Memahami Bakat Anak Autis Tidak Melakukan Perubahan Jadwal Belajar

85 Tetapi secara manual juga guru tetap mengajarkan anak menulis dan memegang alat tulis. Setiap anak murid dalam menulis manual oleh guru ataupun assisten terapis tetap dilakukan agar mereka terbiasa melakukannya. Penulisan melalui komputer tadi juga merupakan suatu proses persuasif terhadap anak agar tertarik dan mau belajar menulis. Karena anak autis kebanyakan sangat menyukai alat yang berbentuk digital seperti pengakuan salah seorang guru terhadap saya. Kebetulaan pada saat itu guru tersebut baru saja selesai mengajar dan sedikit bercerita kepada sayaMintauli, 36 Tahun: ”mereka ini dek kalau melihat alat elektronik seperti komputer contohnya sangat tertarik sekali, sehinga terkadang menulis melalui mengetik juga kami ajarkan dan lucunya kalau memahami hal yang diajarkan menggunakan alat elektronik gini mereka cepat mengertinya. Inilah mereka terlihat aneh tapi nyata”. Setiap anak autis memang memiliki kelebihan tersendiri disekolah ini dan setiap guru harus mampu memahami dan memanfaatkan sertiap kelebihan mereka dalam proses penyembuhan mereka mengarah yang lebih baik lagi.

3.2.5. Memahami Bakat Anak Autis

Guru harus mengetahui setiap bakat anak yang mereka ajarkan. Banyak diantara anak-anak tersebut yang memiliki bakat dan bakat ini harus mampu dikembangkan guru. Dalam proses belajar juga setiap guru harus mengasah setiap bakat yang dimiliki anak seperti mengoperasikan komputer, bermain musik, melukis, membuat kerajinan dan sebagainya. Rata-rata kelebihan mereka merupakan hal yang Universitas Sumatera Utara 86 disukai anak autis tersebut. Sehingga menjadi perhatian yang harus dikembangkan guru dari setiap kemampuan ataupun bakat yang dimiliki anak. Anak-anak autis biasanya sedikit lebih lambat dalam berkomunikasi dan proses belajar dibandingkan dengan anak-anak lain seusia mereka. Akan tetapi kelebihan-kelebihan mereka seperti melukis,memainkan alat musik, mengoperasikan komputer, membuat kerajinan dan sebagainya harus dikembangkan guru dalam perose belajar mengejar dan selalu mengkombinasikannya dalam belajar, karena bakat yang dikembangkan ini dapat digunakan sebagai keterampilan anak untuk di kehidupan maupun karir mereka di masa depan. Ibu Endang pernah menggemukakan tentang menggabungkan bakat anak saat belajar. Beliau mengatakan, setiap anak yang memiliki kelebihan seperti mengopersikan komputer, pada saat sianak malas belajar mengenal angka huruf atau membaca melalui media komputer ini guru akan melakukan proses belajar mengajar agar sianak tertarik belajar.

3.2.6. Tidak Melakukan Perubahan Jadwal Belajar

Disekolah ini setiap murid sudah ditentukan jadwal proses terapi dan belajarnya. Terhadap anak autis tidak diterapkan variasi waktu atau perubahan waktu dalam proses terapi dan belajar. Anak autis tidak suka variasi karena lebih menyukai rutinitas yang sama serta kebiasaan berulang. Sehingga guru harus membuat jadwal pembelajaran yang berurutan agar anak tersebut menyukai proses rutinitas belajar mereka. Jika sudah waktunya mereka Universitas Sumatera Utara 87 menggambar maka mereka harus diajarkankan menggambarkan karena anak autis tersebut sangat peka terhadap rutinitas yang dijalaninya dan menjadi suatu hal yang menjadi kesenangannya. Seorang guru berkata kepada saya tentang kebiasaan dari rutinitas anak autis dan mengatakan Roma, 34 tahun : “mereka ini macam artis dek semua sudah terjadwal kalau rutinitasnya atau waktu belajarnya kalau diganti-ganti mereka ini nangis bahkan gak maupun belajar. Makanya dari awal belajar sampai akhir belajar, materi pembelajaran mereka tetap itu saja dan tidak akan berganti” Begitu juga pada saat diantarkan oleh orang tua kesekolah. Mereka harus tepat jadwalnya diantarkan kesekolah kalau tidak mereka menangis dan marah-marah dirumah. Hal ini pun saya ketahui dari pengakuan seorang guru terhadap saya. Pergantian jadwal belajar dapat diganti jika hanya dalam keadaan terpaksa atau keadaan tertentu. Tetapi guru harus mengeluarkan tenaga yang ekstra untuk membujuknya agar mau belajar dan melakukan hal yang sudah ditentukan guru. Point-point ini sangat membantu anak agar lebih mau mengikuti pelajaran dan hingga saat ini sesuai dengan pengakuan guru-guru, cara ini cukup efektif dalam proses mengajar anak autis disekolah. Jadi guru harus benar-benar memiliki potensi untuk mengolah cara mengajar tersebut. Seorang guru berkata pada saya Elvi, 27 tahun: “kalau tidak ada cara ini dek mungkin susah untuk guru-guru disini untuk membuat susuasan belajar lebih menarik bagi anak. Kebetulan cara ini dibentuk oleh kepala sekolah yang baru ini, inilah kepala sekola kami yang sekarang sangat sering mengikuti seminar dan mencari informasi tentang Universitas Sumatera Utara 88 seputar pendidikan anak autis hingga cara ini bisa dibentuk oleh beliau dan terbukti memiliki hasil yang baik dalam membentuk teknik mengajar”. Dalam 1 hingga 2 bulan sekali sekolah ini mengadakaan rapat khusus terutama bagi guru-guru diyayasan untuk membicarakan metode mengajar yang baru. Serta melakukan musyawarah tentang kesulitan-kesulitan yang terjadi dalam mengajar selama mendidik anak. Setiap ada kesulitan yang muncul maka guru-guru akan mencari solusi untuk menyelesaikan permasalahan dalam mengajar anak. Hal ini bertujuan untuk membuat sekolah ini tetap memiliki metode mengajar yang baik dan membuat nama sekolah ini menjadi lebih baik. Karena dengan metode belajar yang diciptakan dengan menganalisis permasalahan yang ada dalam mengajar akan membuat proses terapi dan mengajar anak menjadi lebih baik. Sehingga menjadi ketertariakan orang tua untuk mempercayakan anaknya untuk disekolahkan di yayasan ini. Pola mengajar anak autis memerlukan kesabaran bagi guru yang mengajarkannya. Kebiasaan-kebiasan yang di perbuat guru seperti memegang pensil terhadap anak autis, sehingga yang tadinya tidak bisa memegang benda menjadi bisa memegang benda karena kebiasaan memegang pensil yang dilakukan selama di sekolah. Selain itu penyesuain guru terhadap murid sangat diperlukan. Universitas Sumatera Utara 89

BAB IV Interaksi Yang Terjadi Di Yayasan Tali Kasih Medan Dalam

Pembentukan Pola Mengajar

4.1. Interaksi Antara Guru Dan Anak Autis

Interaksi antara guru dan murid sangat perlu dibangun untuk menciptakan adanya hubungan yang baik agar proses belajar mengajar dapat berjalan baik. Interaksi itu bisa dari komunikasi, perbuatan atau tindakan dan sebagainya yang dilakukan oleh guru dan murid. Berinteraksi dengan anak autis jauh berbeda halnya dengan berinteraksi dengan anak normal. Kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh anak autis membuat Interaksi sosial sangat sulit dibentuk. Pengakuan seorang InformanmengatakanRoma, 34 tahun: “susah kali dek ngajak orang-orang inianak autis bermain, bercanda dan berbicara apalagi kalau dia anak baru yang disekolahkan disini butuh waktu kali biar hanya untuk dia mau dekat aja sama gurunya tapi inilah tugas kami harus bisa buat anak-anak ini dekat sama kami biar gampang diajak belajar nantinya”. Keluhan guru atas kendalanya disekolah ini merupakan suatu tugas yang harus dijalankan bukan hal yang membuatnya tidak betah untuk mengajar karena konsekuensi untuk mengajar diyayasan ini adalah kesukaran untuk menyesuaikan diri maupun emosi dengan anak autis. Seseorang informan yang pernah menggemukakan kepada sayaKartini, 31 tahun: “kalau mau latihan emosi disinilah dek, kalau kita guru gak bisa ngeluhlah apalagi sempat emosi karena kalau kami guru-guru marah sama anak autis Universitas Sumatera Utara