Interaksi Antara Guru Dan Anak Autis

89

BAB IV Interaksi Yang Terjadi Di Yayasan Tali Kasih Medan Dalam

Pembentukan Pola Mengajar

4.1. Interaksi Antara Guru Dan Anak Autis

Interaksi antara guru dan murid sangat perlu dibangun untuk menciptakan adanya hubungan yang baik agar proses belajar mengajar dapat berjalan baik. Interaksi itu bisa dari komunikasi, perbuatan atau tindakan dan sebagainya yang dilakukan oleh guru dan murid. Berinteraksi dengan anak autis jauh berbeda halnya dengan berinteraksi dengan anak normal. Kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh anak autis membuat Interaksi sosial sangat sulit dibentuk. Pengakuan seorang InformanmengatakanRoma, 34 tahun: “susah kali dek ngajak orang-orang inianak autis bermain, bercanda dan berbicara apalagi kalau dia anak baru yang disekolahkan disini butuh waktu kali biar hanya untuk dia mau dekat aja sama gurunya tapi inilah tugas kami harus bisa buat anak-anak ini dekat sama kami biar gampang diajak belajar nantinya”. Keluhan guru atas kendalanya disekolah ini merupakan suatu tugas yang harus dijalankan bukan hal yang membuatnya tidak betah untuk mengajar karena konsekuensi untuk mengajar diyayasan ini adalah kesukaran untuk menyesuaikan diri maupun emosi dengan anak autis. Seseorang informan yang pernah menggemukakan kepada sayaKartini, 31 tahun: “kalau mau latihan emosi disinilah dek, kalau kita guru gak bisa ngeluhlah apalagi sempat emosi karena kalau kami guru-guru marah sama anak autis Universitas Sumatera Utara 90 ini konsekuensinya dia langsung engak suka sama kita yang ada gak mau dia kita ajarkan ujung-ujungnya dipecat jugalah”. Setelah proses belajar mengajar selesai maka guru akan melakukan pendekatan terhadap anak diruang tunggu. Guru harus mampu menciptakan suasana nyaman terhadap anak serta guru harus mampu membuat anak didiknya seperti orang tuanya. Pada saat melakukan pendekataan terhadap anak autis, guru harus memanjakan anak serta berbicara halus kepadanya. Ini telihat pada saat proses jam belajar selesai. Seorang anak duduk dipangkuan gurunya sambil dipeluk oleh gurunya. Hal ini menunjukan interaksi yang dibangun terhadap anak harus memiliki kedekatan khusus yang berbeda dengan murid normal lainnya. Tidak hanya dengan bercanda dengan guru, guru juga melakukan pendekatan terhadap anak dengan cara bermain sebisanya di ruang sekolah. Seperti bermain memantulkan bola dan melempar bola terhadap anak autis. Selain dari pada kegiataan diatas, guru juga melakukan pendekatan terhadap anak dengan cara bernyanyi bersama. Dengan memutarkan musik guru dan anak didik saling bernyanyi dan dan bertepuk tangan. Kekompakan dan rasa nyaman yang diciptakan ini membuat seorang anak autis merasa betah sehingga memberikan efek baik terhadap gurunya dalam memberikan suatu pengarahan. Karena apabila anak sudah merasa dekat terhadap gurunya maka anak mau untuk diarahkan atas setiap ucapan gurunya. Hal yang paling dihindarkan oleh guru ketika anak autis menangis, susah sekali untuk membujuknya melakukan hal yang seharusnya diarahkan oleh guru. Universitas Sumatera Utara 91 Selain pendekatan untuk menenangkan anak autis denga cara memberikan hal yang disukainya, terkadang anak ini tetap saja diam meskipun tidak menangis lagi. Guru akan melakukan tindakan dengan cara membiarkan anak tersebut sendirian tanpa mengganggunya, setelah beberapa menit kemudian, maka guru akan membujuknya dengan bahasa yang sangat halus agar anak tersebut merasa lebih tenang. Terlihat ketika saya ada disekolah ini, seorang murid yang menangis karena terlau bosan belajar. Murid tersebut menangis dan mau minta pulang dan bertemu dengan orang tuanya. Gurupun terpaksa mengalihkan proses belajar mengajar dengan mengajaknya keluar dari ruangan dan duduk diruang tunggu yang ada di luar ruang kelas. Guru dan murid duduk bersampingan sambil guru menenangkan murid tersebut. Guru tersebutpun berkata kepada muridnya: “ibu minta maaf ya nak. Nanti kita belajar lagi ya sekarang kita duduk dulu disini, leo kenapa menangis dan gak mau belajar lagi..bosan yah nak,, kalau gak mau belajar lagi nanti jadi bodoh, leo gak mau jadi orang hebat,nanti kalau jadi orang hebat mamanya belikin mainan sama leo”. Dengan cara ini murid hanya bisa tenang dan terlihat mulai mau mengikuti kata-kata gurunya. Disini guru bekerja keras untuk melakukan cara agar murid dapat tenang apalagi saat menangis saat proses belajar. Untuk meningkatkan hubungan baik antara guru dengan murid, terkadang diselah menungu orang tua saat murid hendak dijemput pulang, guru akan melakukan kegiatan seperti bermain, bermain musik dan membuat kerajinan seperti dari kertas lipat ataupun manik-manik. Kekompakan yang di jalin antara guru dan murid yang terus menerus dilakukankan membuat anak akan terus merasa nyaman terhadap Universitas Sumatera Utara 92 gurunya. Kesempatan untuk melakukan pendekatan ini sering dilakukan hanya pada saat murid yang menunggu jemputan orang tuanya. Salah seorang guru berkata kepada saya, bahwa mereka harus mampu memanfaatkan waktu untuk bisa melakukan pendekatan sedekat-dekatnya dan terlihat memang pada saat proses belajar selesai guru dan murid seperti orang tua dan anaknya. Gambar 4.1.1 Guru mengajar murid Gambar di atas adalah proses saat belajar mengajar yang terjadi didalam kelas. Sistem belajar yang dilakukan dengan satu guru dan satu murid ini selain untuk memfokuskan materi yang diberikan terhadap anak, cara ini juga untuk meningkatkan rasa kenyamaan anak terhadap guru yang ada di dalam kelas karena dengan fokus Universitas Sumatera Utara 93 perhatian yang khusus yang diberikan terhadap anak akan meningkatkan interaksi terhadap guru dan anak didiknya. Disini juga guru dituntut melatih interaksi anak, mulai dari berbicara, bergaul, dan sebagainya. Karena interaksi pertama berawal dari guru untuk kemudian biasa terhadap orang lain dilakukan. Cara guru untuk melatih interaksi anak dengan orang lain adalah dengan mengajak bermain bersama dengan teman sebayanya yang ada di sekolah. Bermain bersama teman-teman anak autis disekolah tetap di dampingi oleh guru mereka. Karena selain untuk menjaga anak yang sedang bermain, guru juga melihat perkembangan interaksi yang dilakukan anak autis terhadap anak autis lainnya. Sekalipun mereka bermain didalam ruangan sekolah, tetap anak autis akan dipantau oleh guru. Sistem belajar satu guru satu murid memang sangat membantu interaksi anak autis yang sangat susah berinteraksi dengan orang lain. Karena dengan sistem ini murid mulai berani berbicara dibantu dengan cara guru yang mampu memberi rasa nyaman terhadap anak pada saat belajar didalam kelas. Pada saat melakukan olahraga juga terlihat guru memberikan dukungan yang luar biasa terhadap anak. Kendala terdapat pada fisik anak autis seperti berlari, meloncat sebagainya. Seperti saat berlari guru tetap mengikutinya dari belakang dan terkadang juga memegangnya agar tidak terjatuh selain itu juga memberikan semangat kepadanya agar berlari lebih cepat. Rasa perhatian yang diberikan guru membuat anak-anak disekolah ini semakin dekat terhadap guru. Sehingga interaksi antara guru dan anak autis cukup berjalan dengan baik melalui usaha yang dibangun oleh guru-guru yang ada disekolah. Universitas Sumatera Utara 94

4.2. Interaksi Antara Guru dengan Guru