Zonasi Taman Nasional Laut Karimunjawa

BAB V ZONASI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA DAN

NELAYAN KOMPRESSOR

5.1 Zonasi Taman Nasional Laut Karimunjawa

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan no. 185Kpts-II1997 tanggal 31 Maret 1997 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional dan Unit Taman Nasional, maka sejak tanggal 23 Januari 1998 Karimunjawa secara definitif dikelola oleh organisasi pengelola yang mandiri dengan status sebagai UPT Dirjen PHKA dengan nama Balai Taman Nasional Karimunjawa BTNKJ. Purwanti et al. 2008 mengatakan bahwa BTNKJ sebagai pemegang otoritas pengelolaan mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan ekosistem kawasan TNKJ secara optimal, yaitu menyusun rencana, program dan evaluasi pengelolaan taman nasional; mengelola taman nasional; melakukan pengawetan dan pemanfaatan secara lestari taman nasional; perlindungan, pengamanan dan penanggulangan kebakaran taman nasional; promosi dan informasi, bina wisata dan cinta alam, penyuluhan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya; kerjasama pengelolaan tama nasional; dan melaksanakan urusan tata usaha dan rumah tangga. Taman Nasional Karimunjawa sejak tahun 1999 telah memiliki 4 zona yaitu zona inti, zona perlindungan, zona pemanfaatan dan zona penyangga. Namun demikian, pada tahun 2004 zonasi yang ada dinilai sudah tidak sesuai dengan kondisi riil di lapangan, disebabkan adanya beberapa permasalahan 9 , antara lain: 1. Zonasi tersebut belum mengakomodir berbagai kepentingan pengelolaan terutama dari aspek ekologi, sosial ekonomi serta budaya termasuk kearifan lokal 2. Banyak terjadi tumpang tindih kebijakan berbagai pihak, baik di tingkat propinsi maupun kabupaten. Sebagai akibatnya, banyak terjadi pelanggaran memasuki zona dan pelanggaran hukum lainnya, yaitu penangkapan ikan dengan bahan dan atau alat 9 Laporan evaluasi Balai Taman Nasional Karimunjawa Tahun 2009 tangkap yang merusak lingkungan 26,32, pengambilan biota yang dilindungi 36,84, pencurian kayu mangrove 31,58 Purwanti et a., 2008. Lebih lanjut lagi, Purwanti et al 2008 juga mengatakan bahwa banyaknya pelanggaran tersebut terjadi karena sosialisasi tentang pelanggaran-pelanggaran hukum di bidang pengelolaan sumberdaya alam dan wilayah pesisir yang diancam sanksi hukum belum ada. Selain itu pendidikan sebagian besar penduduk 87,99 hanya sampai tingkat dasar sehingga pemahaman terhadap hukum kurang dan juga didorong oleh kebutuhan hidup karena hasil penangkapan semakin kecil sedangkan biaya operasi penangkapan makin besar. Adanya permasalahan-permasalahan tersebut menyebabkan dilakukannya perubahan zonasi pada Tahun 2005 melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal PHKA Nomor: 79IVSet-32005 tanggal 30 Juni 2005. Zonasi tersebut diharapkan dapat mengakomodir kepentingan masyarakat untuk memanfaatkan sumberdaya alam serta kepentingan pelestarian oleh Balai Taman Nasional Karimunjawa. Proses perbaikan Zonasi Taman Nasional Karimunjawa dilaksanakan melalui berbagai tahapan. Tahap pertama adalah dengan mengumpulkan informasi serta mencari masukan dari berbagai pihak yang mempunyai kepentingan terhadap pengelolaan kawasan Taman Nasional Karimunjawa. Tahap berikutnya adalah dengan mengadakan lokakarya sebagai berikut: 1. Lokakarya Kabupaten Jepara I a. Lokakarya ini dilaksanakan pada tanggal 24 Juni 2004. Lokakarya ini menghasilkan 2 rekomendasi yang berkaitan dengan Balai Taman Nasional Karimunjawa BTNKJ yaitu: b. BTNKJ segera menyelesaikan penyusunan rencana pengelolaan TN Karimunjawa, serta rencana teknis terkait antara lain rencana pengembangan zonasi dan pariwisata alam laut secara terpadu melalui forum koordinasi yang efektif dengan memperhatikan aspek ekologi, ekonomi dan sosial. c. Khusus untuk penyusunan rencana pengembangan zonasi yang merupakan inti dari pengelolaan Taman Nasional, data dan informasi yang berkaitan dengan kondisi potensi dan sosek perlu di cermati dengan menganalisa data tersebut. Data dan informasi tersebut bersumber dari pihak-pihak yang telah melakukan penelitian di Karimunjawa. Pembahasan dilakukan secara bertahap lokal, kabupaten, propinsi dan konsisten dengan partisipasi pihak-pihak terkait. 2. Lokakarya Desa Lokakarya dilaksanakan pada tanggal 8 – 10 Januari 2004 yang bertujuan untuk menggali pemikiran masyarakat mengenai Zonasi Taman Nasional Karimunjawa. Lokakarya desa dihadiri oleh perwakilan dari masing- masing desa dan menghasilkan beberapa usulan masyarakat mengenai zonasi. Berdasarkan laporan Penataan Zonasi Taman Nasional 2004, masukan masyarakat tentang lokasi masing-masing zona sebagai berikut: a. Zona Inti : Taka Menyawakan. Kriteria yang harus dimiliki untuk zona inti adalah tidak harus berbentuk pulau, sebagai pensuplai ikan bagi daerah sekitar, tidak ada kepemilikan, merupakan daerah pemijahan ikan, dan memiliki satwa langka. Taka Menyawakan diusulkan menjadi zona inti karena lokasi ini menjadi tempat pemijahan ikan, dan secara geografis mewakili tiga Desa, sehingga diharapkan bisa mensuplai ikan ke perairan tiga Desa. b. Zona Perlindungan: Hutan Mangrove Kemujan, Hutan Karimun, P. Batu, Taka Laijo, Gosong Cemara, Taka Mrican. Kriteria zona perlindungan antara lain daerah jauh dari pemukiman minimal 1,5 mil, cukup tersedia makanan bagi ikan, adanya kesepakatan masyarakat, memiliki ekosistem yang masih utuh, tidak ada pencemaran lingkungan, memiliki syarat budidaya, pemanfaatan terbataswisata terbatas. Alasan diusulkannya lokasi-lokasi tersebut antara laen karena memiliki mangrove, sebagai tempat berkembangbiak udang dan daerah wisata, tempat tinggal dan berkembangbiak satwa langka, adanya wisata religi dan wisata alami c. sebelah timur Kemujan dan Barat Kemujan, Wilayah Barat Tanjung Gelam hingga Nyamplungan Zona Pemanfaatan: Taka Besi, Perairan P. Sintok, P. Bengkoang, Tanjung Seloka, Legon Kemujan. Kriteria zona pemanfaatan adalah Wilayah yang kaya potensi sumberdaya alam, Sering dimanfaatkan oleh masyarakat, Cara dan alat tangkap ramah lingkungan, dan Tidak mengganggu ekosistem. d. Zona Penyangga: P. Genting, P. Cendikian, P. Seruni, P. Sambangan, P. Nyamuk, P. Kumbang, P. Parang Selain Daerah Selatan P. Parang, Kemujan Wilayah Mrican – sepanjang pantai Mrican, Tlogo, Batu Lawang, Pantai 3. Lokakarya Kabupaten Jepara II Lokakarya ini dilaksanakan pada tanggal 20 - 21 Januari 2004 untuk menindaklanjuti hasil dari lokakarya Jepara I dan Lokakarya desa. Kegiatan ini bertujuan untuk menampung aspirasi semua pihak yang terkait dalam rangka penyusunan naskah zonasi. Hasil dari lokakarya ini adalah 1 Rumusan rancangan naskah zonasi, 2 Membentuk tim teknis yang bertugas menyusun naskah Zonasi Taman Nasional Karimunjawa dan melakukan konsultasi publik. Tim teknis ini bertugas melakukan pembahasan draft zonasi dan sosialisasi dalam rangka mencari masukan dari semua pihak yang terkait. 4. Lokakarya Kabupaten Jepara III Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 12 Oktober 2004 yang bertujuan untuk membahas dan menyetujui draft terakhir kajian Zonasi Taman Nasional Karimunjawa. Hasil dari pertemuan ini menetapkan Taman Nasional Karimunjawa seluas 111.625 terbagi menjadi tujuh zonasi, yaitu lihat lampiran 1 : 1. Zona Inti seluas 444,629 hektar meliputi sebagian perairan P. Kumbang, perairan Taka Menyawakan, perairan Taka Malang dan Perairan Tanjung Bomang. 2. Zona Perlindungan seluas 2.587,711 hektar meliputi hutan tropis dataran rendah dan hutan mangrove, serta wilayah perairan P. Geleang, P. Burung, Tanjung Gelam, P.Sitok, P. Cemara Kecil, P.Katang, Gosong Selikur, Gosong tengah. 3. Zona Pemanfaatan Pariwisata seluas 1.226,525 hektar meliputi perairan P. Menjangan Besar, P. Menjangan kecil, P. Menyamakan, P. Kembar, sebelah timur P. Kumbang, P.Tengah, P. Bengkoang, Indonor dan Karang Kapal. 4. Zona Pemukiman seluas 2.571,546 hektar melalui P. Karimunjawa, P. Kemujan, P. Parang dan P. Nyamuk. 5. Zona Rehabilitasi seluas 122,514 hektar meliputi perairan sebelah Timur P. Parang, sebelah Timur P. Nyamuk, sebelah Barat P. Kemujan dan sebelah Barat P. Karimunjawa. 6. Zona Budidaya seluas 788,213 hektar meliputi perairan P. Karimunjawa, P.Kemujan, P. Menjangan Besar, P. Parang dan P. Nyamuk. 7. Zona Pemanfaatan Perikanan Tradisional seluas 103.883,862 hektar meliputi seluruh perairan di luar zona yang telah ditetapkan yang berada di dalam kawasan TN Karimunjawa. Selain menyangkut batas zonasi, masyarakat juga mengusulkan beberapa hal lain sebagai berikut, seperti yang tertuang dalam Laporan Penataan Zonasi Taman Nasional Karimunjawa 2004 : • Diperlukan alternatif mata pencaharian bagi nelayan pada musim paceklik, dengan memanfaatkan potensi yang terdapat di darat. • Diperlukan peningkatan kapasitas lembaga lokal dalam upaya penyadaran masyarakat. Ditujukan untuk meningkatkan peran aktif masyarakat dalam upaya pengelolaan Kawasan Taman Nasional Karimunjawa. • Masyarakat ingin ikut dilibatkan dalam pengelolaan Taman Nasional, kerjasama dengan pihak-pihak terkait dan penegakan hukum. Dari ketiga butir tersebut, terlihat bahwa masyarakat Karimunjawa memiliki keinginan untuk terlibat aktif dalam aktivitas-aktivitas perlindungan dan penegakan hukum tentang pemanfaatan sumberdaya alam. Hal ini menandakan bahwa masyarakat memiliki kepedulian yang tinggi dalam menjaga dan melestarikan kawasan Taman Nasional Karimunjawa. Meski demikian, sebagian masyarakat belum merasakan manfaat setelah adanya zonasi tersebut, seperti yang diungkap oleh seorang tokoh masyarakat, JN 46: Sampai sekarang masih ada konflik tentang tapal batas. Mestinya kalau ada pembaharuan zonasi, yang salah diperbaiki biar ga terjadi masalah. Tapi sampai sekarang tidak. Kepentingannya gini, dia BTNKJ ada proyek, maka harus menambah zona inti. Katakanlah zona inti sebagai lumbung dari pada ikan yang ada, tapi kenapa ko tidak berdampak langsung.. katanya nelayan akan mudah mendapat ikan, tapi kenyataannya apa?lho katanya zona inti mau ditambah lagi..kalau mau ditambah, yang lama saja tidak dirasakan manfaatnya apalagi kalau ditambah? Sebagian masyarakat merasa kepentingannya tidak diwakili dalam proses penentuan zonasi. Hal ini terjadi karena banyaknya stakekolders yang terlibat, sehingga usulan dari masyarakat masih harus dipertemukan dengan usulan dari pihak Pemerintahan Desa dan Kecamatan, LSM, Staff Ahli yang ditunjuk, BTNKJ, dan Pemerintah Kabupaten. Perasaan ketidakterwakilan tersebut juga terjadi karena orang-orang yang mewakili masyarakat disinyalir merupakan orang-orang yang “dekat” dengan BTNKJ, seperti petikan wawancara dengan salah satu pejabat kecamatan, MK 46 tahun, Memang ada perwakilan masyarakat, tapi yang diajak komunikasi ya orang yang itu-itu saja, tanpa melibatkan pihak yang kontra.. Orang-orang yang kritis malah tidak dilibatkan. Kalau kebijakan mau bagus ya harus banyak masukan dan kritik kan mas.. Penerimaan dan peran serta masyarakat terhadap pola pengelolaan sangat menentukan efektivitas dari pengelolaan tersebut. Tidak efektifnya pengelolaan kawasan perlindungan alam di Karimunjawa terutama disebabkan oleh kurangnya apresiasi dan keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan pengelolaan. Penyebab kurangnya peran aktif masyarakat adalah 1 Kurangnya sosialisasi program- program pengelolaan di Taman Nasional Karimunjawa kepada masyarakat, 2 kurangnya upaya membangun kepedulian masyarakat dalam hal perlindungan kelestarian alam, 3 tidak terbangunnya komunikasi dua arah antara Balai Taman Nasional dengan masyarakat sehingga terbentuk pola pikir “konservasi berarti pelarangan” 10 . Penerapan sistem zonasi tersebut akan memberikan konsekuensi baik secara langsung maupun tidak langsung. Dampak langsung yang pasti dirasakan masyarakat adalah adanya perubahan pola pemanfaatan yang biasa mereka 10 Laporan Penataan Zonasi Taman Nasional Karimunjawa, 2004 lakukan. Penerapan zona inti dan perlindungan di suatu lokasi akan mengalihkan sebagian nelayan untuk melakukan aktifitas penangkapan di lokasi lain. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh salah satu staff BTNKJ, PP 36 tahun, Tujuan kita menerapkan zonasi selain memang berdasarkan Undang-undang adalah agar nelayan bisa mengambil ikan di tempat yang diperuntukkan untuk mengambil ikan. Saat ini volume penangkapan ikan di TNKJ sudah cukup besar, dan berdasarkan penelitian, dampak aktivitas penangkapan ikan telah menguras jumlah ikan yang ada. Jadi jangan salah persepsi..zonasi tidak ditujukan untuk membatasi pendapatan nelayan los mas, tapi untuk menjaga agar SDA nya berkelanjutan

5.2 Pengetahuan Masyarakat Tentang Zonasi Kawasan