Tujuan dan Manfaat Penelitian 13

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Satu asas yang merupakan pasangan logis dari asas demokrasi adalah asas negara hukum. Artinya bagi su atu negara demokrasi pastilah menjadikan “hukum” sebagai salah satu asasnya yang lain. Alasannya, jika satu negara diselenggarakan dari, oleh, dan untuk rakyat, maka untuk menghindari hak rakyat dari kesewenang- wenangan dan untuk melaksanakan kehendak rakyat bagi pemegang kekuasaan negara haruslah segala tindakannya dibatasi atau dikontrol oleh hukum, pemegang kekuasaan yang sebenarnya tak lain hanyalah memegang kekuasaan rakyat, sehingga tidak boleh sewenang-wenang. 1 Disebutkan bahwa negara hukum menentukan alat- alat perlengkapannya yang bertindak menurut dan terikat kepada peraturan-peraturan yang ditetapkan terlebih dahulu yang dikuasakan untuk mengadakan peraturan itu. Demikian juga Indonesia yang dengan tegas telah memilih bentuk demokrasi yakni dengan ketentuan terletaknya kedaulatan di tangan rakyat, jelas tak lepas dari konsekuensi untuk menetapkan pula “negara hukum” sebagaimana telah dituangkan ke dalam butiran ayat UUD 1945. Dalam pasal 1 ayat 3 dengan jelas dinyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. 2 Di dalam negera hukum segala 1 Mahfud MD, Dasar Struktur Ketatanegaraan Indonesia Jakarta: Rineka Cipta, 2001, h. 85. 2 Pasal 1 ayat 3 UUD 1945, Amandemen ke-tiga disahkan 10 November 2001. 2 hak yang berhubungan dengan kebutuhan dan pemenuhan hajat warga negara diatur dan dilindungi oleh undang-undang. Begitupun halnya dengan hak memilih dan hak untuk dipilih. Sebagaimana paham demokrasi yang dianut bahwa kekuasaan ditangan rakyat. Hal ini mengindikasikan bahwa semua warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk ikut terlibat dalam pelaksanaan atau penyelenggaraan sebuah negara dengan tujuan memajukan dan mensejahterakan warga negara, 3 baik secara langsung atau tidak langsung, yakni sebagai penentu dalam proses pemilu misalnya. Hak politik secara eksplisit merupakan hak asasi mausia, sebagaimana diatur dalam Pasal 23 1, 4 dan Pasal 24 1 dan 2 UU No. 391999. 5 Selain itu setiap warga negara memiliki hak konstitusional untuk ikut serta di dalam penyelenggaraan negara, sebagaimana yang diatur dalam UUD 1945 Pasal 28. 6 Setiap orang berhak bebas memilih keyakinan politiknya, termasuk jika keyakinan politik itu dianggap merupakan ekspresi dari keagamaan agama yang bersangkutan, atau jika keyakinan politik itu, misalnya dalam bentuk yang ekstrem, menyatakan perlunya negara didasarkan pada satu agama tertentu atau negara “teokrasi, atau keyakinan politik 3 Pasal 28C ayat 2 “Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya”. 4 Pasal 23 1 UU No. 391999 “Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya.” 5 Pasal 24 1 UU No. 391999 “Setiap orang berhak untuk berkumpul, berpendapat, dan berserikat untuk maksud- maksud damai,” dan Pasal 2 “Setiap warga negara atau kelompok masyarakat berhak mendirikan partai politik, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi lain untuk berperan serta dalam jalannya pemerintahan dan penyelenggaraan negara sejalan dengan tuntutan perlindungan, penegakan, pemajuan hak asasi manusia sesuai dengan ketentuan undang- undang.” 6 Pasal 28 UUD 1945, “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang- undang.” 3 marxisme.” Keyakinan politik seperti itu termasuk di dalam kebebasan yang bersifat internal freedom to be yang tidak bisa boleh dibatasi. 7 Kalau demikian, bagaimana melihat dan memahami keinginan untuk mengaktualisasikan keyakinan politik berdasar atas agama misalnya mendirikan “negara agama” di tingkat nasional maupun lokal? Seturut dengan nalar kebebasan beragama, kebebasan mengekspresikan keyakinan politik itu bersifat dapat ditunda penikmatannya, diatur, dan dibatasi derogable, regulable, limitable tetapi pembatasannya haruslah dengan undang-undang [Pasal 28J 2], dan jika sudah ditetapkan dengan undang-undang maka semua orang diwajibkan mematuhinya. Oleh karena itu untuk mendirikan partai politik sebagai instrument yang sah untuk ikut serta dalam pemerintahan, atau bahkan untuk mengganti pemerintah perlu diatur dengan undang-undang kepartaian, dan untuk pemerintahan daerah diatur dengan undang-undang otonomi daerah. Pendek kata UUD 1945 menjamin kebebasan berkeyakinan politik bagi setiap warga negara, dan kebebasan untuk memperjuangkan keyakinan politiknya itu lewat lembaga-lembaga pengelolaan konflik yang ada misalnya parlemen. Batasan lain secara eksplisit dituangkan ke dalam Pasal 24 1 UU No. 391999 bahwa “…kebebasan untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk maksud- maksud damai,” yang juga searah dengan Pasal 28J 2 8 , 7 Titik-Temu Jurnal Dialog Peradaban, Diterbitkan oleh Nurcholish Madjid Society NCMS, Volume 3, No. 2, Januari-Juni 2011, h.131. 8 Pasal 28J 2 UUD 1945, “ Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata 4 atau dengan kata lain ekspresi keyakinan politik termasuk yang berdasarkan agama, atau untuk mendirikan negara agama; atau pada ujung lain untuk mendirikan negara komunis dibatasi yakni sepanjang tidak melawan hukum dan tidak dilakukan dengan cara-cara kekerasan, baik fisik maupun psikologis. 9 Sebagai upaya untuk mengaktualisasikan hak politik warga negara, perlu adanya perantara sarana untuk menjamin atau sebagai penghubung antara individu dan negara, sarana tersebut yakni partai politik , sebagaimana dikatakan Miriam Budiardjo bahwa partai politik merupaka sarana bagi warga negara untuk turut serta atau berpartisipasi dalam proses pengelolaan negara. 10 Partai politik memiliki kekuatan besar dan penentu terlaksananya sistem demokrasi di suatu negara, sebagaimana dikatakan Nauman yang dikutip Miriam Budiardjo, bahwasanya partai politik merupakan perantara yang besar yang menghubungkan kekuatan-kekuatan dan ideologi sosial dengan lembaga-lembaga pemerintahan yang resmi. 11 Dalam praktik politik di hampir negara-negara modern saat ini, baik yag bercorak demokratis maupun totaliter, kehadiran partai politik tidak dapat dielakan. 12 untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbnagan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyrakat demokratis. 9 Titik-Temu Jurnal Dialog Peradaban, h. 131. 10 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik Jakarta: PT. gramedia Pustaka Utama, 2008, cet. Ke-10, h. 397. 11 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h. 404. 12 Zainal Abidin Amir, Peta Islam Politik Pasca Soeharto Jakarta: LP3S, 2003, h. 19.