Sistem Kekerabatan Masyarakat Sunda di Kota Medan 1. Mata Pencaharian

2.3.4. Sistem Kekerabatan

Sistem kekerabatan orang Sunda bersifat bilateral di mana kedua belah pihak memiliki hak dan kewajiban yang sama. Garis genealogis ibu atau ayah baik ke atas atau ke bawah mempunyai derajat yang sama. Dalam adat Sunda tidak ada kewajiban untuk menikahi seseorang dari garis keturunan tertentu, karena itu orang Sunda diperbolehkan mengambil jodoh dari garis keturunan mana saja, baik itu dari luar maupun dari dalam kekerabatannya selama tidak melanggar ketentuan agama. Satuan terkecil dalam sistem kekerabatan yang terbentuk karena keturunan disebut keluarga batih, yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Setelah anak-anak anggota kelurga batih tersebut menikah dan membentuk keluarga batih sendiri, maka terbentuk keluarga besar. Kumpulan dari kelurga besar ini yang membentuk kolektif masyarakat. Dalam kolektif masyarakat ini, dikenal sebutan-sebutan untuk setiap generasi. Dari ego ke atas urutannya: ego—bapa—aki—uyut—bao—janggawareng—udeg- udeg—gantungsiwur , sedangkan dari ego ke bawah urutannya: ego—anak—incu— buyut—bao—janggawareng—udeg-udeg—gantungsiwur. Panggilan dalam keluarga Sunda tidak memiliki aturan yang tetap dan berbeda pada setiap keluarga. Anak-anak bisa memanggil ayahnya dengan panggilan abah, bapa, rama, atau ayah, sedangkan untuk memanggil ibu dengan panggilan ibu, emak, mamah, atau emah. Untuk memanggil saudara laki-laki yang lebih tua, biasanya digunakan panggilan akang atau aa, dan saudara perempuan yang lebih tua Universitas Sumatera Utara dipanggil tétéh. Panggilan ini berlaku juga untuk setiap orang yang dituakan, meskipun tidak memiliki hubungan kekerabatan. Sedangkan sistem kekerabatan yang terbentuk karena perkawinan di antaranya adalah mitoha, minantu, bésan, ipar dan dahuan. Mitoha mertua adalah panggilan kepada orang tua istri atau suami, sedangkan minantu menantu adalah panggilan pada istri atau suami anak. Bésan adalah hubungan dua keluarga batih karena perkawinan anak-anak mereka. Maka orang tua pihak laki-laki merupakan bésan dari orang tua pihak perempuan, atau dalam kata lain kedua belah pihak ber- bésanan. Ipar adalah bentuk bésanan yang lebih spesifik di mana panggilan ipar ditujukan pada saudara kandung dari istri atau suami. Sedangkan dahuan adalah hubungan yang terjadi karena dua laki-laki yang istrinya bersaudara. Jadi jika ada kakak dan adik yang telah memiliki suami, maka suami mereka saling memanggil dahuan. Panggilan ini juga berlaku bagi istri-istri dari laki-laki yang bersaudara.

2.3.5. Sistem Pengetahuan