Pengaruh peran auditor internal, sistem pengendalian intern pemerintah dan penyelesaian tindak lanjut temuan audit terhadap penerapan tata kelola pemerintahan yang baik good government governance : studi empiris pada sekretariat jenderal dan inspektorat j

(1)

i

PENGARUH PERAN AUDITOR INTERNAL, SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DAN PENYELESAIAN TINDAK LANJUT

TEMUAN AUDIT TERHADAP PENERAPAN TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNMENT GOVERNANCE)

(Studi Empiris Pada Sekretariat Jenderal dan Inspektorat Jenderal di Kementerian Republik Indonesia )

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh: RIFKA ADELIA NIM: 1111082000010

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

1. Nama : Rifka Adelia

2. Tempat Tanggal Lahir : Samarinda, 2 September 1993

3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Alamat : Jl. Lurah Disah Gang Kubur No.53,

Legoso, Ciputat Timur, Tangerang Selatan

5. HP : 08569977783

6. E-mail : [email protected]

PENDIDIKAN

1. MI Pembangunan UIN Jakarta Tahun 1998-2005

2. SMPN 87 Jakarta Tahun 2005-2008

3. SMAN 6 Jakarta Tahun 2008-2011

4. S1 Ekonomi Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2011-2015

PENDIDIKAN NON FORMAL

1. Kursus Bahasa Inggris LIA, 2006-2007 2. Bimbingan Belajar BTA, Jakarta 2010-2011

PENGALAMAN ORGANISASI

1. Bendahara Ekstrakulikuler Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) SMP Negeri 87 Jakarta (2006-2007)

2. Anggota Ekstrakulikuler Rohani Islam (ROHIS) SMP Negeri 87 Jakarta (2006-2008


(7)

vii

3. Bendahara Ekstrakulikuler Paduan Suara (PADUS) SMA Negeri 6 Jakarta (2009-2010)

4. Himpunan Mahasiswa Jurusan Akuntansi (HMJ) sebagai Anggota Divisi Hubungan Masyarakat (2011-2012)

5. Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (BEM) sebagai Sekretaris Divisi Seni dan Budaya (2013-2014)

SEMINAR DAN WORKSHOP

1. Seminar Simulasi Pasar Modal: Knowing More Doing More to be Smart Investor, FEB UIN Jakarta, 2013

2. Seminar Internasional: Islamic Finance on Infrastructure Project Development, FEB UIN Jakarta, 2013

3. Seminar Nasional: Korupsi Mengorupsi Indonesia, FEB UIN Jakarta, 2014 4. Workshop Pelatihan Microsoft Excel, Lisensi UIN Jakarta, 2014

5. Seminar Indonesia Capital Market Student Studies International Conference, FE UI, 2014

KEPANITIAAN

1. Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan (OPAK) oleh HMJ Akuntansi, FEB UIN Jakarta sebagai anggota divisi acara, 2012

2. Togetherness in Adventure With Accounting (TRIVIA) 2012 oleh BEM Jurusan Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah, sebagai koordinator divisi acara, 2012

3. Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan (OPAK) oleh BEM FEB UIN Jakarta sebagai anggota divisi atribut, 2013

4. Auditing Days FEB UIN Jakarta sebagai Master of Ceremony (MC), 2013 5. Seminar Akuntansi: Liberalisasi Jasa Akuntansi dalam AEC 2015, didukung

oleh IAI, FEB UIN Jakarta, 2013 Master of Ceremony (MC)


(8)

viii

7. Kompetisi Debat Ekonomi oleh BEM FEB UIN Jakarta sebagai Master of Ceremony (MC), 2014

8. Kompetisi Ratoeh Jaroeh (Tari Saman) FEB UIN Jakarta sebagai Master Of Ceremony (MC), 2014


(9)

ix

THE INFLUENCE OF ROLE OF INTERNAL AUDITOR, INTERNAL CONTROL SYSTEM, AND COMPLETION OF THE AUDIT FINDINGS TO

GOOD GOVERNMENT GOVERNANCE

(EMPIRICAL STUDY ON THE GENERAL SECRETARIAT AND GENERAL INSPECTORATE AT MINISTRY OF REPUBLIC INDONESIA)

ABSTRACT

This research aimed to analyze and to examine the hyphothesis on the influence of role of internal auditor, internal control system, and completion of the audit findings to good government governance. Respondents in this research are employee who worked in the Financial Bureau of the General Secretariat and internal auditor in the General Inspectorate at Ministry of Republic Indonesia. In this research the sampling method using a convenience sampling technique.

Data were collected through distribution of questionnaire on 126 respondents in Ministry of Republic Indonesia. Data were analyzed by using multiple regression analysis with SPSS 21 program.

The result of this research indicates that role of internal auditor, internal control system, and completion the audit findings significantly influence to good government governance.

Keyword: role of the internal auditor, internal control system, completion audit findings, good government governance


(10)

x

PENGARUH PERAN AUDITOR INTERNAL, SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DAN PENYELESAIAN TINDAK LANJUT

TEMUAN AUDIT TERHADAP PENERAPAN TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNMENT GOVERNANCE)

(STUDI EMPIRIS PADA SEKRETARIAT JENDERAL DAN

INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN REPUBLIK INDONESIA)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dan menguji hipotesis mengenai pengaruh peran auditor internal, sistem pengendalian intern pemerintah, dan penyelesaian tindak lanjut temuan audit terhadap penerapan tata kelola pemerintahan yang baik. Responden dalam penelitian ini adalah Pegawai Biro Keuangan Sekretariat Jenderal dan auditor internal di Inspektorat Jenderal Kementerian Repiblik Indonesia. Dalam penelitian ini metode pengambilan sampel menggunakan teknik convenience sampling. Data yang dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner kepada 126 responden di Kementerian Republik Indonesia. Data dianalisis menggunakan metode analis regresi berganda dengan bantuan program SPSS 21.

Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa peran auditor internal, sistem pengendalian intern pemerintah,dan penyelesaian tindak lanjut temuan audit berpengaruh secara signifikan terhadap penerapan tata kelola pemerintahan yang baik (good government governance).

Kata kunci: peran auditor internal, sistem pengendalian intern pemerintah, penyelesaian tindak lanjut temuan audit, tata kelola pemerintahan yang baik


(11)

xi

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Segala Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya dengan segala pengetahuan dan kekuasan-karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh peran Auditor Internal, Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, dan Penyelesaian Tindak Lanjut temuan Audit Terhadap Penerapan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik (Good Government Governance) dengan baik. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya. Skripsi ini disusun dalam rangka untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pada kesempatan kali ini, penulis menyampaikan terimakasih atas bantuan, saran, bimbingan, dukungan, semangat dan doa, baik langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini kepada:

1. Papa dan Mama tercinta yang selalu memahami diri penulis serta mengajarkan kebaikan, mengingatkan untuk selalu berada di jalan Allah SWT selalu melantunkan doa yang tidak pernah putus, memberikan dukungan dan semangat motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini

2. Kakak dan adik penulis yang selalu memberikan semangat dan dukungan serta selalu menghibur penulis saat berada dalam kejenuhan

3. Keluarga besar penulis terutama kakek dan (alm) nenek atas doa dan dukungan yang tidak henti-hentinya hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.


(12)

xii

4. Bapak Dr. Arief Mufraini Lc.,M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Bapak Hepi Prayudiawan, SE,. MM., Ak., CA selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Bapak Dr. Yahya Hamja, MM selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang

selalu bersedia meluangkan waktunya untuk konsultasi, memberikan pengarahan serta motivasi yang tidak henti kepada penulis untuk menyelesaikan skrispi ini. Terima kasih atas ilmu yang telah Bapak berikan selama ini.

7. Kakak Wilda Farah, SE.,M.Si., Ak., CPA., CA. selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang telah meluangkan waktunya, memberikan saran dan motivasi, memberikan pengarahan dan kata-kata yang menyemangati penulis untuk menyelesaikan skripsi ini serta pengalaman hidup yang diberikan kepada penulis untuk menjadi bekal penulis di masa depan. Terima kasih kakak untuk ilmu yang telah diberikan.

8. Seluruh Dosen yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama menuntut ilmu yang menjadi bekal untuk penulis serta motivasi yang tidak henti diberikan kepada penulis dan karyawan Universitas Islam Negeri Jakarta yang memberikan bantuan kepada penulis.

9. Bapak Budi Setjen Kemenkeu, Bapak Sofandi Itjen Kemenkeu, Bapak Darmadi Setjen KKP, Ibu Pipit Itjen KKP, Bapak Ernest Setjen Kemendag, Ibu Daru dan Bapak Firman Itjen Kemendag, Bapak Wakhyudi Setjen Kemenperin, Ibu Yulia Itjen Kemenperin, Bapak Pepen Setjen Kemensos, Bapak I Wayan Itjen kemensos, Ibu Ruki dan Bapak Padmono Setjen Kemenkum dan HAM, Bapak Chandra Itjen Kemenkum dan HAM, Ibu Nensi Setjen Kemenkes, dan Ibu Hidayati Itjen Kemenkes yang telah meluangkan waktunya untuk membantu penulis dalam menyebarkan kuesioner di instansi masing-masing.

10. Seluruh responden yang terdiri dari Pegawai Biro Keuangan Sekretariat Jenderal dan Auditor Internal di Inspektorat Jenderal pada Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial, Kementerian Kelautan dan Perikanan,


(13)

xiii

Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Kesehatan, Kementerian Hukum dan HAM yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membantu penulis dalam mengisi kuesioner penelitian serta memberikan saran dan kritik yang membangun mengenai penelitian ini. 11. Teman seperjuangan penulis dalam menyebarkan kuesioner penelitian yang

saling menguatkan yaitu Putri Rizkia.

12. Sahabat-Sahabat penulis Yosi Maihusna, Rizka Anugrah Putri, Refna Dwiyana Dinia Amany Rahmana, dan Irfan Ardiansyah yang selalu ada dalam tawa, canda, selalu memberikan nasehat-nasehat ketika berada dalam keterpurukan, selalu sabar menghadapi penulis, saling menguatkan, terima kasih atas bantuan, dukungan serta pembelajaran yang berarti dari kalian setiap harinya serta semangat yang diberikan untuk menyelesaikan skripsi ini.

13. Teman-teman tercinta Dhea, Pipit, Lutfi, Abrar, Arief, Ody, Asyraf dan Ikhsan. Terima kasih banyak atas tawa, canda, kebahagiaan, kesabaran, dukungan yang diberikan kepada penulis serta nasehat dan kritik yang membangun hingga dapat menyelesaikan skripsi ini

14. Kakak-Kakak Senior Kak Eka, Kak Mute, Kak Icun Terima kasih atas bantuan, nasehat, saran dan dukungan yang diberikan kepada penulis selama ini.

15. Teman-teman Akuntansi A 2011 dan Akuntansi 2011 Bertemu dengan kalian adalah momen yang paling berharga, memberikan warna dalam kehidupan penulis selama ini dan dukungan yang tidak henti-hentinya untuk menyelesaikan skripsi ini.

16. Keluarga Dewaruci, Doddy, Atfal, Fadhil, Jopi, Teguh, Fikri, Itta, Azza, Desi, Tiara, Sifa Rifa, dan duo bebeb “ Dhea dan Pipit”. Terima kasih atas pengalaman hidup yang diberikan kepada penulis, tawa dan canda serta pembelajaran bahwa setiap masalah ada jalan keluarnya, dan dukungan yang terus mengalir kepada penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini Selamat menempuh impian masing-masing.


(14)

xiv

17. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu atas bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh peneliti. Oleh karena itu penulis menerima saran dan kritik yang membangun dari semua pihak.

Jakarta, 21 April 2015


(15)

xv DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Lembar Pengesahan Skripsi ... ii

Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif ... iii

Lembar Pengesahan Ujian Skripsi ... iv

Lembar Pernyataan Keaslian Karya ... v

Daftar Riwayat Hidup ... vi

Abstract ... ix

Abstrak ... x

Kata Pengantar ... xi

Daftar Isi ... xv

Daftar Tabel ... xvii

Daftar Gambar ... xviii

Daftar Lampiran ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Perumusan Masalah ... 12

C.Tujuan Dan Manfaat Penelitian ... 13

1. Tujuan Penelitian ... 13

2. Manfaat Penelitian ... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 16

A.Tinjauan Literatur ... 16

1. Teori Agensi (Agency Theory) ... 16

2. Teori Auditing ... 17

3. Audit Internal ... 20

4. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah ... 28

5. Tindak Lanjut Temuan Audit ... 35

6. Good Government Governance ... 42


(16)

xvi

C.Kerangka Pemikiran ... 57

D.Hipotesis ... 58

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 65

A.Ruang Lingkup Penelitian ... 65

B.Metode Penentuan Sampel ... 65

C.Metode Pengumpulan Data ... 66

D.Metode Analisis Data ... 67

1. Statistik Deskriptif ... 67

2. Uji Validitas Data ... 67

3. Uji Reliabilitas ... 67

4. Uji Asumsi Klasik ... 68

5. Uji Koefisien Determinasi ... 70

6. Uji Hipotesis ... 70

E.Operasional Variabel Penelitian ... 72

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 78

A.Gambaran Umum Objek Penelitian ... 78

1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 78

2. Karakteristik Responden ... 81

B.Hasil Uji Instrumen Penelitian ... 84

1. Hasil Uji Statistik Deskriptif ... 84

2. Hasil Uji Kualitas Data ... 86

3. Hasil Uji Asumsi Klasik... 89

4. Hasil Uji Koefisien Determinasi... 93

5. Hasil Uji Hipotesis ... 94

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 108

A.Kesimpulan ... 108

B.Saran ... 109

DAFTAR PUSTAKA ... 110


(17)

xvii

DAFTAR TABEL

Nomor Keterangan Halaman

1.1 Kasus Korupsi di Kementerian atau Lembaga Negara ... 3

1.2 Indeks Persepsi Korupsi ... 5

2.1 Hasil Penelitian Terdahulu ... 52

3.1 Operasionalisasi Variabel Penelitian ... 76

4.1 Data Distribusi Sampel Penelitian ... 80

4.2 Data Sampel Penelitian ... 81

4.3 Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 81

4.4 Deskripsi Responden Berdasarkan Usia... 82

4.5 Deskripsi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 83

4.6 Deskripsi Responden Berdasarkan Golongan ... 83

4.7 Deskripsi Responden Berdasarkan Pengalaman Kerja ... 84

4.8 Statistik Deskriptif ... 85

4.9 Hasil Uji Validitas Peran Auditor Internal ... 86

4.10 Hasil Uji Validitas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah ... 87

4.11 Hasil Uji Validitas Tindak Lanjut Temuan Audit... 87

4.12 Hasil Uji Validitas Good Government Governance... 88

4.13 Hasil Uji Reliabilitas ... 89

4.14 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov Test ... 91

4.15 Hasil Uji Multikolonieritas ... 91

4.16 Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 93

4.17 Hasil Uji Statistik t ... 94


(18)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Keterangan Halaman

2.1 Skema Kerangka Pemikiran ... 57

4.1 Hasil Uji Normalitas Grafik P-Plot ... 90

4.2 Hasil Uji Normalitas Grafik Histogram ... 90


(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Keterangan Halaman

1 Lembar Surat Penelitian Skripsi ... 115

2 Kuesioner Penelitian Skripsi ... 128

3 Daftar Jawaban Responden ... 137


(20)

(21)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kegagalan sistem pemerintahan yang sentralistis menyebabkan terjadinya pergeseran paradigma dari government menjadi governance. Konsep governance melihat kegiatan, proses atau kualitas memerintah tidak dari struktur pemerintahan, tetapi berdasarkan kebijakan yang dibuat dan efektivitas penerapan kebijakan tersebut, dimana kebijakan yang dibuat tidak hanya dari satu pemimpin melainkan muncul dari proses konsultasi antara pihak yang terkena oleh kebijakan tersebut. Kinerja pemerintah dilihat dari interaksi dan relasi antara berbagai faktor dan aktor di luar birokrasi (Oyugi, 2000 dalam Susiatiningsih, 2010:4).

Governance merupakan suatu kesepakatan menyangkut pengaturan negara yang diciptakan bersama oleh tiga pilar yakni; negara, dunia usaha, dan masyarakat (Hasyim, 2014:27). Ketiga pilar ini harus saling berkaitan dan bekerja dengan prinsip kesetaraan, tanpa ada upaya untuk mendominasi satu pihak terhadap pihak yang lain (Rasul, 2009:540). Menurut Daniri dan Prasetyantoko (2009:2), pertama, negara (legislatif, eksekutif, yudikatif) menyediakan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang menunjang iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan, melaksanakan peraturan perundangan dan penegakan hukum secara konsisten. Kedua, dunia usaha sebagai pelaku pasar menerapkan good corporate governance sebagai pedoman dasar pelaksanaan usaha. Dunia usaha juga berkewajiban untuk


(22)

2 berpartisipasi aktif dalam memberikan masukan dalam perumusan dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan dan kebijakan publik yang berkaitan dengan sektor usahanya. Ketiga, Masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha, serta pihak yang terkena dampak dari peraturan perundangan atau kebijakan, menunjukkan kepedulian dan melakukan melakukan kontrol sosial secara obyektif dan bertanggung jawab.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa governance adalah proses pengaturan negara dalam pengambilan keputusan yang tidak melibatkan satu pihak saja melainkan melibatkan elemen lainnya, yakni dunia usaha dan masyarakat yang saling berinteraksi satu dengan lainnya sehingga keputusan yang dihasilkan dapat diimplementasikan dengan tanggung jawab, transparan, adil dan efektif.

Di Indonesia, upaya pemerintah dalam mewujudkan good governance dilakukan melalui reformasi terhadap pengelolaan keuangan negara dengan mengeluarkan paket perundang-undangan, yakni; UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Upaya ini merupakan aksi nyata dalam memperbaiki pengelolaan keuangan negara yang mengarah kepada prinsip good governance. (Widhianto, 2011:4 dan Renyowijoyo, 2009:32).

Sedangkan untuk mendorong terciptanya good governance pada pelayanan publik dan menciptakan transparansi serta partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan, pemerintah mengeluarkan UU Nomor 25


(23)

3 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Widhianto, 2011:4)

Namun upaya pemerintah untuk mewujudkan good governance belum berjalan secara optimal karena masih ditemukan kasus korupsi di lembaga negara. Menurut Kompas (2014) terdapat sejumlah lembaga negara yang terkena kasus korupsi dalam 4 tahun terakhir yang dapat dilihat pada tabel 1.1.

Tabel 1.1

Kasus Korupsi di Sejumlah Lembaga Negara

No Lembaga Negara Kasus Tersangka

1 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

Penyalahgunaan wewenang

Menteri ESDM Jero Wacik (3/9/2014) 2 Kementerian Kesehatan Pengadaan Alat

kesehatan buffer stock tahun 2005

Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari (4/4/2014) 3 Kementerian

Koordinator Kesejahteraan Rakyat Proyek Pengadaan alat kesehatan Tahun 2005 Sekretaris Kemenko Kesra Sutedjo Yuwono (23/8/2011) 4 Kementerian Agama Pengadaan barang

dan jasa haji 2012-2013

Menteri Agama Suryadharma Ali (22/5/2014) Pengadaan

Al-Qur’an tahun 2011 Anggota DPR Zulkarnaen Djabar (30/5/2013) 5 Kementerian Pemuda

dan Olahraga

Kasus Hambalang dan Proyek Wisma Atlet

Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng (18/7/2014) Angelina Sondakh (12/11/2013) M Nazaruddin (23/1/2013) Anas Urbaningrum (11/9/2014)


(24)

4 Tabel 1.1 (Lanjutan)

Sumber: Kompas, 13 September 2014

Berdasarkan tabel diatas, kasus korupsi yang menimpa sejumlah lembaga negara di Indonesia adalah berkaitan dengan pelayanan publik Pelayanan publik yang dilakukan pemerintah selama ini ternyata bermuara pada praktik yang tidak sehat yakni korupsi. Sehingga untuk mewujudkan good governance bukanlah perkara yang mudah dan dibutuhkan kerjasama

dari seluruh pihak untuk mewujudkannya. Kasus korupsi di Indonesia juga diperkuat oleh data yang berasal dari Transparency International (TI) mengenai indeks persepsi korupsi yang mengukur tingkat korupsi di suatu negara. Berikut indeks persepsi korupsi tahun 2010-2014 pada tabel 1.2

No Lembaga Negara Kasus Tersangka

6 Kepolisian Negara Republik Indonesia Kasus pengadaan simulator Mantan Kakorlantas Djoko Susilo (4/6/2014)

7 SKK Migas Kasus suap proyek

SKK Migas

Mantan Ketua SKK Migas Rubi

Rubiandini (29/4/2014) 8 Kementerian Tenaga

Kerja dan Transmigrasi

Kasus korupsi dana PDIP Pejabat P2KT Nyoman Suisnaya dan Dadong Irbarelawan (28/5/2013)

Mantan anggota DPR Wa Ode Nurhayati (28/5/2013)

9 Mahkamah Konstitusi Kasus suap sengketa Pilkada

Mantan Ketua Akil Mochtar (30/6/2014)


(25)

5 Tabel 1.2

Indeks Persepsi Korupsi

Negara Indeks Persepsi Korupsi Peringkat Dunia 2010 2011 2012 2013 2014

Singapura 9,3 9,2 87 86 84 7

Malaysia 4,4 4,3 49 50 52 50

Filipina 2,4 2,6 34 36 38 85

Thailand 3,5 3,4 37 35 38 85

Indonesia 2,8 3,0 32 32 34 107

Vietnam 2,7 2,9 31 31 31 119

Timor Leste 2,5 2,4 33 30 28 133

Laos 2,1 2,2 21 26 25 145

Myanmar 1,4 1,5 15 21 21 156

Kamboja 2,1 2,1 22 20 21 156

Sumber: Transparency International

Pada tahun 2014 Indonesia menempati posisi 107 dengan skor 34, skor ini masih berada jauh jika dibandingkan dengan kawasan ASEAN, Asia Pasifik dan Komunitas G20 (tii.org.id). Rendahnya skor yang diperoleh Indonesia menunjukkan tingginya tingkat korupsi di Indonesia sehingga mencerminkan bahwa implementasi good governance belum berjalan secara optimal.

Dari sisi transparansi pelayanan publik, terdapat dua kementerian yang mendapatkan rapor merah berdasarkan survei integritas sektor publik yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2014. Survei integritas sektor publik dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai kualitas layanan publik berdasarkan unit layanan di Kementerian atau Lembaga dalam upaya anti korupsi. Dua kementerian tersebut adalah Kementerian Perhubungan pada unit layanan izin penyelenggaraan angkutan


(26)

6 pariwisata dan Kementerian Agama yang mendapatkan rapor merah pada unit layanan pencatatan nikah di Kantor Urusan Agama (KUA).

Dalam mendukung pelaksanaan good governance terdapat tiga aspek utama yang perlu diperhatikan yakni pengendalian, pengawasan dan pemeriksaan dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan (Mardiasmo, 2009:189). Peran audit internal menjadi sangat penting dalam meningkatkan pengawasan internal, optimalisasi mekanisme check and balances, serta melakukan fungsi kontrol dalam membantu manajemen mencapai tujuannya melalui terwujudnya good governance (Kusmayadi, 2012:149).

Fungsi pengawasan yang dilakukan oleh auditor internal pemerintah atau dikenal dengan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) merupakan salah satu pilar yang penting dalam mewujudkan good governance karena terjadi proses check and recheck dalam penyelenggaran pemerintahan (Indarwati, 2013:5). Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) berperan sebagai konsultan yang dapat memberikan nilai tambah bagi manajemen dan tidak lagi mendeteksi masalah namun sudah berubah menjadi mencegah masalah (Warta Pengawasan, 2013:6). APIP memberikan keyakinan (quality assurance) yang memadai atas ketaatan, kehematan, efisiensi, dan efektivitas

pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah, APIP dijadikan sebagai early warning untuk mencegah terjadinya penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang sehingga mampu membantu meningkatkan kualitas tata kelola instansi pemerintah (Warta Pengawasan, 2013:10).


(27)

7 Selain itu, pemberdayaan dan penguatan fungsi pengendalian internal merupakan aksi nyata yang harus diambil oleh instansi sebagai prasyarat dalam menegakkan good governance (Syakhroza, 2011:200). Pengendalian internal memainkan peranan penting untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam proses governance (Syzmanski, 2007; Baltaci & Yilmaz, 2006 dalam Aikins, 2011:308). Pengendalian internal dapat mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan pengawasan dan pelaporan dalam rangka menciptakan akuntabilitas dan transparansi yang diharapkan masyarakat untuk mewujudkan good governance (Fadilah, 2011:390). Pelaksanaan pengendalian intern diharapkan dapat menghilangkan praktik-praktik korupsi karena proses pemerintahan akan dilakukan secara transparan dan dipertanggungjawabkan secara berkala sehingga penerapan pengendalian intern pemerintah merupakan komitmen pemerintah untuk membangun tata kelola pemerintahan yang baik (Sari, 2013:1015).

Hasil pemeriksaan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dirilis dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2014 ditemukan adanya kelemahan dalam sistem pengendalian intern yang berjumlah 718 kasus. Temuan tersebut antara lain kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan berjumlah 271 kasus, kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja berjumlah 288 kasus, dan kelemahan terhadap struktur pengendalian intern berjumlah 159 kasus. Salah satu penyebab ditemukannya kelemahan pengendalian intern dikarenakan


(28)

8 pengawasan dan pengendalian yang belum optimal dalam menindaklanjuti rekomendasi BPK atas LHP sebelumnya (IHPS BPK Semester I Tahun 2014).

Pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK akan bermanfaat jika rekomendasi atas temuan pemeriksaan tersebut di tindaklanjuti oleh pihak yang bertanggung jawab untuk melaksanakannya dan tidak ditemukannya temuan berulang di periode berikutnya. Menurut Arifianti, Payamta, dan Sutaryo (2013:2486) tindak lanjut atas temuan audit berdasarkan rekomendasi merupakan upaya continuous improvement atas kinerja entitas yang diperiksa.

Tanpa tindak lanjut dari parlemen, eksekutif, instansi yang diperiksa dan aparat yang diberi wewenang melakukan investigasi, pemeriksaan menjadi tidak efektif dan akuntabilitas hanya menjadi mimpi belaka (Sali, 2010 dalam Arifianti, Payamta, dan Sutaryo, 2013:2487). Dengan adanya upaya dalam menindaklanjuti temuan audit dapat menghasilkan laporan keuangan yang lebih berkualitas yang mencerminkan pengelolaan pemerintahan yang baik (good governance) (Sari, 2013:1012).

Hasil pemantauan BPK terhadap TLRHP terdapat 14.240 (55,28%) rekomendasi yang telah ditindaklanjuti sesuai dengan rekomendasi. Untuk rekomendasi yang belum sesuai atau dalam proses tindak lanjut sebesar 5639 (21,89%) dan rekomendasi yang belum ditindaklanjuti sebesar 5807 (22,55%). Sedangkan sebanyak 73 rekomendasi (0,28%) tidak dapat ditindaklanjuti. Masih terdapatnya rekomendasi yang belum ditindaklanjuti menunjukkan bahwa pelaksanaan tindak lanjut temuan audit belum optimal dan adanya instansi yang belum serius untuk melaksanakan rekomendasi dari BPK,


(29)

9 sehingga pengawasan terhadap tindak lanjut temuan audit perlu untuk ditingkatkan (IHPS BPK Semester I Tahun 2014).

Menurut Lin dan Liau (2012) upaya auditee dan pihak yang terkait dalam menindaklanjuti rekomendasi hasil pemeriksaan dapat memperkuat efektivitas pelakasanaan audit pemerintahan. Semakin besar persentase rekomendasi hasil pemeriksaan yang ditindaklanjuti, maka akuntabilitas pengelolaan keuangan negara semakin baik yang ditunjukkan dengan semakin berkurang temuan audit pada periode selanjutnya (Setyaningrum, Gani dan Martani, 2014:3).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rahmatika (2014), Saptapradipta (2012), Suyono dan Hariyanto (2012) mengungkapkan bahwa peran auditor internal berpengaruh signifikan terhadap penerapan good governance. Hal ini disebabkan auditor internal dapat mendeteksi dan

mencegah terjadinya penyimpangan serta memberikan jaminan kualitas atas ketaatan, kehematan, efisiensi, dan efektivitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi. Namun penelitian ini tidak sesuai dengan yang dilakukan oleh Habibie (2013) yang menemukan bahwa auditor internal tidak memiliki pengaruh terhadap penerapan good government governance.

Sistem pengendalian internal memiliki pengaruh signifikan terhadap penerapan good governance. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Sari (2013), Habibie (2013), Saptapradipta (2012) dan Suyono dan Hariyanto (2012) yang mengungkapkan bahwa pengendalian memiliki


(30)

10 pengaruh terhadap penerapan good governance karena komponen pengendalian internal mampu memperkecil risiko yang mungkin terjadi dan mendorong peningkatan pelaksanaan good governance.

Astriani (2014) dan Sari (2013) menemukan bahwa tindak lanjut temuan audit berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan. Adanya tindak lanjut dari temuan audit dapat memperbaiki kualitas laporan keuangan suatu instansi yang berimplikasi pada penerapan tata kelola pemerintahan yang baik (good government governance). Dengan tindak lanjut temuan audit, maka

laporan keuangan yang dihasilkan oleh pemerintah lebih berkualitas yang dapat mencerminkan pengelolaan pemerintahan yang baik (good government governance).

Berdasarkan uraian di atas peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian ini karena variabel good governance adalah topik yang menarik untuk diteliti. Beberapa tahun belakangan ini tuntutan masyarakat terhadap pemerintah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang akuntabilitas, transparan, adil dan bersih semakin mengemuka. Pemerintah mulai menyadari arti penting dalam menjalankan prinsip good governance dalam penyelenggaraan pemerintahan. Semangat untuk melaksanakan reformasi birokrasi nasional mulai diterapkan oleh pemerintah, sejumlah peraturan perundang-undangan dikeluarkan oleh pemerintah sebagai bentuk upaya mewujudkan good governance.

Namun upaya pemerintah untuk melaksanakan good governance belum sepenuhnya terealisasi. Kasus korupsi yang masih terjadi baik di


(31)

11 tingkat pusat atau di daerah yang dilakukan oleh pejabat negara serta pelayanan publik yang belum mampu untuk memenuhi keinginan masyarakat memberikan gambaran bahwa good governance belum berjalan secara optimal. Laporan hasil pemeriksaan BPK yang mengungkapkan masih ditemukannya kelemahan pada sistem pengendalian internal turut mengindikasikan good governance belum berjalan secara optimal di Indonesia.

Untuk itulah peneliti merasa penting untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Peran Auditor Internal, Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dan Penyelesaian Tindak Lanjut Temuan Audit Terhadap Penerapan Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik (Good Government Governance)

Penelitian ini merupakan jenis penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang meneliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan tata kelola pemerintahan yang baik (good government governance). Penelitian ini merupakan replikasi dan pengembangan dari penelitian sebelumnya yakni Saptapradipta (2012), Suyono dan Hariyanto (2012) dan Sari (2013). Perbedaan penelitian ini dengan peneliti sebelumnya yakni sebagai berikut:

1. Dalam penelitian Saptapradipta (2012) dan Suyono dan Hariyanto (2012) menggunakan tiga variabel dalam meneliti faktor yang mempengaruhi tata kelola pemerintahan yang baik (good government governance) yaitu auditor internal, sistem pengendalian internal dan komitmen organisasi.


(32)

12 Sedangkan dalam penelitian Sari (2013) menggunakan variabel sistem pengendalian intern pemerintah, implementasi standar akuntansi pemerintah dan penyelesaian temuan audit untuk meneliti good government governance. Sementara penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya yang mengambil dua variabel independen dari penelitian Saptapradipta (2012) dan Suyono dan Hariyanto (2012) yakni variabel auditor internal dan sistem pengendalian internal dan mengambil variabel penyelesaian temuan audit pada penelitian Sari (2013) dan variabel penyelesaian tindak lanjut temuan audit merupakan variabel yang masih jarang diteliti terutama jika dikaitkan dengan good government governance.

2. Pada penelitian sebelumnya penelitian dilakukan di Satuan Pengawasan Internal (SPI) dan satuan kerja pada Universitas Brawijaya dan dilakukan terhadap pemerintah daerah di Jawa Barat, Banten dan Jawa Tengah. Sedangkan dalam penelitian ini peneliti melakukan penelitian di tingkat pemerintah pusat yakni di sejumlah Kementerian Republik Indonesia pada Sekretariat Jenderal bagian biro keuangan dan auditor internal di Inspektorat Jenderal.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah peran auditor internal berpengaruh terhadap penerapan tata kelola pemerintahan yang baik (good government governance)?


(33)

13 2. Apakah sistem pengendalian intern pemerintah berpengaruh terhadap penerapan tata kelola pemerintahan yang baik (good government governance)?

3. Apakah penyelesaian tindak lanjut temuan audit berpengaruh terhadap tata kelola pemerintahan yang baik (good government governance)?

4. Apakah peran auditor internal, sistem pengendalian intern pemerintah dan penyelesaian tindak lanjut temuan audit berpengaruh terhadap penerapan tata kelola pemerintahan yang baik (good government governance)?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk menemukan bukti empiris tentang:

1. Pengaruh peran auditor internal terhadap penerapan tata kelola pemerintahan yang baik (good government governance).

2. Pengaruh sistem pengendalian intern pemerintah terhadap penerapan tata kelola pemerintahan yang baik (good government governance).

3. Pengaruh penyelesaian tindak lanjut temuan audit terhadap tata kelola pemerintahan yang baik (good government governance).

4. Pengaruh peran auditor internal, sistem pengendalian intern pemerintah, dan penyelesaian tindak lanjut temuan audit terhadap penerapan tata kelola pemerintahan yang baik (good government governance).


(34)

14 D. Manfaat penelitian

Berdasarkan teori, perumusan dan tujuan masalah, maka diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat, adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kontribusi Praktis

a. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), sebagai pembina APIP diharapkan penelitian ini dapat dijadikan informasi mengenai pentingnya peran auditor internal pemerintah atau APIP dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap seluruh kegiatan pemerintahan untuk mewujudkan good governance. BPKP diharapkan dapat mengambil langkah yang strategis untuk mengoptimalkan fungsi APIP di pemerintahan.

b. Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI), diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi positif dan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan mengenai penguatan peran auditor internal pemerintah. Mengingat peran AAIPI merupakan suatu wadah bagi auditor internal pemerintah yang menetapkan standar audit internal dan kode etik.

c. Inspektorat Jenderal, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pentingnya optimalisasi peran auditor internal dalam melakukan fungsi quality assurance, pengawasan dan early warning untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam kegiatan


(35)

15 tindak lanjut temuan audit agar tidak ditemukan lagi temuan berulang pada periode berikutnya. Sehingga dapat memperbaiki kualitas laporan keuangan yang berimplikasi pada perwujudan good government governance.

d. Pemerintah, penelitian ini dapat memberikan informasi bahwa dalam mewujudkan good governance memerlukan penguatan peran auditor internal di lembaga pemerintahan, pelaksanaan sistem pengendalian yang efektif agar dapat mewujudkan good governance.

2. Kontribusi Teoritis

a. Mahasiswa Jurusan Akuntansi, penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi dalam melakukan penelitian selanjutnya khususnya berkaitan mengenai good governance dan dapat digunakan sebagai pembanding untuk menambah ilmu pengetahuan.

b. Masyarakat, sebagai sarana informasi mengenai tata kelola pemerintahan yang baik (good government governance) dengan memberikan bukti empiris tentang peran auditor internal, sistem pengendalian intern pemerintah dan penyelesaian tindak lanjut temuan audit terhadap tata kelola pemerintahan yang baik (good government governance).

c. Peneliti berikutnya, sebagai bahan referensi bagi pihak-pihak berikutnya yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai topik tata kelola pemerintahan yang baik (good government governance).


(36)

16 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Literatur

1. Teori Agensi (Agency Theory)

Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai sebuah kontrak yang menyatakan bahwa seseorang atau lebih (principal) meminta kepada orang lain (agent) untuk melakukan jasa

tertentu demi kepentingan principal, dengan memberikan amanat atau mandat kepada pihak lain yaitu agent untuk menjalankan wewenang dari principal dalam kapasitasnya sebagai pengambil keputusan (Nareswari dan

Rossieta, 2013:1).

Beaver (1998) dan Barlow, Helber and Large et al. (1995) menyatakan bahwa dalam teori keagenan diasumsikan agen memiliki informasi yang lebih lengkap dibandingkan dengan principal sehingga terjadi kesenjangan informasi (assymmetry information) yang memicu timbulnya konflik keagenan, dengan demikian dalam proses pengambilan keputusan (kebijakan), pihak-pihak yang memiliki otoritas akan mengambil keputusan yang menguntungkan diri dan kelompok mereka. Sehingga setiap perilaku yang menyimpang dari salah satu pihak (pemerintah) akan berdampak secara langsung pada pihak yang terkait (masyarakat) (Widayadi, 2011: 223).

Hubungan masyarakat dengan pemerintah dapat dikatakan sebagai hubungan keagenan, yaitu hubungan yang timbul karena adanya kontrak


(37)

17 yang ditetapkan oleh rakyat (principal) yang menggunakan pemerintah pusat atau daerah (agent) untuk menyediakan jasa yang menjadi kepentingan rakyat (principal) (Arifianti, Payamta, dan Sutaryo, 2013:2481).

2. Auditing

a. Pengertian Audit

Definisi audit menurut Arens, Elder dan Beasley (2008:1) adalah sebagai berikut:

“Auditing is the process by which a competent, independent person accumulates and evaluates evidence about quantifiable information

related toa a specific economic entity for the purpose of determining and

reporting on the degree of correspondence between the quantifiable information and established criteria.”

Auditing adalah pengumpulan serta pengevaluasian bukti-bukti atas informasi untuk menetukan dan melaporkan tingkat kesesuaian informasi tersebut dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Auditing dilaksanakan oleh seseorang yang kompeten dan independen.

Menurut Boynton, Johnson dan kell (2006:5), definisi audit berdasarkan Report of the Committee on Basic Auditing Concepts of the American Accounting Association (Accounting Review, vol. 47) adalah

sebagai berikut:

“Suatu proses sistematis untuk memperoleh serta mengevaluasi buktisecara objektif mengenai asersi-asersi kegiatan dan peristiwa ekonomi,dengan tujuan menetapkan derajat kesesuaian antara


(38)

asersi-18 asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.”

Berdasarkan definisi audit diatas, maka dapat disimpulkan tujuh elemen fundamental dalam pelaksanaan audit, yaitu:

1) Proses yang sistematis, pelaksanaan audit dilakukan berdasarkan serangkaian langkah atau prosedur yang bersifat logis, terstruktur, dan terorganisir sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2) Memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif, dilakukan dengan cara memperoleh bukti-bukti berdasarkan asersi yang dibuat oleh entitas. Kemudian auditor melakukan evaluasi terhadap bukti yang diperoleh. Dalam melakukan evaluasi terhadap bukti-bukti tersebut auditor harus bersikap objektif dalam mengungkapkan fakta sesuai dengan yang terjadi, tidak memihak dan berprasangka buruk terhadap entitas yang membuat asersi tersebut.

3) Asersi mengenai tindakan dan peristiwa ekonomi, asersi adalah hal yang penting dalam proses audit karena merupakan pernyataan manajamen mengenai tindakan dan kejadian ekonomi yang melalui proses pengidentifikasian, pengukuran, dan penyampaian informasi ekonomi yang dinyatakan dalam satuan uang.

4) Derajat atau tingkat kesesuaian, dalam menetukan derajat kesesuaian dapat dijelaskan dalam dua bentuk yakni kuantitatif dan kualitatif. Bentuk kuantitatif dinyatakan berdasarkan jumlah sedang kualitatif berdasarkan kewajaran atau keabsahan laporan keuangan. Penentuan


(39)

19 derajat kesesuaian dilakukan untuk melihat sesuai tidaknya asersi-asersi dengan kriteria yang telah ditetapkan.

5) Kriteria yang telah ditentukan, kriteria yang dimaksud adalah standar-standar yang digunakan sebagai dasar untuk menilai asersi atau pernyataan yang berupa prinsip akuntansi yang berlaku umum atau standar akuntansi keuangan dan ukuran kinerja manajemen. 6) Penyampaian hasil, hasil audit disampaikan dalam bentuk laporan

tertulis yang menunjukkan tingkat kesesuaian antara asersi dan kriteria yang telah ditetapkan. Penyampaian hasil audit ini dapat memperkuat atau memperlemah kepercayaan pemakai informasi keuanagn atas asersi yang dibuat oleh auditee.

7) Pihak yang berkepentingan, adalah para pemakai laporan keuangan yang telah di audit yang dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan. Pihak yang berkepntingan dari hasil audit antara lain, investor ataupun calon investor, pemegang saham, kreditor atau calon kreditor, pemerintah, manajemen dan masyarakat.

b. Tujuan Audit

Tujuan dari audit laporan keuangan adalah menyatakan pendapat atau opini mengenai laporan keuangan auditee menyajikan secara wajar dan terbebas dari segala hal yang bersifat material, sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku secara umum. Sehingga auditor perlu untuk memperoleh bukti audit yang cukup dan kompeten sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat.


(40)

20 Pilihan akan bukti audit dipengaruhi oleh: (1) pemahaman auditor atas bisnis dan industri klien, (2) perbandingan antara harapan auditor atas laporan keuangan dengan buku dan catatan klien, (3) keputusan tentang asersi yang material bagi laporan keuangan, (4) keputusan tentang risiko bawaan dan risiko pengendalian (Boynton et al., 2006:226).

3. Audit Internal

a. Pengertian Audit Internal

Definisi audit internal menurut Institute of Internal Auditor (IIA), adalah sebagai berikut:

“Internal Auditing is an independent, objective assurance and consulting activity designed to add valuean organization’s operation. It helps an organization accomplish its objective by bringing a systematic,

disciplined, approach to evaluate and improve the effectiveness of risk management, control and governance process.”

Artinya Audit Internal adalah suatu aktivitas independen dan objektif yang memberikan jaminan keyakinan dan konsultasi yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan operasi organisasi. Audit internal membantu organisasi untuk mencapai tujuannya melalui pendekatan yang sistematis, disiplin dan teratur untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas pengelolaan risiko, pengendalian dan proses tata kelola.


(41)

21 Berdasarkan Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia (2013) yang dikeluarkan oleh Asosiasi Auditor Intern Pemerintah (AAIPI) pengertian audit internal adalah sebagai berikut:

“Audit Intern adalah kegiatan yang independen dan objektif dalam bentuk pemberian keyakinan (assurance activities) dan konsultasi (consulting activities), yang dirancang untuk memberi nilai tambah dan meningkatkan operasional sebuah organisasi (auditi). Kegiatan ini membantu organisasi (auditi) mencapai tujuannya dengan cara menggunakan pendekatan yang sistematis dan teratur untuk menilai dan meningkatkan efektivitas dari proses manajemen risiko, kontrol atau pengendalian dan tata kelola (sektor publik).”

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa audit intern adalah kegiatan penjaminan (assurance) dan konsultasi (consulting) yang independen dan objektif. Dengan tujuan untuk menciptakan nilai tambah bagi organisasi dalam meningkatkan kegiatan operasional organisasi. Dimana sinergi antara proses manajemen risiko, pengendalian dan tata kelola akan menghasilkan lingkungan pengendalian yang kondusif yang berguna bagi lingkungan organisasi (auditee) untuk meningkatkan kinerja.

b. Pengertian Aparat Pengawasan Intern Pemerintah

Di Indonesia, auditor internal pemerintah dikenal dengan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Pengertian Aparat Pengawasan Intern Pemerintah menurut Standar Audit Intern Pemerintah (SAIP) sebagai berikut:

“Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) adalah instansi pemerintah yang dibentuk dengan tugas melaksanakan pengawasan intern di lingkungan pemerintah pusat atau daerah, yang terdiri dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal/Unit Pengawasan Intern pada Kementerian, Inspektorat


(42)

22 Utama/Inspektorat Lembaga Pemerintah non Kementerian, Inspektorat/Unit Pengawasan Intern pada Kesekretariatan Lembaga

Tinggi Negara dan Lembaga Negara, Inspektorat

Provinsi/Kabupaten/Kota, dan Unit Pengawasan Intern Pada Badan Hukum Pemerintah lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”

Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008, yang dimaksud dengan pengawasan adalah sebagai berikut:

“Pengawasan adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolak ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik.”

Di Indonesia lembaga pengawasan terbagi menjadi dua yaitu pengawasan eksternal yang dilakukan oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) dan pengawasan internal atau fungsional yang dilakukan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang terdiri dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal, Unit Pengawasan Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Inspektorat Provinsi dan Inspektorat Kabupaten/Kota (Indarwati, 2013:3).

Menurut Standar Audit Intern Pemerintah (SAIP) diperlukan peran APIP yang efektif untuk mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance) yang mengarah pada pemerintahan yang bersih (clean

governance) yaitu sebagai berikut:

1) Memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan, kehematan, efisiensi, dan efektivitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah (assurance activities).


(43)

23 2) Melakukan peringatan dini (early warning) dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah (anti corruption activities).

3) Memberikan saran dan rekomendasi yang dapat meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah (consulting activities).

c. Peran Auditor Internal

Peran auditor internal mengalami pergeseran paradigma, berdasarkan petikan dari Institute Internal Auditor (IIA) yaitu, “Internal Auditing is an independent, objective assurance and consulting activity…..”. Dapat diambil kesimpulan bahwa internal auditing merupakan kegiatan penjaminan (assurance) dan konsultasi (consulting) yang independen dan objektif. Sehingga auditor internal tidak lagi berperan sebagai watchdog (mencari kesalahan) namun peran auditor internal lebih meluas pada peran konsultan dan katalis (Warta Pengawasan, 2013:6).

Metode audit yang semula post audit berubah menjadi current audit atau pre audit, pendekatan audit yang semula mendeteksi masalah

berubah menjadi mencegah masalah (early warning), dan fokus audit yang semula mempermasalahkan masalah berubah menjadi menyelesaikan masalah. Kegiatan auditor internal yang berupa inspeksi, deteksi dan reaksi terhadap risiko, saat ini lebih mengarah pada antisipasi, pencegahan dan pemantauan risiko (Warta Pengawasan, 2013:6-7).


(44)

24 1) Peran Auditor Internal Sebagai Watchdog, aktivitas yang dijalankan auditor internal sebagai watchdog meliputi aktivitas inspeksi, observasi, perhitungan, cek dan ricek yang bertujuan untuk memastikan ketaatan atau kepatuhan terhadap ketentuan, peraturan atau kebijakan yang telah ditetapkan (Priantinah dan Adhisty, 2012:38). Audit yang dilakukan adalah compliance audit dan apabila terjadi penyimpangan maka dilakukan koreksi terhadap sistem pengendalian manajemen dengan memberikan saran atau rekomendasi yang memiliki dampak jangka pendek (Effendi, 2007). Dari segi pendekatan pengendalian, auditor internal menekankan pada pengendalian detektif (detective control) yang mengidentifikasi masalah yang sudah terjadi dan memberikan solusinya (Zulkarnain, 2011).

2) Peran Auditor Internal Sebagai Konsultasi, Standar Audit Intern Pemerintah (SAIP) mengungkapkan bahwa auditor internal memiliki peranan untuk memberikan jasa assurance dan jasa konsultasi (consulting). Peran auditor internal sebagai konsultan membantu

manajemen dalam mengelola risiko dengan mengidentifikasi masalah dan memberikan saran perbaikan yang memberikan nilai tambah untuk memperkuat organisasi sehingga mengharuskan auditor internal untuk meningkatkan pengetahuan agar dapat membantu manajemen dalam mengantisipasi terjadinya masalah (Priantinah dan Adhisty, 2012:39). Audit yang dilakukan adalah audit operasional


(45)

25 (performance audit) yang memberikan keyakinan bahwa organisasi

telah memanfaatkan sumber daya organisasi secara ekonomis, efisien dan efektif. Rekomendasi yang diberikan bersifat jangka menengah (Widayadi, 2011:248).

3) Peran Auditor Internal Sebagai Katalis, auditor intern sebagai katalis berkaitan dengan quality assurance, sehingga auditor internal diharapkan dapat membimbing manajemen dalam mengenali risiko yang mengancam pencapaian tujuan organisasi. Auditor internal sebagai katalisator terlibat aktif dalam melakukan penilaian risiko yang terdapat dalam suatu organisasi. Quality assurance bertujuan untuk meyakinkan bahwa aktivitas organisasi yang dijalankan telah menghasilkan keluaran (output) yang dapat memenuhi kebutuhan penggunanya (Effendi, 2007). Dalam peran katalis, auditor internal bertindak sebagai fasilitator dan agen perubahan (agent of change). Dampak dari peran katalis bersifat jangka panjang, karena fokus katalis adalah nilai jangka panjang dari organisasi, khususnya yang berkaitan dengan tujuan organisasi yang dapat memenuhi kepuasan pelanggan dan masyarakat (stakeholder) (Warta Pengawasan, 2013:7). Peran katalisator yang dijalankan auditor internal tidak terbatas pada tindakan perbaikan dan memberikan nasihat tetapi mencakup dalam system design dan development, review terhadap kompetensi sumberdaya manusia dalam suatu organisasi, keterlibatan


(46)

26 dalam penyusunan anggaran, evaluasi kinerja dan usulan perubahan strategi (Simbolon, 2010:1 dalam Priantinah dan Adhisty, 2012:39). d. Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia

Standar audit intern pemerintah Indonesia adalah kriteria atau ukuran mutu minimal untuk melakukan kegiatan audit intern yang wajib di jadikan pedoman oleh auditor intern pemerintah Indonesia (AAIPI, 2013). Secara garis besar standar audit ini terbagi menjadi dua bagian utama, yakni:

1) Standar Atribut (Atribute Standards), mengatur karakteristik umum yang menjadi tanggung jawab, sikap, dan tindakan dari penugasan audit intern serta organisasi dan pihak-pihak yang melakukan kegiatan audit intern dan berlaku umum untuk semua penugasan audit intern. Standar atribut dibagi menjadi prinsip-prinsip dasar dan standar umum. Prinsip-prinsip dasar terdiri dari; (a) visi, misi, tujuan, kewenangan dan tanggung jawab APIP (Audit Charter), (b) independensi dan objektivitas, (c) Kepatuhan terhadap kode etik. Sedangkan standar umum terdiri dari; (a) kompetensi auditor dan kecermatan profesional, (b) kewajiban auditor, (c) program pengembangan dan penjaminan kualitas.

2) Standar Pelaksanaan (Performance Standards), menggambarkan kegiatan audit intern dan menyediakan kriteria untuk menilai kinerja audit internal. Ruang lingkup kegiatan yang diatur dalam standar pelaksanaan meliputi kegiatan pemberian jaminan kualitas (Quality


(47)

27 Assurance Activities) dan pemberian jasa konsultasi (Consulting

Activities). Standar pelaksanaan dibagi menjadi dua yaitu standar

pelaksanaan audit internal dan standar komunikasi. Standar pelaksanaan audit internal terdiri dari; (a) mengelola kegiatan audit internal, (b) kegiatan audit internal, (c) perencanaan penugasan audit internal, (d) pelaksanaan penugasan audit internal. Sedangkan standar komunikasi terdiri dari; (a) komunikasi hasil penugasan audit intern, (b) pemantauan tindak lanjut.

e. Model IACM (Internal Audit Cappability Model)

Model IACM digunakan untuk mengukur kompetensi yang dimiliki oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Menurut Warta Pengawasan (2013:18-20) IACM merupakan kerangka kerja untuk memperkuat peran internal auditor yang dapat menunjukkan langkah-langkah progresif dari APIP yang lemah menuju APIP yang kuat. Dengan model IACM, tingkat kapabilitas APIP dikelompokkan ke dalam lima tingkatan, yaitu:

1) Level 1 (Initial), merupakan level kemampuan terendah karena tidak memiliki pedoman (SOP) penyelenggaraan pengawasan intern, dan kemampuan APIP bergantu pada individu-individu.

2) Level 2 (Infrastructure), APIP mampu menjamin proses tata kelola sesuai dengan peraturan dan mampu mendeteksi terjadinya korupsi.


(48)

28 3) Level 3 (Integrated), APIP mampu menilai efisiensi, efektivitas, ekonomis suatu kegiatan dan mampu meberikan konsultasi pada tata kelola, manajemen risiko, dan pengendalian intern.

4) Level 4 (Managed), APIP mampu memberikan assurance secara keseluruhan atas tata kelola, manajemen risiko, dan pengendalian intern.

5) Level 5 (Optimizing), APIP sudah menjadi agen perubahan. 4. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)

a. Pengertian Sistem Pengendalian Internal

Pengendalian intern (internal control) sebagai suatu sarana yang diciptakan oleh dan untuk kepentingan organisasi. Boynton et al. (2006:326) menyatakan: Control the safeguarding of assets against unauthorized acquisition, use, and disposition, yang dapat diartikan

bahwa pengendalian intern merupakan usaha perlindungan terhadap aset dengan menentang pengambilalihan, penggunaan dan disposisi aset secara tidak sah (Sari, 2013:1014).

Pengertian pengendalian internal menurut Arens, Elder dan Beasley (2010) dalam Eko dan Hariyanto (2010:2), sebagai berikut:

“Internal control consists of the organization planning that includes all methods used to safeguard the company assets, to insure the

reliability of information, to support the efficiency and effectiveness of


(49)

29 Artinya pengendalian internal terdiri dari seluruh perencanaan organisasi yang mencakup metode yang digunakan untuk melindungi aset perusahaan, memastikan keandalan informasi, untuk mendukung efektivitas dan efisiensi operasional perusahan dan memastikan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.

Sedangkan menurut COSO dalam Kresiadanti (2013:4) pengertian pengendalian internal adalah sebagai berikut:

“Internal control is broadly the used as a process, effected by an entities board of directors, management, and other personnel, designed to

provide reasonable assurance regarding the achievement of objectives in

the following categories, reliability of financial reporting, and

compliance with applicable laws and regulations.”

Pengendalian internal merupakan suatu proses yang dipengaruhi oleh direksi organisasi, manajemen, dan personel lainnya, yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai akan tercapainya tujuan dalam efektivitas dan efisiensi operasi, keandalan pelaporan keuangan, ketaatan pada hukum dan peraturan yang berlaku.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.60 tahun 2008 pasal 1 tentang sistem pengendalian intern pemerintah adalah proses integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan


(50)

30 efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengendalian internal adalah suatu proses atau prosedur yang dijalankan oleh manajemen dari perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan yang memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan dalam efektivitas dan efisiensi kegiatan operasional organisasi, informasi laporan keuangan yang dapat dipercaya serta kepatuhan terhadap peraturan dan hukum yang berlaku.

Pengendalian internal yang berkualitas adalah pengendalian yang efektif dan mengacu pada pencapaian dan sasaran organisasi atas pengendalian yang dirancang. Efektivitas adalah ukuran keberhasilan suatu kegiatan dan program yang dikaitkan dengan tujuan yang ditetapkan. Suatu pengendalian internal dikatakan efektif apabila memahami sejauh mana tujuan operasi entitas tercapai, laporan keuangan yang diterbitkan dipersiapkan secara handal, hukum dan regulasi yang berlaku dipatuhi (Puspitadewi, 2012:161).

b. Komponen Pengendalian Internal

Menurut Boynton, Johnson, and Kell (2006:379), COSO dalam Sawyer (2005:61) dan Peraturan Pemerintah No.60 Tahun 2008 pengendalian internal terdiri dari lima kompenen yang saling terkait, yang terdiri sebagai berikut:


(51)

31 1) Lingkungan Pengendalian

Boynton (2006:332) berpendapat bahwa lingkungan pengendalian akan berpengaruh terhadap orang-orang dalam perusahaan dan menjadi landasan bagi internal control. Lingkungan pengendalian mencerminkan seluruh sikap, kesadaran, dan tindakan dari pimpinan, dewan komisaris, manajemen, pemilik, atau pihak lain mengenai pentingnya pengendalian dan tekanan pada suatu organisasi atau entitas (Kresiadanti, 2013:5).

Menurut PP nomor 60 tahun 2008 pasal 4 menjelaskan bahwa Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menciptakan dan memelihara lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk penerapan Sistem Pengendalian Intern dalam lingkungan kerjanya, melalui: (a) Penegakan integritas dan nilai etika, (b) Komitmen terhadap kompetensi, (c) Kepemimpinan yang kondusif, (d) Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan, (e) Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat, (f) Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia, (g) Perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif, dan (h) Hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait.

2) Penilaian Risiko

Menurut Arens (2008:276) penaksiran risiko dimaksudkan sebagai “management identification and analysis relevan to


(52)

32 preparation of financial statement in conformity with GAAP.” Sistem pengendalian intern merupakan usaha manajemen untuk mengidentifikasi dan menganalisis risiko yang relevan dalam penyusunan laporan keuangan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi (Kresiadanti, 2013:6).

Penilaian risiko dirancang untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengelola berbagai risiko yang berkaitan dengan laporan keuangan (Saptapradipta, 2012:5). Menurut PP no.60 tahun 2008 pasal 41 sistem pengendalian intern harus memberikan penilaian atas risiko yang dihadapi unit organisasi baik dari luar maupun dari dalam yang terdiri atas; (a) Identifikasi risiko, dan (b) Analisis risiko.

3) Kegiatan Pengendalian

Menurut Boynton, Johnson, and Kell (2006:386) kegiatan pengendalian merupakan kebijakan dan prosedur yang membantu memastikan bahwa perintah manajemen dilaksanakan. Aktivitas tersebut memastikan bahwa tindakan yang diperlukan untuk menaggulangi risiko dalam pencapaian tujuan entitas sudah dilaksanakan.

Berdasarkan PP no.60 tahun 2008 pasal 18 menjelaskan bahwa aktivitas pengendalian mempunyai berbagai tujuan dan diterapkan dalam berbagai tingkat organisasi dan fungsi. Pimpinan instansi pemerintah wajib menyelenggarakan kegiatan pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi instansi


(53)

33 pemerintah yang bersangkutan. Adapun yang termasuk dalam kegiatan pengendalian; (a) Reviu atas kinerja instansi pemerintah yang bersangkutan, (b) Pembinaan sumber daya manusia, (c) Pengendalian atas pengelolaan sistem informasi, (d) Pengendalian fisik atas aset, (e) Penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja, (f) Pemisahan fungsi, dan otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting, (g) Pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian, (h) Pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya, (i) Akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya, (j) Dokumentasi atas sistem pengendalian intern serta transaksi dan kejadian penting.

4) Informasi dan Komunikasi

Sistem informasi dan komunikasi yang relevan dengan tujuan pelaporan keuangan, yakni meliputi sistem akuntansi yang terdiri dari metode dan catatan yang dirancang untuk mengidentifikasi, mengumpulkan, menganalisis, mengklasifikasi, meringkas, dan melaporkan transaksi entitas dan mengelola akuntabilitas bagi aktiva, utang, dan ekuitas yang berhubungan. Sistem yang efektif harus memenuhi tujuan dari internal control yaitu eksistensi, kelengkapan, akurasi, klasifikasi, tepat waktu, posting, dan pengikhtisaran. Komunikasi mencakup penyediaan suatu pemahaman tentang peran dan tanggung jawab individual berkaitan dengan pengendalian


(54)

34 internal terhadap pelaporan keuangan (Boynton, Johnson, and Kell, 2006:384).

Sehingga dalam PP no. 60 tahun 2008 pasal 41 pimpinan instansi pemerintah wajib mengidentifikasi, mencatat, dan mengkomunikasikan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat Adapun langkah yang harus dilakukan oleh pimpinan instansi pemerintah adalah; (a) Menyediakan dan memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana komunikasi, dan (b) Mengelola, mengembangkan, dan memperbarui sistem informasi secara terus menerus.

5) Pemantauan

Pemantauan adalah suatu proses yang menilai kualitas kinerja pengendalian intern pada suatu waktu atau melakukan penilaian terhadap efektivitas pengendalian internal apakah telah dilaksanakan sebagaimana mestinya dan mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan. Pemantauan dapat dilaksanakan melalui aktivitas yang berkelanjutan dan melalui evaluasi periodik secara terpisah (Boynton, Johnson, and Kell, 2006:400). Menurut PP no. 60 tahun 2008 pasal 43 Pimpinan instansi pemerintah wajib melakukan pemantauan dalam proses pengendalian intern pemerintah yang dilaksanakan melalui pemantauan berkelanjutan, evaluasi terpisah dan tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya.


(55)

35 5. Tindak Lanjut Temuan Audit

a. Pengertian Temuan Audit

Menurut Rai (2008:179) temuan audit adalah masalah-masalah penting (material) yang ditemukan selama audit berlangsung dan masalah tersebut pantas untuk di komunikasikan dengan entitas yang diaudit karena mempunyai dampak terhadap perbaikan dan peningkatan kinerja ekonomi, efisiensi, dan efektivitas entitas yang diaudit. Sedangkan menurut Hartono (2006:29) temuan audit adalah hal-hal yang berkaitan dengan pernyataan fakta. Dihasilkan dari proses perbandingan antara “apa yang seharusnya ada” dan “apa yang ternyata ada”.

Menurut Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara no. 9 tahun 2009 yang dimaksud temuan adalah fakta/kejadian/bukti yang memiliki saran atau rekomendasi sebagaimana yang tercantum dalam laporan hasil pengawasan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa temuan audit adalah fakta yang ditemukan pada saat pelaksanaan audit yang didukung dengan bukti yang kompeten dan memadai, dimana temuan tersebut material dan diperlukan saran atau rekomendasi perbaikan untuk meningkatkan kinerja entitas. b. Unsur Temuan Audit

Menurut Hartono (2006:18) dan Rai (2008:182) temuan audit ditentukan berdasarkan beberapa unsur yang terkait, yaitu:

1) Kondisi, yaitu bukti nyata yang ditemukan oleh auditor dalam pelaksanaan audit. Dalam hal ini auditor mengidentifikasi sifat dan


(56)

36 luasnya temuan atau sebuah jawaban dari kondisi yang tidak memuaskan.

2) Kriteria, yaitu standar, ukuran atau harapan yang digunakan dalam melakukan evaluasi atau verifikasi. Kriteria merupakan suatu cara atau alat untuk memahami hasil audit

3) Penyebab, yaitu alasan yang dikemukakan atas terjadinya perbedaan atau risiko yang dihadapi organisasi karena adanya perbedaan antara kondisi yang diharapkan (kriteria) dengan kondisi yang sesungguhnya. Dengan mengetahui penyebab suatu masalah secara jelas, auditor akan lebih mudah memberikan rekomendasi yang tepat untuk mengadakan perbaikan kinerja entitas.

4) Akibat, yaitu dampak yang timbul dari adanya perbedaan, kemungkinan risiko atau kerugian yang harus dihadapi oleh entitas atau auditi karena kondisi yang tidak sesuai dengan kriteria.

5) Rekomendasi, merupakan saran yang diberikan pada entitas atau auditi untuk perbaikan terhadap kondisi yang ada yang tidak sesuai dengan kriteria. Hubungan antara rekomendasi dan penyebab yang mendasarinya harus jelas dan logis. Rekomendasi harus secara tepat mengarah kepada apa yang harus diperbaiki atau diubah dan siapa yang bertanggung jawab melakukannya.

c. Penyelesaian Tindak Lanjut Temuan Audit

Menurut Rai (2008:203-204) yang dimaksud dengan tindak lanjut audit adalah sebagai berikut:


(57)

37 “Kegiatan untuk mengidentifikasi dan mendokumenatsikan kemajuan auditee dalam melaksanakan rekomendasi audit.”

Rekomendasi yang telah diberikan akan lebih efektif jika rekomendasi tersebut dilaksanakan atau ditindaklanjuti. Pelaksanaan tindak lanjut sangat penting dilakukan karena manfaat pekerjaan audit bukan terletak pada banyaknya temuan audit yang dilaporkan atau rekomendasi yang dibuat, melainkan pada tindak lanjut atas laporan audit dan rekomendasinya.

Rekomendasi adalah saran dari pemeriksa yang relevan berdasarkan temuan pemeriksaannya, yang ditujukan kepada orang atau badan yang berwenang untuk melakukan tindakan atau perbaikan. Rekomendasi dapat meminimalisasi akibat yang ditimbulkan dari penyimpangan dalam pengelolaan dan tanggungjawab keuangan. Tindak lanjut dilakukan agar termuan-temuan hasil pemeriksaan tidak terjadi secara berulang-berulang (Widiatmoko, 2012 dalam Arifianti, Payamta, dan Sutaryo, 2013:2486).

Tindak lanjut atas temuan audit berdasarkan rekomendasi merupakan upaya continous improvement atas kinerja entitas yang diperiksa. Bagi lembaga pemeriksa, tindak lanjut merupakan suatu evaluasi tentang kualitas hasil pemeriksaan. Manfaaat dari suatu pemeriksaan hanya dapat dirasakan, apabila hasil temuan dan rekomendasi ditindaklanjuti. Tanpa tindak lanjut dari parlemen, eksekutif, instansi yang diperiksa dan aparat yang diberi wewenang melakukan


(58)

38 investigasi, pemeriksaan menjadi tidak efektif dan akuntabilitas hanya menjadi mimpi belaka (Sali, 2010 dalam Arifianti, Payamta, dan Sutaryo, 2013:2487).

Menurut Brook dan Pariser (1995:72-83) dalam Dwiputriani (2008:344) dalam memberikan rekomendasi pemeriksaan ada hal yang harus diperhatikan agar dapat meningkatkan akuntabilitas yaitu: (a) Mewujudkan lingkungan sistem tindak lanjut pemeriksaan yang efektif, seperti menyediakan undang-undang mengenai kewajiban pelaksanaan tindak lanjut serta memberikan hukuman kepada instansi yang tidak mengimplementasikan rekomendasi yang diberikan, (b) mengimplementasikan prosedur untuk meyakinkan solusi yang efektif untuk suatu rekomendasi, (c) Menggunakan rekomendasi pemeriksaan untuk akuntabilitas.

Indikasi keberhasilan audit tercemin dari percepatan penyelesaian tindak lanjut temuan hasil audit dan tidak ditemukannya lagi temuan berulang di periode selanjutnya. Sehingga setiap pimpinan wajib memahami langkah-langkah yang diperlukan dalam menuntaskan hasil pengawasan, agar setiap rekomendasi hasil audit dapat ditindaklanjuti secara tepat dan benar (Solusi, 2012:6).

Upaya untuk menyelesaikan tindak lanjut temuan audit diawali dengan penyusunan rencana tindak lanjut temuan audit atau rencana aksi. Berdasarkan PMK 116 tahun 2007 rencana tindak adalah jawaban atau penjelasan atas tindak lanjut yang akan dilakukan oleh pemerintah


(59)

39 sehubungan dengan rekomendasi dalam Laporan Hasil Pemeriksaan BPK terhadap pertanggungjawaban keuangan negara pada Kementerian Negara/Lembaga, BUN, dan unit terkait lainnya. Forum koordinasi tindak lanjut diperlukan dalam upaya penyelesaian tindak lanjut temuan audit yang dimaksudkan untuk membahas dan menyamakan persepsi dalam menyelesaikan tindak lanjut hasil audit untuk menghindari penyimpangan kesalahan yang berulang (Solusi, 2012:8).

Kewajiban melaksanakan tindak lanjut hasil pengawasan fungsional terhadap instansi pemerintah baik, baik yang dilakukan oleh BPK maupun Aparat pengawasan Intern Pemerintah (APIP), diatur melalui Permenpan nomor 9 tahun 2009 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan Tindak Lanjut Hasil Pengawasan Fungsional. Peraturan tersebut menyatakan bahwa instansi pemerintah wajib menjadikan peraturan tersebut sebagai acuan dalam melaksanakan, memantau, mengevaluasi dan melaporkan tindak lanjut hasil pengawasan fungsional. Peraturan ini juga mengatur mengenai sanksi yang diberikan kepada pejabat yang tidak melaksanakan kewajiban tindak lanjut temuan audit. Bagi pejabat yang tidak memenuhi kewajiban untuk menindaklanjuti rekomendasi yang disampaikan dalam laporan hasil pengawasan BPK, dipidana sesuai dengan ketentuan pasal 26 undang-undang 15 tahun 2004 yaitu pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan denda maksimal Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).


(60)

40 Pelaksanaan tindak lanjut hasil pengawasan merupakan bagian dari upaya perbaikan manajemen pemerintah untuk memulihkan citra dan wibawa pemerintah. Sedangkan kegagalan dalam melaksanakan tindak lanjut hasil pengawasan, dapat dianggap sebagai pemborosan dalam penggunaan sumber daya keuangan negara atau daerah dan sumber daya aparatur (Solusi, 2012:11).

Temuan atas sistem pengendalian intern terdiri dari kelemahan sistem pengendalian intern dikelompokkan sebagai berikut:

1) Kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan

2) Kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja

3) Kelemahan struktur pengendalian intern (IHPS BPK Semester I 2014) Temuan atas ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan dikelompokkan sebagai berikut:

1) Kerugian negara, yaitu berkurangnya kekayaan negara berupa uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.

2) Potensi kerugian negara, yaitu suatu perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dapat mengakibatkan risiko terjadinya kerugian di masa yang akan datang berupa berkurangnya uang, surat berharga, dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya.


(61)

41 3) Kekurangan penerimaan, yaitu adanya penerimaan yang sudah menjadi hak negara tetapi belum masuk ke kas negara karena adanya unsur ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan.

4) Administrasi, yaitu temuan yang mengungkapkan adanya penyimpangan terhadap ketentuan yang berlaku baik dalam pelaksanaan anggaran atau pengelolaan aset, tetapi penyimpanan tersebut tidak mengakibatkan kerugian negara atau potensi kerugian negara, tidak menghambat program entitas dan tidak mengandung unsur indikasi tindak pidana.

5) Ketidakhematan, yaitu temuan yang mengungkapkan adanya penggunaan input dengan harga atau kuantitas/kualitas yang lebih tinggi dari standar, kuantitas/kualitas yang melebihi kebutuhan, dan harga yang lebih mahal dibandingkan dengan pengadaan serupa pada waktu yang sama.

6) Ketidakefektifan, yaitu temuan yang berorientasi pada pencapaian hasil (outcome) yang mengungkapkan adanya kegiatan yang tidak memberikan manfaat atau hasil yang direncanakan serta fungsi instansi yang tidak optimal sehingga tujuan organisasi tidak tercapai.

Tindak lanjut hasil rekomendasi hasil pemeriksaan BPK wajib dilakukan oleh pimpinan entitas yang diperiksa. Pimpinan entitas yang diperiksa wajib memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK tentang tindak lanjut atas rekomendasi hasil pemeriksaan


(62)

selambat-42 lambatnya 60 hari setelah laporan hasil pemeriksaan diterima (IHPS BPK Semester I 2014).

6. Tata Kelola Pemerintahan yang Baik (Good Government Governance) a. Pengertian Good Governance

Konsep good governance memiliki arti yang luas dan dipahami secara berbeda tergantung pada konteksnya (Batubara, 2010:1). Dalam konteks pemberantasan korupsi, good governance diartikan sebagai penyelenggaraan negara yang bersih dari praktik korupsi. Dalam proses demokrasi, good governance mengilhami aktivis untuk mewujudkan penyelenggara negara yang memberikan ruang partisipasi pada masyarakat atau dengan kata lain adanya pembagian peran dan kekuasaan yang seimbang antara negara dalam arti luas, masyarakat dan dunia usaha (Daniri dan Prasetyantoko, 2009:1).

Governance dapat diartikan sebagai proses dari suatu pengambilan

keputusan dan proses bagaimana keputusan tersebut diimplementasikan. Konsep governance digunakan dalam berbagai konteks seperti corporate governance, international governance, national governance, government

governance dan local governance. Istilah governance diadopsi berbagai

pihak untuk dijadikan sumber ide dan kebijakan (Sari, 2013:1023).

Menurut World Bank dalam Mardiasmo (2009:17), Rasul (2009:540), Sari (2012:31) dan Hasyim (2014:27), good governance adalah “the way state power is used in managing economic and social resources for development of society”, World Bank lebih menekankan


(63)

43 pada cara yang digunakan dalam mengelola sumber daya ekonomi dan sosial untuk kepentingan pembangunan masyarakat.

Menurut United Nation Development Program (UNDP) governance sebagai “The exercise of political, economic and administrative authority to manage a nation’s affair at all levels”, UNDP menekankan pada aspek politik, ekonomi, dan administratif dalam pengelolaan Negara. Adapun penjelasan mengenai pengertian konsep governance menurut UNDP dalam Rasul (2009:539), Yuda (2012:3) dan

Indarwati (2013:46) adalah sebagai berikut:

1) Politic governance, mengacu pada proses pembuatan kebijakan (policy/strategy formulation).

2) Economic governance, mengacu pada proses pembuatan keputusan di bidang ekonomi yang berimplikasi pada masalah pemerataan, penurunan kemiskinan , dan peningkatan kualitas hidup.

3) Administrative governance, mengacu pada sistem implementasi kebijakan.

Good governance merupakan suatu kesepakatan menyangkut

pengaturan negara yang diciptakan bersama oleh pemerintah, masyarakat madani dan sektor swasta dimana kesepakatan tersebut mencakup pembentukan seluruh mekanisme, proses, dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan di antara mereka (Hasyim, 2014:27). Sehingga


(1)

156

N 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126

G G 2 Pearson Correlati on

.540** 1 .519** .644** .436** .561** .479** .290** .309** .283** .223* .338** .705**

Sig. (2-tailed)

.000 .000 .000 .000 .000 .000 .001 .000 .001 .012 .000 .000

N 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126

G G 3 Pearson Correlati on

.291** .519*

*

1 .690** .459** .508** .402** .263** .302** .294** .305** .264** .675**

Sig. (2-tailed)

.001 .000 .000 .000 .000 .000 .003 .001 .001 .001 .003 .000

N 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126

G G 4 Pearson Correlati on

.399** .644*

*

.690** 1 .469** .525** .475** .326** .312** .277** .292** .346** .721**

Sig. (2-tailed)

.000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .002 .001 .000 .000

N 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126

G G 5 Pearson Correlati on

.288** .436*

*

.459** .469** 1 .602** .544** .219* .305** .339** .286** .347** .679**

Sig. (2-tailed)

.001 .000 .000 .000 .000 .000 .014 .001 .000 .001 .000 .000

N 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126

G G 6 Pearson Correlati on

.400** .561*

*

.508** .525** .602** 1 .733** .348** .416** .289** .371** .311** .758**

Sig. (2-tailed)

.000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .001 .000 .000 .000

N 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126

G G 7 Pearson Correlati on

.380** .479*

*

.402** .475** .544** .733** 1 .259** .335** .265** .371** .360** .703**

Sig. (2-tailed)

.000 .000 .000 .000 .000 .000 .003 .000 .003 .000 .000 .000

N 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126

G G 8 Pearson Correlati on

.331** .290*

*

.263** .326** .219* .348** .259** 1 .447** .385** .367** .381** .544**

Sig. (2-tailed)

.000 .001 .003 .000 .014 .000 .003 .000 .000 .000 .000 .000


(2)

157

G G 9 Pearson Correlati on

.315** .309*

*

.302** .312** .305** .416** .335** .447** 1 .482** .532** .586** .642**

Sig. (2-tailed)

.000 .000 .001 .000 .001 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000

N 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126

G G 1 0 Pearson Correlati on

.346** .283*

*

.294** .277** .339** .289** .265** .385** .482** 1 .690** .575** .651**

Sig. (2-tailed)

.000 .001 .001 .002 .000 .001 .003 .000 .000 .000 .000 .000

N 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126

G G 1 1 Pearson Correlati on

.374** .223* .305** .292** .286** .371** .371** .367** .532** .690** 1 .670** .672**

Sig. (2-tailed)

.000 .012 .001 .001 .001 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000

N 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126

G G 1 2 Pearson Correlati on

.372** .338*

*

.264** .346** .347** .311** .360** .381** .586** .575** .670** 1 .673**

Sig. (2-tailed)

.000 .000 .003 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000

N 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126

T G G Pearson Correlati on

.623** .705*

*

.675** .721** .679** .758** .703** .544** .642** .651** .672** .673** 1

Sig. (2-tailed)

.000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000

N 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


(3)

158

Hasil Uji Reliabilitas Peran Auditor Internal

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

N of Items

.907 11

Hasil Uji Reliabilitas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

N of Items

.895 10

Hasil Uji Reliabilitas Penyelesaian Tindak Lanjut Temuan Audit

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

N of Items

.873 10

Hasil Uji Reliabilitas Good Government Governance

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

N of Items

.887 12


(4)

159

Hasil Uji Normalitas Grafik Histogram

Hasil Uji Kolmogorov Smirnov

Unstandardized Residual

N 126

Normal Parametersa,b Mean .0000000 Std. Deviation 3.30660464

Most Extreme Differences

Absolute .082

Positive .070

Negative -.082

Kolmogorov-Smirnov Z .921

Asymp. Sig. (2-tailed) .365

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Hasil Uji Multikolonieritas dan Uji t

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1

(Constant) 4.264 3.343 1.276 .205

TPA .224 .101 .209 2.207 .029 .379 2.640 TSPIP .372 .107 .328 3.484 .001 .382 2.619 TTLTA .430 .099 .333 4.327 .000 .573 1.745 a. Dependent Variable: TGG


(5)

160

Coefficient Correlationsa

Model TTLTA TSPIP TPA

1

Correlations

TTLTA 1.000 -.277 -.290 TSPIP -.277 1.000 -.624 TPA -.290 -.624 1.000

Covariances

TTLTA .010 -.003 -.003 TSPIP -.003 .011 -.007 TPA -.003 -.007 .010 a. Dependent Variable: TGG

Hasil Uji Heterokedastisitas Grafik Scatterplot

Hasil Uji Koefisien Determinasi

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate

1 .766a .586 .576 3.34701

a. Predictors: (Constant), TTLTA, TSPIP, TPA b. Dependent Variable: TGG

Hasil Uji F

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1

Regression 1938.224 3 646.075 57.672 .000b Residual 1366.704 122 11.202

Total 3304.929 125

a. Dependent Variable: TGG


(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh Peranan Audit Internal Terhadap Penerapan Good Corporate Governance Pada PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan

0 35 129

Peranan Manajemen dan Inspektorat Jenderal Terhadap Pengendalian Intern Atas Pengadaan Barang/Jasa pada Kementerian Agama

1 6 151

Pengaruh Audit Intern Dan Pengendalian Intern Terhadap Penerapan Good Corporate Governance (GCG)

1 4 88

Efektivitas peran auditor internal di uin syarif hidayatullah jakarta yang ditunjukkan oleh pp no 60 tahun 2008: “sistem pengendalian intern pemerintah (spip)”

0 2 14

PENGARUH AUDIT INTERNAL, PENGENDALIAN INTERNAL, DAN KOMITE AUDIT TERHADAP PENERAPAN GOOD CORPORATE Pengaruh Audit Internal, Pengendalian Internal, Dan Komite Audit Terhadap Penerapan Good Corporate Governance (Study Empiris Pada Bumn Di Kota Surakarta).

1 4 19

Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, Implementasi Standar Akuntansi Pemerintahan, Penyelesaian Temuan Audit Dan Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Terhadap Penerapan Prinsip-Prinsip Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik.

0 1 2

PENGARUH KARAKTERISTIK PEMERINTAH DAERAH, KEPALA DAERAH DAN TINDAK LANJUT HASIL TEMUAN AUDIT TERHADAP OPINI AUDIT BPK ( Studi Empiris Pada Pemerintah Daerah Seluruh Indonesia).

0 1 17

TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK DAN B

0 1 18

PENGARUH BADAN PENGAWASAN DAERAH DAN PENGENDALIAN INTERN TERHADAP TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK

0 1 10

TATA PEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNMENT) DAN TATA KEPEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNANCE) DALAM IMPLEMENTASI OTONOMI DAERAH - Repository IPDN

0 0 25