Pengelolaan Perikanan Tangkap Berkelanjutan Sumberdaya Kakap Putih .1 Taksonomi Pengembangan Perikanan Tangkap

11

2.3.2 Pancing ulur handline

Pancing ulur handline adalah salah satu alat tangkap yang paling umum dikenal oleh masyarakat umum, terlebih dikalangan nelayan. Prinsip penggunaan pancing adalah dengan meletakkan umpan pada mata pancing, lalu pancing diberi tali, setelah umpan dimakan ikan maka mata pancing akan termakan oleh ikan dan dengan tali manusia menarik ikan Ayodhyoa, 1981 Pada prinsipnya pancing terdiri dari dua komponen utama yaitu: tali line dan pancing hook. Jumlah mata pancing yang terdapat pada tiap perangkat satuan pancing terdiri dari satu atau lebih mata pancing. Ukuran mata pancing bervariasi disesuaikan dengan besar kecilnya ikan yang akan ditangkap Subani dan Barus, 1989. Suksesnya usaha penangkapan pada alat tangkap pancing tergantung dari berbagai faktor, di antaranya adalah tersedianya umpan. Ikan-ikan yang tertangkap dengan pancing disebabkan karena terkait di bagian mulutnya. Hal ini terjadi karena ikan terangsang dan tertarik oleh umpan kemudian berusaha membawa atau memangsanya dan akhirnya terkait Subani dan Barus, 1989. Beberapa jenis pancing dari kelompok pancing ulur ini yang ada di tanah air antara lain: pancing ladung, pancing plambah, pancing bambangan, pancing usep, pancing jegog, pancing mungsing, pancing gambur serta sejumlah penamaan lainnya. Jenis-jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan antara lain adalah bambangan kakap merah, snapper, ekor kuning Caesio sp, Caranx sp dan lain sebagainya Gunarso, 1991.

2.4 Pengelolaan Perikanan Tangkap Berkelanjutan

Dalam pengelolaan perikanan tangkap yang diarahkan pada peningkatan kesejahteraan nelayan, mengacu pada kebijakan pengelolaan secara berkesinambungan dan terpadu. Pengelolaan tersebut mencakup empat aspek yaitu aspek sumberdayabiologi, aspek teknologi, aspek sosial dan ekonomi. Keterpaduan seluruh aspek dalam pengelolaan sumberdaya perikanan tersebut akan mengarah pada peningkatan kesejahteraan nelayan dengan tetap mengacu 10

2.3 Teknologi Penangkapan Kakap Putih

Di perairan Kabupaten Mimika alat tangkap yang umum digunakan untuk menangkap kakap putih adalah jaring insang gillnet dan pancing ulur handline.

2.3.1 Jaring insang gillnet

Jaring insang berupa lembar dinding jaring berbentuk empat persegi panjang dengan bagian panjangnya yang jauh lebih panjang daripada ukuran lebarnya. Masing-masing lembar jaring terdiri dari sekian banyak mata jaring yang pada umumnya mempunyai ukuran yang sama. Masing-masing lembar jaring tersebut, pada sisi sebelah atas diletakkan pelampung, sedangkan pada bagian bawah dilekatkan pemberat. Adanya dua gaya yang berlawanan arah tersebut, pelampung bergaya menarik ke atas sedangkan pemberat bergaya menarik ke bawah, menyebabkan lembar jaring dapat terentang dalam air dan berkemampuan menghadang gerak ikan Gunarso, 1996. Pengoperasian gillnet dilakukan dengan cara menghalangi arah gerakan ikan. Berdasarkan kebiasaan renang ikan, pengoperasian gillnet dibedakan menjadi dua, yaitu jaring insang hanyut untuk menangkap ikan pelagis dan jaring insang dasar untuk menangkap ikan demersal Mahiswara et al., 1989. Jaring insang dasar bottom gillnet dalam operasinya direntangkan di dekat dasar perairan. Hal ini dikarenakan yang menjadi tujuan penangkapannya adalah jenis-jenis ikan dasar antara lain ikan kakap, bambangan, kerapu, udang maupun lobster. Daerah penangkapan jaring insang dasar pada umumnya pada daerah pantai, teluk maupun perairan sekitar muara-muara sungai Gunarso, 1996. 9

2.2.2 Penyebaran dan daur hidup

Daerah penyebaran ikan kakap putih sangat luas, meliputi daerah tropis dan sub tropis sampai ke bagian barat Pasifik dan Samudera Hindia antara 50ºBT- 160ºBB, 24ºLU dan 25ºLS yang meliputi daerah Pasifik Barat, mulai dari Persian Gulf, India, Burma, Sri Lanka, Bangladesh, Peninsula, Jawa, Borneo, Celebes, Philipina sampai Papua New Guinea, bagian utara Australia dan sampai Taiwan dan Amoy. Penyebaran geografis ini dibatasi oleh adanya ketidaksamaan habitatnya sungai-sungai besar dan air tawar, kompetisi dengan spesies lain atau rendahnya temperatur Kungvankij et al., 1986. Selain itu ditemukan juga di sekitar bagian utara Asia, ke selatan sampai pantai utara Australia dan ke barat sampai Afrika Timur. Di Indonesia sendiri banyak dijumpai di sepanjang pantai utara Jawa, pantai Sumatera bagian timur, Kalimantan, Sulawesi Selatan, Selat Tiworu dan Arafura. Kakap putih bersifat euryhaline dan katadromus karena menghabiskan sebagian masa pertumbuhannya 2-3 tahun hidup di perairan tawar seperti sungai dan danau yang berhubungan dengan laut. Ikan dewasa berumur 3-4 tahun beruaya ke muara sungai yang salinitasnya berkisar 30-32 permil untuk pematangan kelamin, kemudian memijah. Pemijahan kakap putih terjadi sepanjang tahun Kungvankij et al., 1986, dimana puncak musim terjadi pada bulan April-Agustus dan sejumlah besar benih ukuran 1 cm dapat ditangkap pada bulan Mei sampai Agustus. Proses pemijahan mengikuti siklus bulan, biasanya pada bulan gelap maupun bulan terang. Pembuahan terjadi saat pasang tertinggi dan dilakukan bergerombol pada waktu malam hari antara pukul 18.00-22.00. Datangnya air pasang memungkinkan telur terbawa arus ke muara sungai. Disini larva tumbuh, kemudian bermigrasi ke arah hulu untuk tumbuh dewasa Kungvankij et al., 1986. Selanjutnya menurut Soetomo 1997, biasanya induk ikan kakap putih betina dan jantan mulai matang kelamin setelah berumur 2-3 tahun. Pada umur tersebut kakap putih betina biasanya sudah mencapai berat 3-4 kg dan kakap putih jantan mencapai berat 2-3 kg. 8 Taksonomi ikan kakap putih Lates calcarifer, Bloch adalah sebagai berikut: Phylum : Chordata Sub Phylum : Vertebrata Klas : Pisces Subclas : Teleostei Ordo : Percomorphi Famili : Centroponidae Genus : Lates Species : Lates calcarifer Bloch, 1790. Gambar 1 Ikan kakap putih Lates calcarifer, Bloch Sumber: Balai Penelitian Perikanan Laut Deptan RI 1992 Kakap putih sering juga disebut dengan nama “baramundi palmer” dan “cock up”. Di Australia dikenal dengan nama “barramundi” atau anama”. Di India disebut “sea bass” atau “bekti”, di Thailand dan Philipina disebut “sea bass” sedangkan di Jepang disebut “akame”. Di Inggris disebut giant perch, white sea bass, silver seaperch, palmer dan cok-up sea bass Dunstan, 1962 dalam Grey, 1987. Di Indonesia nama kakap putih juga berbeda-beda di tiap daerah, seperti : kakap Jakarta dan Jawa Barat, pelak, pathan, tetanon, cabeh, dubit, tekong, cateh. Di Kabupaten Mimika, kakap putih oleh nelayan lokal dikenal dengan nama iwaro. Ms : 200 cm Cs : 25-100 cm 7 Kusumastanto 1984 mengemukakan bahwa hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam rencana pengembangan perikanan tangkap adalah: 1 Adanya musim penangkapan ikan yang berbeda sepanjang tahun. 2 Adanya beberapa jenis usaha perikanan tangkap yang dikombinasikan dengan alat tangkap yang lain. 3 Adanya tingkat teknologi tertentu untuk setiap jenis usaha perikanan tangkap. 4 Adanya beberapa aktivitas yang dilakukan dalam usaha penangkapan ikan. 5 Adanya harga korbanan dan harga hasil tangkapan dari setiap jenis perikanan tangkap. 6 Terbatasnya trip penangkapan yang dapat dilakukan setiap tahunnya. 7 Terbatasnya kemampuan nelayan untuk membiayai usahanya dan melakukan investasi dalam unit perikanan tangkap yang dilakukan. 8 Terbatasnya tenaga kerja yang mengoperasikan unit penangkapan yang diusahakan. Untuk pengembangan produksi atau pemanfaatan sumberdaya perikanan di masa mendatang, langkah-langkah yang harus dikaji dan kemudian diusahakan pelaksanaannya adalah: 1 pengembangan prasarana perikanan, 2 pengembangan agroindustri, pemasaran dan permodalan di bidang perikanan, 3 pengembangan kelembagaan dan penyelenggaraan penyuluhan perikanan, dan 4 pengembangan sistem informasi manajemen perikanan Ditjen Perikanan, 1994. 2.2 Sumberdaya Kakap Putih 2.2.1 Taksonomi Ikan kakap putih pertama kali diidentifikasi dan diklarifikasi oleh Bloch tahun 1790. Bloch menemukan ikan tersebut di laut Jepang dan diberi nama Holocentrus calcarifer Kungvankij et al., 1986. Menurut Tiensongrusmee et al. 1989, kakap putih ditemukan Bloch dari pedagang-pedagang Belanda sepulangnya dari Indonesia. 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengembangan Perikanan Tangkap

Pengembangan merupakan suatu istilah yang berarti suatu usaha perubahan dari suatu yang dinilai kurang kepada sesuatu yang dinilai lebih baik. Manurung et al. 1998 memberikan pengertian tentang pengembangan sebagai suatu proses yang membawa peningkatan kemampuan penduduk khususnya di pedesaan mengenai lingkungan sosial yang disertai dengan meningkatkan taraf hidup mereka. Pengembangan perikanan merupakan suatu proses atau kegiatan manusia untuk meningkatkan produksi di bidang perikanan dan sekaligus meningkatkan pendapatan nelayan melalui penerapan teknologi yang lebih baik Bahari, 1989. Seleksi teknologi menurut Kesteven 1973, dapat dilakukan melalui pengkajian-pengkajian aspek “bio-technico-sosio-economic-approach”. Karena itu ada empat aspek yang harus dipenuhi oleh suatu jenis teknologi yang akan dikembangkan, yaitu: 1 secara biologi tidak merusak atau mengganggu kelestarian sumberdaya, 2 secara teknis efektif digunakan, 3 dari segi sosial dapat diterima masyarakat nelayan, 4 secara ekonomi teknologi tersebut bersifat menguntungkan. Satu aspek tambahan yang tidak dapat diabaikan yaitu adanya izin dari pemerintah kebijakan dan peraturan pemerintah. Intensifikasi untuk meningkatkan produksi di bidang perikanan, pada dasarnya adalah penerapan teknologi modern pada sarana dan teknik-teknik yang dipakai, termasuk alat penangkapan ikan, perahu atau kapal serta alat bantu yang digunakan dalam penangkapan ikan. Namun tidak semua modernisasi dapat menghasilkan peningkatan produksi, demikian pula bila tercapai peningkatan produksi, belum tentu meningkatkan pendapatan bersih net income nelayan. Oleh karena itu, introduksi teknik-teknik penangkapan ikan yang baru harus didahului dengan penelitian dan percobaan secara intensif dengan hasil yang meyakinkan Hartati, 1996. 5

1.4 Manfaat Penelitian