Pembinaan nelayan dan kerjasama antar pelaku .1 Pembinaan nelayan Pendapatan nelayan

77 perlu ada penetapan upah tambahan bagi pekerjaan nelayan selain dari UMP yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Risiko pekerjaan yang dihadapi nelayan cukup tinggi dibandingkan dengan pekerja di darat. Medan kerja nelayan yang langsung berhadapan dengan tantangan alam menyebabkan tingkat risiko pekerjaan nelayan di laut lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja di darat. Hal lain yang menjadi pertimbangan adalah jam kerja nelayan dan ketidakpastian hasil tangkapan yang diperoleh. Pada umumnya jam kerja nelayan tidak teratur dan jauh lebih lama dibandingkan dengan pekerjaan di darat. Nelayan dalam melakukan operasi penangkapan ikan tidak dibatasi oleh jam kerja seperti halnya pekerja di darat. Akan tetapi jam kerja nelayan berdasarkan keberadaan ikan dan jumlah hasil tangkapan yang diperoleh. Dengan demikian perlu dilakukan pengkajian yang lebih detail tentang keseimbangan hak dan kewajiban pemilik kapal dan nelayan berikut monitoringnya.

6.4 Strategi Pengembangan Perikanan Kakap Putih

Strategi pengembangan perikanan kakap putih di Kabupaten Mimika dimulai dengan meningkatkan kinerja stakeholders pelaku dan kerjasama antar pelaku dalam bentuk pembangunan kemitraan yang saling menguntungkan. Kemudian memfasilitasi faktor-faktor yang dinilai sebagai faktor yang paling mempengaruhi kegiatan usaha. Memfokuskan pencapaian prioritas tujuan yang diharapkan. Mengembangkan alat tangkap pilihan untuk meningkatkan produksi dan effort perikanan kakap putih dalam kerangka meningkatkan kesejahteraan nelayan. 6.4.1 Pembinaan nelayan dan kerjasama antar pelaku 6.4.1.1 Pembinaan nelayan Hasil AHP menunjukkan aktor nelayan memperoleh nilai prioritas yang lebih tinggi dibandingkan dengan aktor lainnya Gambar 23. Perolehan nilai prioritas pertama ini menggambarkan bahwa dari kondisil riil di lapangan, peran nelayan sangat memberikan kontribusi di dalam penyediaan kakap putih di 76 tangkap tersebut layak untuk dikembangkan untuk kegiatan usaha penangkapan kakap putih.

6.3.2 Pendapatan nelayan

Pendapatan yang diperoleh nelayan dalam usaha penangkapan kakap putih tergantung dari jumlah hasil tangkapan dan sistem bagi hasil yang dilakukan. Semakin tinggi hasil tangkapan maka pendapatan yang diperoleh juga semakin besar. Pendapatan yang diperoleh nelayan jaring insang berbeda dengan nelayan pancing ulur. Perbedaan ini disebabkan karena produktivitas dari alat tangkap jaring insang lebih besar dari pancing ulur. Pendapatan yang diperoleh nelayan jaring insang dan pancing ulur setiap bulan tergantung dari musim penangkapan. Pendapatan tertinggi diperoleh selama 4 bulan pada musim puncak yaitu pada bulan Oktober, Nopember, Desember dan Januari. Kemudian pendapatan menurun pada musim sedang selama 6 bulan yaitu pada bulan Pebruari, Maret, Juni, Juli, Agustus dan September. Pendapatan terendah terjadi selama 2 bulan pada musim paceklik yaitu pada bulan April dan Mei. Rata-rata pendapatan nelayan jaring insang per bulan untuk setiap unit penangkapan sebesar Rp.2.300.000 untuk nelayan pemilik dan sebesar Rp.1.150.000 untuk nelayan pengikut. Sedangkan pendapatan nelayan pancing ulur lebih rendah bila dibandingkan dengan nelayan jaring insang yaitu sebesar Rp.1.610.000 untuk nelayan pemilik dan sebesar Rp.805.000 untuk nelayan pengikut. Hasil pendapatan nelayan jaring insang dan pancing ulur setelah dibandingkan dengan upah minimum provinsi UMP Papua yang ditetapkan berdasarkan SK. Gubernur No. 259 Tahun 2004 tanggal 01-12-2004 sebesar Rp. 700.000bulan, maka pendapatan per bulan yang diperoleh nelayan jaring insang dan pancing ulur di Kabupaten Mimika masih lebih besar dari UMP Papua yang ditetapkan. Dengan membandingkan besarnya pendapatan per bulan nelayan jaring insang dan pancing ulur dengan UMP Papua, maka diperoleh kesimpulan kedua alat tangkap tersebut layak dikembangkan dalam kegiatan penangkapan kakap putih. Bila melihat tingkat risiko pekerjaan, jam kerja serta ketidakpastian hasil tangkapan yang jauh lebih tinggi dari orang yang bekerja di darat, maka 75 pengelolaan yang ada. Pemanfaatan kakap putih di Kabupaten Mimika disarankan dilakukan hanya sampai pada titik MEY. Pada kondisi pengelolaan MEY diperoleh keuntungan ekonomi yang maksimum dan keuntungan biologi berkelanjutan. Peningkatan produksi kakap putih tidak semata-mata hanya untuk mencari keuntungan secara ekonomi saja, tetapi juga harus memperhatikan daya dukung dari sumberdaya tersebut. Peningkatan effort yang tidak terkendali dan apabila dilakukan hingga pada tingkat kondisi open access justru akan menurunkan produksi hasil tangkapan disisi lain nelayan tidak memperoleh keuntungan akibat tidak seimbangnya biaya operasi penangkapan dan penerimaan dari hasil tangkapan. Selain itu tingkat upaya penangkapan yang berlebih akan mengancam kepunahan sumberdaya kakap putih. Pada kondisi pengelolaan open access nelayan cenderung akan mengembangkan jumlah armada penangkapan maupun tingkat upaya penangkapannya secara besar-besaran dengan harapan akan mendapatkan hasil tangkapan yang lebih besar.

6.3 Kelayakan Usaha dan Pendapatan Nelayan Kakap Putih