yaitu bekerja di ladang maupun di sawah untuk mencari nafkah bagi keluarga dan juga mengurus ternak . Alasan orang tua untuk memberikan pekerjaan seperti
diatas kepada anak laki-laki adalah untuk mengajari anak tersebut agar bertanggung jawab dan dapat mencari nafkah bagi keluarganya setelah menikah.
Orang tua tidak pernah mengijinkan anak laki-laki untuk mengurus rumah dan menjaga adik yang masih kecil serta mencuci pakaian.
Pekerjaan anak perempuan, dikhususkan untuk mengurus rumah tangga yang mencakup memasak, mencuci, memberi makan ternak seperti babi dan ayam
yang berada dipekarangan rumah. Selain itu anak perempuan juga harus ikut bekerja membantu orang tua untuk bekerja di ladang maupun di sawah untuk
menambah penghasilan keluarga dan kadang anak perempuan juga harus bekerja menjadi tenaga upahan di Kota, atau kabupaten untuk menambah penghasilan
serta untuk membiayai adik-adik yang sedang sekolah.
4.3.4 Hak Laki-Laki Dalam Keluarga Pada Masyarakat Pakpak
Seperti yang diungkapkan beberapa informan diatas hak laki-laki jauh lebih besar dibanding hak perempuan. laki-laki memiliki kekuasaan penuh dalam
mengatur keluarga baik sebagai ayah maupun sebagai anak laki-laki. Hak laki-laki dalam keluarga pada masyarakat Pakpak meliputi sebagai berikut :
1. Mempunyai kekuasaan untuk mengatur seluruh anggota keluarga baik mengatur istri, maupun mengatur saudara perempuan. Termasuk
mengatur pembagian kerja dalam rumah tangga. 2. Hak untuk mengatur seluruh anggota keluarga dan seluruh sumber daya
yang ada dalam kelurga.
Universitas Sumatera Utara
3. Mempunyai hak dalam mengelola harta warisan orang tuanya, seperti Lahan Persawahan maupun perladangan dan juga kebun.
4. Mempunyai hak untuk berbicara dan memberikan pendapat dalam aktifitas adat selalu dimunculkan di garis depan dalam aktifitas adat
pakpak 5. mempunyai hak dalam kesempatan memperoleh pekerjaan. Lebih
diutamakan dari anak perempuan. 5. Mempunyai kesempatan dalam memperoleh pendidikan formal karena
dalam adat yang berlaku dimasyarakat pakpak bahwa anak laki-laki dituntut lebih pintar supaya dapat mengangkat harkat dan martabat orang
tuanya nanti. Seperti yang diungkapkan oleh informan berikut ini : Diah, 25 tahun, perempuan
“tikkan i naing kuliah ngo aq, tapi perkepengen inang pe sulit deng tikkan i. Belli mo turang diri giam sikkola” Arti: dulu saya
ingin kuliah, tapi sewaktu itu keuangan ibu lagi sulit. Biarlah asal saudaraku laki-laki bisa bersekolah
Jawaban lain diungkapkan informan berikut ini: Anto,18 tahun, laki-laki
Mula turangku oda kuliah oda pella persoalen bangku, kumerna mula Ikuliahken kin pe ia simelaba segen nggo kessa ia sijahe
simatuana ngo kaduan. Oda ngo kalak inang iurupi kaduan. Arti:Bila saudara perempuanku tidak kuliah bukan menjadi
permasalahan bagi saya, karena bila S di kuliahkan yang paling beruntung dikemudian hari setelah menikah adalah mertuanya dan
suaminya. Bukan orang tua kami nanti yang akan dibantu.
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil wawancara digambarkan, laki-laki mendapatkan kesempatan
pendidikan yang lebih tinggi, mempunyai hak untuk mengatur seluruh anggota keluarga. Keputusan tentang kehidupan pengelolaan tanah, penentuan jenis
tanaman, dan sebagainya ada di tangan laki- laki. Gambaran ini memperlihatkan hak dan kekuasaan kaum laki-laki untuk mendapatkan pendidikan serta
pengambilan keputusan dalam keluarga Murniati,2004: 89. Laki-laki juga lebih diutamakan dalam memperoleh pekerjaan. Seperti
yang diungkapkan informan berikut ini ; A. Padang, 41 tahun, perempuan ya oda modah... anak i kiterusken marga. Anak ikkon i pejoloken. Mella
anak kita sukses marsangap i tengen kalak. Mella berru i nan mengekut daholina ngo dekket simatuana. arti: ya tentu enggaklah…anak laki-laki
itu penerus marga. Anak laki-laki itu harus lebih diutamakan. Kalau anak laki-laki kita sukses ya pasti akan hebat dilihat orang. Kalau anak
perempuan nantinya nanti akan ikut suaminya, dia nanti akan mengurus suaminya dan mertuanya.
Maka dalam keluarga masyarakat Pakpak sangat jelas terlihat kekuasaan seorang laki-laki sebagai suami maupun saudara laki-laki mempunyai hak untuk
mengatur kedudukan istri maupun saudara perempuan. Kekuasaan ini merupakan tradisi budaya Pakpak yang menempatkan kaum laki-laki sebagai sosok yang
istimewa dan harus dihormati, mempunyai hak untuk mengatur dan menguasai seluruh anggota keluarga, serta laki-laki sebagai pewaris harta orang tua, seperti
yang dituturkan oleh informan sebagai berikut: M.sinamo, 45 tahun, laki-laki “Mella harta en, kennah bana “anak” ngo.. mella berru i kan nan lako
bana kalak ngo. Ki urus marga sidebaan. I ngo harta en pos ukur mella mi
Universitas Sumatera Utara
anak, asa boi nan ki atur akka berru en.”Arti: Kalau harta ini, mesti untuk anak laki-laki. Kalau anak perempuan nanti kan untuk orang lain
mengikut suami. Mengurus keluarga suami. Itu sebabnya harta ini lebih tenang hati kalau di berikan ke anak laki-lakisaja. Biar bisa nanti mengatur
para saudara perempuannya.
Pendapat diatas juga dikuatkan oleh M. Matanari, 65 tahun, laki-laki “Biarpun berru kita tinggi pangkatnya tapi anak kita tidak, tetap saja gak
masuk bilangan. Anak kita tembok kita” Dari penuturan bapak M sinamo dan M. Matanari jelas sekali terihat
bahwa konsep ‘anak” dalam budaya pakpak masih mengacu pada anak laki-laki sehingga berimplikasi pada sistem pewarisan dimana secara normatif tidak
menempatkan perempuan sebagai ahli waris. Kaum laki-laki sebagai suami mempunyai tanggung jawab sebagai kepala
keluarga dan dituntut untuk lebih bijaksana dalam mengatur keluarga, selain itu tanggung jawab sebagai anak laki-laki sebagai pengganti ayahnya dikemudian
hari unuk menjadi kepala keluarga sekaligus menjadi ahli waris orang tuanya dimasa depan.
Laki-laki sebagai suami bertanggung jawab dalam setiap pelaksanaan upacara adat. Misalkan jika ada upacara adat perkawinan maupun upacara adat
kematian laki-laki merupakan juru bicara keluarga untuk memberi kata agar jalannya upaca adat.
Laki-laki sebagai anak dituntut orang tuanya untuk dapat meneruskan silsilah atau penerus marga dari orang tua dan menjunjung tinggi harkat martabat
orang tua, oleh karena itu setiap orang tua lebih mengutamakan pendidikan anak laki-laki agar lebih pintar dan dapat bekerja minimal menjadi Pegawai Negeri
Universitas Sumatera Utara
Sipil. Pemikiran orang tua di kelurahan sidiangkat masih beranggapan bahwa apabila anak laki-laki menjadi seorang pegawai maka dengan sendirinya martabat
orang tua akan diangkat dan merupakan menjadi suatu kebanggan yang besar. Untuk mendapatkan kesempatan kerja untuk sebagai pegawai negeri orang
tua juga lebih mengutamakan anak laki-laki karena menganggap anak perempuan nantinya akan milik suami, bukan milik keluarga lagi. Seperti yang diungkapkan
informan berikut; A.Limbong, 50 tahun, laki-laki “mella naing lako pegawe lotin ngo anak en di perjoloken, nan kan ia lako
gabe bapa dukak nan, ikkon kiberre mangan bagesna. Asa selloh ma giam i tengen jelma mella lot dukak diri pegawe. Mella daberru en, enggo pos
ukur i berre mangan daholina nan. ” Arti: Jika ingin menjadi pegawai lebih baik mengutamakan anak laki- laki, nanti dia jadi kepala keluarga,
mesti memberi nafkah pada keluarganya. Dan akan baik di liat khalayak ramai kalau ada anak yang pegawai. Kalau anak perempuan, hati sudah
tenang pasti di nafkahi oleh suaminya nanti.
Hal yang sama diungkapkan informan berikut: M. Matanari, 65 tahun, laki-laki
Yahhh,, bakune pe anak en ma ngo harus i pejolo dah biar bagaimanapun yahh..anak laki-lakilah yang harus didahulukan.
Dari ungkapan informan diatas jelas sekali orang tua lebih mengharapkan anak laki-lakinya menjadi pegawai, setelah menjadi pegawai pasti akan
menaikkan harkat dan martabat keluarga. Menjadi suatu kebanggan tersendiri jika anak laki-laki menjadi orang yang sukses.
Universitas Sumatera Utara
4.4 Hak dan Kewajiban Perempuan Yang Belum Menikah