berbeda. Hal ini mengindikasikan bahwa desain eksperimen faktorial 3
k
dapat digunakan, dimana tiga level dikodekan sebagai -1, 0 dan 1. Akan tetapi ada kerugian
dari penggunaan desain faktorial 3
k
yaitu dengan lebih dari 3 x-variabel, percobaan menjadi sangat besar. Untuk alasan tersebut Box dan Wilson mengembangkan suatu
desain yang dapat cocok dengan desain model orde kedua. Pengembangan desain eksperimen untuk membangun model orde kedua dinamakan Central Composite
Design, dimana terdapat beberapa kombinasi perlakukan tambahan yang ditambahkan kedalam desain eksperimen 2
k
. Pertanyaan yang menarik sering ditanyakan adalah apakah model orde
pertama cukup merepresentasikan fungsi respon dimana pada desain orde pertama tidak ada replikasi sehingga tidak ada perkiraan terhadap error. Mengenai hal ini
pada asumsi bahwa model yang memadai disediakan oleh model orde kedua yang memberikan jawaban bahwa tidak ada alas an untuk meragukan representasi model
orde pertama ketika uji ketidaksesuaian ternyata model orde kedua sesuai dengan fungsi respon sehingga model orde pertama dapat diterima merepresentasikan fungsi
respon.
3.10. Central Composite Design
Central Composite Design adalah suatu rancangan percobaan dengan faktor yang terdiri dari 2 level yang diperbesar titik-titik lebih lanjut yang memberikan efek
kuadratik
11
11
G. E. P. Box, Ibid, hal 306.
. Desain ini dimulai dengan level yang sama dengan desain 2
k
+ 2k +1, dimana k adalah jumlah faktor.
Centre points yang dimaksud pada desain ini adlah level pada titik 0,0,0 dan star points α ditentukan oleh rumus : α = 2
k4
Ilustrasi central composite design dapat dilihat pada gambar 3.3. Central Composite Design.
Gambar 3.3. Central Composite Design
● = Titik level desain 2
k
x = Titik tambahan untuk central composite design o = Center Points Titik origin
α = Star Points Secara umum, CCD terdiri dari beberapa titik antara lain :
1. Titik Cube, jumlah titik yaitu: 2
k
dan membentuk koordinat ±1, ±1, ±1 2. Titik star, jumlah titik yaitu: 2k membentuk koordinat ±
α,0,0,0, ± α,0 dan 0,0, ±
α 3. Titik centre, jumlah titik yaitu: n
e0
+ n
s0
dan membentuk koordinat 0,0,0. n
e0
adalah jumlah blok cube dan n
so
adalah jumlah blok star. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam menentukan jumlah titik
centre antara lain:
1. Menghasilkan desain yang bagus untuk informasi fungsi. 2. Meminimasi error.
3. Memberikan deteksi yang bagus untuk uji ketidaksesuain model orde tiga 4. Memberikan rangsangan terhadap desain robust.
Setelah desain eksperimen dilakukan, data yang dikumpulkan akan digunakan untuk menaksir koefisien b
o,
b
1,…,
b
i
. Cara yanakan untuk menentukan koefisien prediktor sama dengan cara yang digunakan sewaktu menentukan koefisien
predictor pada model orde pertama. Untuk menentukan apakah model yang dibangun telah cocok dengan data
yang telah dikumpulkan maka dilakukan uji ketidaksesuaian terhadap model orde kedua. Ketidaksesuaian menyataka deviasi respon terhadap model yang dibangun.
Dalam uji ini juga mengukur besar kekeliruan eksperimen yang telah dilakukan. Uji ketidaksesuaian dapat dihitung dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut:
Tabel 3.4 Perhitungan Uji Ketidaksesuaian untuk Model Orde Kedua
Df SS
MS F
hit
F
tabel
Model Pertama K
1
iy b
k i
i
∑
=
MS
f
MS
f
MS
e
F
α
v
1.
v
2
Model Orde Kedua
2 1
+ k
k
N G
ijy b
iiy b
b
j i
ij k
i ii
y 2
1
− +
+
∑ ∑
=
MS
s
MS
f
MS
e
F
α
v
1.
v
2
Ketidaksesuaian
2 3
2
+ −
k k
n
Melalui pengurangan MS
1
MS
f
MS
e
F
α
v
1.
v
2
Error n
1
-1
∑
−
−
2 1
i u
y y
MS
e
Total n
1 +
n
2
-1
N G
y
N u
u 2
1 2
−
∑
=
Keterangan: df
= degree of freedom derajat kebebasan, diasosiasikan dengan bagian yang dibutuhkan dalam membangun model.
SS = sum of square jumlah kuadrat menyatakan jumlah kuadrat
pengaruh suatu perlakuan berhubungan hasil pengamatan MS
= Mean Square rata kuadarat, menyatakan perbandingan SS dengan df
k = jumlah variabel independen
; N = jumlah perlakuan n
1
= jumlah perlakuan di titik pusat ; y
iu
= respon perlakuan titik pusat n
2 =
jumlah perlakuan titik cube titik α ;
i
y
−
= rata-rata respon dititik pusat bi
= koefisien b ke I ; y
u
= respon perlakuan ke u iy
= hasil perkalian X’Y ; v
1 =
df pembilang
G = jumlah hasil percobaan CCD
; v
2
= df error Setelah uji ketidaksesuaian maka dilakukan penentuan titik optimum dari
model orde kedua. Penentuan tititk optimum ataupun variabel predictor adalah sebagai berikut :
Y = b x
+ b
1
x
1
+ b
2
x
2
+ b
3
x
3
+b
11
x
1 2
+ b
22
x
2 2
+ b
33
x
3
2 + b
12
x
1
x
2
+ b
13
x
1
x
3
+ b
23
x
2
x
3
2
3 13
2 12
1 11
1 1
= +
+ +
= ∂
∂ x
b x
b x
b b
x y
2
3 23
2 22
2 22
2 2
= +
+ +
= ∂
∂ x
b x
b x
b b
x y
2
3 33
2 23
1 13
3 3
= +
+ +
= ∂
∂ x
b x
b x
b b
x y
Persamaan diatas dapat diselesaikan dengan pendekatan matriks sehingga dapat membentuk persamaan matriks sebagai berikut :
33 23
13 23
22 12
13 12
11
2b b
b b
b b
b b
2b
3 2
1
x x
x =
− −
−
1 2
1
b b
b
3 2
1
x x
x =
1
33 23
13 23
22 12
13 12
11
2b b
b b
b b
b b
2b
−
x
−
− −
1 2
1
b b
b
Ada hal yang harus dilakukan ketika model yang dibangun terdapat ketidaksesuaian sebelum dilanjutkan dengan penentuan titik optimum yaitu:
Pemilihan ulang faktor dalam eksperimen dimana faktor yang dipilih adalah faktor yang secara signifikan berpengaruh terhadap respon, dan dengan melakukan
transformasi respon, dimana transformasi respon dapat secara serempak menyederhanakan hubungan fungsional dan memperbaiki kebutuhan yang berkenaan
dengan asumsi distribusi. Beberapa transformasi yang sering digunakan antara lain :
1. logaritma Y’ = log Y
Digunakan apabila efek-efek bersifat multiplikatif atau apabila simpangan baku berbanding lurus dengan rata-rata.
2. Akar kuadrat Y’= Y atau Y’ =
1 +
Y Digunakan apabila ragam berbanding lurus dengan rata-rata misalnya jika data
asli Y merupakan sampel dari populasi berdistribusi Poisson
3. Arc sinus Y’ = arc sin Y
Jika µ = rata-rata populasi dan ragam berbanding lurus dengan µ 1- µ misalnya jika data asli merupakan sampel dari populasi berdistribusi binomial.
4. Kebalikan Y’ = 1Y
Digunakan jika simpangan baku berbanding lurus dengan rata-rata kuadrat.
3.11. Teori Desain Eksperimen