Sekalian melunaskan hutang, melangsungkan keturunan.] Mustapa 1913:55.
Selain kedua calon pangantén yang membuat kesepakatan untuk menikah, proses neundeun omong juga biasanya dipastikan dengan kedatangan orang tua pihak
laki-laki, atau yang mewakilinya, ke rumah keluarga pihak perempuan. Kedatangannya hampir tidak ubahnya seperti tamu biasanya. Tidak ada acara khusus.
Hanya saja dalam kunjungan itu dibicarakan bahwa ada maksud untuk menikahkan kedua calon pangantén.
Setelah pihak keluarga menerima maksud tersebut, maka status kedua pangantén berubah menjadi beubeureuh dan bébéné. Beubeureuh adalah sebutan
kepada calon pangantén laki-laki oleh calon pangantén perempuan, sedangkan bébéné adalah panggilan untuk calon pangantén perempuan oleh beubeureuh-nya.
Untuk menyebut keduanya dipakai panggilan béné-beureuh. Proses ini dinamakan hahadéan,
yang dalam bahasa Indonesia artinya “berbaikan”. Pada masa sekarang neundeung omong bisa dilakukan dengan cara apasaja.
Hal yang paling mendasar dari neundeun omong adalah adanya ucapan lisan yang berisi janji untuk menikah. Janji lisan tersebut menjadi kesepakatan kedua belah
pihak.
3.2.2. Ngalamar
Secara etimologi, ngalamar berasal dari kata lamar yang merupakan perubahan fonem dari lambar lembar, yang artinya menyerahkan lembar-lembar daun sirih
sebagai tanda bahwa pihak keluarga laki-laki telah menentukan pilihan untuk
Universitas Sumatera Utara
mengambil menantu dari pihak perempuan. Ngalamar ini juga kadang disebut nyeureuhan
, yang berarti memberi seureuh sirih pada pihak perempuan. Dalam tradisi pernikahan Indonesia, ngalamar bisa disamakan dengan meminang, di mana
asal kata “meminang” adalah pinang, yang merupakan salah satu ramuan sirih. Menurut adat, orang yang datang untuk meminang harus membawa ramuan untuk
makan sirih nyeureuh, yang terdiri dari sirih, pinang, gambir dan kapur Mustapa 1913:56 dan Suwondo 1979:83 .
Proses meminang ditandai dengan kedatangan orang tua calon pangantén laki- laki ke rumah keluarga perempuan. Kedatangannya disambut secara meriah oleh
keluarga pihak perempuan. Kedua pihak memakai pakaian yang bagus dan keluarga pihak perempuan menyediakan makanan yang istimewa.
Setelah keluarga pihak laki-laki dan keluarga pihak perempuan bertemu, maka pembicaraan selanjutnya adalah mengenai kesediaan pihak keluarga perempuan jika
anak gadisnya dilamar oleh pihak keluarga laki-laki. Biasanya kemudian orang tua pihak perempuan memanggil calon pangantén
perempuannya untuk hadir dalam pertemuan itu. Orang tua calon pangantén perempuan itu lalu menanyakan langsung apakah dia bersedia menikah dengan calon
pangantén laki-laki. Jika bersedia maka bersedia, maka kedua belah pihak masuk ke tahap papacangan pacang; pasang dan panggilan béné-beureuh tadi berubah
menjadi tunangan.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya orang tua pihak laki-laki menyerahkan ramuan sirih dan uang sekedarnya yang biasanya disebut panyangcang pengikat, artinya sejak hari itu
calon pangantén perempuan sudah terikat. Pada masa sekarang, ramuan sirih sudah mulai ditinggalkan. Dalam proses
ngalamar tidak lagi menggunakan sirih dan uang, melainkan sepasang cincin yang kemudian dikenakan oleh kedua calon pangantén sebagai cincin tunangan. Selain
cincin, pihak keluarga laki-laki juga membawa berbagai bingkisan yang berupa pakaian, makanan atau peralatan rumah tangga sebagai simbol bahwa pihak laki-laki
siap secara material untuk menikah. Dalam ngalamar ini juga biasanya kedua belah pihak mendiskusikan dan
menyepakati waktu perkawinan. Waktu yang dipilih adalah hari yang dianggap baik berdasarkan keinginan calon pangantén ataupun kesepakatan para orang tua dengan
berbagai pertimbangan. Interval waktu dari neundeun omong sampai ngalamar dan dari ngalamar
sampai upacara perkawinan tidak pasti, biasanya hanya beberapa minggu atau sampai beberapa bulan, menunggu kesiapan dari pihak keluarga laki-laki.
3.2.3. Siraman