Model Orde Pertama LANDASAN TEORI

2. Hubungan antara variabel respon dan berbagai variabel input mungkin dipengaruhi oleh variabel yang tidak tercatat dimana variabel tersebut mempengaruhi respon dan variabel input. Hal tersebut dapat membangun suatu korelasi yang salah. 3. Data operasi masa lalu sering mengandung celah dan mengandung informasi tambahan yang penting.

3.7. Model Orde Pertama

Model orde pertama adalah persamaan polynomial yang memililki pangkat satau atau berbentuk linier. Taha awal dari RSM adlah menentukan model orde pertama, persamaan modelnya adalah: Y= b x +b 1 x 1 +b 1 x 1 Dimana : Y = Respon Xi = predictor Bi = koefisien predictor Tujuan dari pembuatan model orde pertama adalah sebagai pendekatan untuk mencari daerah optimal yang akan digunakan dalam eksperimen. Untuk membangun model pertama, terlebih dahulu dilakukan pengumpulan data dengan desain eksperimen. Adapun langkah-langkah yang diperlukan untuk menentukan model orde pertama antara lain 9 9 Cochran, W. G., dan Cox, G. M. Ibid, hal 336 : 1. Menentukan terlebih dahulu desain eksperimen yang akan digunakan untuk kemudian dilakukan percobaan. 2. Model desain eksperimen dan hasil percobaan kemudian dihitung dengan melakukan pendekatan matriks agar diperoleh koefisien model orde pertama. Desain yang digunakan sebagai desain model orde pertama adalah desain 2 k hal ini didasarkan jika level faktor akan bergerak sangat lambat dalam pergerakan steepest descent. Interval yang terlalu kecil diantara level dapat membuat peneliti untuk menyimpulkan bahwa faktor yang dipilih tidak penting dan mengabaikannya dalam pertimbangan. Desain dikatakan sebagai desain orde pertama karena memberikan kecocokan yang efisien dan pengecekan terhadap model orde pertama dari titik optimum. 3.8.Metode Steepest Descent Metode steepest descent pertama sekali diusulkan oleh Box dan Wilson pada tahun 1951 dan telah dikembangkan lebih lanjut oleh Box dan lainnya. Metode steepest descent adalah suatu prosedur pergerakan fungsi pada titik yang diberikan yaitu x dengan arah kemiringan negative yang akan memberikan nilai maksimum lokal dari fungsi yang diminimasi. Setiap faktor yang dilibatkan pada penelitian awal, ketika penelitian berakhir, penafsiran polynomial terhadap fungsi respon permukaan disesuaikan terhadap hasil dan digunakanuntuk memaksimalkan suatu fungsi maka dinamakan metode steepest ascent. Sedangkan apabila digunakan untuk meminimumkan suatu fungsi maka disebut steepest descent. Sebagaimana dalam pendekatan satu faktor, nilai maksimum ditemukan melalui berbagai seri eksperimen dan hasil yang diperoleh adalah melalui percobaan terdahulu, ketika suatu percobaan telah selesai, wilayah dari percobaan yang terdahuku, ketika suatu percobaan telah selesai, wilayah dari percobaan berikutnya diubah ke level yang lain. Level selanjutnya yang dipilih adalah level yang memberikan respon yang memberikan hasil minimum. Jika suatu titik pusat pada percobaan pertama ditetapkan pada titik awal 0,0,…,0. Masalah terletak pada pergerakan selanjutnya dari titik asal dengan koordinat x’1,x’2,…,x’k, sehingga respon fx’1,x’2,…x’k akan menjadi minimum. Dalam kalkulus minimasi nilai x’ 1 melalui persamaan berikut: x i = i x f ∂ ∂ µ , dalam hal ini i x f ∂ ∂ adalah turunan parsial dari fungsi terhadap x i pada pergerakan steepest descent adalah proporsional terhadap b i , perhitungan pergerakan titik level suatu percobaan pada metode steepest descent adalah sebagai berikut: fx = b x 0 + = b 1 x 1 + = b 2 x 2 + = b 3 x 3 Dari persamaan linear diatas diperoleh nilai b i melalui turunan parsial sebagai berikut b 1 = b 1 ; b 2 = b 2 ; b 3 = b 3, dimana persamaan linear diperoleh dari desain eksperimen. Tabel 3.2. Faktor dan Level dalam Desain Eksperimen Faktor X 1 Faktor 1 A X 1 Faktor 2 B X 1 Faktor 3 C Level -1 A -1 -1 B -1 -1 C -1 +1 A +1 +1 B +1 +1 C +1 Perhitungan pergerakan steepest descent untuk persamaan fungsi diatas adalah sebagai berikut: Tabel 3.3. Perhitungan Pergerakan Steepest Descent Keterangan X 1 X 2 X 3 1Perubahan relative pada unit desainb b 1 b 2 b 3 2 unit origin 1 unit desain A +1 - A -12 B +1 - B -12 C +1 - C -12 3 perubahan relative pada unit origin 1 1 2 1 1 2 2 2 1 3 2 3 4 Perubahan per n pada variabel Δ 3 1 3 1 3 2 3 1 3 3 3 1 Pergerakan steepest descent Hasil percobaan 5 Level awal origin = 0 A +1 - A -12 B +1 - B -12 C +1 - C -12 6 Level perrgerakan origin + n Δ O 1 + n Δ O 2 + n Δ O 3 + n Δ y n Tujuan dari penerapan metode steepest descent adalah utnuk menentukan titik origin level percobaan berikutnya. Dasar dari penentuan titik origin level berikutnya adalah berdasarkan hasil percobaan dengan level yang diperoleh dari pergerakan steepest descent dengan jumlah cacat paling rendah. Penentuan level origin menggunakan teknik interpolasi sebagai berikut: X 1 = i origin i x x ξ ξ ; 2 1 , 1 − + ∆ − = nilai faktor i 3.9.Model Orde II Model orde kedua adalah persamaan polonimial yang memiliki pangkat dua atau berbentuk kuadrat. Bentuk umum dari model orde kedua untuk 3 variabel adalah sebagai berikut: Y = b x + b 1 x 1 + b 2 x 2 + b 3 x 3 +b 11 x 1 2 + b 22 x 2 2 + b 33 x 3 2 + b 12 x 1 x 2 + b 13 x 1 x 3 + b 23 x 2 x 3 Dimana: Y = Respon x i = prediktor b i = koefisien predictor Tujuan dari pembuatan model orde kedua adalah untuk menentukan titik yang memebrikan respon yang optimum. Alasan pembuatan model orde kedua dibangun karena percobaan pertama yang dilakukan sebelumnya bertujuan untuk mencari daerah optimal yang akan digunakan dalam eksperimen berikutnya sehingga wilayah optimum yang diperkirakan akan dieksplorasi lebih jauh dapat diperkirakan dengan model yang lebih kompleks. Adapun langkah-langkah yang diperlukan untuk menentukan model orde kedua antara lain 10 a. Melakukan eksperimen dengan Central composite Design : b. Model desain eksperimen dan hasil percobaan kemudian dihitung dengan melakukan pendekatan matriks agar diperoleh koefisien model orde kedua. Untuk membangun model orde kedua, terlebih dahulu dilakukan pengumpulan data dengan desain eksperimen. Untuk menentukan koefisien regresi pada model orde kedua, tiap variabel x i harus memiliki sekurang-kurangnya 3 level 10 Cochran, W. G., dan Cox, G. M. Ibid, hal 343 berbeda. Hal ini mengindikasikan bahwa desain eksperimen faktorial 3 k dapat digunakan, dimana tiga level dikodekan sebagai -1, 0 dan 1. Akan tetapi ada kerugian dari penggunaan desain faktorial 3 k yaitu dengan lebih dari 3 x-variabel, percobaan menjadi sangat besar. Untuk alasan tersebut Box dan Wilson mengembangkan suatu desain yang dapat cocok dengan desain model orde kedua. Pengembangan desain eksperimen untuk membangun model orde kedua dinamakan Central Composite Design, dimana terdapat beberapa kombinasi perlakukan tambahan yang ditambahkan kedalam desain eksperimen 2 k . Pertanyaan yang menarik sering ditanyakan adalah apakah model orde pertama cukup merepresentasikan fungsi respon dimana pada desain orde pertama tidak ada replikasi sehingga tidak ada perkiraan terhadap error. Mengenai hal ini pada asumsi bahwa model yang memadai disediakan oleh model orde kedua yang memberikan jawaban bahwa tidak ada alas an untuk meragukan representasi model orde pertama ketika uji ketidaksesuaian ternyata model orde kedua sesuai dengan fungsi respon sehingga model orde pertama dapat diterima merepresentasikan fungsi respon.

3.10. Central Composite Design