Mengidentifikasi Karakteristik Novel Periode 20–30-an

Berbahasa dan Bersastra Indonesia SMP Jilid 3 226 terbayang pada air muka kakaknya. Berdebar- debar hatinya menerima surat yang bersampul dari anak itu. Ketika ia bergesa-gesa hendak masuk, sebab ingin hendak mengetahui isinya, dari jalan kedengaran kepadanya bel bunyi sepeda dan nampak kepadanya Yusuf. Belum lagi ia turun dari sepedanya, sudah kedengaran ia bertanya; betapa keadaan Maria. “Masih seperti biasa saja, tetapi sekarang ia tertidur … marilah engkau naik” jawab Tuti. Yusuf menyandarkan sepedanya dan naiklah ia ke rumah, mengikuti Tuti masuk ke kamar Maria. Meskipun hati-hati benar orang berdua itu masuk, tetapi Maria terbangun juga. Mukanya yang pucat itu tersenyum antara kelihatan dengan tiada memandang kekasihnya yang datang melihatnya itu. Sebentar Tuti menemani Yusuf bercakap- cakap dengan Maria, tetapi sebab tiada dapat ia menahan hatinya hendak membaca surat yang baru diterimanya itu, berkatalah ia. “Yusuf, duduklah engkau sebentar. Saya dari pulang sekolah tadi belum bertukar pakaian lagi. Sekarang hari sudah setengah lima. Biarlah saya membersihkan badan sebentar.” Lalu keluarlah ia dari kamar Maria masuk ke kamarnya. Pekerjaannya yang pertama sekali ialah membuka sampul surat dari Supomo. Bersinar-sinar matanya menelan segala yang ditulis di dalamnya. Supomo menceritakan bahwa telah lama ia mencintanya, tetapi selama itu cintanya disimpannya saja di dalam hatinya, hingga akhirnya ia tiada dapat menyimpannya lagi. Dilukiskannya betapa ia berharap Tuti membalas cintanya itu. Minta maaf ia mendesak Tuti tadi selekas-lekasnya memberi jawab. Pikirkanlah segala masak-masak, supaya jangan ia menyesal di kemudian hari. Tetapi sementara itu dimintanya juga supaya besok pagi ia mendapat jawab yang baik dari Tuti. Sebab terlampau berat terasa kepadanya menanti seperti sekarang terombang-ambing di laut tidak di darat tidak. Sangat bersahaja bunyi surat itu dan di sana-sini terasa kepada Tuti pujaan yang tulus terhadap kepada dirinya. Dan dalam hatinya yakin ia seyakin-yakinnya lemahlah rasa hatinya sesudah membaca surat itu: Cinta yang semesra itu tidak akan mungkin tersua lagi rasanya seumur hidup. Sumber: Layar Terkembang, St. Takdir Alisjahbana Kalian telah menyimak sepenggal kutipan novel di atas. Untuk menjelaskan karakteristik novel tahun 1920-an, kalian perlu membaca novel Layar Terkembang secara keseluruhan. Selain membaca novel Layar Terkembang, kalian juga perlu untuk membaca karya sastra novel 20-an yang lain. Setelah menyimak pembacaan kutipan novel di atas, kalian dapat mengidentifikasi ciri-ciri sastra periode tahun 1920-an berdasarkan bahasa yang digunakan, sifat-sifat tokoh yang terdapat pada kutipan, serta kesimpulan isi kutipan novel tersebut sebagai berikut. 1. Ciri-ciri sastra periode tahun 1920-an novel zaman Balai Pustaka-Pujangga Baru sebagai berikut. a. Sudah mulai tampak cita-cita organisasi yang mengarah pada semangat membentuk persatuan In- donesia. Sumber: Dok. Penerbit Pelajaran 10 Sastra 227 b. Tema cerita sudah tidak lagi bergulat pada hal-hal yang sifatnya pertentangan adat, tetapi sudah mulai memunculkan masalah emansipasi wanita dan kesetaraan hak dan kewajiban antara laki-laki dan wanita dalam membangun bangsa. Bahkan oleh Amal Hamzah disebutkan bahwa isi Layar Terkembang karya St. Takdir Alisjahbana adalah Perempuan Indonesia Modern. c. Terlihat semangat mendidik dan mengajar di samping menghibur. 2. Dari pembacaan kutipan novel tersebut, sifat tokoh yang paling terlihat menonjol adalah Tuti, yang diceritakan sebagai sosok wanita yang sedang dilanda kebingungan, karena harus memilih antara cinta sesuai dengan kodrat- nya sebagai seorang wanita atau memilih meneruskan perjuangan organisasi pergerakannya dalam upaya membangun bangsa. Selain itu, diceritakan juga sifat Supomo yang dengan tulus ikhlas mencintai Tuti dan menunggu jawaban atas pernyataan cinta yang telah diungkapkannya. 3. Isi novel ini adalah mengenai perjuangan yang dilakukan oleh seorang perempuan yang tengah merasa bimbang terhadap pikiran dan hatinya. Tokoh Tuti dikisahkan tengah mengalami kegelisahan perihal perasaan cintanya kepada Supomo. Secara tidak langsung, isi kutipan novel tersebut juga mengungkapkan adanya kehidupan wanita modern. Apabila dibandingkan dengan novel seangkatan lainnya, misalnya novel Azab dan Sengsara, karya Merari Siregar, maka terdapat perbedaan dan persamaannya. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada tema. Tema dalam novel Azab dan Sengsara masih menampilkan pertentangan adat, belum menampakkan masalah emansipasi. Perjodohan orang tua diangkat dalam novel ini. Ini berbeda sekali dengan novel Layar Terkembang. Adapun persamaan kedua novel tersebut adalah penggunaan bahasanya yang khas dan tidak padat, bersifat kedaerahan, dan mengangkat tema masalah percintaan. Berbahasa dan Bersastra Indonesia SMP Jilid 3 228 Uji Kemampuan 3 Mintalah temanmu untuk membacakan kutipan novel berikut ini Simaklah pembacaan tersebut dengan baik, kemudian kerjakanlah latihannya Setelah melihat berkeliling, dibimbingnyalah tangan Hanafi ke kamar sebelah, lalu disuruhnya duduk di kursi. Maka dengan lemah lembut ia berkata, “Tuhan juga yang mengirim Tuan kemari. Saya harap Tuan akan dapat bertemu dengan istri Tuan.” “Aaaaa … pa? Di manakah Corrie?” “Di rumah sssakit pukul empat tadi saya kawatkan kepada saudaraku di Betawi, bahwa ia, istri Tuan, sedang di dalam sakit keras, ya, sakit keras. Belum empat jam sesudah itu Tuan sudah ada di sini. Kawat itu tentu berselisih jalan dengan Tuan. Tuhan juga yang menyuruh Tuan kemari.” “Ya, seorang pun tak ada yang menyuruh saya datang kemari. Sebetulnya saya tak singgah ke Tanah Nyonya, dan tidak mupakat dahulu dengan saudara Nyonya, buat berangkat. O Corrie sakit keras,-ah, kalau kami sudah bertemu, niscaya ia akan sembuh kembali. O-Corrie istriku Kedatangan suamimu yang sangat cinta akan dikau, akan lebih daripada segala obat kekuatannya.” “Mudah-mudahan akan makbullah doa kita bersama,” kata Nyonya Van Dammen; dan dengan tidak dapat ditahan-tahannya, berhamburlah air matanya dan menangislah nyonya tua itu menghisakhisak. Hanafi memandang kepadanya dengan bimbang, lalu bertanya, “Apakah sakit istriku?” “Kholera” kata Nyonya Van Dammen dengan sesak suaranya. “Kemarin pagi ia dibawa ke Rumah Sakit Paderi, karena diperintahkan oleh yang memegang kekuasaan. Saya sendiri hendak menahan di sini saja, karena-ah, istri Tuan sudah kupandang sebagai anak kandungku-tapi tidak izin, karena di sini rumah tumpangan bagi anak-anak. Sedangkan buat menengoknya ke sana, saya tidak mendapat izin. Tadi siang, pukul empat saya terima kabar yang sangat membimbangkan hati; jadi terpaksalah saya mengirimkan kawat ke Betawi, maksud hendak meminta Tuan datang kemari. Hanafi duduk bagai terpaku di atas kursinya dan dalam mendengar Nyonya Van Dammen bertutur, ditentangnyalah nyonya itu dengan putus-putus, sebagai orang yang sudah berubah akal. Setelah nyonya tua itu berhenti berkata- kata, bertanyalah ia dengan tergopoh-gopoh. “Apa istriku masih hidup?” “Mudah-mudahan Tuhan akan memanjangkan umurnya jua.” “Apa Corrie belum meninggal?” “Tadi belum, tentulah belum, ah, mudah-mudahan, sebab saya tidak mendapat kabar lagi dari rumah sakit.” Maka bangkitlah Hanafi dari duduknya, lalu menghambur ke luar, menaiki Oto yang masih menanti, lalu berseru sekeras-kerasnya kepada supir, “Ayolah Ke Rumah Sakit Paderi, lekas sekali” Kepada supir-supir Semarang sebenarnya tak usah lagi penumpang meminta “lekas sekali”, karena meskipun penjagaan polisi sangat kerasnya, mengatur jalan Oto jangan lebih dari dua puluh lima kilometer sejam, tapi ‘sebudi akalnya’ supir-supir melampaui juga dari dua kali ukuran itu. Sebagai dalam berlomba, meluncurlah Oto sewaan itu ke luar halaman rumah piatu, menuju ke Rumah Sakit Paderi. Di situ ia mendapat rintangan yang sangat banyaknya, sebelum ia diberi izin melihat Corrie. Mula-mula ia sudah ditahan oleh verpleger di muka pintu, dengan susah payah dapatlah ia menemui zuster. Zuster berkata, bahwa susah benar buat memperkenankan kehendak Hanafi akan bertemu dengan Corrie, karena pertama zuster tidak kenal padanya, entah benarlah ia suami Corrie, entah tidak; kedua Corrie di dalam bahaya, entah hidup entah mati; ketiga Pelajaran 10 Sastra 229 ia di dalam barak, tempat memelihara orang-orang sakit menular. Bercucuran air matanya kepada zuster, supaya zuster menyampaikan permintaannya kepada dokter. Akhirnya zuster itu menaruh belas kasihan, lalu menyambung telepon kepada dokter. Dokter itu pun turun memberi izin, buat aturan luar biasa, karena dokter sendiri sudah yakin bahwa Corrie sudah tidak dapat ditolong lagi. Tapi Hanafi harus suka, bila ia keluar dari rumah sakit, harus takluk kepada sekalian peraturan yang bermaksud hendak menghilangkan segala kutu-kutu penyakit pada pakaian dan pada tubuhnya; sebab tentu kutu penyakit itu akan dibawanya dari barak itu, apabila ia keluar dari sana. Maka berkatalah zuster kepada Hanafi, “Sebab Tuan datang dari jauh, maka diberilah izin menemui istri Tuan. Tapi janganlah Tuan tidak mengetahui bahwa keadaan istri Tuan ada di dalam genting, hanya sebentar-sebentar ia sadar; dan jika lama berkata-kata, tentulah akan menjadi melarat besar baginya.” “Asal saya berpandangan saja sebentar, cukuplah zuster,” demikian kata Hanafi, lalu diturutkannya zuster itu berjalan ke barak. Sedang jalan, Hanafi bertanya pula, “Apakah telah putus harapan buat istriku, Zuster?” “Itu di dalam kuasa Tuhan, kita manusia harus melakukan segala ikhtiar. Tuan harus berhati-hati, janganlah si sakit dipayahkan benar. Nah, inilah Zaal 4 B. Masuklah Tuan ke dalam.” Zuster menantikan di luar, dan membisikan, “Perlahan-lahan” Maka masuklah Hanafi ke dalam, berjalan dengan ujung sepatunya, lalu mendapatkan Corrie yang sedang berbaring di atas tempat tidurnya. Terperanjatlah ia melihat keadaan Corrie, yang tidur mene- lentang, dengan matanya yang amat cekung. Napasnya yang antar-mengantar lepas dari dadanya ada menyatakan ia masih hidup. Tidurkah ia? Hanafi tegak berdiri ‘sebagai terpaku’ pada tempatnya, lalu menentang dengan tidak berkeputusan kepada wajah istrinya. Dengan perlahan-lahan zuster sudah berdiri de belakang Hanafi, lalu menepuk bahunya perlahan-lahan, sambil berbisik, “St Diam diam, ia dalam pingsan” Sumber: Salah Asuhan, Abdoel Moeis Kerjakanlah soal-soal berikut di buku tugasmu 1. Apakah terdapat ciri-ciri sastra periode tahun 1920-an secara umum dalam kutipan novel yang kamu simak? 2. Bagaimanakah ciri-ciri sastra periode tahun 1920-an yang terdapat dalam kutipan novel yang kamu dengar berdasarkan bahasa yang digunakan? 3. Adakah ciri khas dari sastra lama yang terdapat dalam kutipan tersebut berdasarkan bahasa yang digunakan? 4. Bagaimana karakter watak atau sifat tokoh-tokoh yang terdapat dalam kutipan novel yang kamu dengar? 5. Buatlah kesimpulan isi dari kutipan novel yang kamu dengar dengan bahasamu sendiri TAGIHAN Agar pemahamanmu tentang materi mengiden- tifikasi karakteristik novel periode 20-30-an ini makin baik, carilah sebuah novel angkatan Balai Pustaka atau angkatan Pujangga Baru Lalu mintalah temanmu untuk membacakan kutipan novel tersebut Saat novel itu dibacakan, simaklah dengan baik Kemudian analisislah karakteristik yang terdapat dalam novel tersebut Berbahasa dan Bersastra Indonesia SMP Jilid 3 230

D. Menulis Kreatif Naskah Drama berdasar- kan Peristiwa Nyata

Apa yang kalian pikirkan saat melihat adegan-adegan sinetron di televisi? Terbayangkah oleh kalian bahwa adegan-adegan tersebut pada awalnya berupa teks naskah drama? Dapatkah kalian menulis sebuah naskah drama yang lebih menarik? Sebelum kalian memulai menulis naskah drama, di bawah ini dicontohkan sebuah petikan drama. Perhatikan contoh tersebut sebagai bahan referensi kalian. Kejahatan Membalas Dendam Adegan 7 ISHAK : tersenyum “Lebih baik menulis kebenaran satu halaman dalam sebulan daripada membohong berpuluh halaman sehari.” ASMADIPUTERA : menganggukkan kepala “Aku bawa ke Jakarta, Ishak?” ISHAK : “Akan engkau usahakan terbitnya?” ASMADIPUTERA : “Ya, selekas mungkin.” ISHAK : “Bawalah, Asmadi. Buku itu bukan kepunyaanku lagi, tapi ialah kepunyaan nusa dan bangsa semata. Ada kubawa secarik kertas? Tulislah sembo- yan itu di muka buku itu.” ASMADIPUTRA : “Telah lekat di kepalaku …” perempuan tua mengambil azimat dari balik bajunya, dibakar- nya, diletakkan di atas tanah. Asap mengepul ke atas SALIWATI : Keras-keras “Nenek” yang lain terkejut meli- hat asap itu, lalu sebagian bertanya memandangi perempuan tua Perempuan Tua : tersenyum “Habis, habis sudah, kepandaianku sebagai dukun. Azimatku telah kubakar menunjuk ke angkasa. Aku akan hidup baru sebagai manusia biasa. SALIWATI : “Manusia Indonesia Merdeka” Perempuan Tua : “Yang tidak lagi percaya kepada pekerjaan dukun … tapi …” SUKSORO : “Tapi percaya, hanya percaya kepada diri sendiri, kepada kekuatan sendiri. tiba-tiba Asmadi- putra memandang ke kanan. ASMADIPUTRA : terkejut “Kartili” yang lain memutar badan melihat ke kanan Adegan 8 Kartili masuk dari kanan, rambutnya tak karuan, bajunya seperti biasa. Ia tidak mengacuhkan orang-orang. ISHAK : “Kartili” hendak pergi ke arah Kartili, ditahan Asmadiputra SUKSORO : “Ia di sini?” Perempuan Tua : kepada Ishak “Ia rupa- nya yang tidur di muka rumah kita.” Kartili terus berjalan ke luar, ke kiri Tujuan Pembelajaran Tujuan belajar kalian adalah dapat menulis sebuah naskah drama dengan memerhatikan kesesuaian kaidah penulisan naskah drama berdasarkan peristiwa nyata. Pelajaran 10 Sastra 231 ASMADIPUTRA : “Ia gila, benar gila” SALIWATI : melihat ke asap tanah “Bangunkan dia, Nek” Perempuan tua : menunjuk ke asap tanah “Terlambat sudah.” SUKSORO : “Kejahatan membalas dendam” Dari Ave Maria ke Jalan lain ke Roma oleh Idrus Naskah drama merupakan salah satu yang perlu dipersiapkan dalam sebuah pementasan drama. Naskah drama adalah satu cerita tertulis untuk dipentaskan di panggung, layar, atau radio. Naskah drama ditulis menggunakan kalimat-kalimat langsung yang lengkap dengan penjelasan mengenai sikap, gerakan, latar, dan cara pengungkapan kalimat yang harus dilakukan oleh para pelakunya. Naskah drama dapat ditulis berdasarkan peristiwa nyata. Meskipun berdasarkan peristiwa nyata, naskah drama dapat ditambahkan dengan kreativitas daya imajinatif sang penulis. Beberapa hal yang perlu kalian perhatikan dalam penulisan naskah drama, sebagaimana dapat dilihat pada contoh naskah drama di atas adalah berikut. 1. Mengembangkan inti cerita menjadi lebih menarik dengan bentuk dialog. 2. Menciptakan tokoh-tokoh dengan karakter yang menarik. 3. Memilik diksi yang menarik dan tepat untuk membawakan cerita. Adapun langkah-langkah menulis drama berdasarkan peristiwa nyata adalah berikut. 1. Menentukan peristiwa yang menarik, yaitu peristiwa yang memberikan kesan yang mendalam. 2. Memilih dan menentukan tema. 3. Memilih judul dan membuat kata pembuka. Judul sebaiknya tidak terlalu panjang dan menarik. Kata pembuka lebih bagus jika bersifat bombastis berlebihan agar pembaca tertarik mengikuti cerita selanjutnya. 4. Membuat kerangka dengan memasukkan konflik. 5. Menentukan pelaku. 6. Menyusun jalinan cerita yang mengandung perkenalan tokoh dengan konflik dan penyelesaiannya. 7. Menyusun kramagung dan wawancang. Kramagung meru- pakan perintah kepada pelaku untuk melakukan sesuatu yang ditulis sebagai petunjuk dalam bermain drama. Wawancang ditulis lepas dan mengandung semua perasaan pelakunya. Penulisan naskah drama berbeda dengan naskah cerita lainnya. Berikut penjelasan penulisan naskah drama. Sumber: Dok. Penerbit Berbahasa dan Bersastra Indonesia SMP Jilid 3 232 1. Naskah drama disajikan dalam bentuk pementasan adegan. Babak terdiri atas beberapa adegan. Pergantian pelaku merupakan tanda pergantian adegan dalam satu peristiwa. 2. Penulisan drama dapat kalian awali dengan sebuah prolog sebagai pengantar dan epilog sebagai penjelasan akhir cerita. 3. Dialog ditulis dengan diawali tokoh yang berbicara atau berlaku. Tanda titik dua sebagai pemisah antara pelaku dengan kalimat yang diucapkan. Ada beberapa naskah drama yang telah diadaptasikan ditulis dalam bentuk paragraf. 4. Petunjuk lakuan atau tindakan dituliskan dalam dialog tokoh yang berlaku dengan diberikan tanda kurung. 5. Penulisan keterangan dan petunjuk lakuan dalam pergantian babak atau perpindahan adegan dapat ditulis seperti paragraf diakhir dialog antartokoh. Uji Kemampuan 4 Kerjakan tugas berikut di buku tugas 1. Tentukan sebuah peristiwa yang berkesan yang pernah terjadi dalam hidupmu atau orang lain 2. Tulislah sebuah naskah drama berdasarkan peristiwa tersebut dengan memerhatikan kaidah penulisan naskah drama 3. Tuliskan dialog-dialog tersebut dengan pemilihan kata yang menarik dan komunikatif 4. Kumpulkan kepada bapakibu gurumu Portofolio Dokumentasikan naskah drama tulisan awal dan yang sudah diperbaiki berdasarkan masukan teman-teman dan bapak ibu guru TAGIHAN Tuliskan naskah drama berdasarkan peristiwa nyata yang ada di sekitarmu, dengan menyusun urutan peristiwa menjadi naskah drama satu babak Mintalah masukan kepada teman-teman dan bapakibu guru