dagang secara kekeluargaan. Supaya banyak pembeli dan dagangan cepat laku, para penjaja sayur bersikap ramah dan berusaha melayani dengan sebaik-baiknya
dan memberi pelanggan berhutang dengan bayar bulanan. Sementara hubungan dengan pejabat RT setempat terjalin dengan cara berpartisipasi dan mematuhi
peraturan yang berlaku, misalnya memberi sumbangan untuk kegiatan perayaan hari-hari besar nasional, memberi sumbangan untuk warga RT yang kemalangan,
membayar iuran keamanan dan iuran sampah khusus bagi migran yang mengontrak. Serta migran juga tetap menjalin hubungan dengan keluarga di
daerah asal mereka Suprapti dkk, 1990: 167-187.
2.6 Amalgamasi
Perkawinan campur amalgamation agaknya merupakan faktor paling menguntungkan bagi lancarnya proses asimilasi. Hal itu terjadi apabila seorang
warga dari golongan tertentu menikah dengan warga golongan lain. Apakah itu terjadi antara golongan minoritas dan mayoritas dan sebaliknya. Proses asimilasi
dipermudah dengan adanya kawin campur walau memakan waktu yang agak lama. Hal ini disebabkan oleh karena antara penjajah dan yang dijajah terdapat
perbedaan-perbedaan ras dan kebudayaan. Penjajah pada mulanya tidak menyetujui perkawinan campur dan ini memperlambat proses asimilasi. Setelah
waktu yang relatif agak lama penjajah biasanya memperistri wanita-wanita warga masyarakat yang dijajahnya. Apabila dari mereka yang dijajah ada yang
dipekerjakan sebagai budak, pegawai rendahan dan sebagainya, maka golongan ini dapat memegang peranan sebagai perantara antara kedua kebudayaan tersebut,
Universitas Sumatera Utara
dengan cara memperluas kebudayaan penjajah di kalangan masyarakat yang dijajah Soekanto, 1990 :80-84.
Isu-isu pembaruan antara warga pribumi dan nonpribumi, perkawinan antara suku, antar ras yang terpisah-pisah sebagaimana yang pernah disosialisasikan oleh
pemerintah diharapkan mampu menekan perpecahan antar kelomok suku, agama, ras dan antargolongan Setiadi dan Kolip 2011 : 84. Amalgamasi juga ditemukan
di Kelurahan Tiga Binanga dimana adanya perkawinan campur antara penduduk migran dengan penduduk lokal. Penduduk migran yang berasal dari kebudayaan
yang berbeda dengan penduduk lokal bersatu dan menghasilkan budaya campuran.
2.7 Teori Migrasi
Migrasi adalah perubahan tempat tinggal secara permanen atau semi permanen. Tidak ada pembatasan, baik pada jarak perpindahan maupun sifatnya,
yaitu apakah tindakan itu bersifat suka rela atau terpaksa. Migran biasanya mempunyai alasan-alasan tertentu yang menyebabkan mereka meninggalkan
kampung halamannya dan seterusnya memilih tempat-tempat yang mereka anggap dapat memenuhi kalau sekiranya tetap bertahan di tempat asal. Migran
akan bergerak dari tempat yang kurang berkembang menuju daerah-daerah yang lebih maju. Alasan migran paling utama meninggalkan negaradaerah asal
adalah karena faktor ekonomi, terutama disebabkan sukarnya menapatkan pekerjaan, serta wujudnya keinginan untuk mendapatkan penghasilan lebih
tinggi. Ada yang melakukan migrasi karena mengikut keluarga.
Universitas Sumatera Utara
Proses migrasi terjadi sebagai jawaban terhadap adanya sejumlah perbedaan antartempat. Perbedaan tersebut menyangkut faktor-faktor ekonomi,
sosial dan lingkungan baik pada tataran individu maupun masyarakat. Faktor ekonomi merupakan faktor primer yang mempengaruhi migrasi. Faktor ekonomi
tersebut seperti mobilitas jabatan mobilitas sosial, upah yang lebih tinggi, kesempatan kerja yang lebih banyak dan lainnya. Aswatini mengemukakan
bahwa alasan pindah biasanya disebabkan oleh faktor ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan, kesulitan ekonomi, tekanan penduduk dan faktor geografis
Nasution, 1999: 109-110. Secara teoritis pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah, negara, kawasan
ataupun daerah tertentu akan diikuti oleh perubahan-perubahan mendasar dalam segala aspek kehidupan masyarakat. Perubahan pola konsumsi masyarakat
misalnya merupakan salah satu aspek yang terlihat paling memonjol. Aktivitas migrasi yang belangsung dari wilayah ke wilayah tertentu pun merupakan imbas
positif yang berkembang sebagai konskuensi pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan. Makin baik perkembangan ekonomi suatu wilayah maka
kemungkinan terjadinya perkembangan volume migrasipun makin tinggi. Kedatangan migran kedalam suatu wilayah dapat juga menimbulkan
etnosentrisme misalnya dalam penelitian Muba Simanihuruk mengenai interaksi antara migran pendatang dengan penduduk lokal studi tentang interaksi antara
migran Batak toba, Tionghoa dan Melayu di Pangkalan Brandan. Hasil penelitian menunjukkan, ertnis Melayu menganggap terutama etnis Tionghoa
bersifat licik dan tidak dapat disaingi lagi karena mereka telah menguasai hampir semua mata rantai ekonomi, termasuk kegiatan ekonomi nelayan yang
Universitas Sumatera Utara
menjadi pekerjaan utama mereka. Kebencian yang sama juga ditujukan oleh kelompok etnis Batak Toba dengan tingkatan yang lebih rendah, dengan
tuduhan bahwa kelompok etnis Tionghoa “pintar”menipu. Namun pada dimensi kultural dan agama, mereka masih bisa berafilasi. Bahkan dalam kegiatan
ekonomi, etnis Batak Toba dan Tionghoa melakukan kerjasama ekonomi yang saling menguntungakan, dimana etins Batak Toba menyewakan rumah-rumah
mereka di pusat bisnis kota dengan harga relatif mahal pada kelompok orang- orang Tionghoa. Simbioasa mutualisme juga terjelma pada saat kelompok etnis
Tionghoa meminjam modal kepada etnis Toba yang berprofesi sebagai rentenir bank berjalan. Sebaliknya terjadi dengan etnis Melayu dimana secara kultural
berbeda jauh dengan kelompok etnis Batak Toba dan Tionghoa di samping perbedaan secara ekonomi. Di kubu lain, etnis Tionghoa merasa diperlakukan
secara diskriminatif oleh pemerintah dan sering dijadikan sapi perahan baik oleh aparat negara dan kelompok di luar mereka Muba, 2002:45-47.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN