27
9. Masalah Gizi di tempat pengungsian
Akhir-akhir ini banyak terjadi kerusuhan sosial ataupun bencana alam yang diikuti oleh banyak penduduk yang mengungsi. Di tempat pengungsian tidak selalu
tersedia sarana dan prasarana yang memadai untuk hidup layak. Sebagai konsekuensinya, diduga akan banyak masalah yang dihadapi oleh pengungsi
termasuk diantaranya masalah kesehatan dan gizi. Hasil survei cepat yang dilakukan UNI CEF di lokasi pengungsian NTT tahun 1999 menunjukkan bahwa
sekitar 24 anak balita menderita gizi-kurang akut diukur dengan berat badan menurut tinggi badan. Menurut UNHCR, tingkat prevalensi sebesar ini sudah
berada pada keadaan gizi yang kritis di atas 15 . Oleh karena itu, perlu antisipasi pelayanan kesehatan dan gizi yang memiliki mobilitas cepat untuk penanganan
masalah gizi yang dialami oleh para pengungsi.
E. Ketersediaan Data tingkat KabupatenKota
Untuk menjalankan program yang baik diperlukan perencanaan yang baik. Selanjutnya untuk membuat perencanaan yang baik diperlukan keberadaan
informasi data permasalahan pangan dan gizi yang memadai dan berkualitas di setiap tingkat administrasi.
Seperti diketahui bahwa buku RAPGN ini banyak didasarkan pada data informasi yang bersifat nasional. Sehingga informasi yang ada dalam buku ini
tidak bisa digunakan untuk membuat Rencana Aksi Pangan dan Gizi Daerah RAPGD. Dilain pihak informasi data yang tersedia di tingkat kabupaten kota ke
bawah, banyak yang tidak lengkap tidak tersedia dengan baik, atau kualitasnya kurang baik. Oleh karena itu, untuk dapat menyusun RAPGD perlu dilakukan
pembenahan terhadap ketersediaan data, kualitas data dan sumber informasinya. Beberapa cara untuk menanggulangi masalah ketersediaan data di atas dapat
dilakukan melalui : a Survei Cepat; b Kajian dari hasil laporan Posyandu; c Pembenahan sistim pencatatan dan pelaporan data.
28
A. Tujuan umum
Menjamin ketahanan pangan tingkat keluarga, mencegah, dan menurunkan masalah gizi, untuk mewujudkan hidup sehat dan status gizi optimal.
B. Tujuan khusus
1. Meningkatkan ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup, kualitas yang
memadai dan tersedia sepanjang waktu, melalui peningkatan produksi, produktivitas dan penganekaragaman serta pengembangan produk olahan.
2. Meningkatkan penganekaragaman konsumsi pangan untuk memantapkan
ketahanan pangan tingkat rumahtangga. 3.
Meningkatkan pelayanan gizi untuk mencapai keadaan gizi yang baik dengan menurunkan prevalensi gizi-kurang dan gizi-lebih.
4. Meningkatkan kemandirian keluarga dalam upaya perbaikan status gizi untuk
mencapai hidup sehat.
C. Sasaran
Untuk mencapai tujuan tersebut, ditetapkan sasaran nasional pembangunan di bidang pangan dan gizi tahun 2001-2005. Sedangkan sasaran di tingkat daerah
harus direncanakan sesuai dengan potensi daerah dan status gizi yang akan dicapai. Sasaran di tingkat nasional adalah sebagai berikut:
1. Meningkatnya produksi padi sebesar 2.21 persen per tahun dari 50,07 juta ton
tahun 2000 menjadi 55,85 juta ton tahun 2005 secara berkelanjutan untuk memantapkan ketahanan pangan nasional.
2. Meningkatnya produksi pangan sumber karbohidrat alternatif non-beras yang
berakar pada sumberdaya dan budaya lokal :
1 jagung sebesar 7,19 persen per tahun dari 9,17 juta ton menjadi 12,87 juta
ton;
IV. TUJUAN DAN SASARAN
29
2 ubikayu sebesar 2,84 persen per tahun, dari 15,53 juta ton menjadi 17,86
juta ton; 3
ubijalar sebesar 6,21 persen per tahun, dari 1,51 juta ton menjadi 2,01 juta ton
3. Meningkatnya produksi pangan sumber protein, vitamin dan mineral untuk
memenuhi kebutuhan gizi masyarakat.
1 Protein nabati
a kedelai sebesar 9,70 persen per tahun, dari 1,20 juta ton menjadi 1,85
juta ton; b
kacang tanah sebesar 3,63 persen per tahun, dari 649,0 ribu ton menj adi 771,7 ribu ton;
c kacang hijau sebesar 3,65 persen per tahun, dari 262,8 ribu ton menjadi
311,9 ribu ton
2 Protein hewani
a daging sebesar 2,03 persen per tahun, dari 1,25 juta ton menjadi 1,56
juta ton; b
telur sebesar 1,93 persen per tahun, dari 537,1 ribu ton menjadi 664,2 ribu ton;
c susu sebesar 0,97 persen per tahun, dari 390,0 ribu ton menjadi 429,2
ribu ton
3 Vitamin dan mineral
a sayuran meningkat sebesar 11,87 persen per tahun, dari 626,1 ribu ton;
b buah-buahan meningkat sebesar 18,52 persen per tahun, dari 622,8 ribu
ton 4.
Tercapainya konsumsi gizi seimbang dengan rata-rata konsumsi energi sebesar 2.200 kkal per kapita per hari dan protein 50 gram per kapita per hari
5. Meningkatnya ketersediaan aneka ragam pangan di tingkat wilayah dengan
volume yang sesuai kebutuhan gizi masyarakat di wilayah yang bersangkutan. 6.
Meningkatnya ketersediaan aneka ragam pangan di tingkat rumahtangga sesuai dengan kebutuhan pangan dan gizinya
7. Meningkatnya keanekaragaman dan kualitas konsumsi pangan masyarakat
8. Menurunnya prevalensi gizi-kurang pada anak balita dari 26,4 1999 menjadi
20 2005 dan gizi buruk dari 8,1 1999 menjadi 5 2005.
30
9. Menurunnya prevalensi GAKY berdasarkan TGR menjadi setinggi-tingginya 5
dan eliminasi kretin baru. 10.
Menurunnya anemia gizi pada ibu hamil menjadi 40 dan kurang energi kronis KEK ibu hamil menjadi 20
11. Tidak ditemukan KVA pada balita dan ibu hamil.
12. Mencegah meningkatnya prevalensi gizi-lebih pada anak balita dan dewasa
menjadi setinggi-tingginya 3 dan 10 13.
Menurunnya prevalensi bayi berat lahir rendah BBLR menjadi setinggi- tingginya 7 .
14. Meningkatnya jumlah rumahtangga yang mengkonsumsi garam beryodium
menjadi 90 15.
Meningkatnya pemberian ASI eksklusif menjadi 80 16.
Meningkatnya pemberian MP-ASI yang baik mulai usia bayi 4 bulan 17.
Sekurang-kurangnya 80 keluarga telah mandiri sadar gizi 18.
Meningkatnya mutu dan keamanan pangan
31
Mengingat penyebab langsung maupun penyebab tidak langsung masalah gizi yang sangat kompleks, seperti terilhat pada bagan 1, maka kebijakan pangan
dan gizi harus mencakup berbagai faktor dan menjangkau berbagai faktor dan menjangkau berbagai sektor yang komprehensif. Rancangan program yang tepat
akan memberi kontribusi langsung pada percepatan penurunan masalah gizi, meningkatkan dampak intervensi dan meningkatkan efektivitas pendayagunaan
sumberdaya. Sebagai contoh, pengalaman sektor pertanian skala kecil dengan
pemberdayaan perempuan dalam kepemilikan tanah dan perolehan pendapatan disertai akses pada air bersih, pendidikan dan pelayanan kesehatan yang bermutu
secara nyata telah memberikan dampak positif pada gizi masyarakat. Disamping itu program kesejahteraan sosial yang terarah pada kelompok miskin dan kelompok
rawan dan peraturan perundangan yang kondusif bagi sektor swasta yang berperan serta dalam menangani masalah gizi bahkan akan meningkatkan investasi
sumberdaya untuk menanggulangi masalah pangan dan gizi.
A. KEBIJAKAN
1. Ketahanan pangan di tingkat rumah tangga.
Mengembangkan sistem ketahanan pangan yang berbasis keluarga dan kemampuan produksi, keragaman sumberdaya bahan pangan serta kelembagaan
dan budaya lokal. 2.
Pengembangan agribisnis Mengembangkan agribisnis komoditas pangan yang berorientasi global
dengan membangun keunggulan kompetitif produk-produk daerah berdasarkan kompetensi dan keunggulan komparatif sumberdaya alam dan sumberdaya
manusia daerah yang bersangkutan.
V. KEBIJAKAN DAN STRATEGI BIDANG PANGAN DAN GIZI
32
3. Pola pengasuhan
Kemampuan perempuan untuk mengambil keputusan yang berdampak luas pada kehidupan seluruh anggota keluarga menjadi dasar penyediaan pola
pengasuhan yang tepat dan bermutu pada anak termasuk asuhan nutrisi. 4.
Desentralisasi Pendelegasian wewenang yang lebih besar kepada pemerintah daerah untuk
mengatur sistem pemerintahan sendiri dan menyelenggarakan upaya penanganan masalah pangan dan gizi harus mulai dari masalah dan potensi spesifik masing-
masing daerah.
5. Pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan.
Masalah gizi mempunyai asosiasi kuat dengan Produk Domestik Bruto dan mempunyai variasi luas pada tingkat pendapatan keluarga. Pada dasarnya
kemampuan daya beli pangan dan akses pelayanan sosial sangat mempengaruhi keadaan gizi masyarakat.
B. Strategi
Untuk melaksanakan kebijakan pangan dan gizi akan ditempuh strategi pokok sebagai acuan pembangunan pangan dan gizi nasional maupun daerah,
sebagai berikut: 1.
Pemberdayaan keluarga dan masyarakat Upaya perbaikan gizi dilakukan dengan meningkatkan kemandirian melalui
kegiatan yang berbasis masyarakat dengan fokus keluarga sadar gizi agar mereka dapat mengenal dan mencoba mencari penyelesaian masalah pangan dan gizi.
Secara khusus perhatian harus diarahkan pada kelompok rentan yaitu bayi, anak balita, dan wanita usia subur termasuk ibu hamil dan ibu menyusui. Dalam
kehidupan bermasyarakat harus timbul kepedulian pada lingkungan t ermasuk kebersamaan memerangi kelaparan dan peduli gizi buruk. Dengan demikian
sumberdaya masyarakat dapat digali secara nasional untuk kesejahteraan sosial lingkungannya.
2.
Pemantapan kelembagaan pangan dan gizi. Keberadaan lembaga yang berfungsi mengakomodasi kerjasama berbagai
sektor termasuk pemerintah, swasta dan LSM sangat penting untuk mendeteksi kelemahan program yang sedang berjalan dan mengintensifkan koordinasi upaya
33
penanggulangannya. Dengan sinergi yang mantap diharapkan masalah pangan dan gizi diselesaikan dalam waktu cepat dan tepat sehingga ancaman penurunan
kualitas SDM dimasa mendatang dapat dicegah. 3.
Pemantapan sistem kewaspadaan pangan dan gizi SKPG. Pemantapan SKPG harus tetap dilaksanakan agar selalu berjalan pada setiap
kondisi baik krisis maupun tidak. SKPG yang berjalan dengan baik memungkinkan akses pada informasi untuk pengambilan keputusan yang cepat dan benar,
sehingga prinsip deteksi dini masalah dapat segera diantisipasi. 4.
Advokasi dan mobilisasi sosial. Semua kebijakan pembangunan nasional yang sedang dan atau akan
diselenggarakan harus berdampak pada tingkat kesejahteraan dan kesehatan masyarakat. Untuk terselenggaranya pembangunan yang memberikan kontribusi
positif pada kesehatan perlu dilaksanakan advokasi dan sosialisasi sehingga semua pihak yang terkait stake holders memahami dan mampu menjabarkan secara
operasional dan terukur untuk pencapaian hasil dan dampak yang diharapkan. 5.
Penerapan sanksi terhadap pelanggaran peraturan perundangan tentang pangan dan gizi termasuk fortifikasi pangan dan peraturan tentang iklan dan
label pangan.
Berbagai regulasi harus diterapkan untuk melindungi masyarakat sebagai konsumen pangan dan makanan olahan termasuk perlindungan terhadap hak asasi
bayi untuk memperoleh air susu ibu. Pengawasan mutu dan keamanan pangan menjadi sangat penting agar pemerintah tegas dalam penerapan sanksi untuk
melindungi masyarakat disatu pihak dan dilain pihak tetap memberikan iklim kondusif bagi produsen untuk berpartisipasi dalam penyediaan pangan dan
perbaikan gizi masyarakat. 6.
Peningkatan mutu dan cakupan pelayanan gizi melalui penerapan paradigma sehat dan profesionalisme petugas untuk mempercepat pencapaian I ndonesia
sehat 2010, Propinsi sehat, Kabupaten Kota sehat.
34 .
..
A. PEMANTAPAN KELEMBAGAAN