Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe stad terhadap penguasaan konsep siswa pada materi bunyi

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE STAD TERHADAP PENGUASAAN KONSEP SISWA

PADA MATERI BUNYI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Fisika

Oleh: ASMAWATI R.

106016300640

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1432 H/2011 M


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Asmawati R., “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD terhadap Penguasaan Konsep Siswa pada Materi Bunyi”. Skripsi Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendididkan IPA, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2011.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap penguasaan konsep siswa pada materi bunyi. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 13 Kota Tangerang Selatan pada bulan April sampai dengan Mei tahun 2011. Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen dan teknik pengambilan sampel menggunakan

Cluster Sampling. Sampel dalam penelitian ini, siswa kelas VIII-4 sebagai kelas

eksperimen dan kelas VIII-9 sebagai kelas kontrol dengan jumlah siswa masing-masing 36 siswa. Kelas eksperimen diberi perlakuan berupa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan kelas kontrol diberi perlakuan pembelajaran konvensional. Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes pilihan ganda sebanyak 18 soal dengan empat alternatif pilihan jawaban.

Berdasarkan uji statistik dengan taraf signifikansi 0,05 diperoleh thitung = 8,55 > ttabel = 1,99, dengan thitung > ttabel maka Ho ditolak dan Ha diterima,

sehingga dapat disimpulkan terdapat pengaruh positif penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap penguasaan konsep siswa pada materi bunyi.

Kata kunci: Model pembelajaran kooperatif tipe STAD, Konsep bunyi, Penguasaan konsep siswa


(6)

ABSTRACT

Asmawati R., “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD terhadap Penguasaan Konsep Siswa pada Materi Bunyi”. Skripsi Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendididkan IPA, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.

The aim of this research to knowing influence cooperative learning STAD type to mastery in concept of the student in the physics at sound concept. This research was conducted of SMP Negeri 13 Tangerang Selatan at April until May in academic year 2010/2011. The research method is used quasi experiment and technics sampling is used cluster sampling. Sample of this research are VIII-4 class as experiment group and VIII-9 class as control group and taken severally 36 students. The experiment group was given cooperative learning STAD type and control group was given conventional learning. Instrument were used in these research is test instrument used 18 test multiple choise. Data was got from test test instrument was analyzed by analysis t-test. Based on result of statistical analysis t-test at the level of significant (α = 0,05), it is shown that tvalues greater than ttabel 8,55 > 1,99, with the result that zero hypotesis (Ha) was refused and alternative hypotesis (Ha) was accepted, that can be concluded, cooperative learning STAD type can influence students concept mastery of the physics study in sound concept.

Key Words: Cooperative learning model of STAD type, Concept of sound, Mastery in concept of student


(7)

KATA PENGANTAR

Assalaamu’alaikum. Wr.Wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya maka skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, yang telah menghubungkan kejalan yang benar dan memimpin kepada agama yang lurus, semoga rahmat dan kesejahteraan senantiasa terlimpahkan kepada Beliau dan kepada Nabi-nabi lain serta keluarga dan orang-orang yang saleh.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD terhadap Penguasaan Konsep Siswa pada Materi Bunyi”.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang tanpa lelah memberikan dorongan dan masukan moril maupun materil kepada penulis, sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sekaligus dosen pembimbing I yang selalu meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Nengsih Juanengsih, M.Pd, selaku Sekertaris Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Iwan Permana Suwarna, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Fisika.


(8)

5. Ibu Kinkin Suartini, M.Pd, selaku dosen pembimbing II yang selalu meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

6. Ibu Erina Hertanti, M.Si., selaku dosen penasehat akademik yang selalu memberikan bimbingan dan nasehat kepada penulis selama proses perkuliahan.

7. Bapak Rohman, S.Pd, selaku Kepala SMP Negeri 13 Kota Tangerang Selatan yang telah membantu penulis selama penelitian berlangsung.

8. Ibu Silvani Damanik, S.Pd, selaku guru bidang studi fisika kelas VIII di SMP Negeri 13 Kota Tangerang Selatan yang telah member dukungan moril kepada penulis selama proses penelitian.

9. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Pada akhirnya, penulis menyadari masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam penulisan skripsi ini, sehingga penulis dengan terbuka menerima segala bentuk kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua khususnya ilmu pengetahuan dan teknologi, amin.

Wassalaamu’alaikum. Wr.Wb.

Jakarta, Juni 2011


(9)

DAFTAR ISI

Halaman LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK . ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Perumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7

A. Kajian Teori ... 7

1. Pembelajaran Kooperatif ... 7

2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ... 15

3. Konsep dan Penguasaan Konsep ... 19

4. Konsep Bunyi ... 23

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 29

C. Kerangka Berpikir ... 32


(10)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 37

A. Metode Penelitian ... 37

B. Desain Penelitian ... 37

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 37

D. Prosedur Penelitian ... 38

E. Variabel Penelitian ... 39

F. Populasi dan Sampel Penelitian ... 39

G. Teknik Pengambilan Sampel ... 39

H. Teknik Pengambilan Data ... 40

I. Instrumen Penelitian ... 42

J. Teknik Analisis Data ... 45

K. Hipotesis Statistik ... 49

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 50

A. Hasil Penelitian ... 50

B. Analisis Data Angket ... 54

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 60

BAB V PENUTUP ... 63

A. Kesimpulan ... 63

B. Saran ... 64


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Peta Konsep Bunyi ... 23 Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berpikir ... 33 Gambar 4.1 Grafik Nilai Rata-rata Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol . 48


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dengan Kelompok

Belajar Tradisional ... 11

Tabel 2.2 Kriteria Pemberian Skor Peningkatan Individu ... 18

Tabel 2.3 Tingkat Penghargaan Kelompok ... 18

Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 35

Tabel 3.2 Kisi-kisi instrumen tes ... 38

Tabel 3.3 Kriteria Reliabilitas ... 41

Tabel 4.1 Hasil Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 48

Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 49

Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 50

Tabel 4.4 Hasil Pengujian Hipotesis dengan Menggunakan Uji-t Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 51

Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Indikator Metode Pembelajaran yang Digunakan Guru ... 52

Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Indikator Aktivitas Siswa ... 53

Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Indikator Kemampuan Kognitif Siswa ... 54

Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Indikator Kemampuan Afektif Siswa ... 55

Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Indikator Kemampuan Psikomotor Siswa ... 56

Tabel 4.10Hasil Perhitungan Indikator Peranan Guru dalam Proses Pembelajaran ... 57


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Uji Validitas ... 68 Lampiran 2 Instrumen Penelitian ... 71 Lampiran 3 Perangkat Pembelajaran ... 93 Lampiran 4 Hasil Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen dan

Kelompok Kontrol ... 115 Lampiran 5 Data Hasil Pretest Kelompok Eksperimen ... 116 Lampiran 6 Tabel Persiapan Uji Normalitas dan Homogenitas

Data Pretest Kelompok Eksperimen ... 119 Lampiran 7 Uji Normalitas Data Pretest Kelompok Eksperimen ... 120 Lampiran 8 Data Hasil Posttest Kelompok Eksperimen ... 121 Lampiran 9 Tabel Persiapan Uji Normalitas dan Homogenitas

Data Posttest Kelompok Eksperimen ... 124 Lampiran 10 Uji Normalitas Data Posttest Kelompok Eksperimen ... 125 Lampiran 11 Data Hasil Pretest Kelompok Kontrol ... 126 Lampiran 12 Tabel Persiapan Uji Normalitas dan Homogenitas

Data Pretest Kelompok Kontrol ... 129 Lampiran 13 Uji Normalitas Data Pretest Kelompok Kontrol ... 130 Lampiran 14 Data Hasil Posttest Kelompok Kontrol ... 131 Lampiran 15 Tabel Persiapan Uji Normalitas dan Homogenitas

Data Posttest Kelompok Kontrol ... 134 Lampiran 16 Uji Normalitas Data Posttest Kelompok Kontrol ... 135 Lampiran 17 Uji Homogenitas Pretest Kelompok Eksperimen dan

Kelompok Kontrol ……… 136 Lampiran 18 Uji Homogenitas Posttest Kelompok Eksperimen dan

Kelompok Kontrol ………. 138 Lampiran 19 Perhitungan Uji-t Hipotesis Hasil Pretest Kelompok


(14)

Lampiran 20 Perhitungan Uji-t Hipotesis Hasil Posttest Kelompok

Eksperimen dan Kelompok Kontrol ………. 142 Lampiran 21 Lembar Pembagian Kelompok STAD ... 144 Lampiran 22 Lembar Rekapitulasi Kelompok STAD ……… 145 Lampiran 23 Hasil Observasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe STAD oleh Guru Pamong (Pertemuan I) ... 148 Lampiran 24 Hasil Observasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe STAD oleh Guru Pamong (Pertemuan II) .... 150 Lampiran 25 Hasil Observasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe STAD oleh Guru Pamong (Pertemuan III) ... 152 Lampiran 26 Lembar Uji Referensi ... 157


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fisika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan alam yang pada dasarnya bertujuan mempelajari dan memberi pemahaman kuantitatif terhadap gejala atau proses alam dan sifat serta penerapannya, demikian menurut Wosparkik.1 Fisika sebagai salah satu disiplin ilmu merupakan bagian dari sains yang bertujuan untuk mempelajari fenomena-fenomena yang berhubungan dengan materi. Oleh karena itu, hakikat fisika sama dengan hakikat sains yakni terdiri dari produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Pendidikan fisika diharapkan mampu memberikan pengalaman secara langsung. Pendidikan fisika juga harus mampu mengembangkan daya nalar dalam pemecahan masalah di kehidupan sehari-hari, karena siswa perlu dibantu untuk mengembangkan sejumlah keterampilan proses agar mereka mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara utuh.

Mata pelajaran fisika di tingkat SMA diajarkan sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri untuk mencapai fungsi dan tujuannya. Adapun fungsi dan tujuan mata pelajaran fisika di SMA adalah sebagai sarana untuk:

1. Menyadari keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;

2. Memupuk sikap ilmiah;

3. Memberi pengalaman untuk dapat mengajukan dan menguji hipotesis melaui percobaan: merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, menyusun laporan, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis;

1

Widodo Budhi, Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Model STAD Mata Kuliah Fisika Matematika Mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika JPMIPA FKIP Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta Tahun Akademik 2004/2005 dalam Jurnal Varidika, Vol. 17, No. 2, Desember 2005, h. 106


(16)

4. Mengembangkan kemampuan berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Pada kelas I perangkat matematika yang mendukung fisika adalah aljabar. Pada kelas II selain aljabar penggunaan kalkulus juga diperkenalkan di beberapa bagian. Di Kelas III penggunaan kalkulus diferensial dan integral dilakukan dengan porsi yang lebih banyak lagi;

5. Menguasai pengetahuan, konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi;

6. Membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menikmati dan menyadari keindahan keteraturan perilaku alam serta dapat menjelaskan berbagai peristiwa alam dan keluasan penerapan fisika dalam teknologi.2

Oleh karena itu, maka penguasaan terhadap ilmu fisika hendaklah terus ditingkatkan.

Pada kenyataannya, tingkat penguasaan konsep siswa pada mata pelajaran fisika masih rendah. Rendahnya penguasaan konsep siswa diduga ada kaitannya dengan proses pembelajaran fisika yang masih berpusat pada guru (teacher

centered) dan siswa hanya mendapatkan konsep-konsep yang bersifat informasi

yang disampaikan guru di kelas. Konsep-konsep tersebut seharusnya dikuasai oleh siswa agar mereka dapat memecahkan masalah fisika yang kelak akan mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Konsep tersebut seharusnya diperoleh siswa melalui pemberian pengalaman oleh guru untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, mengumpulkan, dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis, tidak banyak dialami oleh siswa sehingga siswa sulit memahami konsep-konsep fisika dan cepat melupakannya. Selain itu, faktor terpenting yang

2

Departemen Pendidikan Nasional, Standar Kompetensi Kurikulum 2004 Mata Pelajaran Fisika SMA, (Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas, 2003), h. 7


(17)

mempengaruhi rendahnya penguasaan konsep siswa yaitu keaktifan, interaksi dan kemampuan kerjasama siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang masih lemah. Salah satu tindakan pembelajaran yang perlu dilakukan guru adalah pengembangan model pembelajaran berdasarkan teori belajar kognitif. Termasuk teori belajar kognitif adalah teori belajar konstruktivis. Pendekatan konstruktivis dalam pembelajaran, salah satunya pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah mengerjakan sesuatu bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu tim untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif berarti juga belajar bersama-sama, saling membantu antara satu dengan yang lain dalam belajar dan memastikan setiap orang dalam kelompok mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya, demikian menurut Johnson.3

Salah satu tipe dalam model pembelajaran kooperatif adalah Student

Teams Achievment Divisions (STAD). Dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD

ini, pengajar terlebih dahulu menyajikan materi, membentuk kelompok secara heterogen. Selanjutnya pengajar memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Setelah itu, pengajar memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa (pada saat menjawab kuis, siswa tidak boleh saling membantu). Kemudian pengajar memberi evalusi, lalu bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan.

Pembelajaran kooperatif dengan tipe STAD didasarkan pada prinsip bahwa para siswa bekerja bersama-sama dalam belajar dan bertanggung jawab terhadap belajar teman-temannya dalam tim dan juga dirinya sendiri. Siswa ditempatkan dalam tim belajar yang beranggotakan empat sampai lima orang yang merupakan campuran menurut prestasi akademik dan jenis kelamin. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD materi dirancang untuk pembelajaran kelompok. Siswa secara kooperatif mengerjakan tugas-tugas yang diberikan dalam bentuk LKS. Dalam model pembelajaran ini siswa lebih bebas bertanya kepada teman satu timnya, sebab biasanya siswa tidak mau bertanya kepada guru apabila menemukan permasalahan.

3


(18)

Pembelajaran dengan menggunakan metode STAD diharapkan dapat membantu proses belajar mengajar agar lebih efektif, menarik dan menyenangkan sehingga dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa pada mata pelajaran fisika khususnya pada pokok bahasan suhu dan kalor. Pembelajaran fisika yang efektif adalah suatu pembelajaran yang memungkinkan peserta didik dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan pembelajaran sesuai yang diharapkan.

Adapun dipilihnya topik bunyi sebagai materi pembelajaran dalam model ini didasarkan atas beberapa pertimbangan. Pertama, materi bunyi menuntut berpikir kompleks, sehingga diperlukan keterampilan berpikir kreatif siswa dalam merancang dan melakukan percobaan sehingga dapat meningkatkan pemahaman dan penguasaan konsep siswa. Kedua, materi bunyi tergolong sulit sehingga membutuhkan kemampuan kerjasama, berpikir kritis, dan mengembangkan sikap sosial siswa. Dalam pembelajaran materi bunyi hendaknya siswa berperan aktif dalam kegiatan belajar mengajar agar siswa dapat memahami serta dapat meningkatkan penguasaan konsep, hal ini dapat dicapai salah satunya melalui pembelajaran kooperatif.

Dewimarhelly dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Division) Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Konsep Redoks Terintegrasi Nilai”. Dalam hasil penelitiannya, Dewimarhelly melaporkan adanya peningkatan hasil belajar yang signifikan antara sebelum dan sesudah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD).4 Annisa Firdhausi melakukan penelitian tindakan kelas mengenai ”Upaya Meningkatkan Aktifitas dan Prestasi Belajar melalui Model Pembelajaran Kooperatid Tipe STAD dengan Menggunakan Media Alternatif. Hasilnya, secara keseluruhan aktivitas siswa di setiap siklusnya terjadi peningkatan yang sangat baik. Sehingga dapat dikatakan bahwa media dan model pembelajaran yang telah diterapkan mampu meningkatkan aktivitas siswa. Begitupun, secara keseluruhan prestasi belajar

4 Dewimarhelly, “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams

Achievement Division) terhadap Hasil Belajar Siswa pada Konsep Redoks Terintegrasi Nilai” dalam Skripsi Program Studi Pendidkan Kimia UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2009, h. 64


(19)

meningkat cukup baik di setiap siklusnya hingga mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan pada penelitian ini.5

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini diberi judul ”Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD terhadap Penguasaan Konsep Siswa pada Materi Bunyi”.

B. Identifikasi Masalah

Adapun identifikasi masalah dalam penelitian ini yaitu:

1. Terdapat kesenjangan hasil belajar antara siswa kelompok atas dan siswa kelompok bawah. Hal ini disebabkan oleh rendahnya penguasaan konsep siswa kelompok bawah.

2. Siswa pasif dalam kegiatan pembelajaran dan lemahnya kemampuan kerjasama siswa dalam kegiatan kelompok.

C. Pembatasan Masalah

Penelitian ini diadakan pembatasan masalah pada penguasaan konsep. Dimana penguasaan konsep siswa yang diteliti, dibatasi hanya pada aspek meningat (C2) pada ranah kognitif dari taksonomi Bloom.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah diuraikan di atas, maka perumusan masalah sebagai berikutμ “Bagaimana pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap penguasaan konsep siswa pada materi bunyi?”.

5

Annisa Firdhausi, ”Upaya Meningkatkan Aktifitas dan Prestasi Belajar melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan Menggunakan Media Alternatif” dalam Skripsi FPMIPA Jurusan Pendidikan Fisika UPI, Bandung, 2010, h. 92


(20)

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini, yaitu:

1. Mengetahui ada tidaknya pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap penguasaan konsep siswa antara sebelum dan sesudah proses pembelajaran.

2. Mengetahui respon siswa terhadap KBM dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitan ini, yaitu:

1. Bagi siswa, diharapkan dapat menumbuhkan kerjasama pada kegiatan kelompok dalam proses pembelajaran pada mata pelajaran fisika, khususnya penguasaan konsep siswa pada materi bunyi.

2. Bagi guru fisika, diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif guru untuk menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams

Achievement Divisions) untuk meningkatkan penguasaan konsep siswa.

Dimana, model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan model pembelajaran yang menarik sehingga siswa berpartisipasi dalam pembelajaran.

3. Bagi peneliti, dapat menjadi pengalaman langsung dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada proses pembelajaran.


(21)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pembelajaran Kooperatif

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim.6 Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran.7

Eggen mendefinisikan bahwa belajar kooperatif adalah sebagai kumpulan strategi mengajar yang digunakan siswa untuk membantu satu dengan yang lain dalam suatu kelompok untuk mempelajari sesuatu.8 Sedangkan Slavin menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif secara ekstenfsif, atas dasar teori bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan konsep-konsep itu dengan temannya.9

Menurut Muslimin dkk., pembelajaran kooperatif merupakan pendekatan pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antarsiswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sementara itu menurut Wina, model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan yang telah

6

Isjoni, Cooperative Learning Efektivitas Pembelajaran Kelompok, (Bandung: Alfabeta, 2007), cet. ke-3 h. 15

7

Robert E. Slavin, Cooperative Learning-Teori, Riset, dan Praktik, (Bandung: Nusa Media, 2005), h. 4

8

Henny Ekana Chrisnawati, Pengaruh Penggunaan Metode Pembelajaran Kooperatif tipe STAD Student Teams Achievement Divisions )Terhadap Kemampuan Problem Solving Siswa SMK (Teknik) Swasta di Surakarta Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa dalam Jurnal MIPA, Vol. 17, No. 1, Januari 2007, h. 67

9


(22)

dirumuskan. Sementara menurut Anita dalam Cooperative Learning, model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok serta di dalamnya menekankan kerjasama.10 Pembelajaran kooperatif ini bukan saja sekedar melibatkan dan menempatkan siswa secara bersama dalam suatu kelompok kecil dan memberikan kepada mereka tugas, akan tetapi juga di dalamnya melibatkan pemikiran dan perhatian penuh pada berbagai macam aspek dari proses kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa dituntut untuk saling bekerja sama dan membantu antara satu dengan yang lainnya dalam menyelesaikan atau mempelajari suatu pokok bahasan.

Pembelajaran kooperatif didefinisikan sebagai lingkungan belajar dimana siswa bekerjasama dalam suatu kelompok kecil yang kemampuannya berbeda-beda untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik. Pengorganisasian pembelajaran kooperatif dicirikan oleh “struktur tugas, tujuan, dan penghargaan kooperatif”. Berdasarkan kutipan tersebut diatas, yang dimaksud struktur tugas kooperatif adalah siswa yang bekerja dalam situasi pembelajaran kooperatif harus bekerjasama pada suatu tugasnya. Struktur tujuan kooperatif adalah seorang siswa dalam suatu kelompok dikatakan dapat mencapai tujuan jika siswa lain dalam kelompok tersebut juga dapat mencapai tujuan. Terdapat tiga macam struktur tujuan sebagai berikut dalam pembelajaran kooperatif, yaitu:

1) Tujuan individualistik, jika tujuan yang ingin dicapai siswa secara individual tidak memiliki konsekuensi terhadap pencapaian tujuan siswa lainnya.

2) Tujuan kompetitif, jika seorang siswa dapat mencapai tujuan sedangkan siswa lain tidak mencapai tujuan tersebut.

3) Tujuan kooperatif, jika siswa bersama-sama mencapai tujuan tersebut.

Tiap-tiap individu ikut andil menyumbang pencapaian tujuan. Tujuan kelompok akan tercapai jika semua anggota kelompok mencapai tujuan secara kolektif.11

10

Widyantini. Penerapan Pendekatan Kooperatif STAD dalam Pembelajaran Matematika SMP. (Yogyakarta: DEPDIKNAS, 2008), h. 4

11

Wahyu Sulistyorini, Pembelajaran Kooperatif Model STAD dan Jigsaw dalam Pembelajaran Biologi di SMA dalam Jurnal Biomatik, h. 43


(23)

Model pembelajaran kooperatif ini merupakan salah satu cara penyampaian pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centred learning).

Student centred learning adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada

siswa dalam proses pembelajaran, metode belajar ini berfokus pada kebutuhan siswa, kemampuan, minat, dan cara mengajar guru sebagai fasilitator dalam pemebelajaran. Siswa yang aktif adalah siswa yang dapat mengkonstruk dan membangun sendiri pemahamannya lewat indera sensoriknya sendiri seperti penglihatan, suara, penciuman dan sebagainya. Asumsi tersebut berkembang berdasarkan alasan bahwa siswa bukan merupakan pembelajar pasif, tetapi mereka merupakan seorang pencipta di lingkungannya.

Dari berbagai penjelasan mengenai pembelajaran kooperatif di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran kelompok untuk setiap kelompok mempunyai anggota yang heterogen. Pembelajaran kooperatif ini merupakan suatu model yang setiap anggota kelompok telah mencapai tujuan individu apabila kelompoknya telah berhasil. Untuk mencapai tujuan individu dalam kelompok, sangat dipengaruhi oleh keaktifan anggota kelompok tersebut dalam melakukan apa saja untuk keberhasilan kelompoknya. Dalam pembelajaran kooperatif terdapat tiga tujuan pembelajaran yaitu: prestasi akademik, penerimaan pendapat yang beraneka ragam dan pengembangan keterampilan sosial.

Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tidak identik dengan pembelajaran kelompok. Dalam pembelajaran kelompok guru dapat mengoptimalkan siswa bekerja bersama dengan siswa lainnya. Pembelajaran kelompok berbeda dengan pembelajaran kooperatif, karena ciri-ciri pembelajaran kooperatif seperti dikemukakan oleh Slavin tidak tersirat secara sistematis. Oleh karena itu guru dapat mengoptimalkan kinerja yang telah dilaksanakannya dengan memilih satu metode yang dikemukakan Slavin, antara lain Student Teams Achievement


(24)

Individualization (TAI), Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dan Jigsaw.12

b. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif

Belajar secara kooperatif dalam kelompok kecil membantu siswa dan anggota dalam tim untuk menyelesaikan tugas secara bersama-sama. Secara umum pembelajaran kooperatif terdiri dari lima karakteristik, yaitu:13

1) Siswa belajar bersama pada tugas-tugas umum atau aktivitas untuk menyelesaikan tugas atau aktivitas pembelajaran.

2) Siswa saling bergantung secara positif. Aktivitas diatur sehingga siswa membutuhkan siswa lain untuk mencapai hasil bersama. Pembelajaran yang paling baik ditangani jika melalui kerja kelompok.

3) Siswa belajar bersama dalam kelompok kecil yang terdiri dari 2 sampai 5 siswa.

4) Siswa menggunakan perilaku kooperatif.

5) Setiap siswa secara mandiri bertanggungjawab untuk pekerjaan pembelajaran mereka.

Ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:14

1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.

2) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, rendah.

3) Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda-beda.

4) Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu.

12 Suprayekti, “Strategi Penyampaian Pembelajaran Kooperatif”, dalam

Jurnal Pendidikan Penabur, No.07/Th.V/Desember 2006, h. 90

13

Zulfiani, dkk.., Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009) cet. ke-1 h. 131

14


(25)

Carin mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif ditandai oleh ciri-ciri sebagai berikut:15

1) Setiap anggota mempunyai peran 2) Terjadi interaksi langsung diantara siswa

3) Setiap anggota kelompok bertanggungjawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya

4) Peran guru adalah membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok

5) Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan

Bannet menyatakan ada lima unsur dasar yang dapat membedakan pembelajaran kooperatif dengan kerja kelompok, yaitu:16

1) Positive interdependence

2) Interaction face to face

3) Adanya tanggungjawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam anggota kelompok

4) Membutuhkan keluwesan

5) Meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam memecahkan masalah (proses kelompok)

Pada pembelajaran kooperatif siswa dikondisikan untuk bekerja dan belajar dalam kelompok. Aktivitas kerja dan belajar dalam kelompok belajar kooperatif berbeda dengan kelompok belajar tradisional. Kelompok tradisional adalah kelompok belajar yang sering diterapkan di sekolah, seperti kelompok diskusi, kelompok tugas dan kelompok belajar lainnya. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut.17

15

Zulfiani, dkk.., Op. Cit., h. 132 16

Isjoni, Op. Cit.,, h. 60 17


(26)

Tabel 2.1 Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dengan Kelompok Belajar Tradisional

No. Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Tradisional 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Kepemimpinan bersama Saling ketergantungan positif Kelompok heterogen

Mempelajari ketarampilan kooperatif Sama-sama bertanggungjawab

Menekankan pada penyelesaian tugas dan mempertahankan hubungan Guru memperhatikan proses kelompok belajar sehingga efektif Satu hasil kelompok

Evaluasi kelompok

Satu pemimpin

Tidak saling bergantung Kelompok homogen

Asumsi adanya keterampilan sosial Tanggungjawabnya hanya untuk diri sendiri

Hanya menekankan pada penyelesaian tugas

Guru tidak memperhatian proses kelompok belajar

Beberapa hasil kelompok Evaluasi individual

c. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa keunggulan, antara lain sebagai berikut:

1) Semua anggota kelompok wajib mendapat tugas

2) Ada interaksi langsung antar siswa dengan siswa dan siswa dengan guru 3) Siswa dilatih untuk mengembangkan keterampilan sosial

4) Mendorong siswa untuk menghargai pendapat orang lain 5) Dapat meningkatkan kemampuan akademik siswa 6) Melatih siswa untuk berani berbicara di depan kelas18

Selain memiliki keunggulan, pembelajaran kooperatif juga mempunyai kelemahan-kelemahan, antara lain sebagai berikut:

1) Jika ditinjau dari sarana kelas, maka untuk membentuk kelompok kesulitan mengatur dan mengankat tempat duduk.

18

Ruhadi. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe “STAD” Salah Satu Alternatif dalam Mengajarkan Sains IPA yang Menggunakan Kurikulum Berbasis Kompetensi dalam Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Sept 2008, Volume 6 Nomor I, h. 49


(27)

2) Karena rata-rata jumlah siswa di dalam kelas adalah 40 orang, maka guru kurang maksimal dalam mengamati belajar kelompok secara bergantian. 3) Guru dituntut bekerja cepat dalam menyelesaikan tugas-tugas yang berkaitan

dengan pembelajaran yang telah dilakukan, antara lain koreksi pekerjaan siswa, menentukan perubahan kelompok belajar.

4) Memerlukan waktu dan biaya yang banyak untuk mempersiapkan dan kemudian melaksanakan pembelajaran kooperatif tersebut.19

d. Jenis-jenis Pembelajaran Kooperatif

Terdapat lima macam metode belajar kooperatif yang berhasil dikembangkan para peneliti pendidikan di John Hopkins University yaitu: STAD

(Student Teams Achievement Division), TGT (Teams Games Tournament), TAI

(Teams Accelerated Instruction), CIRC (Cooperative Integrated Reading &

Composition), dan Jigsaw.

1) STAD (Student Teams Achievement Division)

Student Teams Achievement Division (STAD) merupakan pendekatan

kooperatif yang paling sederhana. Dalam metode ini, siswa dibagi dalam bentuk kelompok beranggotakan 4 – 5 orang yang berbeda jenis kelamin, etnis dan kemampuan. Guru menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Secara individual setiap 2 minggu siswa diberi kuis. Kuis itu di skor perkembangan.

2) Jigsaw

Materi pembelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks. Setiap anggota bertanggungjawab untuk mempelajari bagian tertentu yang diberikan. Jigsaw terdiri dari lima langkah, yaitu mahasiswa membaca dan mengkaji bahan ajar, diskusi kelompok ahli, diskusi kelompok mahasiswa (homogen), tes/kuis, dan penguatan dari guru.

19


(28)

3) TGT (Team Games Tournament)

TGT hampir sama dengan STAD, namun dalam TGT tidak menggunakan kuis atau saling tanya melainkan menggunakan turnamen atau lomba mingguan. Dalam lomba itu siswa berkompetisi dengan anggota tim lain agar dapat menyumbangkan poin pada skor mereka. TGT terdiri dari empat langkah, yaitu identifikasi masalah, pembahasan masalah dalam kelompok, presentasi hasil bahasan kelompok (turnamen), dan penguatan dari guru.

4) TAI (Team Accelerated Instruction)

Teknik ini menggabungkan metode belajar kelompok dengan belajar secara individu. Tiap anggota kelompok akan diberi soal-soal bertahap yang harus mereka kerjakan sendiri-sendiri dalam kelompoknya. Setelah itu, hasil pekerjaan mereka diperiksa oleh anggota tim yang lain. Jika seorang siswa telah mampu mengerjakan soal dalam satu tahap, maka ia diperbolehkan untuk mengerjakan soal selanjutnya dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Namun jika ia belum mampu menjawab suatu soal, maka ia harus mengerjakan kembali soal yang tingkat kesulitannya sama sebelum ia melanjutkan ke soal yang lebih sulit.

5) CIRC(Cooperative Integrated Reading and Composition)

Teknik ini sejenis dengan TAI, namun hanya ditekankan pada pengajaran membaca, menulis dan tata bahasa. Aktivitas CIRC terdiri dari siswa mengikuti urutan instruksi guru, latihan tim, asesmen awal tim dan kuis.20

Pada penelitian ini akan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Alasan dipilih model pembelajaran kooperatif tipe STAD karena model pembelajaran ini merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Selain itu, dapat digunakan untuk memberikan pemahaman konsep materi yang sulit kepada siswa dimana materi tersebut telah dipersiapkan oleh guru melalui lembar kerja atau perangkat pembelajaran yang lain.

20


(29)

2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

STAD yang dikemukakan oleh Slavin adalah sebuah metode pembelajaran yang terdiri dari 4 atau 5 orang yang heterogen dari segi tingkat kemampuan, jenis kelamin dan latar belakang budaya.21 Pada STAD dinyatakan Slavin bahwa “Most often, the study involves students discussing problems together, comparing answers, and correcting any misconceptions if teammates

make mistakes”, artinya siswa mendiskusikan masalah bersama, membandingkan

jawaban dan memeriksa miskonsepsi jika tim membuat kesalahan. Penekanan diletakkan pada anggota tim melakukan yang terbaik untuk kelompoknya.22 STAD merupakan salah satu metode pendekatan dalam pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan merupakan sebuah model pendekatan yang cocok untuk guru yang baru mulai menggunakan pendekatan kooperatif. Selain itu, STAD juga merupakan suatu metode pembelajaran kooperatif yang efektif (Slavin).23

Menurut Davidson & Worshman (dalam Supraptama), “Cooperative

learning adalah model pembelajaran yang sistematis dengan mengelompokkan

siswa untuk tujuan menciptakan pendekatan pembelajaran yang efektif yang mengintegrasikan keterampilan sosial yang bermuatan akademis”. Senada dengan pendapat tersebut, Johnson menyatakan bahwa dalam cooperative learning

Students discuss the material with each other, help one another understand it,

and encourage each other to work hard”. Pada cooperative learning para siswa

mendiskusikan bahan antara siswa yang satu dengan lainnya, saling membantu memahami siswa yang satu dengan yang lain dan masing-masing memberi semangat untuk bekerja keras antara siswa yang satu dengan yang lain.24

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu model pembelajaran secara berkelompok (anggota

21

Suprayekti. Op. Cit., h. 90 22

Marjoko. Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPS Melalui Model Cooperative Learning Teknik Student Teams Achievement Division (STAD) di SMP Negeri 3 Cilacap dalam Jurnal Widyatama, Vol. 5 No.1, Maret 2008, h. 64

23

Ruhadi, Op. Cit., h. 48 24


(30)

kelompok terdiri dari 4 atau 5 orang yang heterogen) dengan mengintegrasikan keterampilan sosial yang bermuatan akademis untuk sampai kepada pengalaman belajar baik individu maupun kelompok. Bentuk partisipasi siswa yang diharapkan dapat berupa keterlibatan mereka dalam suatu kelompok diskusi. Pada aktivitas ini terjadi proses belajar mengajar antar siswa, berupa saling bertanya, saling menjelaskan, dan mempraktikkan kemampuan-kemampuan lain dalam wadah kelompok diskusi. Dalam proses pembelajaran ini dapat diharapakan mampu meransang siswa untuk berpikir kritis, inovatif, aktif dan kreatif serta mampu mencapai standar kompetensi yang diharapkan.

b. Ciri-ciri Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD dicirikan oleh struktur tugas, tujuan, dan penghargaan kooperatif. Siswa yang bekerja dalam situasi tipe STAD didorong dan atau dikehendaki untuk bekerjasama pada suatu tugas bersama, dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya. Dalam penerapan tipe STAD, dua atau lebih individu saling bergantung satu sama lain untuk mencapai satu penghargaan tersebut seandainya mereka berhasil sebagai kelompok.25

Unsur-unsur dasar tipe STAD sebagai berikut: siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama; siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya seperti milik mereka sendiri; siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelomponya memiliki tujuan yang sama; siswa haruslah membagi tugas dan bertanggung jawab yang sama diantara kelompoknya; siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota keompok; siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.26

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD memiliki ciri-ciri berikut: (a) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi

25

Rusmansyah. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dalam Jurnal Vidya Karya, Tahun XXIV, No. 1, April 2006, h. 90

26


(31)

belajarnya; (b) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah; (c) Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda; dan (d) Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.27

c. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

STAD terdiri dari lima komponen utama yaitu: penyajian kelas, kegiatan kelompok, tes, peningkatan individu dan pengakuan kelompok. Lima komponen utama dalam pembelajaran kooperatif akan dijelaskan sebagai berikut.

1) Penyajian kelas

Penyajian kelas adalah tahap dimana siswa memulai pembelajaran dengan menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Tahapan ini diikuti dengan penyajian informasi sebagaimana biasanya, dengan menggunakan berbagai metode atau pendekatan yang sesuai misalnya ceramah, tanya jawab, peragaan, dan demonstrasi.

Penyajian kelas dapat meliputi presentasi audio-visual atau kegiatan penelusuran kelompok. Pada kegiatan ini siswa bekerja lebih dulu untuk menemukan informasi atau konsep-konsep atas upaya mereka sendiri sebelum pembelajaran.

2) Kegiatan kelompok

Siswa bekerja dan belajar bersama didalam kelompok. Waktu yang digunakan 1 – 2 jam pelajaran. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota 4 – 5 orang yang beragam, baik itu kemampuan akademik, jenis kelamin, ras ataupun etnik dalam satu kelompok. Kerja tim merupakan ciri terpenting STAD. Pada setiap saat, penekanan diberikan kepada anggota tim agar melakukan yang terbaik untuk timya. Sesama anggota tim memberikan dukungan kepada temannya untuk kinerja akademik dan menunjukkan saling peduli.

27


(32)

3) Tes individual

Setelah siswa berlatih dalam kelompok, siswa diberi tes individu. Pada tahap ini siswa tidak diperkenankan untuk saling memberitahu atau bekerja sama dengan yang lain. Setiap siswa diharapkan berusaha untuk bertanggungjawab secara individual untuk menjawab soal tes dan memberikan hasil yang terbaik sebagai konstribusinya kepada kelompok.

4) Memberikan skor peningkatan individual

Pemberian skor peningkatan individual bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi setia siswa agar dapat menunjukkan gambaran kinerja pencapaian tujuan dari hasil kerja maksimal setiap individu yang disumbangkan untuk kelompokknya.

Pengelolaan hasil kerja kelompok adalah skor awal, skor tes, skor peningkatan individu dan skor kelompok. Skor peningkatan didapat dari kaitan skor awal dan skor tes. Jika ada peningkatan atau penurunan maka akan diberi poin tersendiri, dan skor untuk kelompok dikumpulkan dari peningkatan seluruh anggota kelompok, dicatat dan dijumlahkan maka itu akan menjadi skor kelompok. Contoh pemberian skor dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.2 Kriteria Pemberian Skor Peningkatan Individu

Skor Tes Skor Peningkatan

a. Lebih dari 10 poin di bawah nilai awal b. Antara 10 sampai 1 di bawah nilai awal c. Antara 0 sampai 10 di atas nilai awal d. Lebih dari 10 poin di atas nilai awal e. Nilai terbaik (tidak berdasarkan nilai awal)

5 10 20 30 40

5) Pengakuan kelompok

Pengakuan kelompok adalah pemberian predikat kepada masing-masing kelompok. Predikat ini diperoleh dengan melihat skor kemajuan kelompok yang diperoleh dengan mengumpulkan kemajuan masing-masing anggota


(33)

kelompok. Berdasarkan skor kemajuan kelompok tersebut, guru memberikan hadiah (award) berupa predikat kepada kelompok yang memenuhi kriteria tertentu. Untuk menentukan tingkat penghargaan yang diberikan untuk prestasi kelompok, dapat dilihat pada tabel berikut ini.28

Tabel 2.3 Tingkat Penghargaan Kelompok Rata-rata Kelompok Penghargaan

15 20 25

Good Team (tim yang bagus)

Great Team (tim yang hebat)

Super Team (tim yang super)

3. Konsep dan Penguasaan Konsep a. Konsep

Konsep adalah hasil berfikir abstrak manusia yang merangkum banyak pengalaman sehingga konsep merupakan buah pikiran yang dimiliki seseorang. Konsep merupakan suatu abstraksi yang mewakili satu kelas obyek-obyek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan yang mempunyai atribut yang sama (Rosser dalam Dahar). Sedangkan Herron (dalam Liliasari) menyatakan bahwa konsep sama dengan ide, ide sebagai contoh dari konsep.29 Menurut Dahar, konsep merupakan kategori-kategori yang kita berikan pada stimulus-stimulus yang ada dilingkungan kita. Konsep-konsep menyediakan skema-skema terorganisasi untuk menentukan hubungan di dalam dan di antara kategori-kategori. Konsep-konsep merupakan dasar bagi proses-proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip-prinsip dan

28

Zulfiani dkk., Op. Cit., h. 140 29

Akhmad Akhyani. Model Pembelajaran Kesetimbangan Kimia Berbasis Inkuiri Laboratorium untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA dalam Jurnal Penelitian Pendidikan IPA, Vol. II, No. 1, Maret 2008, h. 102


(34)

generalisasi.30 Sedangkan Oemar Hamalik menyatakan bahwa “konsep adalah suatu kelas stimuli yang memiliki sifat-sifat (atribut-atribut) umum”. 31

Berdasarkan berbagai definisi mengenai konsep dapat disimpulkan bahwa konsep merupakan suatu idea tau gagasan yang menerangkan suatu objek berdasarkan pengamatan terhadap fakta-fakta.

Adapun ciri-ciri konsep yaitu:32

1) Atribut konsep adalah suatu sifat yang membedakan antara konsep satu dengan konsep lainnya.

2) Atribut nilai-nilai, adanya variasi-variasi yang terdapat pada suatu atribut. 3) Jumlah atribut juga bermacam-macam antara satu konsep dengan konsep

lainnya.

4) Kedominanan atribut, menunjuk pada kenyataan bahwa beberapa atribut lebih dominan (obvious) daripada yang lainnya.

Jenis-jenis konsep adalah sebagai berikut:33

1) Konsep konjungtif, nilai-nilai tertentu (yang penting) dari berbagai atribut disajikan bersama-sama. Nilai-nilai dan atribut ditambahkan bersama untuk menghasilkan suatu konsep konjungtif.

Contoh:

Atribut Nilai Konsep

- Nomor - Warna - Bentuk Tiga Hitam kekuning-kuningan Bulat/bundar

Tiga bulatan yang hitam kekuning-kuningan

2) Konsep konjungtif sangat mudah dipelajari dan diajarkan, sebab hanya menambah (kualitas adaptif) antara atribut dan nilai-nilai. Dengan cara itu, kita dengan mudah membedakan antara anjing, kucing, dan kuda.

30

Armiza. Model Siklus Belajar Abduktif Empiris untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMP pada Materi Pemantulan Cahaya dalam Jurnal Penelitian Pendidikan IPA, Vol. I, No, 1, Maret 2007, h. 79

31

Oemar Hamalik. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. (Jakarta: Bumi Aksara: 2005), cet. ke-4, h. 161

32

Ibid, h. 162 33


(35)

3) Konsep disjungtif, sesuatu yang dapat dirumuskan dalam sejumlah cara yang berbeda-beda. Antara atribut-atribut dan nilai-nilai dapat didistribusikan antara yang satu dengan yang lainnya.

4) Konsep hubungan, yakni suatu konsep yang mempunyai hubungan-hubungan khusus antaratribut. Misalnya konsep jarak dan konsep arah. Jarak menunjuk pada hubungan antara dua titik, yakni terdapat dua titik yang terpisah arah, juga menunjukkan hubungan antara dua titik gerakan dari satu titik ke titik lainnya.

b. Penguasaan Konsep

Dari proses pembelajaran yang berlangsung, diharapkan siswa dapat menguasai konsep-konsep dari materi pelajaran yang sedang dipelajarinya. Dalam hal ini penguasaan konsep sangat penting dimiliki siswa yang telah mengalami pembelajaran. Penguasaan konsep yang dimaksud di sini tidak terbatas hanya mengenal konsep itu, tetapi siswa harus dapat menghubungkan antara konsep yang satu dengan konsep yang lain yang masih ada kaitannya. Berkaitan hal ini Novak dan Gowin (dalam Baihaqi), menyatakan bahwa penguasaan konsep tidak didasarkan pada kemampuan siswa untuk mengetahui seluruh konsep yang diajarkan saja, tetapi lebih merupakan perkembangan hubungan proporsional antara konsep yang menjadi pusat perhatian dan konsep lain yang dihubungkan. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa penguasaan konsep identik dengan pemahaman konsep, yaitu sekelompok perubahan tingkah laku (kemampuan) siswa yang dipengaruhi oleh kemampuan berpikir dengan jenjang: ingatan (C1), pemahaman (C2), aplikasi (C3), analisa (C4), evaluasi (C5), dan kreatif (C6) (Bloom dalam Anderson dan Krathwohl).34

Adapun penguasaan konsep fisika dimaksudkan sebagai tingkatan dimana seorang siswa tidak sekedar mengetahui konsep-konsep fisika, melainkan benar-benar memahaminya dengan baik, yang ditunjukkan oleh kemampuannya dalam menyelesaikan berbagai persoalan, baik yang terkait dengan konsep itu sendiri

34


(36)

maupun penerapannya dalam situasi baru. Berdasarkan taksonomi Bloom, penguasaan konsep dalam penelitian ini hanya pada ranah kognitif C2.

Pada pembelajaran kooperatif tipe STAD, kelompok berkompetisi dengan kelompok-kelompok lain, siswa dalam satu kelompok bekerja sama untuk menyelesaikan tugas yang telah disiapkan oleh guru, hasil kerja dan penghargaan adalah untuk kelompok bukan untuk perorangan, siswa merasa keberhasilan mereka bergantung pada perilaku dan kinerja siswa lainnya dalam kelompok, efektif dalam mengurangi dominansi siswa yang pintar dalam belajar kelompok, dan guru memberi umpan balik untuk kelompok. Dengan demikian, interaksi dalam kelompok dan antar kelompok lebih efektif dan efisien karena adanya bahan diskusi yang telah dirancang sedemikian rupa oleh guru dan adanya bimbingan dan arahan guru secara intensif.

Tipe STAD lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar dibandingkan dengan pengalaman-pengalaman belajar individual atau kompetitif. Peningkatan belajar terjadi tidak tergantung pada usia siswa, mata pelajaran, atau aktivitas belajar. Tugas-tugas belajar yang kompleks seperti pemecahan masalah, berpikir kritis, dan pembelajaran konseptual meningkatkan secara nyata pada saat digunakan strategi-strategi kooperatif, siswa lebih memiliki kemungkinan menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi selama dan setelah diskusi dalam kelompok kooperatif daripada mereka bekerja secara individual atau kompetitif. Jadi materi yang dipelajari siswa akan melekat untuk periode waktu yang lebih lama.35 Hal yang demikian diharapkan dapat lebih meningkatkan penguasaan konsep fisika siswa khususnya pada materi bunyi.

35

Rusmansyah. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dalam Jurnal Vidya Karya, Tahun XXIV, No. 1, April 2006, h. 90


(37)

4. Konsep Bunyi a. Peta Konsep

Gambar 2.1 Peta Konsep Bunyi Gelombang mekanik

(perambatannya melalui medium) Getaran

Bunyi

Karakteristik bunyi Daerah frekuensi

Pemantulan Resonansi

Warna bunyi Kuat bunyi Tinggi bunyi

Infrasonik (f < 20 Hz)

Audiosonik (20 Hz s/d 20 kHz)

Ultrasonik (f > 20 kHz)

Gelombang longitudinal

terdiri atas terdiri atas

memiliki memiliki mengalami

dihasilkan oleh

dirambatkan oleh


(38)

b. Bunyi

Benda yang bergetar menimbulkan bunyi. Benda tersebut dapat kita sebut sebagai sumber bunyi.36 Bunyi merupakan salah satu bentuk gelombang longitudinal. Bunyi merambat dalam bentuk rapatan dan renggangan yang silih berganti.

Kita telah membahas bahwa bunyi ditimbulkan oleh benda yang bergetar, yaitu sumber bunyi. Dengan demikian, syarat terjadi dan terdengarnya bunyi adalah:

1) Ada benda yang bergetar (sumber bunyi), 2) Ada medium yang merambatkan bunyi, dan

3) Ada penerima yang berada di dalam jangkauan sumber bunyi.37

c. Kelajuan Rambat Bunyi

Kelajuan rambat bunyi adalah jarak yang ditempuh oleh bunyi tiap satu satuan waktu. Satuan kelajuan rambat bunyi dalam SI adalah m/s. karena itu dapat dinyatakan: Cepat rambat bunyi adalah besarnya jarak yang ditempuh oleh bunyi tiap sekon.

=

……….. (2.1)

dengan: v = kelajuan rambat bunyi (m/s) s = jarak yang ditempuh (m) t = waktu tempuh (s)38

Oleh karena bunyi merupakan suatu bentuk gelombang, dapat dituliskan:

=

=

.

………. (2.2) dengan: T = periode bunyi (s)

= panjang gelombang bunyi (m)39 f = frekuensi bunyi

36

Mikrajuddin Abdullah. IPA Fisika SMP dan MTs Jilid 2 untuk Kelas VIII. (Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama, 2006), h. 110

37

Ibid, h. 111 38

Tim Abdi Guru. IPA Terpadu untuk SMP Kelas VIII. (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 152 39

Saeful Karim dkk.Belajar IPA Membuka Cakrawala Alam Sekitar untuk Kelas VIII Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah. (Jakarta: CV. Pustaka Indah, 2008), h. 257


(39)

d. Batas Pendengaran Manusia

Kemampuan telinga manusia untuk mendengar bunyi sangat terbatas. Telinga manusia normal umumnya hanya dapat mendengar bunyi dengan frekuensi antara 20 – 20.000 Hz. Bunyi yang berada dalam daerah jangkauan tersebut disebut audiosonik. Gendang telinga manusia hanya dapat menghasilkan gelombang listrik syaraf yang dapat diterjemahkan otak jika bergetar dengan frekuensi dalam jangkauan audiosonik.40

Bunyi dengan frekuensi di bawah 20 Hz disebut infrasonik (infra artinya lebih rendah). Bunyi dengan frekuensi di atas 20.0000 Hz disebut ultrasonik (ultra artinya lebih tinggi).

Manusia tidak mampu mendengar bunyi infrasonik maupun ultrasonik. Beberapa hewan memiliki pendengaran yang sangat peka sehingga dapat mendengar bunyi infrasonik maupun bunyi ultrasonik. Kemampuan ini merupakan kemampuan alamiah hewan tersebut. Hewan yang dapat mendengar bunyi infrasonik, misalnya jangkrik, anjing, dan kelelawar.

Selain dapat mendengar bunyi infrasonik, kelelawar juga dapat menghasilkan dan mendengar bunyi ultrasonik. Dengan memancarkan bunyi ultrasonik dan menangkap kembali pantulannya, kelelawar dapat mengetahui jarak benda yang ada di depannya.

e. Resonansi

Resonansi adalah peristiwa ikut bergetarnya suatu benda karena getaran benda lain. Syarat terjadinya resonansi adalah frekuensi yang sama dengan sumber getarnya.41

Resonansi pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya pada kolom udara dapat terjadi dengan syarat sebagai berikut.

1) Syarat agar terjadi resonansi I (R1): panjang kolom udara =

¼

2) Syarat agar terjadi resonansi II (R2): panjang kolom udara =

¾

40

Mikrajuddin Abdullah, Op. Cit., h. 114 41


(40)

3) Syarat agar terjadi resonansi III (R3): panjang kolom udara = 5/4 , dan seterusnya.

Jadi, agar terjadi resonansi ke-n, panjang kolom udara ( ) pada tabung adalah:

=

1

4

2

� −

1

……… (2.3) dengan n = 1, 2, 3, 4, ….

Banyak sekali alat musik yang memanfaatkan peristiwa resonansi. Kegunaan sifat resonansi di antaranya adalah hanya dengan getaran yang kecil akan diperoleh getaran yang besar. Resonansi terjadi pada alat musik senar, alat musik tiup, gamelan, dan alat musik selaput tipis.

Selain bermanfaat, resonansi dapat juga menimbulkan masalah. Saat terjadi resonansi, amplitudo getaran benda seringkali jauh lebih besar daripada amplitudo penyebab benda tersebut bergetar. Resonansi harus diperhitungkan saat membuat bangunan. Bangunan harus dibuat sedemikian rupa sehingga tidak ada faktor lingkungan di sekitarnya, seperti getaran angin atau gempa bumi, yang memiliki frekuensi sama dengan frekuensi alamiah bangunan tersebut. Jika hal ini diabaikan dapat menyebabkan bangunan runtuh.42

f. Pemantulan Bunyi

Pemantulan gelombang bunyi memenuhi Hukum Pemantulan yang menyatakan sebagai berikut.

1) Bunyi datang, garis normal, dan bunyi pantul terletak pada satu bidang datar. 2) Sudut bunyi datang sama dengan sudut bunyi pantul.43

Berdasarkan hukum pemantulan bunyi, jika bunyi yang datang berimpit dengan garis normal (sudut datang = 0o), bunyi pantulnya juga berimpit dengan garis normal (sudut pantul = 0o). Dengan kata lain, bunyi pantulnya akan berbalik ke arah datangnya bunyi. Jika sudut datangnya lebih dari 0o, bunyi pantulnya tidak akan kembali ke arah datangnya bunyi.44

42

Mikrajuddin Abdullah, Op. Cit., h. 121 43

Saeful Karim dkk., Op. Cit., h. 267 44


(41)

Macam-macam bunyi pantul:

1) Bunyi pantul yang memperkuat bunyi asli

Bunyi pantul dapat memperkuat bunyi asli jika jarak antara sumber bunyi dan bidang pemantul sangat dekat. Dengan demikian, selang waktu yang diperlukan oleh bunyi pantul untuk kembali berlangsung singkat. Dapat dianggap bunyi pantul bersamaan waktunya dengan bunyi asli, sehingga bunyi pantul memperkuat bunyi asli.

2) Gaung atau kerdam

Gaung atau kerdam adalah bunyi pantul yang sebagian bersamaan dengan bunyi aslinya, sehingga bunyi asli menjadi tidak jelas. Perhatikan contoh berikut ini.

Bunyi asli : mer – de – ka Bunyi pantul : mer – de – ka Terdengar : mer – …. – …. – ka

Untuk menghindari terjadinya gaung, dinding-dinding dalam bioskop, studio radio atau televisi, studio rekaman, dan gedung pertunjukan dilapisi oleh zat kedap (peredam) suara.

3) Gema

Jika jarak antara sumber bunyi dengan bidang pemantul sangat jauh (misalnya: kamu berada jauh di depan lereng gunung kemudian berteriak), ada kemungkinan bunyi pantul kembali setelah bunyi asli selesai diucapkan. Bunyi pantul yang terdengar setelah bunyi asli selesai diucapkan dinamakan gema.45

Adapun pemanfaatan pemantulan bunyi yaitu: 1) Menentukan cepat rambat bunyi di udara

Pemantulan bunyi dapat dimanfaatkan untuk menentukan cepat rambat bunyi di udara, atau jika cepat rambat bunyi di udara diketahui, kita dapat menentukan jarak antara dua tempat.

45

Marthen Kanginan. IPA Fisika 2 untuk SMP kelas VIII. (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 180-182


(42)

2) Survei geofisika

Suatu gemap bumi atau ledakan dahsyat membangkitkan gelombang-gelombang bunyi yang dapat menempuh perjalanan yang sangat jauh melalui Bumi. Jika getaran-getaran ini dicatat oleh seismograf di berbagai tempat di permukaan Bumi, catatan-catatan ini dapat digunakan untuk mendeteksi, menentukan lokasi, dan mengklasifikasikan gangguan-gangguan atau untuk memberikan informasi tentang struktur Bumi.

3) Kacamata tunanetra

Prinsip pengiriman dan penerimaan pulsa ultrasonik pada kelelawar dimanfaatkan pada kacamata tunanetra. Kacamata ini dilengkapi dengan pengirim dan penerima pulsa. Penerima akan menghasilkan suatu bunyi tinggi atau rendah, bergantung pada apakah benda yang memantulkan pulsa berada dekat atau jauh dari si tunanetra.

4) Mengukur kedalaman laut

Kedalaman laut, bahkan lokasi kawanan ikan di bawah kapal, dapat ditentukan dengan teknik pantulan pulsa ultrasonik. Pulsa ultrasonik dipancarkan oleh instrumen yang dinamakan fathometer.

5) Penggunaan dalam bidang kedokteran

Pemeriksaan untuk melihat bagian dalam tubuh manusia dengan menggunakan pulsa-pulsa ultrasonik dinamakan pemeriksaan USG (ultrasonografi). Pemeriksaan dan pengobatan penyakit batu ginjal menggunakan teknik ultrasonografi. Pulsa-pulsa ultrasonografi juga digunakan oleh dokter gigi. Getaran-getaran ultrasonik dapat mengguncang kotoran dan plak (karang) gigi sehingga terlepas dari gigi.

6) Mendeteksi cacat dan retah pada logam

Cacat dan retak pada logam dapat dideteksi dengan teknik pantulan ultrasonik. Ketika pulsa ultrasonik mengenai retak pada logam yang tidak dapat dilihat, pulsa ultrasonik dipantulkan kembali ke detektor. Berdasarkan pantulan inilah kita dapat mendeteksi adanya retak pada logam di temapt tertentu.


(43)

7) Mengukur ketebalan pelat

Teknik pantulan ultrasonik dapat kita gunakan untuk mengukur ketebalan sebuah pelat logam walaupun kita hanya diizinkan mengukurnya dari satu sisi pelat logam.46

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Hasil-hasil penelitian sebelumnya tentang model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut:

1. Dewimarhelly

Dewimarhelly dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Division) Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Konsep Redoks Terintegrasi Nilai”. Adapun masalah dalam penelitian ini yaitu: (1) Proses pembelajaran yang masih monoton,

(2) Belum adanya pembelajaran kimia yang terintegrasi dengan nilai, (3) Kurangnya penggunaan model, metode, dan pendekatan dalam pembelajaran

kimia, dan (4) Hasil belajar kimia yang masih rendah. Adapun upaya yang dilakukan untuk memecahkan masalah yang muncul, yaitu dengan cara menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang bertujuan meningkatkan kemampuan dan aktivitas siswa dalam belajar secara kelompok.47 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan mengintegrasikan nilai-nilai yang diterapkan di kelas eksperimen dapat memberikan hasil lebih baik. Hal ini, terbukti pada tes awal rata-rata hasil tes siswa hanya sebesar 44,9 sedangkan setelah dilaksanakan pembelajaran kooperatif tipe STAD tampak terdapat peningkatan hasil tes sehingga mencapai rata sebesar 73,56. Sedangkan pada kelas kontrol, rata-rata hasil tes awal siswa sebesar 38,93, sedangkan rata-rata-rata-rata hasil tes akhir siswa sebesar 65,05. Dengan demikian, proses pembelajaran dengan menggunakan STAD mampu meningkatkan hasil belajar siswa.

46

Ibid, h. 177-180 47


(44)

Berdasarkan analisis data dan hasil penelitian serta pengujian hipotesis yang telah dilakukan, maka penelitian ini dapat disimpulkan bahwa thitung > ttabel

(2,9 > 2,000), yang berarti bahwa terdapat pengaruh positif model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap hasil belajar siswa pada konsep redoks terintegrasi nilai.48

2. Fitriani

Fitriani dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Konsep Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit”. Berdasarkan latar belakang penelitian, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini yaitu: (1) Pembelajaran masih didominasi oleh guru, (2) Guru masih banyak menerapkan pembelajaran secara konvensional sebagai sarana untuk mentransfer pengetahuan,dan (3) Pembelajaran berlangsung dalam situasi yang kurang kondusif bagi pengembangan skill setiap siswa. Permasalahan yang muncul dapat diatasi dengan merancang sistem pembelajaran sedemikian rupa melalui peralihan pendekatan dan metode yang tepat. Salah satu upaya yang relevan dengan hal tersebut adalah melalui pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan konstrutivistik yaitu pembelajaran kooperatif. Adapun dalam penelitian ini, menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD.49

Berdasarkan analisis data dan hasil penelitian serta pengujian hipotesis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa yang diajarkan dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih tinggi daripada siswa yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran konvensional, hal ini dapat dilihat pada nilai rata-rata kelas eksperimen 77,68 dan kelas kontrol 61,66. Dari hasil perhitungan uji hipotesis dengan menggunakan uji-t didapatkan thitung 6,13

dengan ttabel 2,00, maka thitung > ttabel yang berarti bahwa Ho ditolak dan

menerima Ha, maka disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif yang signifikan

48

Ibid, h. 64

49 Fitriani, “Pengaruh Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD terhadap Hasil Belajar

Siswa pada Konsep Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit dalam Skripsi Program Studi Pendidikan Kimia UIN Syarif Hidayatullah”, Jakarta, 2008, h. 4


(45)

dari pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap hasil belajar siswa pada konsep larutan elektrolit dan nonelektrolit.50

3. Annisa Firdhausi

Annisa Firdhausi melakukan penelitian tindakan kelas mengenai ”Upaya Meningkatkan Aktifitas dan Prestasi Belajar melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan Menggunakan Media Alternatif ”. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu rendahnya aktivitas dan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran fisika di kelas X di salah satu SMA swasta kabupaten Bandung. Adapun cara pemecahan masalah mengenai rendahnya aktivitas dan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran fisika akan dipecahkan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.51

Hasil penelitiannya, secara keseluruhan aktivitas siswa di setiap siklusnya terjadi peningkatan yang sangat baik. Sehingga dapat dikatakan bahwa media dan model pembelajaran yang telah diterapkan mampu meningkatkan aktivitas siswa. Begitupun, secara keseluruhan prestasi belajar meningkat cukup baik di setiap siklusnya hingga mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan pada penelitian ini.52

4. Jumrah

Jumrah dalam penelitiannya yang berjudul “Peningkatan Ketuntasan Hasil Belajar Siswa SMAN 5 Palu melalui Pendekatan Keterampilan Proses Model Kooperatif Tipe STAD pada Pembelajaran Asam-basa”. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu: (1) Masih banyak siswa SMA Negeri 5 Palu mengalami kesulitan dalam mempelajari pengetahuan kimia, baik menyangkut proses maupun produk.; (2) Siswa dalam pembelajaran kimia memperlihatkan kekurang mampuan menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan perhitungan kimia. Adapun upaya pencapaian keberhasilan pembelajaran kimia secara kasikal yaitu penggunaan model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pilihan

50

Ibid, h. 58 51

Annisa Firdhausi, Op. Cit., h. 5 52


(46)

yang baik, mengingat kecenderungan interaksi siswa dalam proses belajarnya. Siswa yang hasil belajarnya rendah termotivasi untuk meningkatkan hasil belajarnya sejajar dengan temannya yang hasil belajarnya tinggi.53

Hasil belajar siswa baik secara individu, kelompok maupun klasikal di setiap siklusnya pada mata pelajaran kimia dengan Pokok Bahasan Asam dan Basa dengan menggunakan keterampilan kooperatif tipe STAD sangat baik. Terdapat pengaruh positif yang signifikan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam meningkatkan keterampilan proses belajar siswa yang berdampak pada peningkatan ketuntasan hasil belajar.54

C. Kerangka Berpikir

Materi fisika tentang bunyi dirasakan sangat akrab dengan kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, penting untuk dapat memahami dan menyadari kegunaannya. Namun pada kenyataannya siswa masih kesulitan dalam memahami konsep bunyi dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Sehubungan dengan itu, maka perlu untuk menerapkan suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran. Dengan terlibat langsung dalam proses pembelajaran siswa diharapkan mampu meningkatkan pemahaman dan penguasaan konsep siswa. Salah satu model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran yaitu model pembelajaran kooperatif.

Pada pelaksanaan pembelajaran kooperatif, siswa dikelompokkan ke dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 5 siswa. Bersama dengan kelompoknya, siswa melakukan serangkaian kegiatan yang dapat membantu siswa untuk memahami materi pelajaran. Dengan demikian, pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan bagi siswa untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Interaksi dan komunikasi yang terjadi diantara siswa dapat memotivasi belajar siswa.

53 Jumrah, “

Peningkatan Ketuntasan Hasil Belajar Siswa SMAN 5 Palu melalui Pendekatan Keterampilan Proses Model Kooperatif Tipe STAD pada Pembelajaran Asam-basa” dalam Jurnal Media Eksakta 2 (2): 111-115, Juli 2006, h. 112

54


(47)

Salah satu tipe dalam pembelajaran kooperatif yaitu model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions). Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat membantu guru dalam mengatasi masalah pembelajaran yang dihadapinya. Model ini dikembangkan setidak-tidaknya untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran yang penting, yaitu hasil belajar akademik siswa yang meningkat, penerimaan terhadap keragaman (di mana siswa akan saling menghormati akan kelebihan dan kekurangan diantara mereka dan melakukan hubungan yang sinergis serta saling menguntungkan), dan pengembangan keterampilan sosial (Arends, 1997).55

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD didasarkan pada prinsip bahwa para siswa bekerja bersama-sama dalam belajar dan bertanggung jawab terhadap belajar teman-temannya dalam tim dan juga dirinya sendiri. Siswa ditempatkan dalam tim belajar yang beranggotakan empat sampai lima orang yang merupakan campuran menurut prestasi akademik dan jenis kelamin. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD, materi dirancang untuk pembelajaran kelompok. Siswa secara kooperatif mengerjakan tugas-tugas yang diberikan. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD menekankan bahwa dalam setiap proses pembelajaran siswa aktif dalam membangun pengetahuannya sendiri, dalam hal ini pembelajaran tidak dimaksudkan untuk mengumpulkan pengetahuan sebanyak mungkin tetapi lebih pada bagaimana proses mendapatkan pengetahuan tersebut. Selain itu, dalam model pembelajaran ini dimungkinkan siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran, sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi diantara siswa. Interaksi dan komunikasi yang berkualitas ini dapat memotivasi belajar siswa

Pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri dari 5 tahapan, yaitu presentasi kelas, belajar tim, kuis, skor kemajuan individual, dan penghargaan tim. Adanya tahapan belajar tim dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD memungkinkan siswa untuk lebih banyak melakukan aktivitas saat kegiatan belajar mengajar. Kemudian tahapan skor kemajuan individual dan

55

Rusmansyah. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dalam Jurnal Vidya Karya, Tahun XXIV, No. 1, April 2006, h. 89


(48)

penghargaan tim dapat memotivasi siswa untuk meraih skor yang lebih tinggi. Akibatnya yaitu penguasaan konsep siswa meningkat. Meningkatnya penguasaan konsep siswa juga dikarenakan pada pembelajaran kooperatif tipe STAD, setiap kelompok dituntut untuk bertanggung jawab atas keberhasilan belajarnya baik secara individu maupun kelompok.


(49)

Gambar 2.2. Bagan Kerangka Berpikir Perlu adanya pemilihan KBM yang dapat meningkatkan kemampuan kerjasama dan

aktivitas siswa, sehingga tidak terjadi kesenjangan penguasaan konsep

Pembelajaran Kooperatif

Model STAD

Siswa aktif dalam proses pembelajaran Pembelajaran berpusat

pada siswa

Penguasaan Konsep Siswa Meningkat


(50)

D. Hipotesis Penelitian

Dalam sebuah penelitian perlu adanya hioptesis, karena hipotesis sebagai indikasi untuk mengarahkan jalannya penelitian. Hipotesis ini berupa indikasi yang berbentuk generalisasi yang akan dibuktikan dan akan diteliti serta diuji kebenarannya. Adapun hipotesis yang diajukan penulis adalah sebagai berikut: Ho : Tidak terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STAD

(Student Teams Achievement Divisions) terhadap penguasaan konsep

siswa pada materi bunyi.

Ha : Terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student

Teams Achievement Divisions) terhadap penguasaan konsep siswa pada


(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 13 Kota Tangerang Selatan yang berlokasi di Jl. Beruang II Peladen Pd. Ranji, Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan. Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2010/2011, yaitu pada tanggal 11 April sampai 10 Mei 2011 .

B. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen. Desain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen.56 Pelaksanaannya melibatkan dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen yang diberi perlakuan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievment Division) dan kelompok kontrol yang diberi perlakuan pembelajaran konvensional.

C. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah Nonequivalent Control Group

Design. Desain ini digambarkan sebagai berikut.57

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelompok Pretest Perlakuan (X) Posttest

Eksperimen O1 XE O2

Kontrol O1 XK O2

56

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, (Bandung : Alfabeta, 2008), Cet. ke-5, h. 77

57


(52)

Keterangan:

O1 = Pretest yang diberikan kepada kelas kontrol dan kelas eksperimen

O2 = Posttest yang diberikan kepada kelas kontrol dan kelas eksperimen

X1 = Perlakuan terhadap kelompok eksperimen menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

X2 = Perlakuan terhadap kelompok eksperimen menggunakan model pembelajaran konvensional

D. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

a. Melakukan studi literatur tentang pembelajaran kooperatif tipe STAD. b. Mengurus Surat Ijin Penelitian.

c. Melakukan observasi lapangan sebelum penelitian dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran awal yang berkenaan dengan subyek penelitian.

d. Menentukan kelas yang dijadikan sampel penelitian dan materi fisika yang akan diajarkan pada saat penelitian.

e. Menyusun perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Memberikan pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol sebelum pempelajaran. Selanjutnya memberikan penjelasan tentang model pembelajaran kooperatif tipa STAD dan mengelompokkan siswa pada kelas eksperimen.

b. Melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe STAD pada kelas eksperimen. Sedangkan pada kelas kontrol,


(53)

3. Tahap Pengolahan Data

a. Mengolah dan menganalisis data hasil penelitian. b. Melakukan uji hipotesis.

E. Variabel Penelitian

Variabel penelitian yaitu segala sesuatu yang menjadi obyek pengamatan penelitian atau sebagai faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti. Terdapat dua variabel dalam penelitian ini, yaitu pembelajaran yang menggunakan model kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievment

Division) sebagai variabel bebas (variabel X) dan variabel terikatnya adalah

penguasaan konsep siswa (variabel Y).

F. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.58 Populasi target dalam penelitian ini adalah siswa SMP Negeri 13 Kota Tangerang Selatan tahun pelajaran 2010/2011. Sedangkan populasi terjangkau yaitu siswa kelas VIII SMP Negeri 13 Kota Tangerang Selatan.

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.59 Dari seluruh kelas VIII di SMP Negeri 13 Kota Tangerang Selatan diambil dua kelas untuk dijadikan sampel penelitian. Satu kelas untuk dijadikan kelas eksperimen dan satu kelas lagi untuk dijadikan kelas kontrol.

G. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik cluster sampling, yaitu teknik sampling daerah digunakan untuk menentukan sampel bila obyek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas.60 Setelah melakukan teknik pengambilan sampel, maka yang menjadi sampel dalam

58

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), Cet. ke-13, h. 130

59

Ibid, h. 131 60


(54)

penelitian ini adalah siswa kelas VIII-4 sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII-9 sebagai kelas kontrol yang berjumlah masing-masing 36 siswa.

H. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan tes dan nontes. Tes yang diberikan untuk mengukur penguasaan konsep siswa sebelum (pretest) dan sesudah dilakukan pembelajaran

(posttest) pada materi bunyi dengan menggunakan tes objektif. Sedangkan nontes

yang digunakan berupa angket yang berfungsi untuk mengukur respon siswa terhadap metode pembelajaran yang diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar. 1. Tes

Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.61 Selain itu, tes diartikan sebagai alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, denan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan.62 Tes dalam penelitian ini berupa tes objektif pilihan ganda sebanyak 18 soal. Kisi-kisi instrumen tes dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.2 Kisi-kisi instrumen tes

No Indikator Jenjang Kognitif

C2 Jumlah Persentase

1. Memaparkan

karakteristik gelombang bunyi

1*, 2*, 3, 4*, 5, 6* 6 20%

2. Membuktikan terjadinya gelombang bunyi

7*, 8, 9, 10, 11*, 12*

6 20%

61

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), Cet. ke-13, h. 150

62

Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), Cet. ke-5, h. 53


(55)

3. Membedakan bunyi infrasonik, ultrasonik, dan audiosonik

13, 14*, 15, 16, 17*, 18*

6 20%

4. Menunjukkan gejala resonansi dalam kehidupan sehari-hari

19*, 20*, 21*, 22*, 23*, 24

6 20%

5. Memberikan contoh pemanfaatan dan dampak pemantulan bunyi dalam kehidupan sehari-hari

25*, 26*, 27*, 28,29,30

6 20%

Jumlah soal 6 30 100%

Keterangan: *Nomor soal yang digunakan

2. Nontes

Nontes yang digunakan dalam penelitian ini berupa angket. Angket termasuk alat untuk mengumpulkan dan mencatatkan data atau informasi, sikap, dan paham dalam hubungan kausal.63 Bentuk angket yang digunakan adalah angket berstruktur, yaitu angket yang menyediakan kemungkinan jawaban.

Tabel 3.3 Kisi-kisi instrumen tes

No Indikator Butir

1 Metode pembelajaran yang digunakan guru 1

2 Aktivitas siswa 2,3

3 Kemampuan kognitif siswa 4,5

4 Kemampuan afektif siswa 6,7

5 Kemampuan psikomotor siswa 8

6 Peranan guru dalam proses pembelajaran 9,10

63

Zainal Arifin. Evaluasi Instruksional Prinsip-Teknik-Prosedur. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991), h. 62


(56)

I. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian digunakan sebagai alat pengumpul data. Pada penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah tes dan nontes. Tes dalam penelitian ini dengan menggunakan tes objektif dan nontes berupa angket.

Tes digunakan untuk mengukur tingkat penguasaan konsep siswa sebelum (pretest) dan sesudah dilakukan pembelajaran (posttest). Tes yang disusun berupa tes tertulis yang berupa soal pilihan ganda sebanyak 30 soal dengan 4 alternatif pilihan jawaban.

Sebelum soal tes objektif digunakan untuk mengambil data, soal tes diuji cobakan terlebih dahulu kepada siswa di luar sampel. Setelah itu, dilakukan uji validitas, uji reabilitas, uji tingkat kesukaran dan uji daya pembeda. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan soal yang layak untuk dijadikan instrumen penelitian. Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk tes uji coba instrumen yaitu:

1. Uji Validitas

Sebuah tes disebut valid apabila tes itu dapat mengukur apa yang hendak diukur. Perhitungan validitas pada penelitian ini menggunakan rumus korelasi

point biserial sebagai berikut:64

��

=

� −� ………. (3.1)

Keterangan:

� �� = koefisien korelasi biserial

Mp = rerata skor dari subjek yang menjawab betul bagi item yang dicari validitasnya

Mt = rerata skor total

St = standar deviasi dari skor total

p = proporsi siswa yang menjawab benar q = proporsi siswa yang menjawab salah

64


(57)

Berdasarkan hasil analisis butir soal dengan menggunakan Anates diperoleh soal yang valid sebanyak 18 soal. Nomor soalnya yaitu 1, 2, 4, 6, 7, 11, 12, 14, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 25, 26, dan 27.

2. Uji Reabilitas

Reabilitas tes yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu dengan menggunakan rumus Kuder Richardson atau yang dikenal dengan K-R 20, yaitu:65

r

11

=

n n−1

S2−Σpq

S2 ………... (3.2) Keterangan:

r11 = reliabilitas tes secara keseluruhan

p = proporsi subjek yang menjawab item dengan benar q = proporsi subjek yang menjawab item dengan salah Σpq = jumlah hasil perkalian antara p dan q

n = banyaknya item S = standar deviasi dari tes

Tabel 3.4 kriteria Reliabilitas Koefisien r Klasifikasi 0,90 < r ≤ 1,00

0,70 < r ≤ 0,90 0,40 < r ≤ 0,70 0,20 < r ≤ 0,40 0,00 < r ≤ 0,20

Sangat tinggi Tinggi Cukup Rendah

Sangat rendah

Berdasarkan pengujian reabilitas instrumen tes melalui perhitungan Anates diperoleh reabilitas tes 0,69 (reabilitas cukup).

65


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)