Latar Belakang Masalah Kekuatan Partai Politik Islam di Daerah Mayoritas Muslim Dalam Perolehan Suara Pada Pemilu Tahun 2014 (STUDI KASUS KAB. PANDEGLANG)

4 atau dengan kata lain ekspresi keyakinan politik termasuk yang berdasarkan agama, atau untuk mendirikan negara agama; atau pada ujung lain untuk mendirikan negara komunis dibatasi yakni sepanjang tidak melawan hukum dan tidak dilakukan dengan cara-cara kekerasan, baik fisik maupun psikologis. 9 Sebagai upaya untuk mengaktualisasikan hak politik warga negara, perlu adanya perantara sarana untuk menjamin atau sebagai penghubung antara individu dan negara, sarana tersebut yakni partai politik , sebagaimana dikatakan Miriam Budiardjo bahwa partai politik merupaka sarana bagi warga negara untuk turut serta atau berpartisipasi dalam proses pengelolaan negara. 10 Partai politik memiliki kekuatan besar dan penentu terlaksananya sistem demokrasi di suatu negara, sebagaimana dikatakan Nauman yang dikutip Miriam Budiardjo, bahwasanya partai politik merupakan perantara yang besar yang menghubungkan kekuatan-kekuatan dan ideologi sosial dengan lembaga-lembaga pemerintahan yang resmi. 11 Dalam praktik politik di hampir negara-negara modern saat ini, baik yag bercorak demokratis maupun totaliter, kehadiran partai politik tidak dapat dielakan. 12 untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbnagan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyrakat demokratis. 9 Titik-Temu Jurnal Dialog Peradaban, h. 131. 10 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik Jakarta: PT. gramedia Pustaka Utama, 2008, cet. Ke-10, h. 397. 11 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h. 404. 12 Zainal Abidin Amir, Peta Islam Politik Pasca Soeharto Jakarta: LP3S, 2003, h. 19. 5 Partai politik mempunyai posisi status dan peranan role yang sangat penting dalam setiap sistem demokasi. Partai memainkan peranan penghubung yang sangat strategis antara proses-proses pemerintahan dengan warga negara. Bahkan, banyak yang berpendapat bahwa partai politiklah yang sebetulnya menentukan demokrasi. Seperti yang dikatakan oleh Schattscheider 1942 sebagaimana dikutip oleh Jimly Asshiddiqie, bahwa “Political parties created democracy”. 13 Di negara-negara demokratis, partai politik dipakai sebagai sarana untuk mewujudkan hak rakyat dalam menentukan figur-figur yang akan menjadi pemimpinnya. Sedangkan di negara-negara totaliter, partai didirikan oleh elit politik dengan pertimbangan bahwa rakyat perlu dibina agar tercapai stabilitas yang berkelanjutan. 14 Oleh karena itu, partai politik merupakan pilar yang sangat penting untuk diperkuat derajat pelembagaannya the degree of institutionalization dalam setiap sistem politik yang demokratis. Bahkan lebih lanjut Jimly menjelaskan bahwa hal tersebut dikatakan oleh Schattscheide r, “Modern democracy is unthinkable save in terms of the parties ”. 15 Namun demikian, banyak juga pandangan kritis dan bahkan skeptis terhadap partai politik. Pandangan yang paling serius di antaranya menyatakan bahwa partai politik itu sebenarnya tidak lebih dari pada kendaraan politik bagi sekelompok elit 13 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tatanegara Jakarta: Rajawali Pers, 2012, h. 401. 14 Zainal Abidin Amir, Peta Islam Politik Pasca Soeharto, h. 19. 15 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tatanegara, h. 401. 6 yang berkuasa atau berni at memuaskan “nafsu birahi” kekuasaannya sendiri. Partai politik hanyalah berfungsi sebagai alat bagi segelintir orang yang kebetulan beruntung yang berhasil memenangkan suara rakyat yang mudah dikelabui, untuk memaksakan berlakunya kebijakan-kebijakan publik tertentu at the expense of the general will atau kepentingan umum. Dalam suatu negara demokrasi, kedudukan dan peranan setiap lembaga negara haruslah sama-sama kuat dan bersifat saling mengendalikan dalam hubungan checks and balances. Akan tetapi, jika lembaga-lembaga negara tersebut tidak berfungsi dengan baik, kinerjanya tidak efektif, atau lemah wibawanya dalam menjalankan fungsinya masing-masing, yang sering terjadi adalah partai-partai politik yang rakus atau ekstrimlah yang merajalela menguasai dan mengendalikan segala proses-proses penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan. Oleh karena itu, sistem kepartaian yang baik sangat menentukan bekerjanya sistem ketatanegaraan berdasarkan prinsip checks and balances dalam arti yang luas. Sebaliknya, efektifitas bekerjanya fungsi-fungsi kelembagaan negara itu sesuai prisip checks and balances berdasarkan konstitusi juga sangat menentukan kualitas sistem kepartaian dan mekanisme demokrasi yang dikembangkan di suatu negara. Semua itu tentu berkaitan erat dengan dinamika pertumbuhan tradisi dan kultur berpikir bebas dalam kehidupan bermasyarakat. Tradisi berpikir atau kebebasan berpikir itu pada gilirannya memengaruhi tumbuh berkembangnya prinsip-prinsip kemerdekaan 7 berserikat dan berkumpul dalam dinamika kehidupan masyarakat demokratis yang bersangkutan. 16 Dewasa ini partai politik sudah sangat akrab di lingkungan kita. Sebagai lembaga politik, partai bukan sesuatu yang dengan sendirinya ada. Kelahirannya mempunyai sejarah cukup panjang, meskipun juga belum cukup tua. Bisa dikatakan partai politik merupakan organisasi yang baru dalam kehidupan manusia, jauh lebih muda dibandingkan dengan organisasi negara. Dan ia baru ada di negara modern. 17 Bahwa mayoritas penduduk Indonesia secara riil beragama Islam adalah merupakan suatu kenyataan historis dan fakta demografis sosiologis-teologis yang sama sekali tidak dapat dipungkiri dan sulit untuk dibantah. Berbicara Islam, berbicara segala aspek kehidupan secara utuh, Islam sebagaimana yang diketahui dan diyakini adalah agama pemberi rahmat atau agama rahmatan lil’alamin, untuk itu Islam tidak mengenal kompartementalisasi red: pengkotak-kotakan bidang kehidupan. Sebagai agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia secara utuh dan komprehensif, maka bidang politik juga diatur dalam Islam. Meski ada perbedaan pendapat yang kontroversial mengenai corak hubungan Islam dan politik, apakah hubungannya bersifat formalistik ataukah substantif, tetapi hampir semua ulama dan pemikir Muslim bersepakat bahwa dalam Islam pemisahan keduanya 16 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tatanegara, h. 402. 17 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h. 397. 8 Islam dan politik adalah tidak mungkin. 18 Untuk itu, sebagaimana Islam harus hadir omnipresent dalam setiap aspek kehidupan manusia, maka demikian pula di bidang politik. Islam pasti memberikan seperangkat doktrin atau pedoman dalam kehidupan politik. Sebagai agama yang sempurna Q.S. Al-Maidah5 : 3, bahkan paling sempurna, Islam adalah cara hidup way of life yang total dan padu yang menawarkan landasan moral dan etis bagi para pemecahan semua masalah kehidupan; Islam adalah din agama, dunya dunia, dan daulah; dan sebagai agama yang sempurna yang didesain Tuhan sampai akhir zaman, maka Islam pasti relevan bagi setiap perkembangan jaman dan tempat shalih li-kulli zaman wa makan, inklusif di dalamnya politik. Itulah sebabnya, mengapa kita mengatakan bahwa Islam adalah risalah yang universal untuk semua manusia dan mondial untuk seantero dunia, dan elternal selamanya sampai akhir zaman, inilah rupanya rumusan kita yang tidak bisa ditawa-tawar lagi. 19 Pemeluk agama Islam di seluruh Tanah Air berjumlah 87,21 persen dari seluruh penduduk Indonesia yang dewasa ini diperkirakan berjumlah sekitar 214 juta jiwa. 20 Tidak berlebihan jika negara Indonesia dikatakan sebagai ranah Muslim di 18 Nurcholish Madjid et.al, Kehampaan Spiritual Mayarakat Modern Jakarta: PT. Mediacita, 2002, h. 236. 19 Nurcholish Madjid et.al, Kehampaan Spiritual Mayarakat Modern, h. 236. 20 Faisal Ismail, Pijar-Pijar Islam, Pergumulan Kultur dan Struktur Jakarta: Departemen Agama RI, 2002, h. 115-116. 9 antara sekian banyak “negara Muslim” di berbagai penjuru dunia. Jumlah penduduk Indonesia yang sebagaian besar memeluk agama Islam setidaknya memperkokoh hal itu. Ironisnya, di dalam percaturan ekonomi dan politik, sebagaimana dikatakan Zainal Abidin Amir, nasib umat Islam Indonesia berlawanan dengan jumlahnya yang menempati urutan teratas di tengah-tengah penduduk Indonesia yang melimpah. 21 Dilihat dari perspektif politik praktis, sebagaimana dikatakan oleh Faisal Ismail, alur realitas aspirasi politik umat Islam pada dataran empirik di pentas politik nasional tidak selamanya terkonsentrasi dan menyatu padu dalam satu wadah tunggal partai Islam atau partai yang berbasis Islam, barangkali hal ini menjadi alasan mengapa antara jumlah penduduk dan aspirasi politik masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam tidak linier sebagaimana pendapat yang diutarakan Zainal Abidin di atas. 22 Dengan kata lain, realitas aktualisasi aspirasi politik umat Islam Indonesia pada tataran empirik memperlihatkan sosok fenomena keberagaman kultur dan keberbagaian struktur kepartaian dipentas nasional. Sepanjang perjalanan sejarah perkembangan partai-partai politik dan pengalaman pelaksanaan pemilihan umum Pemilu di Tanah Air, realitas ekspresi penyaluran aspirasi politik umat Islam tidak terkonsentrasi ke dalam suatu wadah tunggal partai Islam atau berbasis Isalam, akan 21 Zainal Abidin Amir, Peta Islam Politik Pasca Soeharto, h. 16. 22 Faisal Ismail, Pijar-Pijar Islam, Pergumulan Kultur dan Struktur, h. 116. 10 tetapi menyebar secara berpariasi ke berbagai saluran politik yang ada di panggung arena politik nasional. 23 Pakar politik Islam dari UCLA University California Of Los Angels, Steven Fish, sebagaimana dikutip oleh Azyumardi Azra menilai kebanyakan partai Islam di Indonesia memiliki tujuan serupa. Namun, mereka belum mampu menunjukan keistimewan masing-masing. Inilah penyebab mengapa partai Islam tidak pernah menang dalam pemilu. Sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama muslim, menurut Fish, partai Islam terganjal beberapa kendala. Pertama, antara partai satu dan yang lainnya malah sibuk bersaing meraih posisi. Padahal menurutnya, jika partai-partai Islam ini bersatu, bukan tidak mungkin suatu hari partai Islam akan berjaya. 24 Dalam masa satu setengah dasawarsa pasca Soeharto, politik Islam terlihat jelas berada dalam posisi kian tidak menguntungkan. Untuk pemilu 2014, hanya terdapat tiga parpol yang berasaskan Islam, yaitu: PKS, PBB, dan PPP, dua partai lainnya, PKB dan PAN yang logonya sering digandengkan sejajar dengan logo ketiga parpol berasaskan Islam tadi, nyatanya tidak berasaskan Islam, tetapi berdasarkan Pancasila. 23 Faisal Ismail, Pijar-Pijar Islam, Pergumulan Kultur dan Struktur, h. 116. 24 Azyumardi Azra, “Partai Politik Islam Kenapa Kalah”, Republika Jakarta, 5 Desember 2013, h. 8. 11 Dengan demikian, secara definisi keduanya bukanlah parpol Islam. Paling banter keduanya dapat disebut sebagai parpol berbasis Muslim Muslim-based party karena PKB dan PAN berbasis masing-masing warga Nahdliyyin dan Muhammadiyah. Hal ini banyak benarnya pada masa Pemilu 1999 dan 2004, tetapi lagi demikian pada Pemilu 2009, apalagi Pemilu 2014. Alasannya jelas, kian sedikit warga NU yang memberikan suara kepada PKB yang sebagian juga memberikan suaranya kepada PPP dan parpol-parpol lain. Begitu juga dengan warga Muhammadiyah yang kian merasa tidak ada lagi hubungan emosional dengan PAN. Mereka melihat tidak lagi ada tokoh atau figur terkemuka Muhammadiyah menjadi pemimpin PAN. Dalam pada itu belum terlihat tanda-tanda bahwa parpol berasas Islam mengalami peningkatan popularitas. PPP dan PBB tampak stagnan. Tidak terlihat langkah dan manuver untuk menarik para pemilih. Juga tidak terlihat peningkatan popularitas kepemimpinannya yang dapat menimbulkan ketertarikan para pemilih. Sedangkan partai PKS, sedikit banyak terimbas kasus korupsi dan pencucian uang yang melibatkan presiden yang diamanatkan, Luthfi Hasan Ishaq. Dengan demikian sulit kiranya perjuangan mereka untuk dapat mengangkat nama baiknya kembali dan terpilih sebagai anggota legislatif. Karena itu ada pesimisme cukup luas, 12 PKS dalam pemilu 2014 tak bakal mampu mencapai perolehan suara pada Pemilu 2009 sekitar hampir delapan persen. 25 Melihat fenomena demikian, maka dari itu hati penulis terketuk untuk meneliti lebih jauh kenapa hal demikian bisa terjadi, terlebih kajian yang akan diangkat oleh penulis berkenaan dengan suatu daerah yang konon daerah tersebut sampai sekarang masih kental dengan sebutan kota santri, namun seperti halnya penjelasan diatas di daerah inipun eksistensi partai politik yang berideologi Islam tidak begitu diminati sebagai sasaran uatama kala menentukan keterwakilannya melalui pemilu. Dengan maksud demikian maka judul yang akan menajadi fokus penulis dalam menyusun dan menjawab permasalahan yang ada di dalamnya, penulis sajikan dengan judul “Kekuatan Partai Politik Islam di Daerah Mayoritas Muslim Dalam Perolehan Suara Pada Pemilu Tahun 2014 Studi Kasus Kab. Pandeglang ”

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah 1.

Pembatasan Masalah Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak meluas perlu dibatasi masalah yang akan diteliti. Sehingga bahasan yang dikaji tidak keluar dan terfokuskan kedalam satu arah busur yang tepat. 25 Azyumardi Azra, “Partai Politik Islam Kenapa Kalah”, dalam Republika Jakarta, 5 Desember 2013, h. 8. 13 Dalam menulis sekripsi ini objek terfokuskan pada Pemilu yang diselenggarakan pada tahun 2014.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latarbelakang yang telah dipaparkan, maka permasalahan-permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Bagaimana kekuatan suara partai politik Islam di Kab. Pandeglang Pada Pemilu 2014? b. Faktor apa yang mempengaruhi kekuatanmelemahnya parpol Islam pada masa tersebut ? c. Apakah ada hubungan yang linier antara penduduk mayoritas beragama Islam dengan perolehan partai politik Islam di Kab. Pandeglang ?

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1.

Tujuan Penelitian Dalam Penelitian ini terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh penulis diantaranya: a. Untuk mengetahui sebebarapa besar kekuatan dan eksistensi partai politik Islam di Kab. Pandeglang. b. Untuk mengetahui beberapa faktor yang memberikan pengaruh terhadap eksistensipelemahan partai politik Islam. 14 c. Untuk mengetahui adakah hubungan liner antara penduduk mayoritas beragama Islam dengan perolehan sura parpol Islam.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dalam melaksanakan penelitian ini adalah, sebagai berikuta: a. Penulis Bertambahnya wawasan dan pengetahuan dalam bidang Politik Islam Siyasah Syar’iah, khususnya mengenai kajian ini, terlebih penulis adalah kelahiran Pandeglang, jadi bisa mengetahui Pandeglang tidak sebatas wilayah dan daerah yang agung melintang nan kaya keindahan serta kedamaian saja, Sosial dan Budaya melainkan dari segi lain pula yakni segi politik. b. Jurusan, Fakultas, dan Universitas Memberikan sumbangan pemikiran dan menambah literatur perpustakaan, dengan kajian dan penyajian baru, karena dirasa baru kali ini ada penelitian dengann objek kajian kedaerahan yakni mngengkat daerah Kab. Pandeglang sebagai fokus utama. c. Masyarakat Umum akademisi, praktisi, pelajar dan lainnya Sebagai bahan kajian keilmuan, dan penambah wawasan berkaitan dengan isu tema Islam politik dan bagaimana eksistensinya ketika dilebur ke dalam partai politik. Barangkali menjadi pertanyaan besar ketika secara persentasi penduduk Indonesia 15 mayoritas Islam, tapi nyatanya partai politik yang berideologi Islam kurang diseganai.

D. Review Kajian Terdahulu

Dari beberapa penelitian skripsi yang dilakukan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, mengenai tema partai politik Islam perlu kiranya dikedepankan sebagai bahan perbandingan dengan hasil penelitian penulis, diantaranya: 1. Yeby Ma’asan Masyrudin, “Transisi Demokrasi Dan Perilaku Partai Islam Studi Tentang Kemerosotan Perolehan Suara Partai PPP Pasca Orde Baru ,” Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011. Skripsi ini berisi tentang problematika partai PPP yang mengalami kemerosotan suara pada setiap Pemilu dilaksanakan khusunya setelah runtuhnya rezim Orde Baru yakni dalam kurun waktu 1999, 2004 dan 2009. Penulis skripsi dalam kajian ini mencoba mencari akar permasalahan yang menyebabkan melemahnya suara partai PPP pasca runtuhnya rezim Orde Baru. 2. Indah Permatasari, “Kemunculan Dan Menurunnya Partai Islam Ideologis, Studi Kasus: Partai Bulan Bintang PBB 1999- 2009,” Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi yang ditulis oleh Indah Permatasari ini membahas tentang permasalahan yang terjadi pada partai Idelogis yakni PBB dalam perolehan suara pada pemilu 1999-2009.