Berbahasa dan Bersastra Indonesia SMP Jilid 3
112
alinea penghubung, 73 alinea penutup, 73–74
alur, 318 alur kisah, 318
analisa, 185 analogi, 101–102
angka, 289–291 angket, 182–183
antiklimaks, 98 apatis, 373, 376
apendixs, 280–281 arbitrer, 3
argumentasi, 125 arti, 2
artikulasi, 385 aspek bahasa, 2–3
asterik, 218
Bahasa, 1 et seqq
batas pinggir, 184–189 berbuat, 366
bertindak, 366 bibliografi, 242
et seqq buku dasar, 252
buku katalogus, 193 buku khusus, 252
buku pelengkap, 252 buku referensi, 193
bunyi, 2 bunyi vokal, 2
Cara menganalisa, 385–388 catatan, 379
catatan kaki, 218 et seqq
catatan penjelasan, 223, 235–236 contoh, 102–103
Daftar isi, 272–273, 335 data, 181
data publikasi, 226, 244 deduktif, 78
definisi, 55–60 definisi formal, 57–59
definisi logis, 57–59 definisi luas, 60, 111–113
definisi riil, 57–59
diferensiasi, 57–58 Eksposisi, 124
et seqq ekspositoris, 125
ekstemporan, 361 elite, 283
ensiklopedia, 195 esprit de Corps, 8
etimologi, 56–57
Fakta, 181 faktual, 181
fasilitas, 255 filantropis, 346
flash back, 155 fungsi bahasa, 3–8
Garis miring, 32 generalisasi, 60–62
genus, 57 et seqq
gerak-gerik, 381
391
Sumber: Komposisi, 2004
Selesaikanlah soal-soal berikut dengan cermat di buku tugas
1. Berapakah informasi yang dapat kamu temukan dari daftar
indeks di atas? 2.
Apakah maksud dari adaptasi sosial, 6 - 7? 3.
Apakah maksud dari Garis miring, 32? 4.
Bagaimana jika kamu ingin menemukan informasi mengenai eksposisi dalam buku tersebut?
5. Bagaimana jika kamu ingin mencari definisi dari apatis?
Pelajaran 5 Kreativitas
113
D. Menulis Cerpen berdasarkan Peristiwa yang Dialami
Menulis atau mengarang adalah proses kreatif dalam berkarya. Kalian harus selalu berlatih menulis, agar kalian dapat
menuangkan segala ide, gagasan, dan pikiran yang ada dalam diri kalian. Kalian harus tahu bahwa keterampilan menulis tidak dapat
dilakukan dengan begitu saja tanpa berlatih dengan tekun. Apalagi dalam menulis karya sastra, jika terus dilakukan, selain
mengasyikkan juga akan menghasilkan karya yang baik.
Pada pembelajaran kali ini, kalian harus dapat menguasai beberapa kemampuan, seperti mengeskpresikan gagasan dalam
bentuk cerpen dengan mengembangkan 1 penokohan, 2 alur, 3 latar, 4 sudut pandang serta mengindentifikasi komponen
kesastraan cerpen.
Pelajarilah dahulu penggalan naskah cerpen berikut dan penjelasannya sebagai referensi kalian dalam menulis cerpen
Tujuan Pembelajaran
Tujuan belajar kalian adalah dapat menyu-
sun cerita pendek berdasarkan peristiwa
yang pernah dialami.
RUMAH
Karya: Kuntowijoyo Menurut hemat saya, kami sungguh
beruntung mendapatkan rumah itu. Sambil mengancungkan jempol perantara
mengatakan, “Inilah rumah terbaik yang pernah saya perantai.” “Murah.””Luas.”
“Strategis.” Memang rumah itu halamannya luas dan rindang dengan pohon melinjo,
mangga, belimbing, dan nangka. Kalau kami mau, dapat saja kami membuat jala dari tali-
tali plastik antara pohon mangga dan nangka.
Di situ kami dapat beristirahat, tiduran, atau membaca-baca. Halaman itu masih
tersisa banyak, bisa untuk dibuat tempat bad- minton, bola voli, atau bola basket. Letaknya
memang agak di pinggiran kota, tetapi fasilitasnya sangat memadai, ada listrik.
Listrik dapat disulap jadi apa saja: kulkas, air, TV, dan komputer. Ada jalan desa di
depan rumah, tapi karena desa di pinggiran kota, jadi terhitung lebar. Dengan
pertimbangan itulah kami memutuskan untuk tinggal di sana. Kami membayar sewa untuk
tiga tahun sekaligus. Itu terasa murah sebab kami masih menyimpan dolar sisa uang tugas
belajar dan kerja istri sebagai TKW penjaga toko di negeri orang.
Akan tetapi, dua minggu setelah menghuni, istri saya berpikir lain. Sepulang
dari arisan RT istri saya bilang, “Wah, kita tertipu” Dia lalu menunjuk ke rumah kosong
di tepi jalan yang tepat di samping kami. “Rumah itu tidak beratap, tidak berpenghuni,
tidak terawat. Tembok-temboknya berlumut, rumput tumbuh seenaknya, pintu dan jendela
dicopot. Sumurnya banyak ditumbuhi pohonan perdu. MCK tidak beratap tidak
berpintu.”
“Ya, kenapa?” tanya saya. “Apa sebab rumah itu ditinggalkan,
atapnya tidak ada lagi, jendela-pintu dicopot?”
Saya mengangkat bahu. “Tetangga-tetangga bilang, mmm, ada
orang bunuh diri menggantung di rumah itu.” Tegak juga bulu roma saya mendengar
kata “Menggantung”, tapi sebagai laki-laki saya tidak boleh bernyali kecil. Lalu kata saya,
“Menggantung? Begini?” Saya melotot, menjulurkan lidah keluar, badan dilemaskan,
pura-pura mau terjatuh. “Jangan didengar omongan orang, itu dulu kala”
Kabarnya pernah pemilik rumah mengundang orang pintar untuk mengusir
lelembut, roh halus, jin, atau hantu dari rumah itu. Tetapi orang pintar itu tidak
Sumber: Dok. Penerbit
Berbahasa dan Bersastra Indonesia SMP Jilid 3
114
berhasil, menyatakan dengan jujur kalau kepandaiannya tidak memadai. Karena orang
pintar sudah puncaknya mengusir jin, maka pemilik rumah putus asa. Mencopoti atap,
pintu, dan jendela itu adalah saran dari pengusir jin. Maksudnya supaya jin terkecoh
seolah-olah itu bukanlah rumah, sebab matahari, hujan, dan angin dapat bebas
keluar-masuk.
Saya pikir-pikir, benar juga kata orang. Pantas sewa rumah kami murah, pantas
rumah itu dikosongkan, pantas tidak ada yang menyewa tempat itu. Padahal letaknya
strategis, dekat dengan dua kampus PTS, banyak mahasiswa cari kos, dapat dibuat
rumah makan, katering, servis setrika, reparasi motor, atau lainnya.
Malam harinya, kalau kebetulan saya pulang malam, saya pasti melirik rumah itu
sekedar untuk mengingat bahwa di situ pernah ada orang mati menggantung. Ketika
dapat giliran siskamling, orang-orang pasti mengatur keliling supaya tidak lewat rumah
itu. Saya kadang-kadang bangga karena orang menilai kami pemberani. Dalam pertemuan
RT, orang akan menyebut nama dan alamat saya keras-keras, ditambah ungkapan “Dekat
rumah kosong”. Orang pun ada yang lalu ck- ck, tapi ada yang lantas berkomentar, “Wah,
pemberani” Orang tidak tahu bahwa semakin tinggi pujian orang, hati saya semakin sakit.
Suatu hari anak kami yang berumur sepuluh tahun sakit panas. Ia mengigau, kata-
kata yang tak jelas hubungannya. Kami memberinya paracetamol dan madu. Tapi,
panasnya tidak juga menurun. Entah bagaimana dia berpikir, istri saya segera
menghubungkan sakit anak kami dengan rumah kosong itu. Ketika anak saya bisa
diajak bicara, istri bertanya mendesak, ”Kau tadi main-main ke rumah kosong itu?” anak
saya mengangguk. “Jelas sudah,” kata istri saya. Ketika saya pulang kerja, saya dapati
anak kami tidur pulas, memakai sesuatu berwarna kuning di dahinya. ”Apa ini?” tanya
saya.
“Itu penolak sawan,” kata istri. Sawan artinya pengaruh buruk. Ternyata pagi harinya
istri saya menghentikan mbakyu penjual jamu
gendongan dan memesan empon-empon
penolak sawan. Sebagian sudah dipakai, sebagian disimpan di kulkas. Itu pasti ilmu
yang dibawanya dari rumah orang tuanya. “Ini tidak boleh,” kata saya.
“Kenapa?” “Takhayul.”
“Takhayul atau bukan, pokoknya anak tertidur pulas.”
“Kalau hanya diberi empon-empon, kita
akan lupa sebab yang sesungguhnya.” “Makanya kemudian kita ke dokter.”
Cerita pendek di atas merupakan cerita mengenai pengalaman hidup seseorang “saya”. Penulis memosisikan sebagai orang
pertama dalam menceritakan sesuatu yang dialami. Dalam cerita tersebut, “saya” mengungkapkan pengalaman hidupnya bersama
istri dan anaknya.
Beberapa unsur cerpen telah kalian ketahui, misalnya tema, alur peristiwa, plot, latar, penokohan, dan gaya bahasa. Dari cerpen
di atas, dapat kalian soroti beberapa unsur pentingnya saja, seperti berikut.
1. Tema
Tema cerpen di atas adalah tentang pemahaman pengeta- huan keagamaan dan kebiasaan atau budaya masyarakat
yang sulit diubah. Pengarang melukiskan suatu sudut kehidupan kota, sementara kehidupan dan budaya desa
masih dirindukan.
Pelajaran 5 Kreativitas
115
2. Alur Peristiwa
Rangkaian peristiwa yang disajikan pengarang dimulai dari peristiwa awal yang melukiskan pengalaman tokoh utama,
kemudian berangkai dengan peristiwa-peristiwa berikut- nya, sehingga cerita menjadi utuh. Tokoh utama mengalami
seluruh peristiwa dari awal sampai pada akhir cerita.
3. Latar
Latar tempat cerpen di atas adalah suatu kota dengan kehidupannya. Latar yang dilukiskan pengarang ditunjang
pula dengan latar waktu, latar suasana, dan latar sosial atau sudut kehidupan.
Nah, sekarang kalian sudah mengetahui unsur-unsur yang terdapat dalam cerpen. Kalian perlu mengingat unsur-unsur
tersebut dan menerapkannya ketika mengarang cerita pendek. Mulailah dengan pengalaman atau peristiwa yang berkesan atau
pengetahuan yang sangat kalian kuasai. Kalian dapat mengambilnya sebagai tema cerita.
Setelah mempersiapkan tema yang akan kalian tulis, supaya kalian tidak lupa dalam mengembangkannya, buatlah dahulu konsep
tokoh-tokoh yang akan disajikan beserta karakternya. Kemudian kalian siapkan konsep alur yang akan dikembangkan, apakah alur
maju, alur mundur, atau gabungan keduanya. Selain itu, tetapkan pula latar yang akan diangkat dalam cerita itu, misalnya latar sosial
masyarakat pedesaan, perkotaan, atau yang lainnya. Setelah persiapan itu dilakukan, mulailah menulis cerpen dengan
mengandalkan imajinasi dan kreativitas bertutur.
Menulis cerpen adalah sebuah proses kreatif. Oleh karena itu, menulis cerpen tidak akan satu kali jadi. Mungkin saja konsep
awal sebuah cerpen sudah selesai, tapi memerlukan pengoreksian ulang agar penataan unsur-unsur sastra dalam cerpen menarik.
Namun pada saat menulis cerpen, ketika menuangkan gagasan dan imaji ke dalam bentuk tulisan, jangan disela dengan mengoreksi
diksi dan bahasa dahulu. Lakukan koreksi tersebut setelah cerpen selesai ditulis supaya tidak mengganggu upaya untuk menuangkan
gagasan demi gagasan. Melalui gagasan dan sentuhan itulah pengarang dapat menyampaikan pesan kepada pembaca.
Uji Kemampuan 4
Buatlah sebuah cerpen dengan mengembangkan imajinasimu berdasarkan pengalamanmu atau peristiwa yang kamu alami.
Pilihlah kata-kata yang tepat agar cerpen enak dibaca dan tidak membosankan. Tulislah di buku tugasmu.
Ingin Tahu?
Setiap pengalaman akan membawa kesan dan
hikmah tersendiri bagi pelakunya. Pengalaman
ada yang bersifat lahiriah dan batiniah. Pengalaman
lahiriah diperoleh pelaku secara fisik langsung de-
ngan mengalami peristi- wa yang dialaminya.
Sementara pengalaman batiniah biasanya dapat
diperoleh melalui perja- lanan batiniah seseorang,
misalnya melalui memba- ca buku, mendengarkan
cerita pengalaman orang lain, menyaksikan
peristiwa yang berkesan, dan lain sebagainya.
Semuanya itu merupakan bahan atau bekal dalam
proses perenungan sese- orang. Hasil perenungan
semacam ini seringkali mengilhami para penulis
sastrawan untuk mengha- silkan karya-karyanya.