Sistem Bahasa Masyarakat Sunda di Kota Medan 1. Mata Pencaharian

Begitu juga dengan PWS Medan. Kehadirannya di Kota Medan didukung oleh intergitas yang kuat dari seluruh komponen masyarakat Sunda untuk menegaskan identitas dan integritas ke-Sunda-annya. 2.3. Masyarakat Sunda di Kota Medan 2.3.1. Mata Pencaharian Seperti yang telah diutarakan di atas bahwa orang Sunda yang bermigrasi ke Sumatera Utara, khususnya Kota Medan dapat dibedakan berdasarkan jenis pekerjaannya. Jenis-jenis profesi itu dapat digolongkan menjadi beberapa golongan, seperti pegawai pemerintah, misalnya aparat keamanan TNIPOLRI, Pegawai Negeri Sipil, Staf Pengajar dan karyawan BUMN yang ditugaskan ke Kota Medan. Golongan selanjutnya adalah orang yang bekerja untuk pihak swasta, seperti pegawai bank swasta, karyawan perusahaan-perusahaan kontraktor, buruh pabrik dan kuli bangunan musiman. Golongan selanjutnya adalah wiraswasta, seperti pengusaha kuliner, pengusaha bahan bagunan, pengusaha budidaya ikan, pedagang sepatu dan lain-lain.

2.3.2. Sistem Bahasa

Basa bahasa Sunda adalah bahasa ibu sebagian besar masyarakat Sunda. Hampir seluruh masyarakat Sunda di Jawa Barat menggunakan basa Sunda sebagai media komunikasi formal maupun percakapan sehari-hari. Universitas Sumatera Utara Alfabet Sunda terdiri dari 18 huruf konsonan h, n, c, r, k, d, t, s, w, l, p, j, y, ny, m, g, b, ng dan tujuh huruf vokal a, i, u, e, é, o, eu . Alfabet ini disebut cacarakan yang biasanya dihafal sambil dinyanyikan. Basa Sunda dikategorikan sebagai bahasa afiksasi di mana posisi kata dalam kalimat dan imbuhan gramatikal sangat berperan dalam menentukan makna Suwondo, 1978:32. Imbuhan-imbuhan yang terdiri dari rarangkén hareup awalan, rarangkén tengah sisipan, dan rarangkén tukang akhiran menentukan arti kata, misalnya kata dasar asih yang diberi rarangkén berikut ini: Kata dasar Rarangkén Makna asih diasih disayang dipikaasih disayangi pangdipikaasih paling disayangi pangdipikaasihna yang tersayang Dari contoh di atas dapat dilihat bagaimana rarangkén berperan menentukan makna kata. Selain rarangkén di atas, masih banyak lagi rarangkén lainnya dalam basa Sunda yang penggunaannya disesuaikan dengan konteksnya. Selain rarangkén, basa Sunda pun mengenal undak-usuk basa, yang merupakan stratifikasi bahasa menurut tingkatan-tingkatan tertentu. Tingkatan- tingkatan tersebut dapat dibagi berdasarkan kasar-halusnya bahasa basa lemes, basa loma , dan basa kasar dan berdasarkan pada siapa kita bicara basa ka diri sorangan, basa kasaluhureun , dan basa kasahandapeun. Perbedaan tingkatan tersbut dapat dilihat pada contoh berikut: Universitas Sumatera Utara Bahasa Indonesia Basa lemes Basa loma Basa kasar Makan neda, tuang, emam. dahar, ngawedang lelebok Bahasa Indonesia Basa lemes ka diri sorangan Basa lemes kasaluhureun Basa lemes kasahandapeun makan neda tuang emam Undak-usuk basa ini adalah pengaruh kebudayaan Hindu di India, di mana kebudayaan India membagi masyarakatnya ke dalam kasta-kasta bertingkat. Pengaruh ini semakin lekat ketika Kerajaan Pajajaran dan Kerajaan Mataram memiliki hubungan yang erat sepanjang abad ke 16 sampai abad 17, karena Mataram sendiri merupakan kerajaan Hindu Dharma yang identik dengan kebudayaan India Faturohman, 1982: 47-48. Ketika Belanda menguasai Indonesia, undak-usuk basa itu semakin terasa, karena Belanda memang memisahkan masyarakat Sunda golongan menak bangsawan dan golongan cacah rakyat jelata untuk kepentingan kolonialisme Kosoh et., 1979: 120. Pada Konferensi Basa Sunda tahun 1953 di Bandung, ditetapkan bahwa undak-usuk basa tidak dihilangkan, tapi penggunaannya dialihkan dari bahasa untuk golongan menak menjadi bahasa untuk orang yang dihormati Faturohman, 1982: 49. Pada dasarnya basa Sunda digunakan secara luas di seluruh wilayah Jawa Barat, namun kondisi masyarakat dan perbedaan tingkat evolusi sosial menyebabkan munculnya aksen dan dialek bahasa yang spesifik. Dialek lokal ini kemudian dikenal dengan istilah basa wewengkon, seperti basa wewengkon Banten, wewengkon Universitas Sumatera Utara Cirebon, wewengkon Priangan dan lain-lain. Meskipun demikian, masyarakat Sunda dapat saling berkomunikasi menggunakan basa Sunda yang umum dipakai. Penelitian dan pengajaran basa Sunda telah lama dilakukan. Buku tentang gramatikal basa Sunda karya Coolsman pada tahun 1873 mungkin buku tata bahasa Sunda yang pertama diterbitkan. Buku tersebut kemudian direvisi pada tahun 1904. Buku Coolsman tersebut memicu penelitian lain dari ahli linguistik H.J. Oosting yang kemudian menyusun kamus basa Sunda-bahasa Belanda 1884. Kiprah Oosting diteruskan oleh Lembaga Bahasa dan Sastra Sunda yang kemudian menyusun kamus umum basa Sunda-bahasa Indonesia 1975, 1980, 2000. Kehidupan sastra Sunda pun telah lama menunjukkan geliatnya. Karangan- karangan R.H. Muhammad Musa yang terbit antara tahun 1860 sampai 1871 merupakan awal gerakan sastra Sunda modern Rosidi, 1966:107. Pada saat itu ada stigma bahwa karangan yang bermutu adalah karangan yang berbentuk dangding 17 17 Dangding adalah cara penyajian karya sastra yang dilagukan menurut pupuh tertentu seperti pupuh Sinom, Kinanti, Asmarandana atau Dangdanggula. Setiap pupuh terikat pada aturan guru wilangan yang mengatur jumlah suku kata dalam tiap baris dan jumlah baris dalam setiap bait, dan guru lagu yang menentukan fonem pada akhir suku kata pada setiap barisnya. . Namun Musa membuat terobosan baru dengan membuat karangan berbentuk prosa. Karya-karya Musa antara lain: Wawacan Raja Sudibya 1862, Carita Abdurahman Abdurahim 1863, Wawacan Secamala 1863, dan Wawacan Panjiwulung 1871. Sastrawan lain pada masa itu diantaranya adalah R.A.A. Martanagara dan Haji Hasan Mustapa yang karya-karyanya turut mendukung gerakan baru dalam kesusastraan Sunda. Universitas Sumatera Utara Pengajaran basa Sunda juga telah dimulai sejak akhir abad ke 19 ketika pemerintah Kolonial mendirikan Sekolah Klas II yang diperuntukkan bagi anak-anak golongan rendah di kota-kota kabupaten di Jawa Barat. Basa Sunda dipakai sebagai bahasa pengantar di sekolah tersebut. Ketika Etishce Politiek mulai diberlakukan pada 1901, semakin banyak sekolah-sekolah didirikan untuk anak-anak bumiputra. Hal ini mendukung perkembangan pengajaran basa Sunda, karena basa Sunda kemudian dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah selain pengajaran bahasa Belanda dan bahasa Melayu Kosoh et.al: 120-7. Sampai sekarang, basa Sunda tetap diajarkan di sekolah tingkat dasar SD dan SLTP di Jawa Barat dan menjadi bahasa pengantar paling umum yang dipakai di Jawa Barat. Masyarakat Sunda yang bermigrasi ke Sumatera Utara, pada dasarnya masih menggunakan basa Sunda sebagai media komunikasi antara sesama orang Sunda. Ini dapat dilihat ketika ada orang Sunda yang bertemu dengan orang Sunda lainnya pada saat formal maupun pertemuan biasa. Atau ketika acara riung mungpulung yang rutin diadakan oleh paguyuban, di mana basa Sunda menjadi bahasa pengantar formal dan bahasa percakapan informal. Namun lain dari itu, interaksi sosial masyarakat Sunda dengan suku lain yang ada di Kota Medan, menjadikan orang Sunda harus menggunakan bahasa yang lebih nasional; bahasa Indonesia. Selain itu, orang Sunda juga mengadaptasi “bahasa Universitas Sumatera Utara Medan” 18

2.3.3. Sistem Religi