelas atasnya, atau guru melakukan kolaborasi dengan mendatangkan seorang ahli ke kelas. Masyarakat belajar apabila ada proses komunikasi dua arah. Seorang guru yang mengajari siswanya bukan contoh masyarakat belajar karena komunikasi hanya terjadi satu arah, yaitu informasi hanya datang dari guru kearah siswa, tidak ada arus informasi yang perlu dipelajari guru yang datang dari arah siswa. Dalam contoh ini yang belajar hanya siswa, bukan guru. Dalam belajar masyarakat, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar satu sama lain. Seseorang yang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan sekaligus juga meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya. 5. Pemodelan Modeling Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru oleh siswanya, misalnya guru memodelkan langkah- langkah cara menggunakan neraca O‟haus dengan demonstrasi sebelum siswanya melakukan suatu tugas tertentu. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Pemodelan dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang bisa ditunjuk untuk memodelkan sesuatu berdasarkan pengalaman yang diketahuinya. Model dapat juga didatangkan dari luar yang ahli dibidangnya, misalnya mendatangkan seorang perawat untuk memodelkan cara menggunakan termometer untuk mengukur suhu tubuh pasiennya. 6. Refleksi Reflection Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari proses. Pengetahuan yang dimiliki siswa diperluas melalui konteks pembelajaran, yang kemudian diperluas sedikit demi sedikit. Guru membantu siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan-pengetahuan yang baru. Dengan begitu, siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya. Kunci dari semua itu adalah bagaimana pengetahuan itu mengendap di benak siswa. Siswa mencatat apa yang sudah dipelajari dan bagaimana merasakan ide-ide baru. Pada akhir pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi. Realisasinya berupa: a. Pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu b. Catatan atau jurnal di buku siswa c. Kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu d. Diskusi e. Hasil karya 7. Penilaian autentik Authentic Assement Assement adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru segera bisa mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan belajar. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan di sepanjang proses pembelajaran, maka assemen tidak dilakukan di akhir periode pembelajaran seperti pada kegiatan evaluasi hasil belajar, tetapi dilakukan bersama-sama secara terintegrasi tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran. Assement menekankan proses pembelajaran maka data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran. Guru ingin mengetahui perkembangan belajar fisika bagi para siswanya harus mengumpulkan data dari kegiatan nyata di kehidupan sehari- harinya yang berkaitan dengan fisika, tidak hanya saat siswa mengerjakan tes fisika saja. Pengumpulan data yang demikian merupakan data autentik.

5. Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional

Perbedaan perbedaan kontekstual dengan pendekatan tradisional dapat dilihat pada tabel di bawah ini. 19 Tabel 2.1 Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional No Kontekstual Tradisional 1. Menyesuaikan pada memori spasial pemahaman makna Menyesuaikan pada hapalan 2. Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran Siswa secara pasif menerima informasi 3. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyatamasalah yang disimulasikan Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis 4 Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis, Waktu belajar siswa sebagian besar dipergunakan untuk mengerjakan buku tugas, 19 Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru...., h. 296 atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah melalui kerja kelompok mendengar ceramah, dan mengisi latihan yang membosankan melalui kerja individu 5 Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk tesujianulangan 6 Siswa diminta bertanggung jawab memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka masing- masing Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran Dengan melihat tabel tersebut, dalam pembelajaran yang menggunakan CTL akan lebih konkret, lebih realistis, lebih aktual, lebih nyata, lebih menyenangkan, dan lebih bermakna. Proses belajar mengajar CTL ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar kualitas, kreativitas, produktifitas, efesiensi, dan efektifitas siswa. Menurut teori pembelajaran kontekstual, belajar hanya akan terjadi jika siswa memproses informasi atau pengetahuan baru sedemikian sehingga dirasakan masuk akal sesuai dengan kerangka berpikir yang dim ilikinya. “Dalam CTL guru berperan sebagai fasilitator tanpa henti reinforcing, yakni membantu siswa menemukan makna pengetahuan. Siswa memiliki response potentiality yang bersifat kodrati. Tugas utama pendidik adalah memberdayakan kodrati ini sehingga siswa terlatih dalam menangkap makna dari materi yang diajarkan”. 20

6. Aplikasi Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran kontekstual adalah kaidah pembelajaran yang menggabungkan isi kandungan dengan pengalaman harian individu, masyarakat, dan alam pekerjaan. Kaidah ini menyediakan pembelajaran secara konkret yang melibatkan hands-on dan minds-on. Pembelajaran akan berlangsung dengan baik 20 Elaine B. Johnson, Op.Cit., h.20 apabila peserta didik dapat memproses pembelajaran atau pengetahuan dengan cara bermakna dan disampaikan dengan berbagai cara yang bervariasi. Dalam proses pembelajaran secara kontekstual, peserta didik akan melalui satu atau lebih daripada bentuk pembelajaran sebagai berikut. Contoh pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut. 21 Gambar 2.2 Bentuk Pembelajaran Kontekstual

B. Pembelajaran Kontekstual dengan Metode Inkuiri

Inkuiri berasal dari bahasa inggris “inquiry” yang secara harfiah berarti penyelidikan. Piaget mengemukakan bahwa metode inkuiri merupakan metode yang mempersiapkan peserta didik pada situasi untuk melakukan eksperimen sendiri secara luas agar melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, dan mencari jawaban sendiri, serta 21 Ella Yulaelawati, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Pakar Raya, 2007, h. 141 R Relating Mengaitkan Eksperiencing Mengalami Applying Mengaplikasikan Cooperating Bekerja Sama Transferring Memindahkan E A C T Belajar dalam konteks menghubungkaitkan pengetahuan baru dengan pengalaman hidup Belajar dalam konteks penemuan dan daya cipta Belajar dalam konteks bagaimana pengetahuan atau informasi dapat digunakan dalam berbagai situasi Belajar dalam konteks menghubungkaitkan pengetahuan baru dengan pengalaman hidup Belajar dalam konteks pengetahuan yang ada atau membina dari apa yang sudah diketahui menghubungkan penemuan yang satu dengan yang lain, membandingkan apa yang ditemukannya dengan yang ditemukan peserta didik lain. 22 Inkuiri pada dasarnya adalah suatu ide yang kompleks, yang berarti banyak hal, bagi banyak hal, bagi banyak orang, dalam banyak konteks a complex idea that means many things to many people in many contexts. Inkuiri adalah bertanya. Bertanya yang baik, bukan asal bertanya. Pertanyaan harus berhubungan dengan apa yang dibicarakan. Pertanyaan yang harus diajukan harus dapat dijawab sebagian atau keseluruhannya. Pertanyaan harus dapat diuji dan disilidiki secara bermakna. 23 Pembelajaran inkuiri adalah pendekatan pembelajaran di mana siswa didorong untuk belajar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep- konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan siswa menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri. 24 Inkuiri memberikan kepada siswa pengalaman-pengalaman belajar yang nyata dan aktif. Siswa diharapkan mengambil inisiatif. Mereka dilatih bagaimana memecahkan masalah, membuat keputusan, dan memperoleh keterampilan. Inkuiri memungkinkan siswa dalam berbagai tahap perkembangannnya bekerja dengan masalah-masalah yang sama dan bahkan mereka bekerja sama mencari solusi terhadap masalah-masalah. Setiap siswa harus memainkan dan memfungsikan talentanya masing-masing. Berdasarkan urain di atas dapat disimpulkan bahwa metode inkuiri adalah suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat menemukan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. 22 E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional; Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006, h. 108 23 Nurhadi, dkk, Op.Cit., h. 43 24 Kunandar, Op.Cit., h. 371.