Sistem Religi Masyarakat Sunda di Kota Medan 1. Mata Pencaharian

Medan” 18

2.3.3. Sistem Religi

yang merupakan ragam bahasa perpaduan antara bahasa-bahasa Melayu, Batak, Jawa, Minang dan lain-lain. Dalam konteks upacara mapag pangantén, bahasa pengantar yang digunakan adalah basa Sunda, baik itu dalam acara ritual maupun dalam percakapan biasa. Tembang-tembang dan kawih yang dipakai dalam upacara tetap menggunakan bahasa Sunda yang dapat dipandang sebagai keberlanjutan tradisi dan penguat integritas masyarakat Sunda. Pada umumnya masyarakat Sunda adalah pemeluk agama Islam. Invasi Islam ke Jawa Barat pada abad ke 14 sampai abad ke 16 mengkonversi hampir seluruh masyarakat Sunda memeluk agama Islam. Penyebar agama Islam yang terpenting adalah Fatahillah Faletehan yang lebih dikenal sebagai Sunan Gunung Jati yang berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa dan kemudian mendirikan Kota Jakarta, juga mendirikan Kerajaan Islam Cirebon dan Kerajaan Islam Banten. Pendirian kedua kerajaan Islam di Jawa Barat ini kemudian semakin memojokkan Kerajaan Pajajaran, yang kemudian membawanya menuju keruntuhan pada tahun 1579 Kosoh et.al. 1979: 82-5. Sebagian kecil masyarakat Sunda yang tidak mau beralih agama ke Islam, menyingkir ke pegunungan dan membentuk komunitas yang ekslusif dan tertutup. Komunitas ini kemudian disebut orang Baduy. Sebutan orang Baduy bukan 18 Keunikan bahasa Medan ini menarik perhatian beberapa pemerhati bahasa di internet yang kemudian bersama-sama menyusun Kamus Bahasa Medan yang dapat diakses siapa saja di halaman web http:kamus-medan.blogspot.net. Universitas Sumatera Utara merupakan sebutan dari mereka sendiri. Istilah Baduy diberikan oleh orang di luar wilayah Baduy dan kemudian digunakan oleh laporan-laporan etnografi Belanda. Dalam laporan tersebut, masyarakat itu disebut badoe’i, badoei, atau badoewi Hovell 1845, Jacob dan Meijer 1891, Pleyte 1909 dalam Permana 2006. Orang Baduy memeluk kepercayaan Sunda Wiwitan. Dalam ajaran ini, kekuasaan tertinggi berada pada Sang Hyang Keresa Yang Maha Kuasa atau disebut juga sebagai Nu Ngersakeun Yang Menghendaki atau Batara Tunggal Yang Maha Esa. Orientasi, konsep-konsep dan kegiatan keagamaan diatur oleh pikukuh aturan adat yang bersifat mutlak agar orang dapat hidup menurut aturan itu demi kesejahteraan dan keseimbangan alam. Konsep keagamaan yang terpenting dalam pikukuh Baduy adalah “tanpa perubahan apapun” Garna 1988 dalam Permana 2006:38-39. Ini yang menyebabkan orang Baduy sangat eksklusif dan tidak fleksibel terhadap perubahan, berbeda dengan masyarakat Sunda pemeluk agama Islam. Pada umumnya masyarakat Sunda di Jawa Barat termasuk juga yang bermigrasi ke Sumatera merupakan pemeluk Islam yang baik. Ajaran-ajaran Islam dilaksanakan sesuai dengan hukum-hukum Islam. Konsep-konsep ketauhidan dan hukum-hukum fiqih menjadi landasan yang mendasari seluruh kegiatan kehidupan masyarakat Sunda. Universitas Sumatera Utara Meskipun begitu, pengaruh Hindu yang telah berakar selama lebih dari seribu lima ratus tahun 19 Hal ini memicu perdebatan panjang selama lebih dari satu abad di kalangan orang Islam. Satu pihak berpendapat bahwa praktik-praktik tersebut merupakan ritual yang tidak diajarkan dalam Islam bid’ah menyebabkan praktik-praktik ke-Hindu-an dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Sunda tetap dilakukan. Contohnya adalah peringatan kematian tiluna tiga hari, tujuhna tujuh hari, matangpuluh 40 hari, mendak taun setahun, newu seribu hari dan haul peringatan tahunan yang tidak diajarkan oleh agama Islam tetap saja dilaksanakan dengan konsep dan bentuk yang disesuaikan dengan ajaran agama Islam. 20 dan dapat menjerumuskan ke dalam ke- murtad -an 21 Masyarakat Sunda sebagai pendukung upacara mapag pangantén, pada dasarnya melandaskan upacara mapag pangantén yang notabene merupakan ritual . Pihak lain berdalih bahwa penyelenggaraan ritual-ritual tersebut sebagai pemeliharaan adat yang pelaksanaannya telah disesuaikan ajaran agama Islam. Disadari atau tidak, perbedaan pandangan ini kemudian memicu terbentuknya golongan-golongan masyarakat yang berbasis agama di Jawa Barat. Golongan- golongan tersebut, misalnya Muhammadiyah, Al-Washliyah, Persis, Nahdatul Ulama dan lain-lain tumbuh seiring berkembangnya kondisi politik di Indonesia Surjadi 1985: 65. 19 Agama Hindu diyakini mulai masuk ke Jawa Barat pada saat kerajaan Tarumanagara berdiri pada abad ke 3 M. 20 Bid’ah; perilaku keagamaan yang tidak ada dalam ajaran Islam. 21 Murtad; keluarnya seseorang dari agama Islam. Universitas Sumatera Utara peninggalan Kejaraan Pajajaran pada ajaran Islam. Rajah 22 do’a-do’a pada upacara tersebut ditujukan pada Allah SWT sebagai permohonan perlindungan atas penyelenggaraan upacara. Juga dalam ritual buka pintu yang menggunakan kalimat syahadatain dua kalimat Syahadat dan ucapan salam merupakan salah satu contoh “penyesuaian” upacara adat dengan ajaran agama Islam. Begitu juga dengan adat perkawinan secara keseluruhan dilandasi oleh perintah dan ajaran-ajaran Islam. Perintah menikah dalam Al Qur’an dan Hadist menjadi dasar kuat bagi terlaksananya perkawinan. Perintah tersebut salah satunya termaktub dalam Surat Ar Ruum ayat 21 sebagai berikut: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan- Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. QS Ar-Ruum 30:21. Ajaran-ajaran Islam lain yang mengatur syarat dan rukun nikah, hukum- hukum talak dan rujuk serta aturan-aturan kehidupan sehari-hari juga berlaku dalam kehidupan perkawinan masyarakat Sunda. 22 Pada awalnya rajah berbentuk mantra-mantra yang berisi do’a pada Yang Maha Kuasa agar penyelenggaraan upacara dapat berjalan dengan baik. Rajah yang disampaikan oleh Ki Lengser tetap dilaksanakan sebagai bagian dalam upacara mapag pangantén wawancara Kang Ayi, 21 Maret 2007. Universitas Sumatera Utara

2.3.4. Sistem Kekerabatan