Pelajaran 2 Seni dan Budaya
31
2. Berikanlah penilaianmu mengenai kekurangan karya seni
tersebut 3.
Ungkapkan pujian dan kritik terhadap karya seni tersebut dengan menyertakan alasan-alasanmu Kerjakan di buku
tugas
C. Menemukan Tema, Latar, dan Penokohan pada Cerpen-cerpen dalam Buku Kumpulan
Cerpen
Sudah berapa cerpenkah yang selesai kalian baca sampai kelas tiga ini? Dapatkah kalian memahami unsur-unsur instrinsik
cerpen-cerpen yang kalian baca? Cerita rekaan Indonesia secara umum memperlihatkan tiga
cara penokohan. Pertama, cara analitik, yaitu pengarang dengan kisahnya menjelaskan tokoh itu. Cara kedua adalah dramatik, yakni
apa dan siapa tokoh itu tidak dikisahkan pengarang secara langsung, tetapi melalui hal-hal lain. Biasanya kedua cara ini digunakan
berganti-ganti dalam sebuah cerita rekaan. Cara ketiga merupakan cara yang unik. Hal ini terlihat dalam Salah Asuhan, yaitu digunakan
cara analitik yang panjang kemudian ditutup dengan dua-tiga kalimat cara-cara dramatik, dan cara dramatik yang panjang disudahi
dengan dua-tiga kalimat cara analitik.
Cara dramatik memberikan gambaran secara tidak langsung melalui berikut.
a. Gambaran tentang tempat atau lingkungan sang tokoh.
Misalnya digambarkan keadaan kamar si A yang porak- poranda. Buku-buku berhamburan, di sudut terlihat
sepatunya, di sudut lain tergantung berbagai macam benda, dan sebagainya. Dalam hal ini, pengarang tidak perlu
mengatakan watak tokoh, pembaca sudah dapat menarik kesimpulan sendiri bagaimana watak penghuni kamar
tersebut.
TAGIHAN Kerjakanlah sesuai perintah dengan cermat
1. Amatilah sebuah benda hasil karya seni di sekitarmu
2. Berikan penilaian terhadap kelebihan dan kekurangan dari
benda yang kamu amati 3.
Ungkapkan pujian dan kritik terhadap benda tersebut dengan menyertakan alasanmu di depan kelas
Tujuan Pembelajaran
Tujuan belajar kalian adalah dapat menen-
tukan tema, latar, ser- ta penokohan dalam
cerpen yang dibaca pada buku kumpulan
cerpen.
Sumber: Dok. Penerbit
Berbahasa dan Bersastra Indonesia SMP Jilid 3
32
b. Cakapan, yaitu cakapan tokoh itu dengan tokoh lain atau
cakapan tokoh-tokoh lain tentang dia. c.
Pikiran sang tokoh atau pendapat tokoh-tokoh lain tentang dia.
d. Perbuatan sang tokoh.
Cakapan dalam sebuah cerita rekaan bersifat serbaguna. Cakapan berguna untuk memahami tema, alur cerita, penokohan,
dan juga untuk mengetahui latar cerita. Cakapan dalam cerita selalu menjadi bagian yang menyatu dan mendukung isi cerita yang
disampaikan. Cakapan yang tidak ada hubungannya dengan peristiwa tertentu hanya merusak kesatuan cerita.
Bacalah dua cerpen yang dikutip dari kumpulan cerpen “Buah Keikhlasan” karya Achmad Sapari berikut
Cerpen 1
Sebatang Kara
Tanah di pekuburan umum itu masih basah ketika para pentakziah sudah pulang.
Sementara Ogal masih duduk sambil sesekali menyeka air matanya. Ibu yang selama ini
paling dia hormati dan cintai, tadi malam telah meninggal dunia, menghadap Tuhan
Yang Maha Esa.
Burung-burung camar terbang rendah dan sesekali mencelupkan paruhnya di air laut.
Bu Tutik dan suaminya masih berdiri di bela- kang sambil menunggu Ogal. Kedua orang
tua asuh itu sangat setia kepada Ogal.
“Rasanya saya sudah tidak punya siapa- siapa lagi, Bu,” tiba-tiba Ogal berkata dengan
suara agak berat. Bu Tutik memegang lengan Ogal sambil
mengelus rambutnya. “Jangan berkata begitu, anakku. Kami
akan menjadi orang tuamu sampai kapan pun.”
“Sampai saya mandiri?” desak Ogal. “Sampai kapan pun. Aku tidak akan
membatasi kamu, sebab pada hakikatnya engkau adalah anakku juga.”
“Maksud Ibu?” Ogal tidak mengerti. “Ya, rupanya engkau ditakdirkan untuk
aku asuh dan menjadi anak kami. Tetapi kami bertekad untuk menjadi orang tuamu, bukan
sekedar orang tua asuh.” Ogal memeluk Bu Tutik. Air mata di
pipinya tak henti-hentinya mengalir sehingga membasahi bajunya. Sementara suami Bu
Tutik turut berduka atas kematian Bu Arpati. Sebenarnya Ogal masih ragu-ragu,
apakah dia akan ikut Bu Tutik atau bertahan hidup dengan mandiri. Jika dia ikut Bu Tutik,
tentu tidak dapat bekerja seperti ketika ia masih hidup bersama ibunya. Hal itu
menjadikannya manja. Tetapi jika menolak kebaikan Bu Tutik, terasa tidak enak.
Pengorbanan Ibu Guru itu sudah sedemikian besarnya.
Dari pengalaman hidupnya selama ini, banyak hal yang dapat Ogal petik. Ia biasa
bekerja keras, tidak suka menggantungkan pada orang lain. Ia juga biasa hidup prihatin
sehingga tidak suka berfoya-foya.
“Bolehkah saya menjajakan kue lagi, Bu?” pinta Ogal kepada Bu Tutik.
“Buat apa, Ogal?” “Agar saya tetap bisa bekerja.”
“Kurasa tidak perlu, Ogal. Pusatkan perhatianmu untuk belajar. Sebentar lagi
engkau akan ujian.” “Tapi, saya tidak enak kalau
menganggur, Bu”
Pelajaran 2 Seni dan Budaya
33
“Di rumahku engkau tidak mungkin menganggur. Engkau bisa belajar mengguna-
kan komputer, mengetik, nonton TV, dan memelihara kebun.”
“Tapi, saya akan tidak bekerja, Bu” “Pada hakikatnya engkau bekerja juga.
Memelihara kebun atau membantuku di rumah juga bekerja.”
“Jadi, tidak harus menjajakan kue, Bu?” Bu Tutik mengangguk.
“Kalau begitu, tolong carikan pekerjaan yang bisa saya lakukan.”
Bu Tutik tersenyum. “Jangan khawatir.”
Bu Tutik ternyata dapat memenuhi harapan Ogal. Banyak pekerjaan yang dapat
dilakukan Ogal. Misalnya, memelihara kebun mangga, mencatat keluar masuknya barang,
dan sebagainya.
Kali ini Ogal tidak kalah sibuknya dengan sewaktu berada di desa nelayan. Bahkan
mungkin boleh dikatakan sangat sibuk. Pekerjaan di rumah Bu Tutik tidak hanya satu,
melainkan sangat banyak. Walaupun begitu, Bu Tutik tidak pernah memaksa Ogal untuk
bekerja. Semua itu hanya semata-mata menuruti keinginan Ogal.
Buah Keikhlasan, 1997
Cerpen 2
Musibah
Kemakmuran di desa nelayan itu tidak selamanya abadi. Ada saatnya naik dan ada
saatnya pula turun bak gelombang pasang yang datang.
Sudah dua bulan terakhir angin kencang selalu melanda desa itu. Jika sudah demikian,
tidak seorang nelayan pun berani mencari ikan menggunakan perahu, bahkan dengan perahu
motor pun tidak berani.
Pak Bakri, yang dikenal sebagai nelayan terkaya di desa itu juga menderita akibat
datangnya angin kencang selama dua bulan berturut-turut. Sebagai juragan nelayan, ia
merasa kehilangan pendapatan. Apalagi setelah datangnya penyakit yang misterius
menyerang sebagian besar penduduk. Bu Bakri sudah dua minggu tidak bisa turun dari
tempat tidurnya. Tubuhnya terasa kaku, seakan-akan mati.
Pak Bakri telah menjual dua perahu motornya. Jika tidak, mana mungkin ia bisa
membayar utangnya pada bank. Padahal sudah waktunya ia harus membayar cicilan
utangnya. Belum lagi biaya pengobatan ke dokter dan ke dukun akibat penyakit yang
diderita Bu Bakri. Pada saat itu Pak Bakri mulai merasakan
betapa besarnya kesalahan yang telah diperbuatnya kepada penduduk. Ia yang
selama ini suka mencela dan melecehkan penduduk yang miskin, merasa berdosa.
Manol yang selama ini dimanjakan, terasa tidak lagi dipedulikan. Kesusahan keluarga
itu terasa sangat menyiksanya.
Penduduk di desa nelayan itu benar-benar berada dalam keadaan tidak berdaya.
Kebiasaan mereka membeli barang elektronika saat musim panen ikan, kini
barang itu dijualnya. Radio, televisi, video,