Menjelaskan Alur dari Sinopsis Novel

Pelajaran 10 Sastra 217 Narendra? Dia tidak di sini, Mirati, jangan khawatir dia tidak akan mengganggu kita. “Amirati lama memandang bibinya tetapi tidak berkata suatu patah kata pun. “Mari kita berdayung-dayung di kebun dan memetik-metik bunga mawar. Lalu siang ini kita makan di rumah dari kaca, setuju?” Amirati menyatakan, “Ya, itu menarik sekali.” “Dan Mirati, maukah kau membantu saya memasak besok?” Asmara berkata pula, “Romo telah memerintahkan Mbok Projo agar mengajariku masak-memasak. Masakannya kemudian dicicipi oleh ayahanda. Beberapa hari kemudian, Mbok Pranolo akan mengajarku membatik pula. Sudah sehelai kain yang siap dengan pola yang sederhana. Setelah itu, datang Mbok Sastro untuk mengajar saya tembang Jawa. Pada kesempatan itu dia juga menceritakan cerita-cerita dan dongeng- dongeng warisan nenek moyang.” “Menarik sekali, Bibi, mudah-mudahan saya bisa memahaminya.” “Dan harapanku, semoga kau kerasan di sini, Mirati,” jawab Asmara. “Kalau saya kurang dalam sopan santun, Bibi, tolong beritahukan. Saya belum pernah ke luar rumah, dan belum pernah dibesarkan di dalam istana.” “Mirati, kau cukup bersantun dan tahu tata cara, lagi kau berkepribadian ramah.” “Semoga demikianlah sesungguhnya, Bibi,” kata Amirati merendah. Asmara senang mempunyai teman, sedang Amirati berusaha untuk mengikuti semua pelajaran bersama Asmara. Ia mulai merasa kerasan di dalam istana. Sementara itu Narendra sudah mulai pulih kesehatannya, meskipun masih tetap pendiam dan pelamun. Dokter mengizinkan Narendra menerima tamu. Mendengar hal itu Asmara gembira sekali dan berkata kepada kemenakannya, “Ketahuilah, Mirati, bahwa Mas Narendra baru sembuh dari sakit parah Demamnya tinggi dan ia terus-menerus meracau. Sudah tiga orang dokter memeriksanya dan menyatakan pendapat mereka. Yang pertama berkata, disebabkan kelelahan. Yang kedua menduga ia sakit tipus, dan menurut yang ketiga ia harus beristirahat benar-benar dan tidak boleh menerima tamu. Selama sebulan ia bersama Paman Purwaningrat dan para pengiring tinggal di Laut Selatan, dan mengembara dari desa yang satu ke desa yang lain.” “Jadi ia pergi ke daerah Nyai Roro Kidul?” Amirati bertanya, “Ya, dan para orang tua langsung berkata, ‘Ia pasti memakai sesuatu yang berwarna hijau. Itu sebabnya Sang Dewi Laut menjadi marah’. Ada pula yang mengatakan, ‘Ia pasti menginjak tempat yang terlarang” … “Di mana dia sekarang?” tanya Amirati tiba-tiba. Asmara senang sekali bahwa keponakannya menanyakan Narendra. “Dia sekarang tinggal di salah satu kamar dari dua kamar di bagian dalem karena tidak boleh dikunjungi orang. Tetapi menurut Romo, hari ini dokter mengizinkan ia menerima tamu. Apakah sekarang kita berdua akan ke sana?” Amirati memandang bibinya sambil berpikir. Asmara menarik gadis itu masuk ke dalem. Sampai ke pintu ia berkata, “Narendra terus meracau dan menyebut-nyebut nama Ratih. Barangkali kau tahu siapa dia?” Mendengar nama itu, Amirati menangis tersedu-sedu dan hendak lari dari tempat itu. Tetapi Asmara menghalang-halanginya dan mendorongnya langsung masuk ke kamar sambil menutup pintu. Supaya Narendra jangan kaget, ia telah mengutus seorang untuk memberitahukan kedatangannya sebelumnya. Asmara mendekati ranjang kakaknya dan berkata, “Kangmas, saya punya tamu. Bolehkah ia datang menemui kakanda?” “Siapa tamu itu?” “Saya jemput sebentar.” Amirati dengan wajahnya bekas menangis melawan. Tetapi Asmara membina tangan Amirati ke tempat tidur Narendra. Narendra tiba-tiba duduk tegak sambil berseru, “Ratih, kau datang dari langit untuk menengokku? Setelah kau di sini, kau tetap akan tinggal, bukan?” Narendra memegang tangan Amirati dan berkata kepada Asmara, “Tahukah kau siapa Berbahasa dan Bersastra Indonesia SMP Jilid 3 218 Ratih, Asmara? Ia istri Dewa Cinta Kumajaya. Istrinya bernama Kumoratih, dan Mirati kusebut Ratih.” “Kini teka-teki telah diketahui jawabnya. Dan Kakanda rupanya menganggap dirinya dewa asmara?” Asmara mengusik. “Ya, begitulah kiranya, adikku sayang. ”Lama mereka memperbincangkan bertiga pengalaman mereka masing-masing di kamar itu. Sang Raja lega melihat perkembangan itu. Ia masuk ke dalam kamar mereka dan berkata kepada Amirati sambil menengadah- kan wajahnya yang berbekas tangis, “Inilah calon menantuku …” Dari: Tunjung Biru, Balai Pustaka, Jakarta, 1995:80-85 Berdasarkan petikan novel Tunjung Biru di atas, kalian dapat menjelaskan alur cerita tersebut sebagai berikut. x Pada bagian perkenalan, pengarang mulai memperkenal- kan keadaan Narendra, putra Sang Raja, yang jatuh sakit, yang tidak mudah sembuh. x Pada bagian konflik, pengarang mengemukakan konflik mengenai penyakit Narendra yang menyulitkan orang- orang di sekitarnya. Mereka bingung karena pendapat tiga dokter yang berbeda: kelelahan, tipus, atau ia terserang sakit secara psikologis, sehingga harus beristirahat dan tidak boleh menerima tamu. x Pada bagian penanjakan, pengarang menghadirkan Amirati yang bersedia menemani Asmara di istana. Pada bagian ini, Asmara menceritakan keadaan Narendra kepada Amirati. Hingga kemudian Amirati menanyakan kebe- radaan Narendra. x Pada bagian klimaks, pengarang mempertemukan Narendra dengan Amirati. Sebelumnya, Amirati menangis setelah mendengar nama Ratih yang selalu disebut-sebut Narendra. x Alur penyelesaian didapatkan ketika nama Ratih yang hadir pada mimpi Narendra, ternyata Mirati, putri Bupati Cokronoto, dari Danduro. Novel Tunjung Biru memiliki alur maju. Semua cerita dikisahkan secara urut dari masa lalu ke masa sekarang, meskipun ada cerita yang mengisahkan masa kemarin dari tokoh Narendra. Berdasarkan padat tidaknya cerita, cerita Tunjung Biru beralur rapat, karena semua kisahan harus diceritakan secara jelas dan urut agar keutuhan cerita tidak terganggu. TAGIHAN Kerjakanlah tugas berikut di buku tugas 1. Carilah sebuah sinop- sis novel di perpusta- kaan sekolah 2. Mintalah kepada salah seorang teman- mu untuk membaca- kan sinopsis novel tersebut 3. Jelaskanlah tahap- tahap alur yang terda- pat dalam sinopsis novel tersebut 4. Identifikasikan peris- tiwa yang terjadi dalam novel berdasarkan alurnya Pelajaran 10 Sastra 219 Judul Buku : Dian yang Tak Kunjung Padam Karya : Sutan Takdir Alisjahbana Penerbit : Dian Rakyat Cetakan : 1992 Seorang pemuda udik, miskin, serta yatim secara kebetulan bertemu pandang dengan seorang pemudi cantik, anak bangsawan Palembang ketika gadis itu sedang santai-santai di serambi rumahnya yang mewah di dekat sungai itu. Si cantik yang ternyata bernama Molek itu rupanya juga jatuh cinta akibat pandangan pertama. Namun sayang, cinta kasih mereka sulit untuk bisa sampai ke pelaminan, karena di antara keduanya sangat jauh perbedaan derajatnya. Keduanya sama-sama menyadari akan kenyataan perbedaan itu, tapi cinta kasih mereka yang selalu bergejolak itu tidak peduli dengan semua itu. Cinta mereka dilang- sungkan lewat kirim-kirim surat. Segala rindu mereka tumbuh dalam kertas cinta. Walaupun begitu, Yasin, rupanya tidak tahan juga. Dia hendak melamar Molek secara jantan. Niatnya itu diberitahukan kepada ibu dan seluruh sanak famili dekatnya. Keluarga Yasin kemudian berembuk untuk melaksanakan niat Yasin itu. Lalu dengan segala keberanian dan kesederhanaan mereka, keluarga Yasin datang juga melamar Molek. Namun, lamaran mereka ditolak mentah- mentah oleh kedua orang tua Molek. Maka, pulanglah rombongan udik ini ke kampung- nya dengan membawa segudang rasa malu, dan kesal. Molek malah dikawinkan dengan seorang pedagang yang sukses. Walaupun Sayid ini sudah agak berumur, tapi karena dia termasuk orang kaya, kedua orang tua si Molek mau menerimanya dengan sukacita. Perkawinan itu tidak membawa kebahagiaan bagi Molek, sebab di samping dia tidak mencintai Sayid Mustafa suaminya itu, Sayid sendiri sebenarnya menikahi Molek karena kekayaan ayahnya saja. Perlakuan Sayid Mustafa terhadapnya juga kurang baik. Segala macam kegalauan hati Molek, mulai dari kesedihan, kerinduannya kepada Yasin, serta kesepiannya itu dia ceritakan kepada Yasin lewat surat. Yasin mencoba menemui Molek di Palembang dengan cara menyamar sebagai pedagang nanas. Usahanya itu berhasil. Dia berhasil bertemu dengan Molek. Rupanya itulah pertemuan terakhir mereka, sebab rupanya Molek yang tidak mampu menahan rasa sakit hati dan kesepian serta gejolak rindunya kepada Yasin itu, kemudian meninggal dunia. Selesaikan soal-soal berikut di buku tugasmu 1. Bagaimana tahap-tahap alur yang terdapat dalam ringkasan cerita di atas? 2. Identifikasikanlah peristiwa yang terjadi dalam novel di atas berdasarkan alurnya 3. Berdasarkan urutan bagian-bagian alur yang diceritakan, termasuk alur apakah yang terdapat dalam ringkasan novel di atas? Jelaskan 4. Berdasarkan padat tidaknya sebuah cerita, termasuk alur apakah ringkasan novel di atas? Jelaskan Uji Kemampuan 1 Dengarkanlah sinopsis novel berikut dengan saksama Berbahasa dan Bersastra Indonesia SMP Jilid 3 220 Tujuan Pembelajaran Tujuan belajar kalian adalah mampu meng- identifikasi karakter tokoh, mendeskripsi- kan latar dalam pementasan drama, serta menanggapi hasil pementasan drama.

B. Menanggapi Pementasan Drama

Hal-hal yang tidak pernah lepas dari sebuah pementasan drama di antaranya adalah kurang lebih panggung dan properti, tata lampu, tata suara, serta ilustrasi pengiring atau musik. Dalam pementasan drama, hal-hal tersebut berperan penting dalam kemenarikan sebuah pementasan drama. Selain beberapa hal yang berkaitan dengan panggung, kalian dapat memberikan apresiasi serta tanggapan dalam pementasan drama berkaitan dengan tema cerita, alur cerita, keaktoran, dan model penggarapan sutradara. Berkenaan dengan pembahasan di atas, simaklah pementasan drama yang akan diperagakan oleh teman-teman kalian. Setelah menyimak pementasan tersebut, kalian harus dapat memberikan apresiasi berupa tanggapan terhadap pementasan tersebut. Sumur Tanpa Dasar Karya: Arifin C. Noer Bagian 15 Perempuan tua muncul membawa alat kompres. Lonceng berdentang. Jumena menjadi tenang dengan kompres itu. P. Tua : Kalau saja Agan mau berdoa. Jumena : Saya sangat capek. P. Tua : Agan terlalu keras bekerja. Agan tak pernah istirahat. Suara kecapi, sayup-sayup. Juga suara kodok. P.Tua : Saya hampir tak bisa percaya ada orang yang tidak pernah merasa bahagia, apalagi anak seperti Agan. Saya juga sebatangkara. Suami saya sudah lama mati dan anak saya satu- satunya pergi tidak pernah berkabar lebih dari sepuluh tahun. Memang saya merasa sepi dan sedih, tapi setiap kali saya masih bisa merasa bahagia kalau saya sedang melakukan sesuatu untuk orang lain. Saya bahagia melihat orang lain bahagia. Dan saya tidak habis mengerti kenapa ada orang yang tidak bahagia. Jumena : Saya sangat sepi. Saya tidak pernah punya anak. Saya selalu bertanya, untuk apa segala hasil keringat saya selama puluhan tahun ini? P. Tua : Kenapa Agan tidak percaya Euis sedang mengandung? Jumena : Sudah empat puluh tujuh kali ia bilang begitu, dan ini keempat puluh delapan. P. Tua : Tapi bukan tidak mungkin kali ini benar. Jumena : Mungkin dan tidak mungkin. Saya betul-betul sendiri di dunia ini. P. Tua : Maaf, Gan, apa tidak sebaiknya Agan mengambil anak angkat? Jumena : Tidak Saya pun tidak tahu kenapa. Tapi saya tidak mau. Sejenak tidak ada percakapan. P. Tua : Agan kelihatan mulai mengantuk. Jumena : Rasanya begitu. P. Tua : Bagaimana kalau Agan mencoba tidur di dalam? Jumena : Saya coba. Jumena bangkit melangkah tetapi ragu. P. Tua : Ada apa, Agan? Pelajaran 10 Sastra 221 Kalian dapat mengapresiasi terhadap sebuah pementasan drama dengan tepat apabila kalian benar-benar menyimak pementasan tersebut dan memerhatikan segala sesuatu yang melingkupi pementasan tersebut di atas panggung. Berdasarkan pementasan drama yang diperagakan oleh te- man-teman kalian, kalian dapat memberikan tanggapan, misalnya berikut. 1. Berkaitan dengan pemeranan karakter tokoh-tokoh dalam drama: a Pemeran Perempuan Tua kurang menampakkan karakter ketuaannya dan karakter sebagai abdi pembantu. Padahal, pada dialog tersebut karakter tokoh Perempuan Tua merupakan sosok orang yang sudah sangat tua, lebih tua dari sang juragan, setia sebagai abdi, bijak, perhatian, dan penuh kasih sayang; b Ekspresi keputusasaan dari tokoh Jumena pada pementasan kurang begitu tampak. Dari isi dialog yang dikemukakan oleh tokoh Jumena menampakkan bahwa karakter tokoh tersebut tengah dirundung rasa putus asa, kesepian, dan gelisah, meskipun dia seorang yang kaya. 2. Berkaitan dengan latar dalam pementasan. Bentuk properti yang digunakan dalam pementasan terlalu modern, sehingga kurang sesuai dengan setting waktu cerita. Berdasarkan dialog-dialog seperti panggilan Agan dan kostum yang dikenakan dalam pementasan tersebut, menunjukkan bahwa cerita tersebut berlangsung pada tahun 1950-an. Maka itu, bentuk meja, tempat tidur, tempat minum, serta properti-properti semestinya belum modern. 3. Berkaitan dengan panggung pementasan. Secara keseluruhan, penataan panggungnya sangat bagus dan artistik, sehingga sangat mendukung menariknya pementasan tersebut. Sumber: Dok. Penerbit Berbahasa dan Bersastra Indonesia SMP Jilid 3 222 Perhatikan dialog Perempuan Tua yang ketiga Dalam dialog tersebut terdapat kalimat: Memang saya merasa sepi dan sedih, tapi setiap kali saya masih bisa merasa bahagia kalau saya sedang melakukan sesuatu untuk orang lain. Kalimat tersebut merupakan kalimat majemuk setara dengan hubungan pertentangan dengan penanda hubung tapi. Selain tapi, hubungan pertentangan juga dapat ditunjukkan oleh kata melainkan, bukan, akan tetapi, dan sebagainya. Contoh: Seharusnya ia belajar dengan tekun bukan malah bermain-main tanpa kenal waktu. Dalam kalimat majemuk bertingkat, juga terdapat hubungan pertentangan. Contoh: Saya akan tetap berbuat baik, meskipun ia selalu berbuat jahil. x Buatlah contoh kalimat majemuk setara hubungan perbandingan dan penyertaan x Buatlah contoh kalimat majemuk bertingkat hubungan sebab-akibat dan pengandaiannya Hubungan Penanda Hubung Pertentangan tetapi, melainkan, bukan Perbandingan daripada Sebab-akibat sebab, karena, oleh karena Pengandaian seandainya, kalau-kalau Waktu sejak, ketika Bingkai Bahasa Uji Kemampuan 2 Simak dan perhatikan pementasan drama yang akan diperankan oleh kawan-kawanmu berikut Sumur Tanpa Dasar Karya: Arifin C. Noer Adegan 1 Adegan dimulai ketika Juki dan Kamil tertawa terbahak-bahak. Tentu saja karena ulah lelaki tua gila yang biasa dipanggil Kamil, yang selalu berpakaian ala kaum terpelajar Angkatan 08. Tubuhnya sangat kurus seperti habis dihisap oleh mimpi-mimpinya sendiri. Sementara itu dengan ganas muncul perempuan tua. P. Tua : Huss, jangan terlalu keras. Agan sedang tidur nyenyak. eksit Kamil : Kenapa saya suka meramal? Sebab saya suka pada ilmu kebatinan. Kenapa saya suka ilmu kebatinan, alias mistik dan ilmu kejiwaan? Sebab dunia sekarang sudah berat sebelah. Nah, inilah peradaban sekarang. Kepala terus diisi sementara dada dibiarkan masuk angin, maka kepa- la yang terlampau berat tak dapat lagi ditopang oleh dada. Seperti ondel- ondel terkena angin puyuh. Maka terhuyung-huyunglah manusia zaman sekarang seperti pemabuk. Padahal sumber kekuatan hidup sebenarnya ada di sini, nih, menunjukkan ulu hati. Bukan di kepala seperti orang sekarang, seperti kata Jumena. Karena sinting dia P. Tua : di pintu belakang Sudah, sudah Berhenti pidato