Membaca Cepat Berbahasa Dan Bersastra Indonesia
Pelajaran 8 Perindustrian
177
9. Sekitar berapakah kredit macet yang dialami oleh UKM?
10. Mengapa sektor perbankan lebih cenderung memutar
uangnya ke semacam SBI atau obligasi? Jika kalian dapat menjawab dengan tepat lebih dari 75, dapat
dikatakan keterampilan membaca cepat kalian cukup baik. Latihlah terus keterampilan kalian dengan cara membaca teks kelipatan ±
200 kata dan dengan kelipatan waktu 1 menit, yang dapat kalian mulai dari teks dengan kata terbanyak.
Gagasan utama yang dapat kalian simpulkan berdasarkan teks di atas yaitu peranan perbankan dalam perkembangan
industri atau bisnis dalam tataran usaha kecil dan menengah UKM. Tujuan yang terungkap dalam teks tersebut adalah
menyampaikan kepada pembaca mengenai hubungan industri perbankan saat ini, terkait dengan peran yang diberikan
terhadap berkembangnya bisnis UKM.
Kesan yang dapat ditangkap berdasarkan isi teks yaitu adanya suasana atau sistem yang kurang saling mendukung
antara industri perbankan dan bisnis UKM, yang seharusnya kedua hal tersebut dapat menjadi mitra kerja yang sejalan.
Untuk mengetahui kebenaran jawaban kalian, lihatlah kolom di samping yang disusun secara acak.
Jawaban:
1. Penyaluran dana pinjaman.
2. Industri perbankan.
3. Karena pedagang tersebut melaku-
kan aktivitas dagang dalam
musim-musim tertentu.
4. Proses kredit lebih ketat dan tidak
gampang. 5. Adanya kredit
yang akan diaju- kan oleh UKM.
6. 41 juta unit. 7. Lebih jelas keun-
tungannya dan lebih aman
pengelolaannya. 8. Masih saja
ketinggalan. 9. Banyaknya PHK.
10. 3-4
Uji Kemampuan 3
Di bawah ini terdapat teks sejumlah ± 800 kata. Bacalah teks tersebut selama 4 menit dan jawablah pertanyaan-per-
tanyaannya
Mebel Rotan Cirebon, dari Industri Rumahan sampai Eksportir
Cirebon seharusnya tidak lagi hanya disebut sebagai Kota Udang, khususnya di
wilayah III Cirebon. Pasalnya, yang justru berkembang pesat di sini bukan bisnis
perudangan, tetapi mebel rotan. Lihat saja lima kabupaten di wilayah itu, yakni
Kuningan, Majalengka, Indramayu, Cirebon, dan Kota Cirebon, yang nyaris di beberapa
sudutnya dengan mudah dapat ditemukan perusahaan atau industri rotan rumahan.
Bisnis mebel rotan dan denyut Cirebon seakan tidak terpisahkan. Kini, lebih dari
400.000 orang penduduk menggantungkan hidup dari mebel rotan. Menurut data realisasi
ekspor, mebel rotan Cirebon dari tahun ke tahun grafiknya meningkat naik. Menurut
catatan Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia Asmindo Komisariat
Daerah Cirebon yang dikutip dari sumber data Depperindag Kabupaten Cirebon, nilai
ekspor tahun 1999 tercatat senilai 84,38 juta dolar AS, tahun 2000 menjadi Rp91,55 juta
dolar, tahun 2003 sebesar 101,67 juta dolar, dan tahun 2004 sekitar 116,57 dolar AS.
“Tahun 1995 kita masih dapat bersaing dengan mebel rotan produksi Cina, tetapi
sekarang Cina tidak dapat disepelekan. Dari sisi desain kerangka bentuk dan kualitas
Berbahasa dan Bersastra Indonesia SMP Jilid 3
178
mutu, mereka tidak kalah dari kita, semen- tara harganya dapat jauh lebih murah dari
produk mebel rotan Indonesia,” kata H. Sumartja, Ketua Asmindo Komisariat Daerah
Cirebon.
Makin “kuatnya” Cina sebagai produsen mebel rotan juga dikhawatirkan pengusaha
mebel rotan lainnya, seperti Toni Handiyono. Dia memperkirakan, apabila ekspor bahan
baku rotan tetap dilarang, seperti sekarang, tahun 2006 industri mebel rotan akan makin
menguat. Namun, sebaliknya, apabila ekspor bahan baku rotan diperbolehkan, maka
industri mebel rotan di Tanah Air akan menyurut, bahkan mati.
“Sekitar 80 persen bahan baku rotan itu ada di Indonesia. Apabila rotan yang ada tetap
diolah oleh kita sendiri, saya yakin para pembeli mebel rotan akan kembali menyerbu
Indonesia,” kata Toni. Tanpa banyak gembor- gembor, industri mebel rotan Cirebon
berusaha memperluas pembeli mancanegara. Mereka tidak hanya menghidupi pekerja yang
bekerja penuh di dalam pabrik, tetapi juga ribuan penduduk setempat yang menopang
perusahaan mebel rotan dengan bekerja di rumah masing-masing.
Haryati, Wakil Direktur CV Granada, perusahaan mebel rotan lainnya, mengatakan
bahwa sejak perusahaan itu berdiri pada tahun 1992, mereka sudah “berbagi”
pekerjaan dengan penduduk setempat. Sebagai contoh saja, untuk tugas menganyam
rotan, perusahaan ini mempunyai 30 subkon- traktor yang masing-masing mempekerjakan
lagi sekitar 20-25 orang pekerja penganyam.
“Itu belum termasuk subkontraktor rangka kursi,” tutur Haryati yang 80
produknya diekspor ke beberapa negara Eropa, seperti Belanda, Denmark, Italia, Inggris,
Spanyol, dan Hongaria.
Mebel rotan Cirebon yang dibuat perusahaan dengan skala besar biasanya lebih
berorientasi untuk ekspor. Para pengusaha ini biasanya memproduksi mebel rotan
berdasarkan pesanan dari para pembeli mancanegara. Mereka tidak membuat mebel
rotan untuk stok. Alasannya, desain mebel rotan relatif cepat berubah.
Namun, di luar perusahaan besar tersebut, di Cirebon banyak pula industri
rumahan mebel rotan yang hasilnya dipasarkan di dalam negeri maupun untuk
memenuhi pesanan khusus dari para pengusaha mebel di luar Cirebon.
Salah satu di antara pengusaha industri rumah mebel rotan itu adalah Hartati 38
yang tinggal di Desa Karangsari, Kecamatan Weru. Menurut dia, sekitar 10 tahun lalu, di
daerah tempat tinggalnya itu belum ramai orang membuat mebel rotan sebagai industri
rumahan.
“Tetapi, sejak lima tahun belakangan ini, hampir setiap rumah pasti membuat mebel
rotan. Ada yang khusus menganyam enceng gondok, ada yang menganyam pelepah
pisang, dan ada juga yang hanya membuat kerangka kursi,” kata Hartati yang juga
menyebut diri sebagai subkontraktor untuk perusahaan besar.
Ucapan Hartati bukan isapan jempol semata. Sejauh mata memandang dari
rumahnya, yang tampak adalah rumah-rumah tetangga yang juga dipenuhi para perajin
mebel rotan. Sementara di beberapa bagian sisi jalan, terlihat tumpukan kursi-kursi rotan
yang tengah dijemur.
“Saya membagi pekerjaan lagi ke sub- sub lainnya, ada yang khusus mengerjakan
rangka, men- steam istilah untuk memanas-
kan rotan hingga suhu tertentu agar mudah dibentuk, mengikat, mendekor, menganyam,
dan finishing penyelesaian akhir,” kata
Hartati. Selain membagi-bagi pekerjaan kepada
sub-subkontraktor lainnya, di rumah Hartati juga bekerja setidaknya 49 pekerja. Dia tidak
dapat menyebutkan berapa sub-subkontraktor untuk usaha rumahannya, karena hal ini sangat
bergantung pada jumlah pesanan.
Ketika ditanya soal keuntungan dari usaha industri rumahannya ini, Hartati hanya
tersenyum. “Pokoknya cukuplah. Setiap lebaran, saya
dapat memberi sarung dan kopiah untuk perajin laki-laki dan kebaya untuk perajin
perempuan,” ucap perempuan itu.
Pelajaran 8 Perindustrian
179
Tidak jauh dari rumah Hartati, Umayah 35, juga membantu suaminya mengelola
industri rumahan. Menurut dia, sudah lebih dari lima tahun ini mereka mantap dengan
usaha rumahan yang khusus menangani anyaman enceng gondok.
Umayah dan keluarganya menjadi subkontraktor dari pabrik mebel rotan. Dia
khusus mengerjakan anyaman enceng gondok untuk kursi, amben, sampai vas bunga,
keranjang, dan peti.
Selain menggarap pasar ekspor, industri rotan Cirebon sebenarnya juga menyasar pada
pasar lokal. Omzet pendapatan mebel rotan ekspor nilainya lebih besar daripada pasar
lokal. Di Cirebon sendiri, sentra penjualan mebel rotan yang terasa tidak terlalu
“meriah”, menurut Sumartja, tidak dapat menjadi ukuran bahwa mebel rotan tidak
diterima pasar lokal. Meski diakui Sumartja, sulit untuk mendata berapa banyak atau
bagaimana sebenarnya daya serap masyarakat lokal terhadap mebel rotan.
Meskipun ada keluhan, bisnis mebel rotan Cirebon terutama untuk ekspor terasa
masih menjanjikan. Apalagi, jika hal ini ditambah dengan perhatian pemerintah pada
industri mebel rotan.
Lalu, apa yang diharapkan pengusaha mebel rotan dari pemerintah? Salah satunya,
kata Sumartja, adalah pemberlakuan termi-
nal handling charge THC yang bersaing. Menurut dia, komponen THC di Indonesia
termasuk tinggi dibandingkan dengan negara Asia lainnya, yaitu sebesar 260 dolar AS tiap
kontainer berukuran sekitar 40 kaki.
Sebagai perbandingan, THC serupa di Malaysia hanya 68 dolar AS, Singapura
mematok 160 dolar AS, Thailand 75 dolar AS, dan Myanmar bahkan hanya 50 dolar AS.
“Belum lagi, jika kita mau bicara soal bunga bank sebagai tambahan modal usaha.
Di Malaysia, bunga bank berkisar pada angka tujuh persen, sedangkan di Indonesia besarnya
sampai dua kali lipat, tutur Sumartja.
Sumber: www.agroindonesia.com, dengan
pengubahan