Periode Reformasi Sampai Sekarang 1999-2014
56
Indonesia kembali ke sistem multi partai.
85
Setidaknya langkah tersebut merupakan suatu kemajuan sekaligus perlawanan atas diberlakukannya UU No. 3 tahun 1973
pada masa Orde Baru memaksa dilakukannya penyederhanaan partai politik.
86
Hasil perolehan suara secara nasional dan kursi di parlemen DPR dari lima partai besar pada pemilu 1999 adalah sebagai berikut: PDIP 35, 689, 073 suara154
kursi, Golkar 23.741.749120 kursi, PPP 11.329.905 suara58 kursi, PKB 13.336.982 suara51 kursi, dan PAN 7.528.956 suara34 kursi.
87
Secara jelas fakta memperlihatkan bahwa bagian terbesar aspirasi politik umat Islam secara dominan tidak selalu tersalurkan ke kubu partai-partai yang secara resmi
berbasis Islam. Partai berbasis Islam seperti PPP, PBB dan PK sekarang PKS meraih suara jauh dibawah PDIP, begitupun halnya dengan partai berbasis massa
Islam PKB dan PAN tidak mampu menandingi perolehan suara PDIP. Namun disini terdapat hal menarik, PDIP yang memperoleh suara dan kursi paling banyak
35.689.073 suara dan 153 kursi ternyata tidak dapat menjadikan Megawati Soekarno putri menjadi presiden ke-empat. Dengan adanya koalisi partai-partai Islam
dan beberapa partai baru menjadi kubu tersendiri di DPR, yang dikenal dengan poros tengah, sehingga menjadikan posisi PDIP kalah kuat. Sebagai akibat yang dipilih oleh
85
Firmanzah, Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era Reformasi, h. 60
86
Firmanzah, Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era Reformasi, h. 59
87
Hasil penghitungan suara KPU 1999, dikutip dalam Faisal Ismail, Pijar-Pijar Islam: Pergumulan Kultur dan Struktur, h. 125
57
MPR menjadi presiden adalah pendiri Partai Kebangkitan Bangsa PKB, partai di DPR yang hanya memperoleh 51 kursi, yaitu KH. Abdurrahman Wahid.
88
Meskipun dalam pemilu 1999 ini perolehan suara dari masing-masing partai politik Islam belum bisa diandalkan, sebagaimana disampaikan oleh Adeng Muchtar
Ghazali,
89
tetapi menurut penulis hal ini merupakan suatu kebanggaan bagi perpolitikan umat Islam dalam kancah politik nasional, yang mana untuk kali pertama
aspirasi masyarakat Islam yang direpresentasikan dalam partai politik Islam mengahantarkan tokoh politik Islam menjadi presiden Republik Indonesia ke-4,
berkat koalisi partai politik Islam di Parlemen yang kemudian disebut poros tengah. Peristiwa bersejarah inilah yang barangkali sampai sekarang belum terulang
kembali, baik dalam pemilu 2004, 2009 maupun Pemilu 2014 karena dalam kurun waktu tersebut partai Politik Islam tidak pernah mendapatkan perolehan suara yang
mendulang, terlebih dalam masa ini pula persatuan atau keinginan untuk menyatukan partai politik Islam menjadi satu kekuatan sebagaimana yang dipraktikan dalam poros
tengah belum pernah dilakukan bahkan parpol Islam cenderung berjalan secara sendiri-sendiri suatu kebangkitan politik Islam dengan semangat persatuan sesama
partai politik Islam, sehingga mampu menjawab segala kebutuhan pokok masyarakat dan menjawab problematika kehidupan berbangsa dan bernegara. Kekuatan besar dan
88
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h. 450
89
Adeng Muchtar Ghazali, Perjalanan Politik Umat Islam: Dalam Lintas Sejarah Bandung: Pustaka Setia, 2004, h.132
58
semangat menyatukan kembali sebagaimana halnya poros tengah semoga kedepan dapat terwujud kembali.
Pada pemilu legislatif 2004 menghasilkan peta politik baru di DPR meskipun sebagaian besar dari tujuh partai terbesar adalah partai-partai yang sama seperti pada
Pemilu 1999. Pada pemilu kali ini partai Golkar keluar sebagai pemenang pertama dengan merebut 128 kursi dari 550 di DPR, disusul oleh PDIP dengan perolehan
kursi 109, PPP 58, PD 55, PAN 53, PKB 52, dan PKS 45 kursi.
90
Jadi secara akumulatif pada pemilu legislatif 2004, total perolehan suara partai Islam PPP, PBB,
PBR, PKS dan PPNU hanya sekitar 21 saja dibandingkan sekitar 43 total perolehan suara partai-partai Islam pada Pemilu 1955.
91
Lagi-lagi perolehan suara partai Islam tidak begitu signifikan, demikian pula dalam pemilu 2009. Berdasarkan
perhitungan suara pada pemilu legislatif tahun 2009, yang diikuti 44 parpol, terdiri dari 36 partai nasionalisnon-agama, 6 parpol berazazkan Islam, PKS 7.88, PPP
5,32, PBB 1.79, PBR 1.21, Partai Kebangkitan Nasional Ulama PKNU 0.4 dan partai terbuka berplatform Islam PKB 4.94, dan PAN 6.01.
92
Pemilu tahun 2014 menempatkan posisi partai politik Islam tidak lebih jauh dari pemilu tahun sebelumnya, bahkan di tahun ini perolehan suara partai politik
90
Syamsuddin Haris, Partai, Pemilu, dan Parlemen Era Reformasi Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, h. 28
91
Syamsuddin Haris, Partai, Pemilu, dan Parlemen Era Reformasi, h. 30
92
Hasil penghitungan suara KPU 2009, dikutip dalam, Ed. Haidar Ali Ahmad, Dinamika Kehidupan Keagamaan Di Era Reformasi, h.279
59
Islam relatif menurun. Jika pada tahun sebelumnya perolehan suara partai politik Islam masuk dalam zona sepuluh besar, maka tidak demikian halnya dengan pemilu
tahun 2014 yang menempatkan beberapa saja partai politik Islam yang masuk dalam lingkaran sepulu besar tersebut. Partai Bulan Bintang sebagai contohnya yang hanya
memperoleh total perolehan suara nasional 1.825.750 1,46, sehingga dengan hasil ini PBB tidak bisa terlibat dalam kontestasi pemilihan presiden, karena yang berhak
terlibat dan mengikuti kontestasi hanya partai politik yang masuk dalam zona sepuluh besar. Disisi lain partai politik Islam lainnya, PKS dan PPP, hanya meraup perolehan
suara masing-masing, 8.480.204 6,76 dan 8.157.488 6,53, masih berada dibawah partai politik yang berbasis nasionalis, PDI-P, 23.681.271 18,95, Golkar,
18.432.312 14,75, Gerindra, 14.760.371 11.81, Demokrat, 12.728.913 10,19.
93
Menyimak dari realita perolehan suara pada pemilu legislatif 2004,2009 dan 2104 terdapat hal yang menarik yakni tetap menurunnya minat kaum muslim
Indonesia untuk menyalurkan hak konstitusionalnya terhadap partai-partai Islam, sama halnya ketika pada pemilu pertama di masa reformasi 1999, perolehan suara
partai Islam tetap berada di bawah partai-partai berbasis nasionalis. Meskipun secara sosiologis demografis umat Islam Indonesia merupakan mayoritas sekitar 87 persen,
ternyata hanya sebagian kecil saja yang mendukung partai Islam. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan antara realitas sosiologis dan realitas politik.
93
Lampiran Keputusan KPU No. 412KptsKPUTahun 2014
60
Realitas ini sekali lagi membuktikan runtuhnya mitos “politik kuantitas” yang menganggap mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam berbanding lurus dengan
preferensi pilihannya sehingga seolah-olah secara otomatis mereka akan memilih partai Islam. Dengan demikian, pada saat pemilu, umat Islam tidak terikat denga
symbol keislaman dan juga tidak lagi melihat partai Islam sebagai satu-satunya representasi keislaman dalam kehidupan politik.
94
94
Syamsuddin Haris, Partai, Pemilu, dan Parlemen Era Reformasi, h. 30-31
61
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG KABUPATEN PANDEGLANG