Pemuda dan Olah Raga Kebudayaan

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG RPJP PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2005-2025 65 ibadah untuk umat beragama Islam adalah 2.160 tempat ibadah. Sedangkan untuk masyarakat beragama Budha tersedia 130 tempat ibadah yang terdiri dari 55 vihara dan 75 cetya. Fasilitas beribadah untuk masyarakat beragama Katolik adalah 22 gereja, 22 kapel dan untuk masyarakat beragama Protestan terdapat 146 bangunan gereja. Fasilitas beribadah untuk yang beragama Hindu tersedia 3 Sad Kahyangan.

e. Pemuda dan Olah Raga

Program dan kegiatan pemberdayaan pemuda di Provinsi Kepulauan Riau telah berjalan dengan baik dengan melibatkan organisasi-organisasi pemuda. Namun demikian, belum semua organisasi kepemudaan dan olah raga yang aktif dalam menangani masalah pembangunan. Hal ini disebabkan masih rendahnya tingkat pendidikan rata-rata pemuda usia 15 –30 tahun dan rendahnya penguasaan keterampilan dan kewirausahaan pemuda. Berkembangnya penggunaan narkoba yang sebagian besar pelaku dan korbannya adalah pemuda, yang dapat mengancam masa depan generasi muda. Upaya pembinaan dan peningkatan kualitas pemuda sebagai potensi sumber daya manusia yang prospektif dan tulang punggung pembangunan di masa depan perlu terus ditingkatkan. Beberapa cabang olah raga unggulan di Provinsi Kepulauan Riau yang telah memberikan prestasi diantaranya adalah Layar, Tinju, Tarung Derajat, Taekwondo, Bola Basket, Bulutangkis, Dayung, Sepak Takraw, Atletik serta Renang Selam.

f. Kebudayaan

Provinsi Kepulauan Riau memiliki kekayaan khasanah budaya baik yang bersifat tangible aset budaya yang kasat mata maupun intangible aset budaya yang tidak kasat mata. Mewarisi situs-situs kerajaan, peninggalan sejarah, seperti makam-makam, dan peninggalan budaya Melayu sebagaimana terdapat di Pulau Penyengat dan daerah lainnya. Kemajuan yang dicapai sejak masa kerajaan Melayu Riau, terutama di Pulau Penyengat, antara lain di bidang ilmu pengetahuan, agama, dan pembangunan gedung- gedung yang bersifat monumental, seperti Masjid Sultan Riau, Istana Sultan, Gedung Rusyidiah Club, Perpustakaan, Percetakan dan sebagainya pada masa pemerintahan Raja Jakfar YDM Riau VI 1808-1832 hingga Raja Abdurrahman YDM Riau XI 1899- 1911. Akan tetapi sebagian dari bangunan tersebut tidak dapat kita saksikan secara utuh lagi dan hanya berupa puing-puingnya saja, kecuali Masjid Sultan Riau di Penyengat dan Mesjid Jami’ di Lingga yang masih berfungsi dan digunakan oleh penduduk untuk beribadah setiap hari. Situs dan aset kekayaan budaya tersebut belum terkelola secara baik dan profesional karena masih lemahnya kesadaran terhadap perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan kekayaan budaya Melayu baik di kalangan masyarakat maupun aparat pengelola kebudayaan. RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG RPJP PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2005-2025 66 Bahasa Indonesia yang menjadi bahasa nasional berasal dari bahasa Melayu yang pada awalnya merupakan lingua franca dalam pergaulan antar suku bangsa. Kebesaran sejarah dan peran budaya Melayu Kepulauan Riau dalam perkembangan kebudayaan nasional tidak diragukan lagi. Pemakaian bahasa Melayu dan Gurindam 12 adalah hasil kebudayaan yang sudah diakui dan menjadi milik bersama. Masyarakat Kepulauan Riau juga mempunyai minat dan perhatian yang kuat terhadap kesenian. Beberapa kesenian yang berkembang adalah Gurindam 12, Pantun, Makyong, Bangsawan, Joget, Zapin, Gazal, Barzanji, Berdah, Tari Gobang, Tari Melemang, Wayang Cecak, Pencak Silat, Mendu, dan Kompang. Sayangnya, kesenian asli Melayu seperti Makyong, Bangsawan dan Gazal tersebut saat ini nyaris punah. Sedangkan pantun sudah mulai dikembangkan baik dengan pemakaian dalam kehidupan sosial kemasyarakatan dan pemerintahan serta pembinaan lewat lembaga pendidikan. Demikian juga kesenian baik tari maupun lagu tradisional sudah mulai dikembangkan dalam bentuk pembinaan sanggar dan festival lagu dan tari tradisional Melayu. Kesenian Gazal yang merupakan kelompok musik, saat ini hanya terdapat di Pulau Penyengat, hanya dimainkan oleh para seniman tua dan sulit ditemukan pemain muda. Faktor yang mempengaruhi sulitnya pemain muda ikut dalam kesenian gazal, adalah terhambatnya proses regenerasi, kurangnya kesadaran masyarakat dan perhatian pemerintah serta lemahnya kemampuan lembaga seni dan budaya dalam pembinaan kesenian gazal. Hal ini disebabkan kurangnya kesadaran akan pentingnya seni dan budaya sebagai jati diri bangsa, ditambah dengan kuatnya pengaruh informasi melalui media elektronik dan karena derasnya arus industrialisasi dan globalisasi. Masyarakat Melayu Kepulauan Riau memiliki nilai-nilai tradisional yang masih relevan dengan masa sekarang dan tidak bertentangan dengan pembangunan masyarakatnya. Pakaian tradisional, baik yang menyangkut baju itu sendiri, kelengkapannya, maupun ragam hias yang terdapat pada songketnya serta nilai semangat kegotong-royongan, kesatuan, keberanian dan keterbukaan baik secara pribadi maupun kelompok yang tersimbol dalam ragam hias dan ukiran itik pulang petang, semut beriring, dan siku keluang. Disamping itu ada juga simbol yang menggambarkan kesuburan dan kemakmuran yang tersimbol dalam ragam hias akar pakis, bunga kundur, dan tampuk manggis. Pembinaan lembaga seni dan budaya sudah dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan termasuk melakukan revitalisasi peninggalan sejarah. Sanggar seni dan budaya diberikan bantuan dan pembinaan secara berkala dan terus menerus agar kesadaran masyarakat akan seni dan budaya tetap berkembang dan terpelihara dengan baik. Pembinaan kelembagaan juga dilakukan dengan membentuk badan pengembangan seni dan budaya disamping memberdayakan lembaga adat Melayu yang sudah ada dengan melengkapi sarana dan sarana yang diperlukan. RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG RPJP PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2005-2025 67

g. Politik dan Hukum