Kerangka teori Drs. Torang Naiborhu

Kota Medan. Mengingat hal ini, perlu dipahami bahwa budaya Sunda telah berinteraksi dengan budaya lain di Sumatera Utara seperti Melayu, Batak, Karo dan sebagainya selama lebih dari satu abad. Kondisi ini menyebabkan persinggungan antar-budaya dan perilaku saling mempengaruhi 8 Koentjaraningrat 1986:377-8 memberikan pengertian upacara sebagai suatu kelakuan keagamaan yang dilaksanakan menurut tata kelakuan yang baku sesuai . Keberlanjutan yang penulis maksudkan adalah keberlanjutan unsur-unsur budaya yang dibawa oleh masyarakat Sunda yang bermigrasi ke Kota Medan. Keberlanjutan ini meliputi keberlanjutan material sebagai produk budaya dan keberlanjutan yang menyangkut konsep dan nilai-nilai budaya Sunda di tengah interaksi sosial dengan budaya lain di Kota Medan. Sedangkan perubahan yang dimaksud adalah perubahan unsur kebudayaan yang diakibatkan oleh persebaran secara geografis difusi, adaptasi dan interaksi sosial. Perubahan yang dicakup dalam tulisan ini meliputi perubahan struktur upacara, materi upacara dan perubahan konsep dan sistem nilai dalam konteks upacara mapag pangantén.

I.6. Kerangka teori

Teori dapat digunakan sebagai landasan kerangka berpikir dalam membahas permasalahan. Untuk itu penulis mencoba mengambil beberapa teori yang dianggap perlu sebagai referensi atau acuan dalam penulisan skripsi ini. 8 Lihat Human Society Davis, 1960, The Western Impact Nettl, 1985 Universitas Sumatera Utara dengan komponen keagamaan. Komponen keagamaan itu dapat dilihat dari : tempat upacara, waktu upacara dilaksanakan, benda-benda atau alat-alat upacara, orang yang melaksanakan dan pemimpin upacara. Teori tentang upacara tersebut relevan digunakan dalam meneliti rangkaian pelaksanaan upacara mapag panganten. Untuk membahas perpindahan unsur-unsur budaya Sunda di Sumatera, Koentjaraningrat menyarankan teori difusi, yaitu proses persebaran kebudayaan secara geografis. Ada beberapa jenis teori difusi antara lain; a difusi yang masing- masing unsur kebudayaannya tidak berubah, b difusi stimulus yang meliputi jarak yang besar melalui suatu rangkaian pertemuan antara suatu deretan suku bangsa, c difusi hirarki yang menyebar dari satu pihak yang dianggap penting ke pada masyarakat lain, dan d difusi yang disebabkan perdagangan yang menimbulkan dampak yang lebih besar dari difusi jenis a. Berdasarkan teori tersebut, kebudayaan Sunda yang ada di Sumatera bisa digolongkan pada difusi stimulus, di mana unsur-unsur kebudayaan Sunda berinteraksi melalui serangkaian pertemuan dengan kebudayaan-kebudayaan lain yang telah ada di Sumatera, seperti Melayu dan Batak. Pertemuan kebudayaan ini mempengaruhi pola hidup orang Sunda, yang juga berimplikasi pada pelaksanaan upacara mapag panganten. Universitas Sumatera Utara Kingsley Davis berpendapat bahwa pertemuan-pertemuan kebudayaan ini terjadi karena hubungan secara fisik antar dua masyarakat 9 sehingga terjadi perilaku saling mempengaruhi Davis 1960: 622-3. Pada tahap selanjutnya, perilaku saling mempengaruhi ini mengakibatkan perubahan sosial yang dicirikan dengan perubahan unsur kebudayaan seperti berubahnya struktur dan fungsi masyarakat. Perubahan sosial juga terjadi pada unsur-unsur material di mana masyarakat pendatang harus mengadaptasi ketersediaan materi-materi budaya di tempat baru. Namun demikian, konsep-konsep nilainya tetap dipertahankan Cowell 1959: 40. Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka masyarakat Sunda yang ada di Sumatera Utara, khusunya di Kota Medan telah berinteraksi secara sosial dengan masyarakat lain seperti Melayu dan Batak. Interaksi sosial ini menimbulkan perubahan budaya secara material sebagai akibat dari adaptasi terhadap ketersediaan materi-materi budaya di luar wilayar budaya Sunda. Meskipun demikian, nilai- nilainya tetap dipertahankan secara konseptual. Kerangka berpikir teoretis di atas penulis gunakan dalam rangka menganalisis musik pada upacara mapag panganten dalam hubungannya dengan konteks sosial masyarakat Sunda di Kota Medan. 9 Conrad Philip Kottak mengistilahkannya dengan inter-ethnic-contact sebagai akibat dari persinggungan antara dua masyarakat yang berbeda tingkat dominasi, daya tahan, dan modifikasi terhadap kebudayaan asalnya Kottak 2002: 615. Universitas Sumatera Utara

I.7. Metode Penelitian