Sistem Pengetahuan Masyarakat Sunda di Kota Medan 1. Mata Pencaharian

dipanggil tétéh. Panggilan ini berlaku juga untuk setiap orang yang dituakan, meskipun tidak memiliki hubungan kekerabatan. Sedangkan sistem kekerabatan yang terbentuk karena perkawinan di antaranya adalah mitoha, minantu, bésan, ipar dan dahuan. Mitoha mertua adalah panggilan kepada orang tua istri atau suami, sedangkan minantu menantu adalah panggilan pada istri atau suami anak. Bésan adalah hubungan dua keluarga batih karena perkawinan anak-anak mereka. Maka orang tua pihak laki-laki merupakan bésan dari orang tua pihak perempuan, atau dalam kata lain kedua belah pihak ber- bésanan. Ipar adalah bentuk bésanan yang lebih spesifik di mana panggilan ipar ditujukan pada saudara kandung dari istri atau suami. Sedangkan dahuan adalah hubungan yang terjadi karena dua laki-laki yang istrinya bersaudara. Jadi jika ada kakak dan adik yang telah memiliki suami, maka suami mereka saling memanggil dahuan. Panggilan ini juga berlaku bagi istri-istri dari laki-laki yang bersaudara.

2.3.5. Sistem Pengetahuan

Orang Sunda memahami alam sekitarnya berdasarkan pengalaman, seperti iklim dan pergantian musim. Pengetahuan ini digunakan dalam bidang pertanian, terutama untuk mengatur waktu penanaman padi di sawah. Upaya untuk mengetahui siklus musim hujan dan musim kemarau telah dilakukan sejak lama, yaitu dengan Universitas Sumatera Utara mempelajari pranatamangsa 23 Mangsa untuk kepentingan pertanian. Pranatamangsa adalah perhitungan waktu berdasarkan jalannya matahari solar calendar yang terbagi ke dalam dua belas mangsa, urutannya sebagai berikut: Jumlah hari Kalender Masehi Kasa 41 22 atau 23 Juni Karo 23 2 atau 3 Agustus Katiga 24 25 atau 26 Agustus Kapat 25 18 atau 19 September Kalima 27 13 atau 14 Oktober Kanem 43 9 atau 10 November Kapitu 43 22 atau 23 Desember Kawolu 26 atau 27 3 atau 4 Februari Kasanga 25 1 atau 2 Maret Kasadasa 24 26 atau 27 Maret Desta 23 19 atau 20 April Sada 41 12 atau 13 Mei Jumlah hari: 365 atau 366 hari Gonggripj 1934:300 dalam Suwondo 1979: 45. Pada mangsa kanem, béntang wuluku konstelasi Orion muncul di ufuk timur pada pagi hari, ini tanda bagi para petani untuk mulai mengerjakan sawah. Sedangkan pada 23 Pranata; aturan, mangsa; waktu. Tidak ada yang tahu pasti sejak kapan pranatamangsa ini mulai berlaku, namun kemudian pranatamangsa menjadi kalender pertanian masyarakat Sunda sampai sekarang. Universitas Sumatera Utara mangsa desta, bentang wuluku itu kelihatan terbalik di ufuk barat pada saat matahari tenggelam. Ini saatnya bagi para petani untuk menyimpan bajaknya karena padi telah dipanen. Di waktu tersebut, biasanya orang Sunda bersuasana gembira karena telah sukses memanen sawahnya dan saat seperti inilah merupakan kesempatan baik bagi orang Sunda jaman dahulu untuk melangsungkan pernikahan. Masuknya kebudayaan Islam ke Tanah Sunda, juga membawa sistem kalender Hijriyah yang didasarkan pada siklus bulan lunar calendar. Masyarakat Sunda kemudian mengadaptasi sistem kalender tersebut sesuai dengan jiwa Sunda Suwondo 1979:46. Adapun urutannya sebagai berikut: Nama bulan Hijriyah Jumlah hari Nama bulan Hijriyah di Sunda Muharram 30 Muharam Safar 29 Sapar Rabiul-Awal 30 Mulud Rabiul-Akhir 29 Silihmulud Jumadil-Awal 30 Jumadil Awal Jumadil-Akhir 29 Jumadil Akhir Rajab 30 Rajab Sya’ban 29 Rewah, Ruwah Ramadhan 29 atau 30 Puasa Syawal 29 Sawal Zulqa’idah 30 Hapit Universitas Sumatera Utara Zulhijjah 29 Rayagung Jumlah hari: 354 atau 355 hari Dalam hubungannya dengan upacara perkawinan, masyarakat Sunda telah lama menentukan bulan-bulan apa saja yang baik dan yang dilarang untuk menikah. Bulan Rayagung dianggap sebagai bulan yang yang baik untuk menikah, karena bulan ini adalah bulan ketika orang pergi beribadah haji yang do’anya dipercaya akan dikabulkan. Bulan Sawal juga merupakan bulan yang baik untuk menikah, karena bulan ini masih dalam suasana keberkahan bulan Puasa. Sedangkan bulan Sapar adalah bulan yang paling dilarang untuk menikah, karena pada bulan ini saatnya anjing-anjing berkelahi dan bersetubuh Suwondo 1979:47. Untuk mengetahui baik-buruknya perjodohan, masyarakat Sunda juga membuat perhitungan-perhitungan menurut tanda-tanda bulan dan hitungan nama. Perhitungan ini disebut néang répok yang biasanya dilakukan oleh orang-orang tua atau penetua adat. Sistem perhitungan baik-buruknya waktu dalam masyarakat Sunda tersebut terhimpun dalam buku yang disebut paririmbon. Adapun salah satu cara menghitung baik-buruknya perjodohan melalui nama antara lain dengan mencocokkan naktu nilai cacarakan alfabet Sunda. Cacarakan terdiri dari 18 huruf konsonan yang masing-masing memiliki naktu nilai. Susunannya sebagai berikut: h=5, n=3, c=3, r=3, k=3, d=4, t=3, s=3, w=6, l=4, p=4, j=3, y=9, ny=3, m=5, g=4, b=4, dan ng=1. Kemudian jumlah naktu dari kedua nama mempelai dibagi tujuh dan sisanya dijadikan ketentuan watak baik-buruknya perjodohan. Watak-watak tersebut antara lain: Universitas Sumatera Utara Jika sisa angka 1 : Gedong Kuta, wataknya baik, mendapat restu dunia dan diberkahi orang banyak, banyak beruntung, senantiasa selamat dan dekat rejekinya. Jika sisa angka 2 : Gajah Palangsungan, wataknya pertentangan, sering berselisih, membuat orang marah, dijauhi orang, dan malas bekerja. Jika sisa angka 3 : Sumur Bandung, wataknya sabar, dianuti orang banyak, kuat terhadap godaan, tidak menyusahkan, mendapat cintakasih orang banyak. Jika sisa angka 4 : Sangar Waringin, wataknya bebal, banyak cita-cita tapi tak terlaksana, orang kurang menaruh simpati, dan selalu bertengkar dengan tetangga. Jika sisa angka 5 : Bale Bandung, wataknya agung, dihargai orang, dapat menjadi pejabat karena jiwa kepemimpinan yang tinggi, hidup serba kecukupan. Jika sisa angka 6 : Pisang Punggel, wataknya buruk sekali, tidak cocok secara lahir dan batin, walau penjang umur namun selalu susah dan melarat. Jika sisa angka 7 : Aluring Macan, wataknya pertengkaran, hidupnya dijauhi orang, renggang dengan keluarga dan tidak berwibawa. Paririmbon, tanpa tahun: 20-22. Universitas Sumatera Utara Contoh perhitungannya, misalnya Ujang akan menikah dengan Nénéng jika dihitung maka perhitungannya sebagai berikut: Ujang hu+ja+nga=5+3+1 ditambah Neneng né+né+nga=3+3+1. Hasilnya adalah 16 yang bersisa dua jika dibagi tujuh, maka wataknya adalah gajah palangsungan. Perhitungan perkawinan yang berhubungan dengan waktu yang dianggap baik untuk menikah masih dilaksanakan sampai sekarang. Pasangan-pasangan yang akan menikah biasanya bertanya pada orang-orang tua yang tahu waktu yang baik untuk melangsungkan perkawinan. Namun perhitungan yang menyangkut baik-buruknya perjodohan mulai ditinggalkan. Tingkat pendidikan dan perubahan cara hidup menyebabkan masyarakat tidak lagi mempercayai hal-hal yang dianggap mitos. Begitu juga dalam upacara perkawinan masyarakat Sunda di Kota Medan. Waktu perkawinan biasanya ditentukan oleh kesepakatan kedua belah pihak, baik itu melibatkan keluarga atau pun atas kesepakatan calon mempelai saja. Sedangkan perhitungan baik-buruknya perjodohan melalui naktu tidak lagi dilakukan.

2.3.6. Kesenian