Tingkat upaya penangkapan Kondisi Pengelolaan dan Peluang Pengembangan Perikanan Kakap

73

6.1.2 Tingkat upaya penangkapan

Tingkat upaya penangkapan effort perikanan kakap putih adalah hasil standardisasi dari dua alat tangkap yaitu jaring insang dan pancing ulur selama periode 1999-2005. Pada tahun 1999 dan 2000 upaya penangkapan di Kabupaten Mimika masih sangat rendah dan belum mengalami perkembangan yang pesat. Hal ini disebabkan beberapa faktor seperti jumlah alat tangkap yang masih minim, lemahnya pasar dan kurangnya pembinaan yang dilakukan baik dari pemerintah maupun swasta. Pada tahun 2001 hingga tahun 2005 terjadi peningkatan penangkapan effort yang cukup besar karena semakin meningkatnya permintaan kakap putih baik untuk konsumsi lokal maupun dari luar antar pulau. Pada tahun 2001 juga terbentuk instansi teknis Dinas Perikanan dan Kelautan yang khusus mempunyai tugas pokok dan fungsi bertanggung jawab terhadap perkembangan kemajuan perikanan di Kabupaten Mimika. Tingkat upaya penangkapan effort tertinggi terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 103.669 trip per tahun. Korelasi antara CPUE dengan effort menunjukkan hubungan yang negatif, yaitu semakin tinggi effort semakin rendah nilai CPUE. Korelasi negatif antara CPUE dengan effort mengindikasikan bahwa produktivitas alat tangkap kakap putih dengan jaring insang dan pancing ulur akan menurun apabila effort mengalami peningkatan. Hal ini berarti bahwa setiap penambahan effort sebesar satuan E akan menurunkan CPUE sebesar 0,00000887 kg kali satuan E. Hal ini terlihat dari nilai CPUE tertinggi terjadi pada tahun 2002 yaitu sebesar 22,80 kgtriptahun kemudian menurun pada tahun-tahun berikutnya dengan bertambahnya effort. Dengan melihat angka penurunan CPUE sebesar 0,00000887 kg setiap penambahan effort trip, maka apabila dilakukan simulasi penambahan effort sebanyak 1 juta triptahun penangkapan kakap putih akan menurunkan produktivitas sebesar 8,87 kg atau menurunkan pendapatan dari hasil tangkapan kakap putih sebesar Rp. 88.700 per trip dengan asumsi harga ikan yang berlaku Rp.10.000 per kg. 6 PEMBAHASAN 6.1 Potensi dan Tingkat Upaya Penangkapan Kakap Putih 6.1.1 Potensi perikanan kakap putih Potensi kakap putih terdapat disepanjang perairan Kabupaten Mimika. Banyaknya sungai-sungai yang bermuara didukung juga oleh pohon bakau yang masih terjaga kelestariannya merupakan habitat yang sesuai dengan keberadaan kakap putih. Penyebaran kakap putih di Kabupaten Mimika terdapat di tiga habitat, yaitu di sekitar perairan pantai, muara sungai hingga sampai ke hulu sungai. Potensi maksimum lestari MSY dari kakap putih diduga sebesar 8.348 tontahun, sementara tingkat pemanfaatan pada tahun 2005 baru mencapai 18,46 1.541 ton. Menurut Azis 1989 dalam Muksin 2006, tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu Pertama; tingkat pemanfaatan lebih kecil atau sama dengan 65 di kategorikan dalam pemanfaatan under exploited, Kedua; tingkat pemanfaatan lebih besar dari 65 dan lebih kecil dari 100 dikategorikan dalam pemanfaatan yang optimal dan Ketiga; tingkat pemanfaatan sama dengan atau lebih besar dari 100 dikategorikan dalam pemanfaatan over fishing. Berdasarkan pengelompokkan tersebut, maka tingkat pemanfaatan kakap putih di Kabupaten Mimika termasuk dalam kategori tingkat pemanfaatan under exploited. Kondisi tingkat pemanfaatan yang masih under exploited membuka peluang bagi nelayan untuk lebih mengintensifkan kegiatan penangkapan kakap putih di perairan Kabupaten Mimika. Dari pengamatan di lapangan, kendala utama yang menyebabkan rendahnya tingkat pemanfaatan yaitu alat tangkap dan armada yang digunakan masih sederhana dan rantai pemasaran belum tertata baik yang ditunjukkan dengan masih dominannya peran tengkulak. Kegiatan penangkapan kakap putih di Kabupaten Mimika dilakukan dengan alat tangkap yang masih sederhana yaitu dengan jaring insang dan pancing ulur dengan armada penangkapan sebagian besar masih menggunakan perahu tanpa motor. 71 pengembangan alat tangkap yang berkelanjutan. Alternatif strategi kebijakan tersebut dilakukan berdasarkan nilai prioritas dari hirarki yang dibangun. Penilaian dari hasil AHP ditunjukkan pada Gambar 23. 0,152 Usaha Penangkapan Berkelanjutan 0,123 Hasil Tangkapan Tinggi 0,123 Pemasaran Harga Terjamin 0,037 PAD Meningkat 0,129 Keuntungan Usaha Maksimal 0,119 Lapangan Kerja Meningkat 0,185 Kesejahteraan Nelayan Meningkat 0,056 Pot ensi Sumberdaya Lestari 0,07 Mutu Ikan Baik 0,225 Mengembangkan alat tangkap yang berkelanjutan 0,068 Potensi Sdi 0,140 Sarana prasarana 0,068 Potensi SDM 0,186 Peluang Pasar 0,065 Adopsi Teknologi` 0,229 Prduksi Hasil Tangkapan 0,067 Ukuran Hasil Tangkapan 0,055 Aspek Kelembagaan 0,122 Unit Penangkapan 0,484 Nelayan 0,155 Pengusaha Perikanan 0,228 Dinas Perikanan 0,134 Pedagang Ikan AKTOR FAKTOR TUJUAN ALTERNATIF STRATEGI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN KAKAP PUTIH FOKUS 0,183 Meningkatkan produksi kakap putih 0,252 Pembinaan nelayan dan kerjasama antar pelaku 0,173 Meningkatkan sarana parasarana 0,167 Meningkatkan potensi pasar Gambar 23 Nilai hasil AHP pengembangan perikanan kakap putih di Kabupaten Mimika. Dari lima alternatif strategi kebijakan tersebut di atas, pembinaan nelayan dan kerjasama antar pelaku merupakan strategi yang menjadi prioritas pertama dengan nilai 0,252, mengembangkan alat tangkap yang berkelanjutan di urutan kedua, kemudian berturut-turut strategi meningkatkan produksi kakap putih, meningkatkan sarana dan prasarana serta meningkatkan potensi pasar. 70

5.9.3 Tujuan pengembangan perikanan kakap putih