3. Urgensi Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual bukan sebuah model dalam pembelajaran. Pembelajaran kontekstual lebih dimaksudkan suatu kemampuan guru dalam
melaksanakan proses pembelajaran yang lebih mengedepankan idealitas pendidikan sehingga benar-benar akan menghasilkan kualitas pembelajaran yang
efektif dan efisien. Idealitas pembelajaran dimaksudkan melaksanakan proses pembelajaran yang lebih menitik beratkan pada upaya pemberdayaan siswa bukan
penindasan terhadap siswa baik penindasan secara intelektual, sosial maupun budaya.
Guru kadang kala terjebak kepada sifat atau karakter penindasan daripada pemberdayaan siswa pada waktu melaksanakan proses pembelajaran. Persepsi
guru yang merasa paling pintar, menganggap siswa tidak mengerti apa-apa, siswa sosok manusia yang bodoh sedangkan guru sosok manusia yang paling cerdas.
Implikasi dari asumsi seperti itu akhirnya guru cenderung melakukan tindakan yang tidak edukatif, sehingga siswa merasa tidak aman dan tidak nyaman dalam
proses pembelajaran. Pendidikan adalah sektor yang sangat menentukan kualitas hidup suatu
bangsa. Kegagalan pendidikan berimplikasi pada gagalnya suatu bangsa, keberhasilan pendidikan juga secara otomatis membawa keberhasilan sebuah
bangsa. Kegagalan pendidikan bisa disebabkan oleh kegagalan dalam proses pembelajaran. Pembelajaran yang statis dan konvensional akan memperlambat
terwujudnya kualitas pendidikan. Sebaliknya pembelajaran yang dinamis, progresif dan kontekstual akan mempercepat terwujudnya kualitas pembelajaran.
Paulo Freire mengkritik secara tegas dan pedas dengan istilah pembelajaran sistem bank banking sistem paedagogis, yang memuat pertanyaan
antagonis antara peran guru dan siswa, antara lain:
16
a. Guru mengajar, siswa belajar.
b. Guru tahu segalanya, siswa tidak tahu apa-apa.
c. Guru berpikir, siswa dipikirkan.
d. Guru bicara, siswa mendengarkan.
16
M. Saekhan Muchith, Pembelajaran Kontekstual, Semarang: RaSAIL Media Group, 2008, h. 2-5
e. Guru mengatur, siswa diatur.
f. Guru memilih dan memaksakan pilihannya, siswa menuruti.
g. Guru bertindak, siswa membayangkan bagaimana bertindak sesuai dengan
gurunya. h.
Guru memilih apa yang diajarkan, siswa menyesuaikan diri. i.
Guru sebagai subyek proses pembelajaran, siswa sebagai obyek pembelajaran.
4. Tujuh Komponen Utama Pembelajaran Kontekstual
Ada tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan kontekstual
dikelas. Ketujuh
komponen itu
adalah konstruktivisme
Construktivism, bertanya Questioning, menemukan Inquiry, masyarakat belajar Learning Community, pemodelan Modeling, refleksi Reflection,
penilaian sebenarnya Authentic Assement. Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual jika menerapkan ketujuh prinsip tersebut dalam
pembelajarannya. Keterkaitan ketujuh komponen tersebut digambarkan dalam bagan
berikut.
17
Gambar 2.1 Bagan Keterkaitan Antar Komponen Pembelajaran Kontekstual
17
Nurhadi, dkk, Op.Cit., h. 31 Bertanya
Questioning Masyarakat belajar
Learning Community
Refleksi Reflection
Menemukan Inquiry
Pemodelan Modeling
Penilaian sebenarnya Authentic Assement
Konstruktivisme Construktivism
Secara garis besar langkah-langkah penerapan CTL dalam kelas sebagai berikut.
18
a. Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan
cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
b. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
c. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
d. Ciptakan masyarakat belajar belajar dalam kelompok-kelompok.
e. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
f. Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
g. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Tujuh komponen utama pendekatan pembelajaran CTL yaitu: 1.
Konstruktivisme Constructivism Salah satu landasan teoritik pendidikan modern termasuk CTL dalah teori
konstruktivis. Pendekatan ini pada dasarnya menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif proses belajar
mengajar. Proses belajar mengajar lebih diwarnai student centered daripada teacher centered. Sebagian besar waktu proses belajar mengajar berlangsung
dengan berbasis pada aktivitas siswa. Inquiry Based Learning dan Problem Based Learning yang disebut sebagai strategi CTL diwarnai Student Centered dan
aktivitas siswa. Constructivism konstruktivisme merupakan landasan berpikir filosofi
pendekatan konstekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan
bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna
melalui pengalaman nyata.
18
Trianto, Op.Cit., h. 105-115.
2. Inkuiri Inquiry
Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis konstektual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan
bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan
menemukan, apapun materi yang diajarkannya. Siklus inkuiri terdiri atas: a.
Observasi Observation b.
Bertanya Questioning c.
Mengajukan dugaan Hyphotesis d.
Pengumpulan data Data gathering e.
Penyimpulan Conclussion 3.
Bertanya Questioning Pengetahuan yang dimiliki seseorang
, selalu bermula dari “bertanya”. Questioning bertanya merupakan strategi utama yang berbasis kontekstual.
Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan
bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inquiri, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah
diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya. Hampir pada semua aktivitas belajar, dapat menerapkan questioning
bertanya: antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas, dan sebagainya. Aktivitas bertanya juga
ditemukan ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemui kesulitan, ketika mengamati, dan sebagainya. Aktivitas bertanya juga ditemukan
ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemui kesulitan, ketika mengamati, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan itu akan menumbuhkan
dorongan untuk „bertanya‟. 4.
Masyarakat belajar Learning Community Konsep Learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran
diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Ketika seorang anak baru belajar