6. Perkawinan campur amalgamation
7. Adanya musuh bersama dari luar Setiadi dan Kolip 2011: 83-84.
2.5 Adaptasi Sosial
Walaupun konsep tindakan sosial tetap dipakai sebagai dasar teori, perburuan intelektual Parsons dalam Poloma 2010: 171 secara perlahan ternyata
bergeser dari tekanan atas tindakan sosial ke struktur dan fungsi masyarakat. Parsons melihat sistem sosial sebagai satu dari tiga cara dimana tindakan sosial
bisa terorganisir. Disamping itu terdapat dua sistem tindakan lain yang saling melengkapi yaitu ; sistem kultural yang mengandung nilai dan simbol-simbol
serta sistem kepribadian para pelaku individual. Sistem sosial individu menduduki satu tempat status, dan bertindak peranan sesuai dengan norma atau aturan-
aturan yang dibuat oleh sistem. Konsepsi Parsons mengenai Teori Induk dimana Parsons setuju terhadap
kesatuan ilmu-ilmu prilaku, yang keseluruhannya meruapakan suatu studi tentang sistem yang hidup living system. Dia menyatakan bahwa konsep fungsi
merupakan inti untuk memahami semua sistem yang hidup. Dia menekankan bahwa sistem yang hidup itu adalah sistem terbuka yaitu mengalami saling
pertukaran dengan lingkungannya. Functional imperatives atau prasyarat
. Ciri-ciri umum yang ada dalam seluruh sistem yang hidup adalah prasyarat atau functional imperative. Menurut
Parsons terdapat fungsi-fungsi atau kebutuhan-kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi oleh setiap sistem yang hidup demi kelestariannya. Dua pokok penting
yang termasuk dalam kebutuhan fungsional ini adalah :
Universitas Sumatera Utara
1 yang berhubungan dengan kebutuhan sistem internal atau kebutuhan
sistem ketika berhubungan dengan lingkungannya sumbu internal- eksternal, dan
2 yang berhubungan dengan pencapaian sasaran atau tujuan serta sarana
yang perlu untuk mencapai tujuan itu sumbu instrumental- consummatory.
Berdasarkan premis itu secara deduktif Parsons menciptakan empat kebutuhan fungsional. Keempat fungsi primer itu, yang dapat dirangkaikan
dengan seluruh sistem yang hidup adalah Latent pattern-maintenance L, integration
I, Goal attainment G dan Adaptation A. Dalam hal ini kita akan membahas mengenai adaptasi. Adaptasi menunjuk pada keharusan bagi sistem-
sistem sosial untuk menghadapi lingkungan. Ada dua dimensi masalah yang pertama, harus ada penyesuaian diri sistem itu terhadap tuntutan kenyataan yang
keras yang tidak dapat diubah inflexible yang datang dari lingkungan atau kalau menggunakan terminology Parsons yang terdahulu, pada kondisi tindakan.
Kedua, ada proses transformasi aktif dari situasi itu. Ini meliputi penggunaan segi- segi situasi itu yang dapat dimanipulasi sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan.
Tetapi, usaha untuk memperoleh alat itu secara analisis harus dipisahkan dari pencapaian tujuan. Lingkungan, meliputi yang fisik yang sosial. Untuk suatu
kelompok kecil, lingkungan sosial akan terdiri dari satuan intitusional yang lebih besar dimana kelompok itu berada. Dalam studi Bales mengenai kelompok kecil,
lingkungan itu adalah lingkungan akademis. Untuk sistem-sistem yang lebih besar seperti misalnya masyarakat secara keseluruhan, lingkungan akan meliputi
Universitas Sumatera Utara
sistem-sistem sosial lainnya masyarakat lain dan lingkungan fisik Jhonson, 1990 : 130.
Persons menyatakan bahwa adaptasi merupakan Kebutuhan fungsional berupa kemampuan sistem menjamin kebutuhannya dari lingkungan dan
mendistribusikan sumber-sumber itu ke seluruh sistem; dalam masyarakat fungsi ini dilakukan oleh sistem ekonomi Poloma, 2010: 170-181.
Contohnya dalam buku Suprapti dan kawan-kawan yang berjudul adaptasi migran musiman terhadap lingkungan tempat tinggal daerah khusus ibukota
Jakarta Raya dimana masyarakat yang berpindah tersebut bertujuan untuk bekerja dan mendapatkan penghasilan untuk kebutuhan hidupnya. Di tempat perantauan
hubungan sosial dengan warga sekitar lingkungan tempat tinggalnya hanya terbentuk dalam hubungan sepintas lalu atau saling kenal. Namun demikian,
dengan beberapa warga biasanya tetangga bersebelahan rumah hubungan sosial cukup akrab. Hubungan akrab terwujud dalam saling bertandang dan berbincang-
bincang, saling memberi makan, saling memberi bantuan dan sebagainya, yang mereka wujudkan karena frekuensi tatap mukanya cukup tinggi. Dengan mereka
yang pergi ke Jakarta bekerja sebagai penjaja bakso dan penjaja sayur juga memiliki hubungan interaksi yang cukup baik dengan warga disekitar tempat
tinggal mereka. Terlebih lagi bagi para pelanggan dagangannya serta hubungan dengan pemilik kontrakan.
Bentuk hubungan yang mereka wujudkan cukup mendalam atau akrab yang tercermin pula dalam kehidupan sehari-harinya, bersenda-gurau,
mengungkapkan masalah yang dialami, memberikan makanan dan memberi bantuan. Dalam hubungan dengan para pembeli erat kaitannya dengan hubungan
Universitas Sumatera Utara
dagang secara kekeluargaan. Supaya banyak pembeli dan dagangan cepat laku, para penjaja sayur bersikap ramah dan berusaha melayani dengan sebaik-baiknya
dan memberi pelanggan berhutang dengan bayar bulanan. Sementara hubungan dengan pejabat RT setempat terjalin dengan cara berpartisipasi dan mematuhi
peraturan yang berlaku, misalnya memberi sumbangan untuk kegiatan perayaan hari-hari besar nasional, memberi sumbangan untuk warga RT yang kemalangan,
membayar iuran keamanan dan iuran sampah khusus bagi migran yang mengontrak. Serta migran juga tetap menjalin hubungan dengan keluarga di
daerah asal mereka Suprapti dkk, 1990: 167-187.
2.6 Amalgamasi