4.3 Pola Asimilasi antara Penduduk Migran dengan Penduduk Lokal
Hubungan interaksi antar masyarakat berjalan secara aktif, tingginya tingkat pertemuan menyebabkan komunikasi antar sesama penduduk yang tinggal
di Kelurahan Tiga Binanga semakin dekat. Hal tersebut menjadikan adanya suatu pola asimilasi di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Perbedaan kebudayaan
bahkan keyakinan bukan menjadi suatu hambatan bagi penduduk untuk berinteraksi. Maka dari itu berikut adalah bentuk-bentuk pola asimilasi yang
terjadi di tenegah-tengah masyarakakt:
4.3.1 Terjalin interaksi yang baik
Kehidupan yang saling menghargai keberadaan satu sama lain serta menjalankan hak dan kewajiban yang sesuai dengan semestianya akan
menciptakan suatu kondisi yang nyaman, hal tersebut akan menjadi sautu peluang untuk meminimalkan terjadinya suatu konflik antar masyarakat.
Pengakuan serta penghormatan terhadapt BHINEKA TUNGGAL IKA akan melahirkan kerukunan di tengah-tengah masyarakat.
Rasa kemanusiaan yang tinggi serta nilai dan norma yang dianut masyarakat di Kelurahan Tiga Bianga menjadikan kehidupan para
penduduk saling menghormati. Adanya kesadaran bahwa mereka membutuhkan satu sama lain dan menyadari bahwa mereka adalah mahluk
sosial. Demikian halnya dengan hubungan para penduduk migran dengan peduduk lokal yang ada di Kelurahan Tiga Binanga. Perbedaan yang ada
antara penduduk migran dan penduduk lokal bukanlah menjadi suatu
Universitas Sumatera Utara
penghalang bagi mereka untuk tinggal dan hidup di suatu tempat. Berikut hasil wawancara dengan penduduk migran.
“Aku enak kali di sini tinggal, enggak pernah aku di usir atau di ganggu. Makanya baik-baik aja terus sikapku sama
semua orang, enggak peduli aku dia mau agama apa atau suku apa yeng penting kulihat dia manusia. Jumpa orang
sapa jumpa orang sapa.”Asir Maulana
Hubungan yang terjalin rukun juga dirasakan oleh migran lainnya. Berikut hasil wawancara dengan informan.
“Aku senang kali sama orang kita Karo ini, ramah-ramah, sopan terus gitu sukak kali jaga perasaan orang lain.
Lembut lah ibaratnya orang karo itu solonya Sumatra kulihat. Makanya akupun sukak kali ngerumpi rame-rame
di kede kopi, pasti kalau malam-malam di situnya semua kami bapak-bapak minum teh. Kompaknya
semua.”Julardi
Interkasi yang baik tidak hanya dirasakan oleh penduduk migran, namun keharmonisan tersebut juga dirasakan oleh penduduk lokal yang
ada di Kelurahan Tiga Binanga. Berikut hasil wawancara dengan informan.
“Aku dakam kalak si reh-reh meranto erdahin kujenda rata-rata merandal kin kuakap kerina nakku. Muli, meteh
orat, enca ja kin pe kita jumpa mis kin kita perkuankenna. Lo kin kita kapna kalak. Lit idahna je dahinta mis nge
sampatina, nggit ka ia reh man kurumah, bagi orang tuana e kin kita idahna pe, maka kita pe dakam meriah siakap
diher ras.”Ibu Ngelongsa
Artinya, “menurut saya orang-orang yang datang merantau ke sini terlihat baik semua nakku. Baik, tahu
aturan, terus dimanapun kita bertemu langsungnya disapanya. Kita dianggap bukan orang lain, kalau ada
dilihatnya kerjaan kita langsungnya di bantunya, terkadang
Universitas Sumatera Utara
mau pula dia datang makan ke rumah, kita diperlakukan seperti orang tuangya sendiri, jadi kitapun kan senang
dekat sama dia”.
Kesadaran sebagai umat yang beragama dan memahami pentingnya menjaga hubungan baik satu sama lain, menjadikan penduduk
migran baik penduduk lokal menjaga sikap agar terciptanya keharmonisan antara penduduk migran dengan penduduk lokal. Tingginya tingkat
pertemuan penduduk juga dikarenakan tempat tinggal mereka yang berbaur. Jarak tempat tinggal tersebut memudahkan penduduk untuk
berinteraksi dan saling memperhatikan satu sama lain. Untuk menjalin kerukunan tersebut penduduk mengurangi rasa perbedaan yang dapat
menjadi pemisah dalam interkasi mereka. Namun, penuduk lebih melihat kepada ikatan persaudaraan yang baik dan kesatuan tujuan kerja.
4.3.2 Terjalin Kerja Sama