Kesenian Masyarakat Sunda di Kota Medan 1. Mata Pencaharian

Contoh perhitungannya, misalnya Ujang akan menikah dengan Nénéng jika dihitung maka perhitungannya sebagai berikut: Ujang hu+ja+nga=5+3+1 ditambah Neneng né+né+nga=3+3+1. Hasilnya adalah 16 yang bersisa dua jika dibagi tujuh, maka wataknya adalah gajah palangsungan. Perhitungan perkawinan yang berhubungan dengan waktu yang dianggap baik untuk menikah masih dilaksanakan sampai sekarang. Pasangan-pasangan yang akan menikah biasanya bertanya pada orang-orang tua yang tahu waktu yang baik untuk melangsungkan perkawinan. Namun perhitungan yang menyangkut baik-buruknya perjodohan mulai ditinggalkan. Tingkat pendidikan dan perubahan cara hidup menyebabkan masyarakat tidak lagi mempercayai hal-hal yang dianggap mitos. Begitu juga dalam upacara perkawinan masyarakat Sunda di Kota Medan. Waktu perkawinan biasanya ditentukan oleh kesepakatan kedua belah pihak, baik itu melibatkan keluarga atau pun atas kesepakatan calon mempelai saja. Sedangkan perhitungan baik-buruknya perjodohan melalui naktu tidak lagi dilakukan.

2.3.6. Kesenian

Kebudayaan Sunda kaya sekali dalam hal kesenian. Laporan penelitian Atmadibrata sampai tahun 1976 menyebutkan terdapat 180 jenis kesenian 24 24 Laporan ini disusun oleh Laboratorium Kesenian untuk Arsip Kesenian Daerah, Proyek Penunjang Peningkatan Kebudayaan Nasional Jawa Barat. Penelitian dipimpin oleh Enoch Atmadibrata dan dilakukan selama tiga tahun dari 1973 s.d. 1976 dan kemudian dilanjutkan pada awal 1980-an. dan menjadi 243 jenis kesenian pada laporan tahun 1981 yang terhimpun ke dalam 19 Universitas Sumatera Utara rumpun kesenian 25 Semakin berkurangnya seniman tradisi karena mereka beralih ke pekerjaan yang lain karena semakin sedikitnya pertunjukan atau bahkan seniman yang meninggal dunia tanpa ada penerusnya membuat kehidupan seni tradisi semakin mengkhawatirkan di seluruh wilayah kebudayaan Sunda di Jawa Barat Atmadibrata, 1987. Laporan penelitian ini membuktikan kekayaan kesenian dalam kebudayaan Sunda. Meskipun pada perkembangannya tidak semua jenis kesenian yang berhasil dihimpun itu bertahan sampai sekarang. Beberapa di antaranya kemudian “mati suri”, bahkan menuju kepunahan. Masuknya jenis-jenis kesenian dari luar Barat menyebabkan masyarakat Sunda mulai meninggalkan kesenian tradisinya. Perkembangan tingkat ekonomi, tingkat pendidikan, perubahan pola pikir dan gaya hidup juga menyebabkan semakin sedikitnya minat orang Sunda, khususnya orang muda untuk mempelajari kesenian tradisinya. 26 Namun ada juga kesenian yang dipertahankan baik secara formal maupun informal. Institusi formal yang berusaha melanjutkan kehidupan kesenian tradisi lewat jalur pendidikan adalah Sekolah Tinggi Seni Indonesia, Departemen Sendratasik Universitas Pendidikan Indonesia dan Sekolah Menengah Karawitan di . 25 Atmadibrata mengelompokkan jenis-jenis kesenian di Jawa Barat ke dalam rumpun-rumpun yang meliputi angklung, gamelan, macakal, ronggengan, beladiri, helaran, ngotrek, sandiwara, celempungan, ibing, orkes, pantun, terebangan, debus, kacapian, sekaran, lawak, quro dan wayang. 26 Gejala ini juga diungkapkan oleh Prof. Mauly Purba, Ph.D. ketika membicarakan kehidupan kesenian di Sumatera Utara dalam Pidato Pengukuhan Guru Besar Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara, 2007. Universitas Sumatera Utara Bandung. Institusi tersebut mendukung upaya keberlanjutan kehidupan kesenian tradisi Sunda melalui penelitian dan pengajaran karawitan Sunda seperti gamelan degung, gamelan salendro, tembang Sunda Cianjuran dan lain-lain. Tari dan teater pun diajarkan di sana. Selain itu, sanggar-sanggar seni dan paguyuban-paguyuban yang memiliki kelompok kesenian juga turut mendukung kehidupan kesenian Sunda di Jawa Barat. Masyarakat Sunda yang bermigrasi ke Sumatera Utara juga membawa jenis- jenis keseniannya, seperti wayang golek, gamelan degung, dan kacapi suling. Wayang golek dibawa dan dikembangkan oleh Edi Suryana, seorang dalang, yang telah 20 tahun tinggal di Kota Medan. Pada era 1980-an sampai awal 1990-an pertunjukan wayang golek ini sering sekali digelar karena banyak orang Sunda yang menggemarinya wawancara Edi Suryana, 27 Juni 2007. Setelah krisis moneter pada 1997, wayang golek mulai jarang dipertunjukkan karena mahalnya biaya pergelaran dan ditinggal pergi sebagian besar pemain musiknya. Berbeda dengan kehidupan gamelan degung dan kacapi suling di Kota Medan. Kesenian-kesenian ini terus hidup karena didukung oleh institusi adat Paguyuban Wargi Sunda yang tetap memelihara kehidupan kesenian gamelan degung dan kacapi suling, baik dalam konteks upacara adat, maupun untuk kebutuhan pertunjukan dalam acara-acara yang diadakan oleh paguyuban. Selain itu, beberapa mahasiswa Sekolah Tinggi Seni Indonesia Bandung yang belajar di Departemen Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara juga turut mendukung keberlanjutan kehidupan kesenian Sunda di Kota Medan. Mahasiswa- Universitas Sumatera Utara mahasiswa tersebut, selain belajar disiplin etnomusikologi, juga mengajar kesenian Sunda di Departemen Etnomusikologi. Dibukanya mata kuliah Musik Sunda sebagai salah satu mata kuliah praktik di Departemen Etnomusikologi, berperan aktif dalam melanjutkan kehidupan kesenian Sunda di Kota Medan. Universitas Sumatera Utara BAB III ADAT PERKAWINAN SUNDA

3.1. Perkawinan: Perspektif Adat dan Agama Islam