nanti dia yang akan menggantikan bapaknya sehingga bisa mengangkat martabat keluarga.
Mereka tidak mendapatkan sedikitpun warisan dari keluarga ayah, semenjak ayah mereka meninnggal harta warisan dikuasai penuh oleh saudara
laki-laki tertua dan paling bungsu dari keluarga ayah. Tidak diketahui kenapa alasan mereka tidak mendapatkan harta sedikitpun. Menurut ibu A. Padang
seandainya suaminya masih hidup pasti mereka masih dihargai dan mendapatkan warisan. Dari orang tua ibu A. Padang sendiri informan tidak mendapatkan harta
selain oles dan pakeen pakaian dari ibunya saja. Semenjak itu informan harus bekerja keras untuk memenuhi nafkah bagi
anak-anaknya dan dibantu oleh anak perempuannya. Ia mengolah tanah hasil yang mereka beli dulu bersama almarhum suaminya. Menurut Ibu A.padang tanah
tersebut tidak terlalu luas tapi cukup untuk menanam kopi “sigalar utang”. Informan mengatakan kopi sigalar utang artinya cukup untuk melunasi hutang-
hutang di warung. Sebelum kopi panen mereka bisa mengutang dulu pada toke agen atau warung yang dekat dengan rumah, karena 2 minggu sekali pasti
mereka panen kopi dan hasilnya cukup untuk melunasi hutang dan makan sehari- hari.
4.2.5. Keluarga Bapak M. Bancin
Bapak M Bancin adalah seorang pria yang berusia 45 tahun. Istri informan adalah ibu N Berutu berusia 40 tahun.Informan lahir tahun 1966 dan tinggal di
Sidiangkat sejak kecil. Pendidikan terakhir informan adalah Sarjana Pertanian dari salah satu Universitas di Medan. Sekarang informan bekerja sebagai PNS di
Universitas Sumatera Utara
Pemko sidikalang. Istri informan dan merupakan seorang guru SD di salah satu sekolah dasar di Sidikalang. Terlihat kehidupan mereka yang cukup baik dan
keadaan ekonomi yang lumayan baik. Pasangan ini memiliki 3 orang anak 2 anak perempuan dan 1 anak laki-laki. Ketiga anak-anak mereka masih bersekolah.
Informan adalah anak laki-laki paling bungsu dalam keluarganya. Semenjak kedua orangtuanya meninggal ia mendapatkan rumah tempat tinggal
orang tuannya, perhiasaan, perlengkapan dapur peninggalan orang tuannya beserta isi perabot rumah dan tanah warisan. Menurut bapak informan sewaktu
melakukan pembagian warisan informan hanya berdiskusi dengan para kula-kula saudara laki-laki dan pengetuai kuta tetua dikampung apa yang akan mereka
dapat dan apa yang akan mereka berikan pada kelompok berru. Disepakati bahwa anak laki-laki mendapat bahagian tanah jauh lebih banyak dibanding berru anak
perempuan. Dalam diskusi pembagian warisan anak perempuan hanya duduk dan tidak dapat berkomentar banyak.
Anak perempuan mendapat rading berru berupa pakaian, perhiasan, dan tanah 2 petak tanah masing-masing perempuan, sedangkan anak laki-laki
mendapatkan; anak laki-laki tertua mendapat tanah, perhiasan dan tanah 10 petak termasuk sawah, sedangkan anak laki-laki paling bungsu mendapatkan tanah 10
petak, perhiasan, rumah beserta isi. Anak laki-laki paling bungsu mendapatkan rumah karna secara adat nantinya orang tua mereka akan tinggal dengan anak
laki-laki paling bungsu, tetapi menurut bapak M. Bancin orang tuannya tinggal di tempat berru berpindah-berpindah di antara rumah anak perempuannya. Ketika
orang tua mereka sudah meninggal di bawa kerumah anak laki-laki agar tidak
Universitas Sumatera Utara
membuat malu jika nantinya meninggal di rumah anak perempuan. Upacara adat dilakukan dirumah anak laki-laki paling bungsu.
Informan memiliki 4 orang bersaudara. Anak pertama adalah perempuan bernama S seorang petani, anak kedua adalah perempuan bernama D seorang
petani , anak ke tiga adalah bapak Z seorang pegawai negeri sipil, dan yang terakhir adalah bapak M Bancin sebagai anak bungsu. Bapak M bancin tidak
menampik bahwa saudara perempuannya cukup banyak berkorban dalam pendidikan dan membantunya dalam merawat orang tuannya. Dulu kakak
informan membantu orang tua mereka ke ladang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Sedangkan anak laki-laki keduannya kuliah di Medan.
4.3 Posisi Perempuan Pakpak Dalam Sistem Kekerabatan.