diri makin mantap dok deba” Arti: kalau ingin menikahkan anak
perempuan harus “mengkata utang” berbicara berapa hutang yang harus dibayar jika ingin menikahi anak gadis orang agar tau berapa nanti
harganya. Kalau sesuai bisa langsung pesta. Kalau kita menikahkan anak perempuan, langsung berapa harganya ditanya orang famili, rekan,
tetangga dll kalau harga anak gadis kita mahal maka semakin baik dilihat orng. Semacam mendapat pujian.
Contoh lainnya dalam memberikan kata-kata nasihat atau wejangan pada saat upacara perkawinan maupun kematian selalu didominasi oleh laki-laki atau
minimal yang pertama tampil adalah laki-laki. Hal tersebut juga terlihat ketika peneliti mengikuti salah satu upacara adat perkawinan di lokasi penelitian.
Upacara adat dianggap sebagai dunia laki-laki, pada kenyataannya tanpa peran perempuan dalam upacara adat maka upacara tersebut tidak akan terlaksana.
Perempuan atau berru sangat berperan utama dalam menyumbangkan tenaga dan uangnya kepada kula-kulanya. Berikut hasil wawancara dengan informan;
M.Angkat, 55 tahun, perempuan
“mella lot ulan, kami akka berru i blakang ngo merdakan, marsigugu asa sakat pesta i nan. Mella kula-kula ijolo mo kalak i dah..” Arti: kalau ada
acara, kami pihak perempuan dibelakanguntuk memasak, mengumpulkan dana agar berjalannya pesta. Kalau kula-kula di depan mereka
seharusnya.
4.3.2 Posisi Perempuan Dalam Sistem Pembagian Harta Warisan
Secara faktual sebenarnya perempuan Pakpak umumnya memperoleh harta dari orang tuanya walaupun dalam ketentuan pokok hukum adat, anak laki-
Universitas Sumatera Utara
laki yang mewarisi harta peninggalan orangtuannya. Pada zaman dahulu sejumlah tanah yang diwariskan kepada kelompok berru, disebut dengan istilah rading
berru. Ada juga yang disebut dengan pengeseang, yakni sejumlah perhiasan atau uang yang diberikan kepada anak perempuan; pakeen, yakni pakaian dan
perhiasan yang diberikan pada saat anak perempuan hendak menikah. Seperti yang diucapkan informan berikut ini; M.Matanari, 65 tahun,
laki-laki “ Mella daberru naing sijahe ikkon ni berre ngo pakeenna, sibong dekket
kepeng cituk. Mella pembagian warisan daberru dapetten rading berru imi pakeen dekket emas kan inangna nai. Ale oda harta pusako, i kennah
mi peranak ngi” Arti: kalau anak perempuan ingin menikah, sebaiknya harus diberikan pakaian, perhiasan dan uang secukupnya. Jika dalam
pembagian harta warisan perempuan mendapatkan hak perempuan yaitu berupa pakaian dan perhiasan dari orang tuanya. Tapi bukan harta
pusaka, itu mesti ke tangan anak laki-laki.
Umumnya pemberian ini berasal dari harta pencaharian orang tuanya dan bukan harta pusaka . Hal ini terjadi karena konsep ‘anak ‘ dalam budaya pakpak
masih mengacu pada anak laki-laki sehingga berimplikasi pada sistem pewarisan dimana secara normatif tidak menempatkan seorang perempuan sebagai ahli waris
dari orang tua maupun suaminya. Seperti yang diungkapkan informan berikut;
A.Limbong, 50 tahun. Laki-laki
“karina harta nan mella kutadingken en nan bana “anak” ngo, mella berru i kan dapeten nan kan bapa dukakna nai. Mella dapet pe, turangna mo
nan kiatur i.” Arti: semua harta apabila kutinggalkan bila sudah Alm semua punya anak laki-laki. Kalau anak perempuankan akan dapat dari
suaminya. Seandainya mendapatkan hartapun nantinya, akan diatur saudara laki-lakinya nanti
Universitas Sumatera Utara
Terlihat dari informan anak perempuan tidak disebut sebagai anak tetapi berru hanya anak laki-lakilah yang dianggap sebagai anak. Hal yang sama
juga diungkapkan informan berikut ini; M.Angkat, 55 tahun, perempuan “mella harta i, nasa dike i berre kalak turang nasi mo nijalo”
Arti: kalau harta dari orang tua, berapa yang diberikan saudara laki-laki segitulah yang saya terima
Terlihat perempuan pasrah saja dengan keputusan yang diberikan saudara laki-lakinya. Dominasi anak laki-laki dalam pengambilan keputusan dalam
keluarga sangat dihargai dan disegani oleh para saudara perempuannya Ada 3 alasan mengapa anak perempuan pakpak tidak sebagai ahli waris
secara normatif. 1.
Berkaitan dengan persinabul juru bicara keluarga yang mengacu pada anak laki-laki oleh sebab itu dialah anak laki-laki yang
dipandang sebagai penanggung jawab untuk meneruskan keturunan ayah dan marganya.
2. Anak perempuan dianggap sebagai anggota marga lain dan
menikmati warisan dari mertuannya. 3.
Mencegah penguasaan tanah yang terlalu luas oleh pihak marga penumpang suami dari anak perempuan.
4.3.3 Posisi Perempuan Pakpak Dalam Pembagian Kerja