Konsep Co Management Taman Nasional Karimunjawa

(1)

TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

FRIDA PURWANTI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(2)

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul “Konsep Co-management Taman Nasional Karimunjawa” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Oktober 2008

Frida Purwanti P 062030121


(3)

FRIDA PURWANTI. Concept of Co-management for Karimunjawa National Park. Under direction of HADI S. ALIKODRA, DEDI SOEDHARMA, and SAMBAS BASUNI

Increasing utilization of the natural resources at Karimunjawa national park has indicated resources degradation that could threaten its’ status. The aims of this research were to analyze resources’ potency and its’ uses, policy and institutional arrangement; stakeholders’ perception and participation; to identify key factors of co-management and to formulate concept of co-management to the park. The study was conducted from October 2005 to March 2007 at Karimunjawa, Jepara using qualitative method by distributing questionnaires to 89 respondents and conducting workshop with 15 respondents. Data were analyzed qualitatively using analytical hierarchy process and prospective analysis. The result showed that resources potency of the park have degraded gradually by destructive fishing methods and uncontrolled tourism development. Most regulation on management of the park concentrates on government authorities and disharmonization of regulation on authority management between Forestry and Fisheries Department. Stakeholders’ perception is quite same on resources condition, threats to the resource and surveillance to the park, while community participation in conservation is good (>70%). The key factors for co-management of the park are synchronizing perception and vision, participation-commitment, communication-negotiation, and coordination (as driven factor). Prescription for concept of co-management include: commitment, institutional arrangement, rule and regulation, and capacity building.


(4)

FRIDA PURWANTI. Konsep Co-management Taman Nasional Karimunjawa Dibimbing oleh HADI S. ALIKODRA, DEDI SOEDHARMA, dan SAMBAS BASUNI

Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ) merupakan salah satu kawasan konservasi laut yang mendapat prioritas pengelolaan secara nasional karena luasan dan potensi keanekaragaman hayati yang dimiliki, namun keutuhannya terancam dengan kegiatan eksploitasi penangkapan yang cenderung merusak dan pengembangan pariwisata yang tidak terkontrol. Permasalahan pengelolaan TNKJ disebabkan oleh keterbatasan kapasitas pengelolaan, kurangnya dukungan dinas teknis terkait dan partisipasi masyarakat dalam usaha konservasi dan lemahnya koordinasi. Sejalan dengan otonomi daerah telah berkembang konsep co-management dalam pengelolaan kawasan konservasi, akan tetapi penerapannya belum sepenuhnya menggunakan prinsip-prinsip co-management. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi dan kegiatan pemanfaatan sumberdaya TNKJ; kebijakan dan kelembagaan pengelolaan TNKJ; persepsi dan partisipasi stakeholders dalam pengelolaan TNKJ; mengidentifikasi faktor kunci co-management TNKJ; dan menyusun konsep co-management bagi kegiatan pemanfaatan perikanan dan pariwisata di TNKJ.

Penelitian dilakukan mulai bulan Oktober 2005 sampai dengan Maret 2007 dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Observasi dan survey lapangan dilakukan dengan cara menyebar kuesioner dan wawancara tidak terstruktur secara terbuka kepada 89 responden yang dipilih dengan sengaja berdasarkan pertimbangan keterkaitan, kesediaan dan kemudahan. Selain itu juga diadakan lokakarya dan FGD bersama 15 orang wakil stakeholders. Analisa data dilakukan secara kualitatif terhadap potensi dan pemanfaatan SDAHE TNKJ, kebijakan dan kelembagaan pengelolaan TNKJ serta persepsi dan partisipasi; sementara untuk menyusun konsep co-management digunakan teknik AHP dan prospektif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi keanekaragaman hayati semakin menurun dan tingkat pemanfaatan sumberdaya TNKJ yang kurang terkontrol sehingga dapat mengancam status TNKJ. Kajian kebijakan dan kembagaan menunjukkan bahwa peraturan pengelolaan kawasan konservasi lebih mengkonsentrasikan pada kewenangan pemerintah, selain itu terdapat disharmonisasi peraturan dalam hal kewenangan pengelolaan antara Departemen Kehutanan, Departemen kelautan dan Perikanan, dan Pemerintah Daerah sehingga cenderung timbul konflik institusional karena peraturan sulit diterapkan lintas sektor. Sementara pengaturan kolaborasi dalam Permenhut juga sulit dilaksanakan karena belum ada kesepakatan dan kesepahaman tertulis antar stakeholders. Untuk itu perlu ada kemauan politik atau komitmen dari BTNK dan Pemda untuk pengaturan kewenangan dalam pengelolaan dan pemanfaatan SDAHE TNKJ. Pengelolaan TNKJ belum efektif karena keterbatasan sarana dan prasarana, hal ini dapat dilihat dari banyaknya pelanggaran yang terjadi karena lemahnya penegakan hukum. Selain itu alokasi penggunaan anggaran juga kurang mendukung kegiatan perlindungan dan pengamanan kawasan.

Responden menganggap kondisi SDAHE TNKJ masih bagus tetapi kenyataan menunjukkan adanya degradasi akibat kegiatan penangkapan yang merusak akibat keterbatasan pengetahuan ,asyarakat tentang konservasi dan zonasi. Untuk itu perlu sosialisasi dan penyebaran informasi akan arti penting konservasi dan zonasi serta sanksi pelanggaran aturan ke seluruh lapisan


(5)

pemanfaatan SDAHE TNKJ, sehingga meringankan kegiatan pengamanan dan pengawasan kawasan. Partisipasi dalam menjaga kelestarian sumberdaya sudah tinggi, walaupun ada sekitar 15,81% masyarakat yang tidak berpartisipasi dalam menjaga kelestarian SDAHE TNKJ. Hal ini dimungkinkan karena keterbatasan pengetahuan maupun kurangnya arus informasi serta ketergantungan nelayan terhadap sumberdaya perikanan yang tinggi (71,68%).

Hasil AHP menunjukkan bahwa prioritas level hierarki co-management adalah tipe kooperatif (25,47%) dan konsultatif (25,03%) dengan upaya co-management melalui koordinasi pemberian ijin antara BTNK dan Pemkab Jepara (20,14%), penyusunan program kerja dan pendanaan bersama (19,35%) dan pembuatan aturan representasi (17%). Hasil analisa prospektif didapatkan empat faktor kunci pengembangan co-management TNKJ, yaitu: kesamaan persepsi dan visi; mekanisme komunikasi dan negosiasi; partisipasi aktif dan komitmen para pihak; dan koordinasi lintas sektor, dimana koordinasi dipilih sebagai driven factor untuk mengatur keterkaitan dan saling ketergantungan antar berbagai kegiatan pemanfaatan SDAHE TNKJ.

Langkah yang harus dilakukan untuk menuju co-management perikanan dan pariwisata di TNKJ, antara lain adalah : a) koordinasi perijinan usaha perikanan dan pariwisata antara Pemkab Jepara dan BTNK; b) penyusunan program kerja dan pendanaan bersama antara Pemda Provinsi Jawa Tengah, Pemda Kabupaten Jepara dan BTNK; c) pembuatan aturan representasi bagi stakeholders; d) monitoring bersama untuk kegiatan pemanfaatan perikanan dan pariwisata SDAHE TNKJ; e) membentuk forum stakeholders untuk mengorganisir dan mensinergikan kegiatan pemanfaatan perikanan dan pariwisata; dan f) mengadakan pelatihan ketrampilan bagi masyarakat Karimunjawa di bidang usaha perikanan dan pariwisata. Konsep untuk co-management TNKJ antara lain adalah : membangun komitmen, membentuk kelembagaan, menyiapkan perangkat hukum, dan meningkatkan kapasitas SDM. Saran dari hasil penelitian ini antara lain adalah perlu ada koordinasi perijinan usaha pariwisata antara BTNK dan Pemerintah Kabupaten Jepara yang lebih intens; penelitian lebih lanjut tentang kebijakan dan kelembagaan dalam kaitannya dengan sistem hukum yang berlaku untuk pengelolaan kawasan konservasi di pulau-pulau kecil; penelitian lebih lanjut tentang mekanisme dan bentuk partisipasi stakeholders dalam pengelolaan kolaboratif taman nasional; BTNK dan Pemerintah Kabupaten Jepara agar segera menindak-lanjuti upaya co-management dengan membuat kesepakatan kerjasama tentang pengaturan kegiatan perikanan dan pariwisata.


(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(7)

TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

FRIDA PURWANTI

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(8)

Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Ir. Neviati Zumarni, MSc.

Penguji pada Ujian Terbuka : Prof. Dr. Ir. Supriharyono, MS. Dr. Ir. Yetti Rusli, MSc.


(9)

(10)

Puji syukur kehadirat Tuhan YME berkat karunia dan rahmat-Nya penulisan disertasi dengan judul “Konsep Co-management dalam Taman Nasional Karimunjawa” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada program Pascasarjana IPB ini dapat diselesaikan setelah melalui proses panjang penelitian dan penulisan.

Penghargaan dan ucapan rasa terima kasih penulis sampaikan dengan tulus kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Hadi S Alikodra, MS., selaku Ketua Komisi Pembimbing; Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA dan Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS., selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan komitmennya dalam membimbing dengan memberi arahan, pemikiran dan motivasi;

2. Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan beserta staf yang telah memberikan dukungan, motivasi dan nasehat selama masa studi;

3. Ir. G.M. Nababan selaku Kepala Balai Taman Nasional Karimunjawa dan Ir. Haryanto, MSc selaku mantan Kepala Balai Taman Nasional Karimunjawa beserta staf yang telah memberikan ijin masuk kawasan, masukan dan membantu di lapangan;

4. Direktur Proyek DUE-like Universitas Diponegoro batch III yang memberikan bantuan beasiswa selama 3 (tiga) tahun;

5. Para narasumber dari Dinas Perikanan dan Dinas Pariwisata di Semarang dan Jepara, dan masyarakat Karimunjawa serta key informan (pak Ahmad, pak Suyadi, pak Achid, Joko, Irfan, Tasrif) yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya dalam pelaksanaan lokakarya dan diskusi kelompok; 6. Rekan-rekan mahasiswa PSL-IPB (Saharia, Marini, Windra) yang ikut

memberikan saran dan masukan dalam penyusunan disertasi ini;

7. Orang tuaku, suami dan anak-anakku yang tak pernah putus dengan kasihnya membantu doa, memberi dukungan dan semangat sampai hari ini.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih belum sempurna, namun demikian semoga masih ada manfaat bagi semua pihak yang memerlukan, terlebih bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Oktober 2008 Frida Purwanti


(11)

Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 25 Februari 1964 sebagai anak pertama dari pasangan Soegiarto dan Sri Mulyani. Pada tanggal 22 Mei 1989 menikah dengan Ir. Agustinus Widodo dan telah dikaruniai dua orang putra, Tito Prianggana (lahir di Semarang pada tanggal 9 Mei 1990) dan Bismo Aulia Prianggara (lahir di Australia pada tanggal 29 Januari 1996).

Pendidikan Sarjana diselesaikan tahun 1988 dari Jurusan Perikanan, Fakultas Peternakan dan Perikanan, Universitas Diponegoro. Pendidikan S2 ditempuh di Centre for Coastal Management, Southern Cross University, Australia dengan beasiswa AusAID, lulus pada tahun 1998. Pada tahun 2003 penulis diterima di program studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor dengan beasiswa DUE-like Universitas Diponegoro batch III.

Sejak tahun 1989 penulis diangkat sebagai pegawai negeri sipil pada Jurusan Perikanan, Universitas Diponegoro dalam program studi Manajemen Sumberdaya Perairan. Selama bekerja pernah menjabat sebagai sekretaris laboratorium Manajemen Sumberdaya Pesisir, bendahara Sentra Pendidikan dan Manajemen HaKI UNDIP, asisten direktur II Proyek DUE-like UNDIP.

Sebuah artikel berjudul Prospek Pengembangan Co-management Taman Nasional Karimunjawa akan diterbitkan pada Jurnal Pengembangan Ilmu-ilmu Kelautan (Indonesian Journal of Marine Science) sebagai bagian dari program S3 penulis.


(12)

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

DAFTAR SINGKATAN ... xvi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan dan Manfaat penelitian ... 7

1.4. Kerangka Pemikiran ... 8

1.5. Novelty ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taman Nasional ... 10

2.1.1. Pengertian ... 10

2.1.2. Dasar dan Tujuan Penetapan ... 11

2.2. Pengelolaan Kawasan Konservasi ... 13

2.2.1. Sistem dan Tujuan Pengelolaan ... 13

2.2.2. Permasalahan Pengelolaan ... 15

2.2.3. Perubahan Paradigma Pengelolaan ... 16

2.3. Kebijakan dan Kelembagaan ... 19

2.3.1. Pengertian Kebijakan ... 19

2.3.2. Pengertian Kelembagaan ... 19

2.3.2.1. Ciri Kelembagaan ... 20

2.4. Partisipasi Masyarakat ... 22

2.4.1. Pengertian dan Tujuan ... 22

2.4.1. Mekanisme dan Model Partisipasi ... 23

2.5. Co-management ... 26

2.5.1. Pengertian dan Latar Belakang ... 26

2.5.2. Tujuan dan Manfaat ... 28

2.5.3. Prinsip dan Pendekatan ... 29

2.5.3. Pendekatan Co-management dalam Pengelolaan Taman Nasional ... 31

2.5.4. Indikator dan Proses Co-management ... 34

2.5.5. Contoh Pengalaman Co-management ... 37

III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 40

3.2. Pendekatan Penelitian ... 41

3.3. Jenis dan Sumber Data ... 41

3.4. Teknik Pengumpulan Data... 44

3.5. Pemilihan Responden ... 45

3.6. Metode Analisis Data ... 46

3.6.1. Analisis Kualitatif ... 47

3.6.2. Analisis Hierarki Proses (AHP) ... 51

3.6.3. Analisis Prospektif ... 53


(13)

4.1. Keadaan Biogeofisik ... 58

4.1.1. Letak Administratif dan Geografis ... 58

4.1.2. Topografi ... 59

4.1.3. Aksesibilitas dan Sistem Transportasi... 60

4.1.4. Hidrologi ... 62

4.1.5. Oceanografi ... 63

4.2. Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat ... 64

4.2.1. Kependudukan ... 64

4.2.2. Tingkat Pendidikan ... 65

4.2.3. Mata Pencaharian ... 66

4.2.4. Tingkat Pendapatan ... 67

4.2.5. Penggunaan Lahan ... 68

4.2.6. Fasilitas Umum ... 69

4.3. Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ) ... 71

4.3.1. Status dan Sejarah ... 71

4.3.2. Visi dan Misi Pengelolaan ... 72

4.3.3. Sistem Pengelolaan ... 73

4.3.4. Pengamanan Kawasan ... 77

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Potensi dan Pemanfaatan SDAHE TNKJ ... 78

5.1.1. Potensi SDAHE Perairan ... 78

5.1.2. Pemanfaatan SDAHE TNKJ ... 84

5.1.2.1. Pemanfaatan Perikanan ... 84

5.1.2.2. Pemanfaatan Pariwisata ... 88

5.1.3. Ancaman Kelestarian SDAHE TNKJ ... 92

5.2. Kebijakan dan Kelembagaan Pengelolaan TNKJ ... 94

5.2.1. Landasan Hukum Pengelolaan TNKJ ... 94

5.2.2. Kelembagaan Pengelolaan TNKJ ... 99

5.2.3. Kapasitas Pengelolaan TNKJ ... 100

5.2.4. Penegakan Hukum ... 105

5.2.5. Konflik Institusional dalam Pengelolaan TNKJ ... 106

5.3. Persepsi dan Partisipasi ... 108

5.3.1. Persepsi Stakeholders terhadap Keadaan Sumberdaya Alam dan Pengelolaan TNKJ ... 108

5.3.2. Partisipasi Stakeholders dalam Pengelolaan TNKJ ... 113

5.4. Konsep Co-management TNKJ ... 115

5.4.1. Upaya Co-management TNKJ ... 115

5.4.2. Penyusunan Konsep Co-management TNKJ... 116

5.4.3. Preskripsi Co-management TNKJ ... 129

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 133

6.2. Saran ... 134

DAFTAR PUSTAKA ... 135

LAMPIRAN ... . 143


(14)

Halaman

1 Jumlah dan luas kawasan konservasi laut di indonesia tahun 2006 ... 11

2 Pergeseran paradigma pengelolaan kawasan konservasi ... 18

3 Bentuk kerjasama strategik ... 24

4 Tingkat partisipasi menuju terwujudnya pengelolaan kolaboratif ... 25

5 Pengertian co-management ... 27

6 Perbedaan karakteristik pengelolaan sumber daya alam ... 30

7 Contoh bentuk pengelolaan sumberdaya perikanan laut berbasis masyarakat ... 31

8 Jenis interaksi dalam kegiatan pemanfaatan di taman nasional ... 34

9 Kerangka penerapan co-management ... 35

10 Faktor pendukung co-management ... 36

11 Pertemuan yang diikuti peneliti ... 42

12 Jenis dan sumber data menurut tujuan penelitian ... 43

13 Jumlah responden dan peserta FGD ... 46

14 Penilaian skala berpasangan ... 52

15 Pedoman penilaian pengaruh antar faktor ... 55

16 Matrik pengaruh antar faktor ... 56

17 Luas dan status pulau di Kecamatan Karimunjawa ... 59

18 Jadwal keberangkatan kapal feri tiap minggu ... 60

19 Data kependudukan Kecamatan Karimunjawa ... 64

20 Distribusi murid dan guru menurut tingkat pendidikan di TNKJ, 2006 ... 65

21 Tingkat pendapatan penduduk Karimunjawa, 2006 ... 66

22 Jenis mata pencaharian penduduk kecamatan Karimunjawa, 2007 ... 66

23 Persentase tingkat pendapatan masyarakat Karimunjawa, 2005 ... 68

24 Perbandingan jenis pengunaan lahan di Karimunjawa ... 68

25 Fasilitas umum di Karimunjawa ... 70

26 Zonasi Taman Nasional Karimunjawa tahun 1990 ... 74

27 Hasil revisi zonasi TNKJ 2004 ... 76

28 Jenis biota langka dan dilindungi di TNKJ ... 78

29 Keadaan potensi sumberdaya perairan TNKJ... 79

30 Data pencurian kayu mangrove TNKJ, 2005 ... 83

31 Kelimpahan jenis Kima berdasarkan zona, 2005 ... 84

32 Jumlah pengunjung TNKJ berdasarkan tujuan, 1996 – 2007 ... 89


(15)

34 Kondisi kegiatan pemanfaatan dalam kawasan TNKJ ... 92

35 Aturan kelembagaan pengelolaan Taman Nasional ... 96

36 Kelompok stakeholders dalam pengelolaan TNKJ menurut kepentingan, fungsi dan peran serta masalah yang dihadapi ... 99

37 Tugas dan fungsi BTNK, Dinas Perikanan dan Dinas Pariwisata ... 102

38 Anggaran pengelolaan TNKJ, 2000-2007 (ribuan) ... 104

39 Penggunaan anggaran pengelolaan TNKJ tahun 2006 dan 2007 ... 104

40 Kerjasama yang dilakukan BTNK ... 105

41 Jenis pelanggaran hukum dalam kawasan TNKJ ... 106

42 Frekuensi pelanggaran di TNKJ menurut jenis dan waktu ... 107

43 Persentase persepsi responden terhadap kondisi SDAHE TNKJ ... 109

44 Persentase persepsi responden terhadap jenis ancaman kelestarian SDAHE TNKJ ... 110

45 Persepsi masyarakat terhadap dampak zonasi bagi sumberdaya alam dan sumber mata pencaharian ... 111

46 Persentase persepsi responden terhadap bentuk pengawasan ... 112

47 Persentase partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan untuk program kegiatan pembangunan TNKJ ... 114

48 Partisipasi masyarakat dalam turut menjaga ketersediaan SDAHE TNKJ 114 49 Upaya co-management TNKJ ... 115

50 Kondisikelayakan co-management bagi TNKJ ... 116

51 Struktur hierarki co-management TNKJ ... 120

52 Identifikasi faktor kunci co-management TNKJ ... 123

53 Karakteristik responden ... 125

54 Matrik gabungan hasil penilaian pengaruh langsung antar faktor ... 127

55 Aturan koordinasi dalam kelembagaan co-management TNKJ ... 128


(16)

Halaman

1 Kerangka pemikiran ... 9

2 Arah kerja co-management ... 32

3 Level hierarki co-management ... 33

4 Lokasi kepulauan Karimunjawa ... 40

5 Tahapan penelitian ... 47

6 Bagan alir analisis potensi dan pemanfaatan ... 48

7 Bagan alir analisis kebijakan dan kelembagaan ... 49

8 Bagan alir analisis persepsi dan partisipasi ... 51

9 Level hierarki co-management TNKJ ... 54

10 Diagram untuk menemukan elemen kunci ... 56

11 Sebagian pulau di Karimunjawa ... 58

12 Sarana transportasi ke Karimunjawa ... 61

13 Kondisi jalan dan pelabuhan di Karimunjawa ... 62

14 Kelimpahan genera karang TNKJ menurut zona dan waktu ... 80

15 Kerusakan terumbu karang Karimunjawa ... 81

16 Luas kerusakan karang di TNKJ berdasarkan jenis kerusakan dan kedalaman ... 81

17 Kondisi mangrove Karimunjawa ... 82

18 Penebangan pohon mangrove di TNKJ ... 83

19 Teknik pengoperasian Muro-ami ... 85

20 Armada penangkapan ikan dengan Muro-ami ... 86

21 Potensi wisata bahari Karimunjawa ... 88

22 Pembangunan sarana wisata yang merubah bentang alam... 91

23 Peta Lokasi Kerawanan TNKJ ... 93

24 Keadaan pegawai menurut latar belakang pendidikan ... 103

25 Jumlah trip kapal yang masuk zona di TNKJ ... 112

26 Hasil penilaian hierarki co-management TNKJ ... 119

27 Tingkat kepentingan faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengembangan co-management TNKJ dari hasil penilaian kelompok stakeholder berbeda ... 124

28 Tingkat kepentingan faktor-faktor yang berpengaruh dalam Pengembangan co-management TNKJ ... 128

29 Posisi pembagian kewenangan ... 130

30 Langkah menuju co-management TNKJ ... 131


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Daftar pertanyaan untuk kelayakan co-management ... 143

2. Diagram alir proses penyusunan re-zonasi TNKJ ... 144

3. Peta zonasi TNKJ (2004) ... 145

4. Posisi geografis lokasi zona TNKJ ... 146

5. Peta potensi sumberdaya alam TNKJ ... 147

6. Surat Bupati tentang usaha penangkapan ikan di Karimunjawa ... 148

7. Program kegiatan pengelolaan oleh BTNK ... 151

8. Kegiatan pendidikan dan pelatihan yang diikuti staf BTNK ... 153

9. Evaluasi pelaksanaan program kerja BTNK tahun 2006 ... 154

10. Kegiatan dinas/lembaga terkait di TNKJ tahun 2001-2006 ... 156

11. Matrik hasil penilaian pengaruh antar faktor dalam analisis prospektif ... 162


(18)

AHP : Analytical Hierarchy Process

BTNK : Balai Taman Nasional Karimunjawa

COREMAP : Coral Reef Rehabilitation and Management Program DKP : Departemen Kelautan dan Perikanan

FGD : Focus Group Discussion

FKMK : Forum Komunikasi Masyarakat Karimunjawa

ICDP : Integrated Conservation and Development Program IPCC : Intergovernmental Panel on Climate Change

IUCN : International Union for Conservation of Nature and Natural Resources

KSDAHE : Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya KSDI : Konservasi Sumber Daya Ikan

KSM : Kelompok Swadaya Masyarakat

KPA : Kawasan Pelestarian Alam

KSA : Kawasan Suaka Alam

ODTW : Obyek dan Daya Tarik Wisata

PP : Peraturan Pemerintah

PSMB : Pengelolaan Sumberdaya Berbasis Masyarakat RPTN : Rencana Pengelolaan Taman Nasional

SDA : Sumber Daya Alam

SDAHE : Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem

TN : Taman Nasional

TNKJ : Taman Nasional Karimunjawa UNDIP : Universitas Diponegoro

UU : Undang-undang

WCS : Wildlife Conservation Society WWF : World Wildlife Fund


(19)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kondisi alam Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di daerah tropis merupakan tempat hidup berbagai jenis tumbuhan dan hewan sehingga Indonesia dikenal sebagai mega biodiversity country. Salah satu keanekaragaman hayati yang menjadi perhatian dunia selain hutan hujan tropis adalah terumbu karang. Terumbu karang Indonesia dengan luas 51.000 km2, (sekitar 51% terumbu karang di Asia atau 18% terumbu karang di dunia), menduduki peringkat terluas ke 2 di dunia setelah Australia. Terumbu karang Indonesia merupakan pusat keanekaragaman hayati laut dunia yang dikenal

sebagai “Coral Triangle Center” (meliputi wilayah Indonesia bagian timur, sebagian Malaysia, Phillipina, Papua New Guinea dan Solomon seluas 5,7 juta km2) yang merupakan rumah bagi lebih dari 600 spesies karang dan 3000 spesies ikan karang, sehingga mendapat prioritas utama dunia untuk konservasi laut(TNC, 2006).

Akan tetapi dampak berbagai kegiatan manusia dalam memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan telah mengancam keberadaan keanekaragaman hayati. Dalam 50 tahun terakhir, kerusakan terumbu karang Indonesia semakin meningkat dari 10% menjadi 50%. Hasil pemantauan COREMAP tahun 2000, kondisi terumbu karang di Indonesia 41% dalam keadaan buruk, 30% sedang, 23% bagus dan kira-kira hanya 6% yang kondisinya sangat bagus. Hal ini disebabkan selain oleh dampak perubahan iklim juga oleh kegiatan pemanfaatan sumberdaya yang tidak bertanggung jawab, seperti penangkapan ikan berlebih, penggunaan alat tangkap yang merusak, penggunaan bom dan racun sianida, pencemaran, sedimentasi, penambangan dan pembangunan kontruksi pantai. Selain terumbu karang, hutan mangrove Indonesia juga mengalami penyusutan, dari 5,2 juta ha pada tahun 1982 menjadi 3,2 juta ha pada tahun 1987, dan 2,4 juta ha pada tahun 1993 akibat konversi lahan dan penggunaan sebagai bahan baku industri (Dahuri et al, 2001).

Demi menjaga keberadaan keanekaragaman hayati tersebut dilakukan konservasi, suatu upaya pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan untuk menjamin keberlangsungan pemanfaatannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman hayati. Untuk itu pemerintah Indonesia berusaha memperbaiki sistem pengelolaan bagi terciptanya keseimbangan


(20)

antara pemanfaatan dan perlindungan untuk menjamin pembangunan berkelanjutan. Dalam Agenda Pembangunan Nasional 2004-2009 (DKP, 2005) disebutkan bahwa sasaran pembangunan kelautan antara lain adalah :

1). Meningkatnya luas kawasan konservasi laut;

2). Membaiknya pengelolaan ekosistem pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil yang dilakukan secara lestari, terpadu, dan berbasis masyarakat;

3). Serasinya peraturan perundangan yang terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut;

4). Terselenggaranya desentralisasi yang mendorong pengelolaan sumber daya pesisir dan laut yang efisien dan berkelanjutan; dan

5). Terselenggaranya pemanfaatan ruang laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil secara serasi sesuai dengan daya dukung lingkungannya.

Salah satu bentuk kawasan konservasi adalah taman nasional, suatu kawasan pelestarian alam yang luas, relatif tidak terganggu, mempunyai nilai alam dengan kepentingan pelestarian tinggi, potensi rekreasi besar, mudah dicapai dan mempunyai manfaat yang jelas bagi wilayah tersebut (McKinnon et al, 1993). Dalam UU no 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE) disebutkan bahwa taman nasional merupakan kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi dan dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Bentuk dan sistem pengelolaan kawasan konservasi perairan secara explicit tidak dibedakan dengan kawasan konservasi darat.

Kawasan konservasi laut pertama di Indonesia, yaitu Cagar Alam Laut Banda, ditetapkan oleh Menteri Pertanian pada tahun 1973. Sampai saat ini, telah ditetapkan kawasan konservasi laut seluas lebih dari 5,5 juta ha (meliputi kawasan cagar alam laut, taman nasional laut, suaka margasatwa laut dan taman wisata alam laut) yang tersebar di 42 lokasi, delapan diantaranya merupakan taman nasional laut yaitu Kepulauan Seribu, Kepulauan Karimunjawa, Teluk Cendrawasih, Bunaken, Taka Bone Rate, Kepulauan Wakatobi, Kepulauan Togean dan Rawa Opa (Soemarsono, 1995; Supriharyono, 2000; Wiratno et al, 2004; dan Widada dan Kobayashi, 2006).

Mengingat luasan dan keragaman ekosistem yang ada, Taman Nasional Karimunjawa, Teluk Cendrawasih dan Laut Banda mendapat prioritas secara


(21)

nasional maupun regional Asia Timur oleh IUCN/CNPPA untuk dapat ditingkatkan sistem pengelolaannya (Bleakley dan Wells, 1995).

Penetapan dan pengelolaan kawasan konservasi seperti diamanatkan dalam pasal 34 UU no.5 tahun 1990 tentang KSDAHE dilaksanakan oleh pemerintah, dalam hal ini yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan kawasan konservasi laut adalah Departemen Kehutanan. Namun dalam penjelasan pasal 13 (1) UU no 31 tahun 2004 tentang Perikanan disebutkan bahwa penetapan kawasan konservasi, termasuk taman nasional perairan ditetapkan oleh pemerintah, dalam hal ini Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). DKP sampai saat ini telah menetapkan 14 kawasan konservasi laut daerah dengan total luas 1,495,967,53 ha, selain itu masih ada 10 calon lokasi lagi seluas 12,131,493,53ha dan diharapkan pada akhir tahun 2010 kawasan konservasi laut daerah dapat mencapai 10 juta ha (DKP, 2005). Hal ini menunjukkan adanya kewenangan ganda antara Departemen Kehutanan dan Departemen Kelautan dan Perikanan dalam penetapan dan pengelolaan kawasan konservasi laut.

Salah satu kawasan konservasi laut yang ditetapkan Departemen Kehutanan pada tahun 1988 adalah Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ), yaitu suatu gugusan 22 pulau seluas 111.625 ha di Laut Jawa yang terletak sekitar 60 mil laut di sebelah utara Semarang. Martoyo (1998) menyebutkan sumberdaya alam di kawasan TNKJ meliputi ekosistim bahari yang terdiri atas terumbu karang dengan ikan hiasnya, rumput laut dan padang lamun, hutan mangrove; dan ekosistem daratan, yang meliputi hutan tropis dataran rendah dan hutan pantai. Menurut Dutton et al (1993), keanekaragaman sumberdaya perikanan di Kepulauan Karimunjawa tidak kalah dan bahkan berada dalam kondisi yang lebih baik dibandingkan dengan Kepulauan Seribu.

Kondisi sosial ekonomi masyarakat Karimunjawa masih tergolong rendah, dimana sekitar 90% masyarakat berpendidikan sampai tingkat sekolah dasar, dan 60,34% berprofesi sebagai nelayan (BTNK, 2008) dengan tingkat ketergantungan terhadap sektor perikanan 71,68% (Wibowo, 2006). Kegiatan utama pemanfaaan sumberdaya pesisir dan laut Karimunjawa meliputi penangkapan ikan, budidaya, dan pariwisata dimana tipe pemanfaatannya cenderung bersifat terbuka (open access), sehingga setiap orang berusaha untuk dapat memanfaatkan sumberdaya tersebut. Perikanan sebagai kegiatan utama masyarakat masih bersifat tradisional dan masih ditemukan kegiatan


(22)

penangkapan yang tidak ramah lingkungan, sehingga mengakibatkan kerusakan sumberdaya TNKJ.

Salah satu kerusakan sumberdaya yang dimonitor adalah terumbu karang, dimana berdasarkan hasil monitoring Wildlife Conservation Society (WCS) tahun 2003-2006 dan laporan BTNK (2007) terdapat penurunan rata-rata tutupan karang di kedalaman 10 m dari 60,30% pada tahun 2000 menjadi 46,03% pada tahun 2006. Menurut Supriharyono (2000), kerusakan habitat terumbu karang di Karimunjawa terjadi karena adanya praktek pengambilan karang hidup untuk hiasan aquarium, karang mati untuk bahan bangunan, penangkapan ikan hias dengan bahan beracun dan penangkapan ikan karang dengan bahan peledak. Hal ini menunjukkan kurang efektifnya sistem pengelolaan TNKJ saat ini karena partisipasi masyarakat dalam menjaga kelestarian sumberdaya masih kurang.

Perkembangan implementasi otonomi daerah telah membawa implikasi dalam pengelolaan sumberdaya alam di TNKJ dimana masyarakat setempat dapat ikut berpartisipasi dalam pengelolaan kawasan. Pada tahun 2003, dengan inisiasi awal dari BTNK, telah dibentuk kader konservasi yang kemudian berkembang dengan adanya kelompok pelestari penyu dan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) di tiap desa. Pada bulan Oktober 2004 telah dibentuk suatu Forum Komunikasi Masyarakat Karimunjawa (FKMK), sebagai wadah organisasi masyarakat yang menangani masalah pengembangan dan pengelolaan kawasan TNKJ dimana pengurusnya merupakan wakil dari KSM.

Pada awal tahun 2005, dengan dukungan dari Pemda Kabupaten Jepara, WCS dan yayasan Taka; BTNK merevisi zonasi TNKJ yang dibuat secara bottom up berdasarkan aspirasi masyarakat. Akan tetapi implementasi rezonasi tersebut belum sepenuhnya berhasil karena masih ditemukan pelanggaran memasuki zona larangan oleh beberapa nelayan, terutama nelayan dari luar daerah. Hal ini dimungkinkan karena keterbatasan pengetahuan, tidak adanya batas zona yang jelas serta kurangnya sosialisasi zona tersebut. Sementara itu belum semua dinas/instansi terkait mengadopsi zonasi tersebut dan rencana pengelolaan TNKJ dalam pengembangan program kegiatan mereka sehingga pemanfaatan sumberdaya di kawasan TNKJ masih bersifat sektoral dan pengelolaannya menjadi kurang efektif. Ketidak-efektifan pengelolaan juga disebabkan adanya ambiguitas kepemilikan lahan, dimana sebagian besar pulau (70%) telah dimiliki perorangan. Bahkan pada awal tahun 2005 ramai dibicarakan penjualan terhadap tujuh pulau melalui website www.varealestate.co.uk yaitu Pulau


(23)

Bengkoang, Pulau Geleang, Pulau Kembar, Pulau Kumbang, Pulau Katang, Pulau Krakal Besar dan Pulau Krakal Kecil. Padahal perairan sekitar Pulau Geleang berada dalam zona perlindungan bahkan sebagian perairan Pulau Kumbang ada dalam zona inti. Hal ini merupakan bentuk pelanggaran terhadap sistem zonasi TNKJ yang telah disusun bersama masyarakat.

Co-management atau collaborative management, sering disebut juga participatory management, joint management, shared-management, multi-stakeholder management atau round-table agreement adalah bentuk pengelolaan yang mengakomodasi kepentingan semua pihak dengan mekanisme kerjasama, yang didorong oleh pengakuan hak yang melekat pada setiap pihak, dalam rangka mencapai tujuan bersama, sehingga dimungkinkan semua pihak dapat ikut berpartisipasi untuk berbagi wewenang, tanggung jawab dan keuntungan dalam proses pengelolaan (Borrini-Feyerabend, 1996; NRTEE, 1999). Namun belum semua pihak menyadari arti penting co-management bagi kelestarian fungsi ekologis TNKJ dan pembangunan sosial ekonomi masyarakat, untuk itu perlu dikembangkan konsep pengelolaan yang dapat menyatukan berbagai aspirasi dan kepentingan stakeholder dalam pemanfaatan sumberdaya TNKJ dan mensinergikan kegiatan mereka dengan mengikuti prinsip co-management yang semestinya, yaitu adanya kerelaan, kesetaraan peran dan saling kepercayaan, partisipasi aktif, komitmen untuk berbagi disertai adanya dukungan kelembagaan (Wiratno et al, 2004 dan WWF, 2006).

Adapun alasan pemilihan lokasi TNKJ sebagai tempat studi, adalah : 1). Karimunjawa merupakan satu-satunya kawasan konservasi laut berupa

taman nasional di Jawa Tengah yang kondisinya cukup baik (Dutton et al, 1993) dan mendapat prioritas nasional maupun regional Asia Timur (Kelleher dan Kenchington 1992, Bleakley dan Wells. 1995);

2). Karimunjawa merupakan salah satu kawasan unggulan untuk pengembangan pariwisata Jawa Tengah bersama dua lokasi lain, yaitu Borobudur dan Sangiran (Perda Jawa Tengah Nomor 14 Tahun 2004 tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Provinsi Jateng);

3). Permasalahan pengelolaan yang disebabkan oleh terbatasnya kapasitas pengelolaan, kurangnya pemahaman dan dukungan dari instansi teknis terkait, kurangnya keterlibatan masyarakat dalam usaha konservasi serta lemahnya koordinasi antar lembaga (Rao,1998; Purwanti, 2000; BTNK, 2004a).


(24)

1.2. Rumusan Masalah

Karimunjawa semula ditetapkan sebagai cagar alam laut berdasarkan SK Menhut No. 123/Kpts-II/1986 tanggal 9 April 1986 tentang Penunjukkan Kepulauan Karimunjawa dan perairan laut disekitarnya seluas 111.625 ha yang terletak di Dati II Jepara, sebagai Cagar Alam laut. Hal ini dilakukan mengingat keindahan alam laut yang khas dengan keanekaragaman terumbu karang serta pantai pasir putih yang landai tempat bertelur penyu. Pada tahun 1999 melalui SK Menhut No. 78/ Kpts-II/1999 tanggal 22 Februari 1999 tentang Perubahan Cagar Alam Karimunjawa dan perairan laut disekitarnya yang terletak di Kabupaten Jepara, Propinsi Dari I Jawa Tengah seluas 111.625 ha menjadi Taman Nasional dengan nama Taman Nasional Karimunjawa (BTNK, 2004a). Sasaran utama penetapan taman nasional adalah untuk melindungi ekosistem dan sumberdaya alam agar proses-proses ekologis di dalamnya dapat terus berlangsung, dan mempertahankan produksi dan jasa bagi kepentingan manusia secara berkelanjutan (Hardjasoemantri, 1993 dan Agardhy, 1997).

Akan tetapi pemanfaatan TNKJ selama ini kurang memperhatikan kelestarian fungsi kawasan, seperti adanya pelanggaran zona dan kegiatan eksploitasi yang cenderung merusak SDAHE. Sedangkan pengelolaan TNKJ oleh BTNK kurang efektif karena keterbatasan sarana dan prasarana serta dukungan instansi teknis terkait. Dengan diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001 telah memberi peluang pemerintah daerah untuk ikut serta dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam guna peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Jika hal ini tidak diatur lebih lanjut akan menggangu pencapaian tujuan konservasi akibat adanya kerusakan lingkungan sehingga pemanfaatan sumberdaya tidak dapat berlanjut.

Untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan dan untuk mensinkronkan kegiatan pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya alam dalam kawasan TNKJ dilakukan pendekatan co-management. Permenhut no: P.19/ 2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam merupakan pedoman pelaksanaan kolaborasi yang dimaksudkan untuk membantu meningkatkan efektivitas dan kemanfaatan pengelolaan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam bagi kesejahteraan masyarakat (pasal 2), dimana dalam pelaksanaan proses kerjasama para pihak yang bersepakat tersebut dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip saling menghormati, saling menghargai, saling percaya dan saling memberikan kemanfaatan (pasal 4 ayat


(25)

1) dan dituangkan secara tertulis dalam bentuk kesepakatan bersama (pasal 5 ayat 1).

Kerjasama dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam TNKJ telah berlangsung saat ini, akan tetapi hal ini belum bisa dikategorikan sebagai pengelolaan kolaboratif karena belum sepenuhnya memenuhi prinsip-prinsip kolaborasi tersebut diatas. Selain itu menurut Putro (18 Februari 2007, komunikasi pribadi), dalam co-management dibutuhkan adanya mekanisme pelembagaan yang menuntut kesadaran dan distribusi tanggung-jawab antara pemerintah dan lembaga-lembaga lainnya secara formal.

Dilihat dari latar belakang penelitian dan permasalahan umum yang dihadapi dalam pengelolaaan TNKJ, maka penelitian ini dimaksudkan untuk menyusun konsep co-management TNKJ untuk kegiatan pemanfaatan perikanan dan pariwisata. Pertanyaan yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah : 1). Sejauh mana kegiatan pemanfaatan dari sektor perikanan dan pariwisata

dapat menjadi ancaman bagi kelestarian keanekaragaman hayati TNKJ; 2). Bagaimana dukungan kelembagaan pengelolaan TNKJ, dilihat dari

peraturan, SDM, dana dan penegakan hukum dapat mendukung co-management TNKJ; dan

3). Bagaimana persepsi dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan TNKJ; 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan permasalahan pengelolaan diatas, penelitian ini bertujuan : 1). Menganalisis potensi SDAHE TNKJ dan kegiatan perikanan dan pariwisata

di TNKJ;

2). Menganalisis kebijakan dan kelembagaan pengelolaan TNKJ;

3). Menganalisis persepsi dan partisipasi stakeholder dalam pengelolaan TNKJ; dan

4). Mengidentifikasi faktor kunci co-management ; dan

5). Menyusun konsep co-management TNKJ dalam pemanfaatan perikanan dan pariwisata.

Keluaran penelitian merupakan suatu arahan kebijakan sebagai rekomendasi untuk penataan kegiatan pemanfaatan kawasan TNKJ bagi sektor perikanan dan pariwisata. Secara rinci manfaat dari penelitian ini adalah :

1). Bagi pemerintah; sebagai suatu sumbangan pemikiran tentang komponen yang harus disiapkan dalam penyusunan co-management kawasan konservasi;


(26)

2). Bagi masyarakat; sebagai bahan informasi tentang peluang (ruang) berpartisipasi dalam konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya bagi kelangsungan hidupnya; dan

3). Bagi ilmu pengetahuan; sebagai acuan dan referensi bagi peneliti lainnya untuk mengembangkan pengetahuan tentang co-management sebagai pendekatan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan secara lebih komprehensif.

1.4. Kerangka Pemikiran

Pengelolaan taman nasional, sebagaimana diamanatkan dalam pasal 34 ayat 1 UU no. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya (KSDAHE) dan pasal 35 PP no. 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA), dilaksanakan oleh pemerintah; untuk tujuan kelestarian SDAH serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Namun pola pengelolaan SDA yang terpusat dan tidak memberi ruang bagi peran serta masyarakat secara adil dan setara ternyata pemerintah tidak mampu melindungi kawasan konservasi beserta keanekaragaman hayati yang ada didalamnya.

TNKJ ditetapkan sebagai KPA karena potensi keanekaragaman hayati yang dimilikinya. Pengelolaan TNKJ bertujuan melindungi sistem penyangga kehidupan, melestarikan keanekaragaman plasma nutfah dan menjamin pemanfaatan yang lestari. Namun pemanfaataan potensi SDAHE TNKJ untuk kegiatan perikanan dan pariwisata cenderung merusak keutuhan SDAHE TNKJ sehingga dapat menggangu fungsi kawasan. Sementara kelembagaan pengelolaan TNKJ belum mampu melindungi dan mengamankan kawasan karena keterbatasan kapasitas dan dukungan lembaga terkait. Co-management sebagai suatu pendekatan pengelolaan berbasis kemitraan akan ditelaah kemungkinannya untuk digunakan sebagai pendekatan dalam pengelolaan TNKJ sesuai dengan kemampuan dan sumberdaya yang dimiliki. Agar co-management dapat berjalan efektif, maka digunakan prinsip-prinsip co-management sebagai batu uji partisipasi stakeholders (Wiratno et al, 2004) dan adanya kerelaan dan kesadaran dari stakeholder untuk saling menghormati, saling menghargai, saling percaya, dan saling memberikan kemanfaatan (permenhut no: P.19/ 2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan KSA dan KPA), ada dukungan kelembagaan dan mekanisme peningkatan kapasitas (NRM, 2002 dan WWF, 2006).


(27)

Gambar 1 Kerangka pemikiran. 1.5. Novelty

Penerapan co-management dalam pengelolaan kawasan konservasi sudah banyak diterapkan. Namun demikian, berbagai prinsip dari co-management itu sendiri belum sepenuhnya diterapkan; atau kalaupun ada, penerapannya sulit dilakukan karena tidak sesuai dengan kondisi setempat. Selain itu penerapan co-management dalam pengelolaan kawasan konservasi tidak selalu diikuti dengan perumusan kebijakan penataan kelembagaannya sehingga masing-masing stakeholders berjalan sendiri-sendiri. Novelty penelitian ini adalah mencoba memperbaiki kekurangan dan kelemahan penerapan konsep co-management dalam pengelolaan kawasan konservasi, khususnya dalam pengaturan kegiatan perikanan dan pariwisata.

Pengelolaan TNKJ

terpadu & berkelanjutan

Potensi :

- Sosek masyarakat - Kehati SDAHE

Kelembagaan :

- Regulasi

- Kapasitas pengelolaan - Penegakan hukum

Co-management

TNKJ

Pemanfaatan: - Perikanan - Pariwisata

Prinsip co-management : 1. partisipasi & komitmen 2. komunikasi & koordinasi 3. appropriate sharing 4. capacity building 5. learning by doing


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Taman Nasional

2.1.1. Pengertian

Taman nasional merupakan salah satu bentuk kawasan konservasi yang menurut kategori protected area IUCN (1994) termasuk dalam kategori II. Pengertian taman nasional menurut beberapa pustaka antara lain adalah:

... areal yang cukup luas, dimana ada satu atau beberapa ekosistem tidak berubah oleh kegiatan eksploitasi atau pemilikan lahan; species flora dan fauna, kondisi geomorfologi dan kondisi habitatnya memiliki nilai ilmiah, pendidikan dan nilai rekreasi atau yang memiliki nilai lanskap alam dengan keindahan tinggi (IUCN,1994).

... kawasan pelestarian alam (KPA) yang mempunyai ekosistem asli, dan dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi (UU no. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya).

... kawasan pelestarian alam yang luas, relatif tidak terganggu, mempunyai nilai alam yang menonjol dengan kepentingan pelestarian tinggi, potensi rekreasi besar, mudah dicapai dan mempunyai manfaat yang jelas bagi wilayah tersebut (McKinnon et al, 1993).

Kawasan konservasi perairan secara eksplisit tidak dibedakan dengan kawasan konservasi darat. Pengertian kawasan konservasi laut yang digunakan DKP diadopsi dari pengertian marine protected area (IUCN,1994) yaitu:

... wilayah perairan pasang surut, termasuk kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang mencakup tumbuhan dan hewan didalamnya, serta/atau termasuk bukti peninggalan sejarah dan sosial-budaya dibawahnya, yang dilindungi secara hukum atau cara lain, baik sebagian atau seluruh lingkungan didalamnya (DKP, 2005).

... kawasan konservasi perairan yang mempunyai ekosistem asli, yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, kegiatan yang menunjang perikanan yang berkelanjutan, wisata perairan, dan rekreasi (PP no.60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan). Dalam UU no. 31 tahun 2004 tentang Perikanan, yang tercakup dalam kawasan konservasi perikanan meliputi terumbu karang, padang lamun, bakau, rawa, danau, sungai dan embung yang dianggap penting untuk dilakukan konservasi. Sampai tahun 2006, luas kawasan konservasi di Indonesia (darat dan laut) mencapai 28.166.560,30 ha, dimana taman nasional merupakan wilayah terluas (>16 juta ha). Kawasan konservasi laut (cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional dan taman wisata) tersebar di 42 lokasi dengan luas lebih dari 5,5 juta ha (Tabel 1), delapan diantaranya adalah taman nasional


(29)

dengan total luas 4.215.349 ha atau sekitar 75,36% dari total luas kawasan konservasi laut (Widada dan Kobayashi, 2006).

Tabel 1 Jumlah dan luas kawasan konservasi laut di Indonesia tahun 2006

Kawasan konservasi laut Jumlah Luas (Ha)

Inisiasi Dept Pertanian cq Dept Kehutanan:

1 Taman Nasional Laut (TNL) 8 4,218,349.00

2 Taman Wisata Alam Laut (TWAL) 18 765,500.70

3 Cagar Alam Laut (CAL) 9 274,215.45

4 Suaka Margasatwa Laut (SML) 7 339,218.25

Jumlah 42 5,597,283.40

Inisiasi DKP dan Pemerintah Daerah :

1 Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) 12 1,439,169.53

2 Calon Kawasan Konservasi Laut Daerah (CKKLD) 11 685,524.00 3 Daerah Perlindungan Laut (DPL) / Daerah Perlindungan

Mangrove (DPM)

2 2,085.90

4 Suaka Perikanan (SP) 10 453.23

Jumlah 35 2,127,232.66

Jumlah Total 77 7,724,516.06

Sumber : Widada dan Kobayashi (2006) 2.1.2. Dasar dan Tujuan Penetapan

Penetapan suatu kawasan taman nasional dilakukan pada daerah marginal yang tidak atau belum terjangkau oleh pembangunan intensif. Beberapa dasar umum yg digunakan dalam penetapan suatu kawasan sebagai taman nasional menurut MacKinnon et al (1993) adalah :

1). Karakteristik atau keunikan ekosistem;

2). Mempunyai keanekaragaman species atau species khusus yang „bernilai‟; 3). Mempunyai lanskap dengan ciri geofisik atau estetik yang „bernilai‟; 4). Mempunyai fungsi perlindungan hidrologi (tanah, air, iklim lokal); 5). Mempunyai sarana untuk rekreasi alam atau kegiatan wisata; dan

6). Mempunyai tempat peninggalan budaya yang tinggi (candi, peninggalan purbakala dan lain sebagainya).

Dalam pasal 31 PP no. 68 tahun 1998 tentang KSA dan KPA disebutkan bahwa suatu kawasan ditunjuk sebagai kawasan Taman Nasional apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut:


(30)

1). Mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami;

2). Memiliki sumber daya alam yang khas dan unik baik berupa jenis tumbuhan maupun satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh dan alami;

3). Memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh;

4). Memiliki keadaan alam yang asli dan alami untuk dikembangkan sebagai pariwisata alam; dan

5). Merupakan kawasan yang dapat dibagi ke dalam zona inti, zona pemanfaatan, zona rimba dan zona lain yang karena pertimbangan kepentingan rehabilitasi kawasan, ketergantungan penduduk sekitar kawasan, dan dalam rangka mendukung upaya pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, dapat ditetapkan sebagai zona tersendiri. Penetapan kawasan konservasi seperti diamanatkan dalam pasal 34 UU no.5 tahun 1990 tentang KSDAHE dilaksanakan oleh pemerintah, dalam hal ini Departemen Kehutanan. Namun dalam pasal 7 UU no.31 tahun 2004 tentang Perikanan disebutkan bahwa Menteri Kelautan dan Perikanan menetapkan kawasan suaka perikanan dimana dalam pasal 8 PP no.60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan (KSDI) disebutkan bahwa taman nasional perairan merupakan kawasan konservasi perairan yang kewenangan penetapannya ada pada Menteri Kelautan dan Perikanan.

Dalam pasal 9 PP no.60 tahun 2007 tentang KSDI disebutkan bahwa penetapan kawasan konservasi perairan dilakukan berdasarkan kriteria :

1). Ekologi, meliputi keanekaragaman hayati, kealamiahan, keterkaitan ekologis, keterwakilan, keunikan, produktivitas, daerah ruaya, habitat ikan langka, daerah pemijahan ikan, dan daerah pengasuhan;

2). Sosial dan budaya, meliputi tingkat dukungan masyarakat, potensi konflik kepentingan, potensi ancaman, kearifan lokal serta adat istiadat; dan 3). Ekonomi, meliputi nilai penting perikanan, potensi rekreasi dan pariwisata,

estetika, dan kemudahan mencapai kawasan.

Sasaran utama penetapan taman nasional sebagai kawasan konservasi adalah untuk melindungi ekosistem dan sumberdaya alam agar proses-proses ekologis di dalamnya dapat terus berlangsung, dan mempertahankan produksi dan jasa bagi kepentingan manusia secara berkelanjutan; sehingga kegiatan


(31)

pengelolaan yang dilakukan harus mempertimbangkan peranan ekologis dan potensi taman nasional (Hardjasoemantri, 1993 dan Agardhy, 1997).

Menurut Kelleher dan Kenchington (1992); Jones (1994); dan Salm et al (2000); tujuan penetapan kawasan konservasi laut adalah untuk melindungi habitat kritis, mempertahankan keanekaragam hayati, mengkonservasi sumberdaya ikan, melindungi garis pantai, melindungi lokasi-lokasi yang bernilai sejarah dan budaya, menyediakan lokasi rekreasi dan pariwisata alam, merekolonisasi daerah-daerah yang tereksploitasi, dan mempromosikan pembangunan kelautan berkelanjutan. Sedangkan tujuan dibentuknya kawasan taman nasional diantaranya untuk:

1). Melindungi kawasan alami dan berpemandangan indah yang penting, secara nasional atau internasional serta memiliki nilai bagi pemanfaatan ilmiah, pendidikan dan rekreasi (MacKinnon et al. 1993); dan

2). Terwujudnya kelestarian SDAH serta keseimbangan ekosistemnya dan mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia (pasal 3 UU no.5 tahun 1990 tentang KSDAHE)

2.2. Pengelolaan Kawasan Konservasi

Ada tiga perbedaan utama pengelolaan sumberdaya alam, yaitu preservationist, conservationist, dan exploiter. Menurut preservationist, sumberdaya alam sebanyak mungkin harus dilindungi dan dilestarikan tanpa ada kegiatan pembangunan, alam sebaiknya dibiarkan untuk mengatur dirinya. Sebaliknya bagi para exploiter, sumberdaya alam dimanfaatkan sebagai sumber energi dan sumber ekonomi. Sedangkan paham konservasi berada pada kedua paham tersebut di atas, dimana konservasi menghendaki pemanfaatan sumberdaya alam yang arif sesuai dengan tuntutan kelestarian tatanan ekosistem dan lingkungannya. Hal ini berarti perlu pendekatan ekologi dan ekonomi yang berimbang dalam pemanfaatan sumberdaya alam, sehingga dapat dikatakan conservationist mengembangkan advokasi pengelolaan dengan prinsip-prinsip kelestarian (Alikodra, 2000).

2.2.1. Sistem dan Tujuan Pengelolaan

Tujuan konservasi adalah untuk mewujudkan kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia (pasal 3 UU no.5 tahun 1990 tentang KSDAHE). Sedangkan tujuan pengelolaan


(32)

taman nasional menurut Alikodra (1979) dapat dikelompokkan menjadi empat aspek utama yaitu untuk konservasi, penelitian, pendidikan dan pariwisata.

Sistem taman nasional memiliki banyak keunggulan dibandingkan sistem kawasan konservasi lainnya. Pengembangan sistem pengelolaan laut perlu diarahkan untuk meningkatkan kemampuan manajemen kelautan dan perikanan nasional dengan penekanan pada empat aspek (Sularso et al, 2004), yaitu : 1). Meningkatkan kapasitas pengelolaan;

2). Meningkatkan peran para pihak terkait di setiap tataran sistem pengelolaan;

3). Mengembangkan sistem penegakan hukum yang efektif; dan

4). Mengembangkan sistem pengelolaan yang mendukung pertumbuhan dan pemerataan pembangunan ekonomi.

Dalam UU no.5 tahun 1990 tentang KSDAHE, sistem pengelolaan taman nasional dilaksanakan oleh pemerintah dan dikelola dengan sistem zonasi. Ada tiga zonasi dalam pengelolaan taman nasional, yaitu :

1). Zona inti yaitu bagian kawasan taman nasional yang mutlak dilindungi dan tidak diperbolehkan adanya perubahan apa pun oleh aktivitas manusia. 2). Zona pemanfaatan yaitu bagian dari kawasan taman nasional yang

dijadikan pusat rekreasi dan kunjungan wisata; dan

3). Zona lain diluar kedua zona tersebut karena fungsi dan kondisinya ditetapkan sebagai zona tertentu seperti zona rimba, zona pemanfaatan traditional, zona rehabilitasi, dan sebagainya.

Dalam Permenhut no.56 tahun 2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional disebutkan bahwa zonasi taman nasional adalah suatu proses pengaturan ruang dalam taman nasional menjadi zona-zona, yang mencakup kegiatan tahap persiapan, pengumpulan dan analisi data, penyusunan draft rancangan rancangan zonasi, konsultasi publik, perancangan, tata batas, dan penetapan, dengan mempertimbangkan kajian-kajian dari aspek-aspek ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Dalam pasal 3 ayat 1 Permenhut no.56 tahun 2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional disebutkan bahwa dalam zonasi taman nasional ditambahkan zona rimba atau zona perlindungan bahari untuk wilayah perairan yang karena letak, kondisi dan potensinya mampu mendukung kepentingan pelestarian pada zona inti dan zona pemanfaatan.


(33)

Adapun tujuan dari zonasi adalah untuk membatasi tipe-tipe habitat penting untuk perlindungan keanekaragaman hayati dan konservasi sumberdaya ekonomi. Untuk itu kawasan konservasi menuntut adanya proses perencanaan khusus yang terkait dengan tahapan pengelolaan dari suatu kerangka pengelolaan kawasan konservasi. Adanya zonasi diharapkan pemanfaatan sumberdaya alam dapat dikontrol secara efektif guna mencapai sasaran dan tujuan dari suatu kawasan konservasi (Salm et al, 2000).

Dalam PP no.60 tahun 2007 tentang KSDI disebutkan bahwa zonasi kawasan konservasi perairan merupakan suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumber daya dan daya dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan ekosistem. Kawasan konservasi perairan dibagi dalam empat zona (pasal 17), yaitu :

1). Zona inti diperuntukkan bagi: a). perlindungan mutlak habitat dan populasi ikan; b). penelitian; dan c). pendidikan

2). Zona perikanan berkelanjutan diperuntukkan bagi: a). perlindungan habitat dan populasi ikan; b). penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah lingkungan; c). budidaya ramah lingkungan; d). pariwisata dan rekreasi; e). penelitian dan pengembangan; dan f). pendidikan

3). Zona pemanfaatan diperuntukkan bagi: a). perlindungan habitat dan populasi ikan; b). pariwisata dan rekreasi; c). penelitian dan pengembangan; dan d). pendidikan.

4). Zona lainnya merupakan zona di luar zona inti, zona perikanan berkelanjutan, dan zona pemanfaatan yang karena fungsi dan kondisinya ditetapkan sebagai zona tertentu antara lain: zona perlindungan, zona rehabilitasi dan sebagainya.

2.2.2. Permasalahan Pengelolaan

Permasalahan pengelolaan taman nasional di Indonesia menurut hasil evaluasi Hardjasoemantri (1993) adalah sebagai berikut :

1). Landasan hukum yang mantap bagi taman nasional belum ada, khususnya bagi pemanfaatan rekreasi dan pariwisata di zona pemanfaatan intensif, serta pengembangan zona penyangga untuk kesejahteraan masyarakat di sekitarnya;


(34)

4). Inventarisasi potensi kawasan secara keseluruhan belum diketahui sehingga menghambat penetapan kebijaksanaan pola dan rencana kegiatan pengelolaan taman nasional secara terpadu;

5). Pengukuhan dan penataan batas kawasan masih banyak yang belum dilaksanakan, sehingga menjadi salah satu penyebab terjadinya perambahan kawasan dengan berbagai dampak negatifnya;

6). Sebagian besar lokasi taman nasional terisolir, jauh dari jangkauan transportasi, sehingga menyulitkan pelaksanaan pembangunannya;

7). Kemampuan personil untuk mengelola taman nasional belum mantap, selain itu juga keterbatasan prasarana dan sarana fisik serta pembiayaan yang tersedia; dan

8). Organisasi pemangkuan dan pengelolaan beberapa taman nasional belum seragam di tingkat Eselon III, bahkan masih ada yang dalam status proyek pembangunan.

Sedangkan untuk masalah pengelolaan kawasan konservasi laut dimana sumberdayanya merupakan milik umum yang bersifat open access, maka yang penting adalah bagaimana mengendalikan pengrusakan dan menjaga keberadaan sumberdaya hayati laut yang beranekaragam beserta lingkungannya melalui upaya perlindungan proses ekologi yang mendukung kehidupan dan pelestarian biota laut agar dapat dimanfaatkan secara lestari.

2.2.3. Perubahan Paradigma Pengelolaan

Desentralisasi telah membawa implikasi dalam pengelolaan sumberdaya alam dimana masyarakat setempat dapat berpartisipasi aktif dalam proses pengelolaan kawasan konservasi. Perubahan paradigma pengelolaan kawasan konservasi (Tabel 2) terjadi setelah implementasi UU no.22 tahun 1998 tentang Pemerintahan Daerah, tetapi sebenarnya proses desentralisasi telah dimulai pada awal tahun 1990-an ketika Dirjen Perlindungan dan Konservasi Alam mengadopsi konsep Integrated Conservation and Development Program (ICDP). Program ICDP didanai oleh USAID, Bank Dunia dan beberapa LSM internasional yang mengkaitkan program konservasi dengan pengembangan alternatif kegiatan ekonomi masyarakat sekitar kawasan dengan cara merangkul seluruh stakeholders dan mengakomodasi seluruh dimensi pembangunan yang menjadi tujuan bersama (Well et al, 1999). Konsep ICDP merupakan pendekatan pengelolaan secara multidisiplin yang mengaitkan pelestarian keanekaragaman


(35)

hayati di kawasan lindung dengan pembangunan sosial ekonomi masyarakat setempat (Wiratno et al, 2004). Sebelum konsep ini dijalankan, konservasi dan pembangunan dianggap sebagai dua hal yang terpisah dan bahkan saling bertentangan, atau konservasi sering dianggap sebagai musuh pembangunan.

Konsep ICDP diterima dengan baik karena menawarkan pendekatan alternatif bagi pengelolaan kawasan lindung yang layak secara politis, dan memberi kontribusi bagi pencapaian tiga sasaran utama agenda pembangunan berkelanjutan yaitu konservasi keanekaragaman hayati yang efektif, peningkatan partisipasi masyarakat lokal dalam konservasi dan pembangunan serta pengembangan ekonomi masyarakat miskin di pedesaan (Well et al, 1999 dan Wiratno et al, 2004).

Desentralisasi pengelolaan kawasan konservasi merupakan kebijakan pemerintah untuk mengefektifkan dan mendekatkan pengelolaan sumberdaya alam ke pemerintah daerah dan masyarakat. Implementasi dari UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah membuat adanya misinterpretasi atas kewenangan yang diberikan dalam pemanfaatan sumberdaya alam. Desentralisasi kewenangan kepada daerah bukan merupakan kesempatan untuk meningkatkan pendapatan daerah, namun harus dipandang sebagai pemberian hak dan kewajiban untuk dilaksanakan secara bertanggungjawab dan demi kepentingan masyarakat.

Tuntutan desentralisasi sejalan dengan praktek pengelolaan co-management, sehingga co-management dan desentralisasi dapat berjalan seiring karena mempunyai tujuan yang sama, yaitu penguatan peran serta masyarakat dan pendistribusian kekuasaan dalam pengelolaan sumberdaya yang lebih adil. Walaupun demikian, kebijakan desentralisasi masih belum dapat menjamin adanya pembagian kekuasaan dan wewenang yang nyata dalam pengelolaan sumberdaya alam


(36)

Tabel 2 Pergeseran paradigma pengelolaan kawasan konservasi

Topik Paradigma lama Paradigma baru

Tujuan - Hanya untuk tujuan konservasi

semata

- Dibangun utamanya untuk perlindungan hidupan liar yang istimewa,

- Dikelola khusus untuk pengunjung wisatawan - Nilai utamanya : wild life - about protection

- Mencakup tujuan sosial dan ekonomi

- Dikembangkan juga untuk alasan ilmiah, ekonomi dan budaya - Dikelola bersama masyarakat

setempat

- Mencakup juga nilai budaya dan wild life yang dilindungi

- Also about restoration, rehabilitation & socio-economic purposes

Pengelolaan - Oleh pemerintah pusat - Melibatkan para pihak yang

berkepentingan Masyarakat

setempat

- Perencanaan dan pengelolaan “memusuhi” masyarakat setempat

- Pengelolaan tanpa

mempedulikan opini pendapat masyarakat

- Dikelola bersama, untuk dan dikelola oleh masyarakat setempat

- Dikelola dengan mengakomodasi kepentingan masyarakat setempat

Cakupan pengelolaan

- Dikembangkan secara terpisah - Dikelola seperti pulau biologi

- Direncanakan dan dikembangkan sebagai bagian dari sistem nasional, regional dan internasional

- Dikembangkan dalam bentuk „jaringan‟ (Protected Area Network) → koridor jalur hijau

Persepsi - Dipandang utamanya sebagai

aset nasional (milik pemerintah)

- Dipandang hanya untuk

kepentingan nasional

- Dipandang sebagai aset publik (milik masyarakat)

- Dipandang juga sebagai

kepentingan internasional Teknik

Pengelolaan

- Pengelolaan kawasan

konservasi sebagai respon jangka pendek

- Orientasi pengelolaan hanya difokuskan pada orientasi teknis

- Pengelolaan diadaptasi menurut perspektif jangka panjang - Orientasi pengelolaan juga

mempertimbangkan aspek politik

Pendanaan - Dibayarkan hanya dari pajak

(taxpayer) → pemerintah

- Dibiayai dari berbagai sumber keuangan yang memungkinkan (pemerintah, swasta, masyarakat) nasional - internasionalt)

Kemampuan manajemen

- Dikelola oleh ilmuwan dan para ahli sumberdaya Pemimpin “ahli”

- Dikelola oleh multi-skilled individual - Dikembangkan dari kearifan lokal

(local knowledge)


(37)

2.3. Kebijakan dan Kelembagaan

Kebijakan (policy) dan kelembagaan (institutional) merupakan dua sisi mata uang yang sulit dipisahkan. Kebijakan yang bagus tanpa dilandasi kelembagaan yang bagus atau sebaliknya akan sulit mencapai hasil maksimal. Dari pengalaman menunjukkan bahwa kegagalan pembangunan seringkali terjadi karena tata kelola pemerintahan (good governance) yang buruk dimana pemerintah gagal membuat dan mengimplementasikan kebijakan yang benar serta mengabaikan pembangunan kelembagaan yang seharusnya menjadi dasar dari seluruh proses pembangunan. Pada dasarnya hampir semua kegagalan pembangunan bersumber dari dua persoalan fundamental yaitu kegagalan kebijakan dan kegagalan kelembagaan (Djogo et al, 2003). Kinerja pengelolaan taman nasional ditentukan oleh kebijakan yang berbentuk peraturan perundangan dan organisasi pengelola atau lembaganya.

2.3.1. Pengertian kebijakan

Kebijakan adalah intervensi, cara dan pendekatan pemerintah untuk mencari solusi masalah pembangunan atau untuk mencapai tujuan pembangunan dengan mengeluarkan keputusan, strategi, perencanaan maupun implementasinya di lapangan dengan menggunakan instrumen tertentu (Djogo et al, 2003). Kebijakan juga merupakan upaya pemerintah untuk memperkenalkan model pembangunan baru atau upaya untuk mengatasi kegagalan dalam proses pembangunan Selama ini pemerintah lebih menekankan pada pembangunan ekonomi dengan mengutamakan pembangunan infrastruktur fisik daripada infrastruktur kelembagaan. Selain itu kebijakan pemerintah selalu berubah dan sulit dilaksanakan secara utuh, sehingga perlu perhatian serius, karena institusi atau kelembagaan adalah pusat dari teori kebijakan dan dianggap sebagai unsur untuk pembuatan dan pembentuk kebijakan. Pada umumnya kebijakan ditetapkan dalam bentuk aturan dan ketetapan yang merupakan unsur-unsur utama dalam kelembagaan.

2.3.2. Pengertian Kelembagaan

Kelembagaan merupakan sistem organisasi dan kontrol masyarakat terhadap penggunaan sumberdaya. Ada dua jenis pengertian kelembagaan yaitu kelembagaan sebagai aturan main dan kelembagaan sebagai organisasi. Aturan main tersebut terdiri dari aturan formal dan aturan informal beserta aturan penegakan (enforcement) yang menfasilitasi atau membentuk perilaku individu atau organisasi di


(38)

masyarakat. Organisasi merupakan wujud konkrit kelembagaan yang membungkus aturan main tersebut. Beberapa pengertian kelembagaan antara lain adalah :

... suatu tatanan dan pola hubungan antara anggota masyarakat atau organisasi yang saling mengikat yang dapat menentukan bentuk hubungan antar manusia atau antara organisasi yang diwadahi dalam suatu organisasi atau jaringan dan ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan pengikat berupa norma, kode etik aturan formal maupun informal untuk pengendalian prilaku sosial serta insentif untuk bekerjasama dan mencapai tujuan bersama (Djogo et al, 2003)

... organisasi dan/atau antar aktor pembangunan, bisnis dan politik yang saling mengikat yang diwadahi dalam sebuah organisasi atau jaringan (Kartodihardjo dan Jhamtani, 2006)

Dari berbagai pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa kelembagaan adalah aturan main (rules of the game) untuk mengatur hubungan antar individu atau kelompok individu yang diwadahi dalam suatu organisasi dalam mengimplementasikan aturan-aturan tersebut untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Agar kelembagaan dapat melaksanakan fungsinya maka diperlukan adanya enforcement dalam bentuk sanksi atau insentif yang memberikan gairah kepada partisipan dalam berperilaku sesuai dengan harapan.

2.3.2.1. Ciri Kelembagaan

Menurut Shaffer dan Schmid dalam Pakpahan (1990) ada tiga komponen utama yang mencirikan suatu kelembagaan yaitu : (1) batas yurisdiksi; (2) property right; dan (3) aturan representasi. Batas yurisdiksi menentukan siapa dan apa yang tercakup dalam organisasi. Konsep ini dapat berarti batas wilayah kekuasaan atau batas otoritas yang dimiliki oleh suatu lembaga. Misalnya dalam istilah pemerintah pusat atau pemerintah daerah terkandung makna bagaimana batas yurisdiksi berperan dalam mengatur alokasi sumberdaya.

Property right (hak pemilikan) merupakan aturan (hukum, adat atau tradisi) yang menentukan hubungan antar anggota masyarakat dalam menyatakan kepentingannya terhadap sumberdaya, situasi atau kondisi yang juga merupakan kekuatan akses dan kontrol terhadap sumberdaya. Pada hakikatnya, terdapat empat jenis hak pemilikan atas sumberdaya alam yang sangat berbeda satu dengan lainnya, yaitu (Arifin, 2005 ) :

1). Milik negara (state property), yaitu kepemilikan sumberdaya alam yang berada dibawah kewenangan pemerintah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pada pasal 4 UU no.4 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia


(39)

dinyatakan bahwa seluruh sumber kekayaan alam di perairan Indonesia di bawah kedaulatan Negara Republik Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa pemerintah memiliki dan bertanggung jawab mengawasi pemanfaatan sumberdaya perairan. Para individu mempunyai kewajiban mematuhi aturan yang telah ditetapkan oleh negara, atau pemerintah yang berkuasa, atau departemen yang mengurusi sumberdaya alam. Demikian pula departemen yang bersangkutan mempunyai hak untuk memutuskan aturan main penggunaannya. Contoh sumberdaya alam milik negara adalah tanah, hutan, mineral, air dan lain-lain yang konon dikuasai negara untuk hajat hidup orang banyak;

2). Milik pribadi (private property), yaitu sumberdaya yang dimiliki secara perorangan atau sekelompok orang secara syah yang ditunjukkan dengan bukti-bukti kepemilikan yang jelas. Para individu pemilik mempunyai hak untuk memanfaatkan sumberdaya alam sesuai aturan dan norma yang berlaku (socially acceptable uses) dan mempunyai kewajiban untuk menghindari pemanfaatan sumberdaya alam yang eksesif dan tidak dapat dibenarkan menurut kaidah norma yang berlaku (socially unacceptable uses). Lahan pertanian yang dimiliki perorangan termasuk di sini;

3). Milik umum atau milik bersama (common property), merupakan milik sekelompok masyarakat tertentu yang telah melembaga, dengan ikatan norma atau hukum adat yang mengatur pemanfaatan sumberdaya. Kelompok masyarakat yang berhubungan dengan sumberdaya alam milik bersama itu mempunyai hak untuk tidak mengikutsertakan individu lain yang bukan berasal dari kelompok yang bersangkutan dan individu yang dimaksud mempunyai kewajiban mematuhi statusnya sebagai orang luar. Sementara setiap anggota kelompok mempunyai hak dan kewajiban untuk memelihara kelestariannya sesuai dengan aturan yang disepakati bersama. Misalnya hutan adat atau sumberdaya wilayah pesisir, dimana penduduk yang terikat dalam kelompok sosial dapat memanfaatkan dan mengelola bersama berdasarkan norma hidup dan budaya yang berlaku; dan

4). Tak bertuan (open access), dimana sumberdaya milik semua orang. Dalam hal ini tidak ada unsur kepemilikan pada sumberdaya alam sehingga setiap orang dari manapun bisa memanfaatkannya. Artinya, masing-masing individu hanya memiliki privilege, siapa cepat dia dapat, tapi bukan hak.


(40)

Contohnya adalah sumberdaya di perairan laut lepas atau diluar batas laut territorial.

Aturan representasi merupakan perangkat aturan yang menentukan mekanisme pengambilan keputusan organisasi, mengatur siapa yang berhak berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Keputusan yang diambil dan apa akibatnya terhadap performance akan ditentukan oleh kaidah representasi yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Pengaturan dari batas yurisdiksi, property right dan aturan representasi merupakan suatu bentuk perubahan kelembagaan yang berimplikasi pada kemampuan organisasi dalam menjalankan enforcement untuk mengatasi permasalahan free rider atau komitmen sehingga menghasilkan kinerja yang diharapkan.

Berkaitan dengan pengelolaan taman nasional, ketiga ciri kelembagaan tersebut diatur oleh undang-undang. Penentuan batas yurisdiksi taman nasional diatur dalam UU no.5 tahun 1990 tentang KSDAHE, UU no.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang secara teknis dijabarkan kedalam PP no.68 tahun 1998 tentang KSA dan KPA. Dalam peraturan perundangan tersebut, tata batas taman nasional harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pemerintah pusat, daerah dan masyarakat. Hak kepemilikan taman nasional, menurut Undang-undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat 3 dan UU no. 5 tahun 1967 tentang Ketentuan ketentuan Pokok Kehutanan adalah tanah milik Negara atau state property. Karenanya pengelolaan taman nasional dilaksanakan oleh pemerintah, dalam hal ini Departemen Kehutanan (pasal 34 UU no.5 tahun 1990 tentang KSDAHE).

2.4. Partisipasi Masyarakat 2.4.1. Pengertian dan Tujuan

Partisipasi masyarakat adalah proses keterlibatan masyarakat melalui komunikasi dua arah yang terus-menerus untuk meningkatkan pemahaman masyarakat secara penuh atas proses pengelolaan kawasan konservasi (Carter, 1977 dalam Sembiring dan Husbani, 1999). Partisipasi masyarakat sebagai obyek dan subyek dalam kegiatan pengelolaan pemanfaatan kawasan konservasi masih sangat terbatas.

Dalam pasal 7 ayat (1) UU no.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan bahwa masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup


(1)

jawab Sumber Jumlah hasil Tahun 2004

Pengembangan pariwisata

Diparta APBD I Data &

informasi Penyusunan detail

engineering hotel Melati milik Pemda Jateng di Karimunjawa

Diparta Prov APBD 50.000.000 Tersedianya detail engineering hotel Melati Bantuan modal

nelayan/petani ikan

Dinas

Perikanan Prop

BD Rumput laut

Model pengembangan ekowisata berbasis masyarakat di kawasan pulau-pulau kecil

Dinas

Perikanan Prop

APBN 47.000.000

Identifikasi dan pembuatan profil pulau

APBN 47.000.000 Pengadaan saprodi

budidaya laut

Dinas

Perikanan Prop

APBD 1 paket

Penelitian biota laut Bid. Ekotek Balitbang

APBD Data &

informasi Pengadaan

perlengkapan guest house

Diparta kab APBD Kab

25.000.000

Operasional pemeliharaan kapal kaca

Diparta kab APBD Kab

10.000.000

Pemeliharaan guest house

Diparta kab APBD Kab

15.000.000 Pengadaan sarpras

keselamatan laut

Diparta kab APBD Kab

20.000.000 life jacket Studi pengembangan

pembangunan kec. Karimunjawa

Bappeda Kab APBD Kab

51.000.000

Pelatihan pengolahan hasil pertanian serta bantuan modal bergulir

Disperindagkop Kab

APBD Kab

75.000.000 mete, ketela, pisang dan kacang

Tahun 2005

Penyusunan zonasi BTNK APBN Kesepakatan Lokakarya

Pengembangan Sarpras wisata

Balitbang APBD Penelitian biota laut Bid. Ekotek

Balitbang

APBD Data &

informasi Pelatihan SDM

pengelola homestay dan pemandu wisata

Diparta Jateng APBD 50.000.000 20 pemandu wisata 20 pengelola homestay

Kerjasama SMK 6 Smg, ASITA Jateng, HPI Jateng & POSSI Jateng


(2)

jawab Sumber Jumlah Pembekalan substansi

pariwisata pada masyarakat

Diparta Jateng APBD 27.500.000 40 orang tdd Forum pengembangan Pariwisata, pengelola homestay, pengelola jasa wisata, penjual souvenir, pengelola jasa transport

Bekerjasama dengan Forum pengembang an Pariwisata Karimunjawa

Perkuatan dan pengembangan hotel Melati milik Prov Jateng

Diparta Prov Jateng

APBD 750.000.000 Rehabilitasi fasilitas dan perluasan hotel Pengelolaan hotel Melati

di Karimunjawa

Diparta Prov Jateng

APBD 102.000.000 Pengembangan klaster

dengan pendampingan Centrum International Migration (CIM) Jerman

Diparta Prov

Jateng APBD 80.000.000

Perkuatan keterlibatan masyarakat dan LSM melalui forum komunikasi

Diparta Prov

Jateng APBD

Pembentukan forum rembug masyarakat pariwisata Peningkatan Ekonomi

Masyarakat Pesisir

Dinas Perikanan Kab/prop

APBN 3,520,000,000 LKM & Koperasi

Kajian kerusakan habitat vital sebagai upaya pelestarian plasma nuftah

Dinas

Perikanan Prop

APBN 90.000000 Database SDL Kesadaran masyarakat Reef check dan bersih

pantai

APBN 230.000.000 Pelatihan penggunaan

alat tangkap ramah lingkungan

Dinas Perikanan Kab/prop

APBD 15.000.000

Pembuatan instalasi air bersih BBIL

Dinas

Perikanan prop

APBD 341.000.000 Pembangunan bak

plankton BBIL

Dinas

Perikanan prop

APBD 32.000.000 Pengadaan genset dan

pompa air BBIL

Dinas

Perikanan prop

APBD 66.000.000 Peningkatan dan

pengembangan sarana dan prasarana

perbenihan ikan di BBIL

Dinas

Perikanan prop

APBD 510.000.000 Tersedia benih 2 th yad 21 orang pembudidaya Kerapu Pendapatan 849.944/kap/th


(3)

jawab Sumber Jumlah Pembangunan

pengembangan dan Rehabilitasi sarana prasarana Budidaya Air Laut

Dinas

Perikanan prop

350.000.000 30 pembudidaya rumput laut dan Kerapu 4000 kg Aplikasi model alat

tangkap ikan karang ramah lingkungan di perairan karang

Dinas Perikanan Kab/prop

APBN

Pemanfaatan potensi sumberdaya non ekonomis secara terpadu dalam rangka peningkatan pendapatan masyarakat nelayan

Dinas Perikanan Kab/prop

APBN Pengolah ikan

Peningkatan ketrampilan nelayan

Dinas

Perikanan Prop

APBD 16.000.000 30 orang Bantuan modal petani

ikan

Dinas

Perikanan Prop

Pendampingan pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

Dislutkan Kab 125.000.000

PEM pesisir A.PBN 970.000.000

Jambore saka pandu wisata

Diparta Kab APBD 20.000.000 Pembinaan dan

pelatihan bahasa Inggris terhadap pelaku wisata/ karang taruna

Diparta Kab APBD 20.000.000

Pembuatan leaflet, buku sejarah, legenda, neon box dan CD ODTW

Diparta Kab APBD 50.000.000

Pembuatan baliho dan petunjuk arah ke obyek wisata Karimunjawa

Diparta Kab APBD 90.000.000

Pemeliharaan dan perbaikan guest house wisma wisata

Diparta Kab APBD 25.000.000

Pemeliharaan dan operasional perahu kaca/speed boat

Diparta Kab APBD 10.000.000

Pembinaan dan pemasaran atraksi kesenian lokal

Diparta Kab APBD 50.000.000

Pengadaan kapal kaca Diparta Kab APBD 195.000.000 Peningjatan SDM pelaku

wisata

Diparta Kab APBD 40.000.000 Studi lanjut pengelolaan

pengembangan kep. Karimunjawa


(4)

jawab Sumber Jumlah Pembelian tanah di

Karimunjawa

Setda Kab APBD Kab

160.000.000 Peningkatan jalan ke

makam Sunan Nyamplungan

DPU Kab APBD

Kab

100.000.000

Pembangunan kios souvenir hasil kerajinan industri masyarakat

Disperindagkop Kab

APBD Kab

200.000.000

Pelatihan teknis dan bantuan peralatan pengembangan teknologi tepat guna

Disperindagkop Kab

APBD Kab

50.000.000 industri

batako dan genteng Tahun 2006

Studi pengelolaan dan recovery ekosistem pesisir pulau-pulau kecil

Diskanlut Kab.

Jepara APBN 100.000.000 Propekan budidaya

Kerapu dan Udang Varnamae

Diskanlut Kab.

Jepara APBN Pembuatan TIC Diparta

Sail Indonesia Diparta Pengadaan media

promosi dan informasi kepariwisataan

Diparta Prov

jateng APBD 4000 leaflet

Penguatan keterlibatan masyarakat & LSM melalui forum komunikasi

Diparta Prov

jateng APBD

Revitalisasi perahu rakyat menjadi terminal diving terapung dan tambatan perahu

Diparta Prov

jateng APBD

Pengembangan potensi keunikan lokal, budaya masyarakat dan alam menjadi atraksi wisata

Diparta Prov

jateng APBD

Revitalisasi rumah adat

bugis di Karimunjawa Diparta Prov jateng APBD Peningkatan kinerja

manajemen usaha sarana wiasata mikro dan menengah

Diparta Prov

jateng APBD

Pembekalan teknis pengembangan potensi sumberdaya masyarakat sebagai bagian dari ODTW

Diparta Prov

jateng APBD

Pelatihan bahasa Inggris bagi pelaku usaha jasa dan sarana wisata

Diparta Prov jateng

APBD


(5)

jawab Sumber Jumlah Penyediaan sarana

transportasi wisata laut Diparta Prov jateng Penelitian ekowisata

berbasis konservasi dan adaptasi lingkungan

Balitbang Penelitian &

pengembangan sarana pendukung obyek wisata

Balitang APBD Pengawasan eksploitasi

sumberdaya kelautan

Dislutkan Kab. Jepara

APBD

Kab 41.500.000 Pemeliharaan sarana

pariwisata Karimunjawa

Diparta Kab.

Jepara APBD 10.000.000 Pendampingan

pengelolaan lingkungan berbasis pemberdayaan masyarakat (PEMP)

Dislutkan Kab.

Jepara APBD 50.000.000 Pemeliharaan dan

perbaikan fasilitas guest house wisma wisata

Diparta APBD 37.500.000 Pengadaan fasiltas alat

selam dan snorkelling Diparta APBD 100.000.000 Peningkatan promosi

wisata mellui media elektronik, leaflet dan pameran

Diparta APBD 57.000.000 Pengiriman duta seni

budaya lokal dalam propinsi

Diparta APBD 50.000.000 Bantuan dan perubahan

atraksi kesenian lokal Diparta APBD 30.000.000 Event sail Indonesia

2006 Diparta APBD 135.686.000

Perubahan dan pelatihan saka pandu wisata

Diparta APBD 50.000.000 Pembinaan dan

pelatihan kelompok paguyuban masyarakt

Diparta APBD 20.000.000

homestay, kapal wisata dan pengrajin souvenir Pembelian tanah di

Karimunjawa untuk obyek wisata

Setda Kab APBD 186.000.000 Pembangunan darmaga

pulau Genting Dishub 200.000.000

Operasional kapal cepat

Kartini I Dishub 400.000.000


(6)

Kelompok Pengguna lain

Pengaruh dari faktor A terhadap faktor B

Persama an persepsi

& Visi

Kepemim pinan

Partisipasi & komitmen

Komunikasi & Negosiasi

Koordina si

Regulasi & aturan main

Pembentuk an Forum Organisasi

Pendanaa n

Persamaan persepsi & Visi 3 3 2 1 1 1 1

Kepemimpinan 3 2 2 2 2 1 2

Partisipasi & komitmen 1 1 3 2 2 2 2

Komunikasi & Negosiasi 2 2 3 2 2 2 2

Koordinasi 2 3 2 2 3 3 2

Regulasi & aturan main 2 3 3 2 2 3 2

Pembentukan Forum Organisasi 2 3 1 1 3 2 1

Pendanaan 1 2 2 1 0 1 3

Kelompok Masyarakat

Pengaruh dari faktor A terhadap faktor B

Persama an persepsi

& Visi

Kepemim pinan

Partisipasi & komitmen

Komunikasi & Negosiasi

Koordina si

Regulasi & aturan main

Pembentuk an Forum Organisasi

Pendanaa n

Persamaan persepsi & Visi 3 3 2 2 2 1 1

Kepemimpinan 2 2 0 2 1 1 2

Partisipasi & komitmen 2 1 3 2 2 2 2

Komunikasi & Negosiasi 3 2 3 2 2 2 2

Koordinasi 1 3 2 2 3 3 3

Regulasi & aturan main 1 2 3 3 2 3 2

Pembentukan Forum Organisasi 2 3 2 1 1 2 1

Pendanaan 0 0 1 1 1 1 1

Kelompok Pemerintah

Pengaruh dari faktor A terhadap faktor B

Persama an persepsi

& Visi

Kepemim pinan

Partisipasi & komitmen

Komunikasi & Negosiasi

Koordina si

Regulasi & aturan main

Pembentuk an Forum Organisasi

Pendanaa n

Persamaan persepsi & Visi 2 3 2 1 1 2 1

Kepemimpinan 0 2 2 2 3 3 3

Partisipasi & komitmen 1 1 3 2 2 2 2

Komunikasi & Negosiasi 3 3 3 2 2 1 2

Koordinasi 3 1 2 2 3 2 3

Regulasi & aturan main 1 2 3 3 2 3 3

Pembentukan Forum Organisasi 0 3 1 3 2 2 3

Pendanaan 1 0 1 1 3 3 3

Pengaruh dari faktor A terhadap faktor B

Persama an persepsi

& Visi

Kepemim pinan

Partisipasi & komitmen

Komunikasi & Negosiasi

Koordina si

Regulasi & aturan main

Pembentuk an Forum Organisasi

Pendanaa n

Persamaan persepsi & Visi 3 3 2 1 1 1 1

Kepemimpinan 0 2 0 2 1 1 2

Partisipasi & komitmen 1 1 3 2 2 2 2

Komunikasi & Negosiasi 3 2 3 2 2 2 2

Koordinasi 1 3 2 2 3 2 3

Regulasi & aturan main 1 2 3 3 2 3 2

Pembentukan Forum Organisasi 0 3 1 1 1 2 1

Pendanaan 1 0 1 1 0 1 3