Lokasi Penelitian Interpretasi Data Hak dan Kewajiban Perempuan Yang Belum Menikah

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode studi kasus. Penelitian ini merupakan metode yang berusaha menggambarkan, memahami, dan menafsirkan makna suatu peristiwa tingkah laku manusia dalam situasi tertentu serta menginterpretasikan objek sesuai apa yang ada. Pendekatan kualitatif sebagai pendekatan yang menghasilkan data, tingkah laku yang di dapat dari apa yang diamati oleh peneliti. Mengungkapkan sesuatu dibalik fenomena, mendapatkan wawasan dari penelitian. Alasan menggunakan penelitian kualitatif agar di dalam pencarian makna dibalik fenomena dapat dilakukan pengkajian secara komphrehensif, mendalam, mendetail. Dimana di dalam penelitian ini, penelitian kualiltatif dimaksudkan untuk mendiskripsikan persoalan nilai ganda pada masyarakat patriakat di kelurahan Sidiangkat Kec. Sidikalang.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sidiangkat Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara. Alasan penulis memilih lokasi penelitian karena di tempat ini umumnya etnis Pakpak dan banyak ketimpangan gender terjadi disana khususnya bagi kaum perempuan yang dialami kaum perempuan. Universitas Sumatera Utara

3.3 Unit Analisis dan Informan

3.3.1 Unit Analisis

Salah satu cara atau karakteristik dari penelitian sosial adalah menggunakan apa yang disebut “unit of analysis”. Hal ini dimungkinkan, karena setiap objek penelitian memiliki ciri dalam jumlah yang cukup luas seperti karakteristik individu tentunya meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, status sosial dan tingkat penghasilan. Ada sejumlah unit analisis yang lajim digunakan pada kebanyakan penelitian social yaitu: individu, kelompok, organisasi, sosial. Unit analisis data adalah satuan tertentu yang di perhitungkan sebagai subjek penelitian. Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah keluarga etnis Pakpak di Kelurahan Sidiangkat, khususnya yang mengalami ketimpangan gender.

3.3.2 Informan

Informan adalah orang yang menjadi sumber informasi dalam penelitian. Adapun yang menjadi informan yang menjadi subjek penelitian ini adalah: Keluarga yang terlibat atau yang menjadi pelaku langsung dalam masalah penelitian. Keluarga yang memiliki pengalaman dan yang lahir dan berada di daerah tersebut dan orang-orang yang memahami budaya pak-pak seperti tokoh adat. Adapun yang menjadi informan adalah: 1. Perempuan yang sudah menikah 2. Perempuan yang yang belum menikah yang memiliki anak laki- laki 3. Perempuan yang sudah menikah yang tidak memiliki anak laki- laki Universitas Sumatera Utara 4. Anak laki-laki yang sudah menikah dan yang belum menikah 5. Tokoh adat dan tokoh masyarakat setempat.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

3.4.1 Data Primer

Data primer dikumpulkan melalui kegiatan penelitian langsung ke lokasi untuk mencari data-data yang lengkap dan berkaitan dengan masalah yang diteliti. Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan cara: a. Observasi Observasi, yaitu pengamatan yang dilakukan secara langsung untuk memperoleh dan mengumpulkan data yang diperlukan. Dalam penelitian ini peneliti hanya berperan sebagai pengamat. Observasi dilakukan untuk mengamati objek di lapangan.

b. Wawancara mendalam

Wawancara mendalam, bertujuan untuk memperoleh keterangan, pendapat secara lisan dari seseorang dengan berbicara langsung ataupun tanya jawab dengan informan. Wawancara ini dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara. Wawancara ini dilakukan untuk memperoleh data secara mendetail tentang posisi perempuan dalam status sosial keluarga pada etnis pakpak.

3.4.2 Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan pencatatan dokumen, yaitu dengan mengumpulkan Universitas Sumatera Utara data dan mengambil informasi dari buku-buku referensi, , majalah, jurnal, dan data-data dari internet yang dianggap relevan dengan masalah yang diteliti.

3.5 Interpretasi Data

Merupakan metode penganalisaan data dengan cara menyusun data, mengelompokkannya dan menginterpretasikannya, sehingga diperoleh gambaran bagaimana bentuk ketimpangan gender yang terjadi di kelurahan sidiangkat tersebut.Selain itu interpretasi data adalah sebuah tahap dalam upaya menyederhanakan dari data yang sudah diperoleh dari hasil penelitian di lapangan maupun dari hasil studi kepustakaan. Data-data yang diperoleh, ditelaah, dikelompokkan sesuai dengan permasalahan dari peneliti yang dilakukan. Observasi akan diuraikan untuk memperkaya hasil wawancara sekaligus melengkapi data. Berdasarkan data yang diperoleh diinterpretasikan untuk menghasilkan data secara terperinci dan sistematis yang disajikan secara studi kasus. Universitas Sumatera Utara BAB IV HASIL DAN INTERPRETASI DATA 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1 Sejarah Kelurahan Sidiangkat Kelurahan Sidiangkat tidak diketahui tahun berapa terbentuk. Menurut masyarakat setempat, sebelum Belanda datang menjajah ke daerah tersebut desa Sidiangkat sudah ada. Menurut bapak M. Matanari selaku tokoh masyarakat setempat mengatakan: “dikatakan Desa Sidiangkat karena penduduk awal desa ini adalah bernama Angkat. Angkat memiliki 2 saudara yaitu Bintang dan Ujung. Mereka disebut si Tellu kodin. Mereka akhirnya dipisah oleh ayahnya Angkat di tempatkan di daerah Sidiangkat, Ujung wilayah kekuasaannya di Sidikalang kota, dan Bintang wilayah kekuasaannya di Desa bintang. Itulah sebabnya disebut Sidiangkat. Angkat memiliki keturunan yaitu yang menjadi marga Angkat, dan marga Angkat menjadi penduduk asli di kelurahan ini. Sebelum menjadi kelurahan, Sidiangkatnya sebelumnya adalah sebuah desa. Dan kepala desa pertama adalah Riah angkat yang dingkat kepala desa oleh Belanda.” Dari hasil wawancara dengan staf kelurahan, Sidiangkat berubah dari Desa menjadi kelurahan salah satu alasannya karena luas wilayah yang cukup luas yaitu sekita 2000 HA. Karena Sidiangkat jalan Lintas Sumatera yang menghubungkan antara Sumatera Utara dan Aceh maka banyak penduduk yang datang dan pindah di Desa ini. Sidiangkat juga daerah perbatasan dengan Aceh Selatan SubulussalamSingkil. Penduduk asing yang pertama datang adalah etnis Toba, selanjutnya etnis Simalungun dan disusul oleh suku-suku lainnya. Bukti –bukti peninggalan Universitas Sumatera Utara Belanda di daerah ini adalah adanya rumah-rumah Belanda yang lengkap dengan cerobong asap dan daerah ini disebut Basecamp. Sekarang rumah di Basecamp sudah di tempati oleh penduduk meski banyak perubahan bentuk rumah, tetapi corak khas rumah belanda masih tetap ada.

4.1.2 Letak Lokasi Dan Keadaan Alam

Kelurahan Sidiangkat terletak di kecamatan sidikalang kabupaten dairi, dengan luas wilayah 2000 HA. Tipe wilayah dikecamatan Sidiangkat adalah dataran tinggi dimana kelurahan Sidiangkat beriklim tropis, ketinggian 1300 sd 1400 M dengan suhu 15 sd 18̊ C Luas dan batas wilayah Kelurahan Sidiangkat: Sebelah Utara berbatasan dengan Pakpak Bharat Sebelah Selatan berbatasan dengan Batang Beruh Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Karing Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Panji Dabutar Kelurahan Sidiangkat terdiri dari areal pemukiman, ladang, persawahan, hutan, jalan dan lain-lain. Jika dibanding kelurahan lain yangberada di kecamatan Sidikalang, kelurahan Sidiangkat merupakan yang paling luas. Jarak antara kelurahan dan kecamatan berkisar 5 menit dengan lama tempuh sekitar 10 menit dengan jalan yang sudah diaspal dimana di sepanjang kiri dan kanan perjalanan terdapat rumah penduduk dan ladang. Kelurahan Sidiangkat merupakan jalan lintas provinsi ke Nanggroe Aceh Darussalam dan lintas kabupaten ke Pakpak Bharat. Di Kelurahan ini terdapat 2 galian untuk mengairi sawah dan 1 sungai besar yang membelah kelurahan ini yaitu sungai lae Simbellin. Setiap hari Universitas Sumatera Utara daerah ini dilalui angkutan umum dan bagi yang memiliki kendaraan roda dua dapat memakainya menuju kecamatan pusat kota. Jarak dari kelurahan keibukota provinsi sekitar 138 km, dengan jarak ini masyarakat yang ingin ke ibukota harus menggunakan transportasi umum seperti : DATRA Dairi Transport, SAMPRI Samosir Pribumi, BTN Bintang Tani Jaya, dan PAS Pas Transport. Waktu yang diperlukan ke Medan dari kelurahan Sidiangkat sekitar 4-5 jam.

4.1.3 Keadaan Penduduk

Keadaan penduduk di kelurahan merupakan gambaran dari berbagai lapisan masyarakat Pakpak di kabupaten Dairi. Penduduk Sidiangkat terdiri dari 8 lingkungan. Lingkungan I terdiri dari 151 kk, lingkungan kedua II terdiri dari 80 kk, lingkungan ke III terdiri dari 132 kk, lingkungan IV terdiri dari 277 kk, lingkungan ke V terdiri dari 130 kk, lingkungan ke VI terdiri dari 80 kk, lingkungan VII terdiri dari – kk, dan lingkungan VIII terdiri dari – kk. Jumlah penduduk keseluruhan 4339 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 1891 jiwa dan perempuan 2448 jiwa. Suku mayoritas di daerah ini adalah suku pakpak, dan suku lainnya adalah batak toba, karo, nias, minang, jawa. Warga negara indonesia laki-laki 2233 jiwa dan perempuan 2103 jiwa dan warga negara asing laki-laki 2 jiwa dan perempuan 1 orang. Tabel 4.1 Pendidikan Penduduk Kelurahan Sidiangkat Pendidikan merupakan unsur yang penting dalam kehidupan setiap orang. Pendidikan yang diperoleh seseorang khususnya pendidikan formal sangat besar pengarunhya terhadap cara berfikir seseorang dalam menjalankan aktifitas hidupnya sehari-hari. Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih Universitas Sumatera Utara tinggi pada umumnya memilki pola berpikir yang lebih maju dibandingkan dengan orang yang memiliki pendidikan yang lebih rendah Tingkat pendidikan Frekuensi Persentase Tidak pernah sekolah 3 0.475 Tamat SD 123 19.492 Tamat SLTP 135 21.395 Tamat SLTA 168 26.624 Tamat DIPLOMA 186 29.477 Tamat S1 13 2.060 Tamat S2 3 0.475 Tamat S3 - - Jumlah 631 100 Sumber: Data Statistik Kantor Kelurahan Sidiangkat Tahun 2011 Dari tabel 4.1 diatas tingkat pendidikan di kelurahan Sidiangkat umumnya tamatan diploma sebanyak 29.4 dan SMA sebanyak 26,6. Dari pemaparan sangat banyak masyarakat yang hanya berpindidikan sampai SMP dengan persentase 21,5 dan SD sebanyak 19,4 saja, bahkan ada beberapa yang tidak pernah mengecap pendidikan sebanyak 0,4 . Dari tabel diatas terlihat pendidikan di kelurahan sidiangkat masih rendah. Tidak ada data dari kelurahan yang menggambarkan tingkat pendidikan perempuan dan laki-laki. Selama penelitian dan hasil wawancara, dalam setiap keluarga lebih diutamakan adalah anak laki-laki dengan alasan karena anak laki- lakilah sebagai penerus keluarga. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.2 Agama Penduduk di Kelurahan Sidiangkat Tahun 2011 Agama yang dianut masyarakat umumnya adalah agama modren. Seperti agama islam, khatolik, protestan dan budha. Berikut ini adalah persentase agama yang dianut masyarakat di kelurahan Sidiangkat: No Agama Frekuensi Persentase 1 Islam 1500 49.358 2 Protestan 1305 42.941 3 Katholik 231 7.601 4 Budha 3 0.098 Jumlah 3039 100 Sumber: Data statistik kantor kelurahan sidiangkat tahun 2011 Dari tabel 4.2 diatas terlihat bahwa masyarakat etnis Pakpak kelurahan Sidiangkat umumnya menganut agama Islam terlihat dengan persentase 49.3 , agama protestan sebanyak 42,9 , agama katholik sebanyak 7,6 dan agama minoritas adalah agama budha dengan persentase 0,09 . Selama observasi dan wawancara rumah ibadah agama islam terdapat 3 mesjid dan 1 musholla. Gereja terdapat 3 buah yaitu gereja PENTAKOSTA, gereja HKBP dan gereja GKPP. 4.1.4 Mata Pencaharian Penduduk Dikelurahan Sidiangkat Hasil pertanian merupakan sumber penghidupan pokok bagi penduduk Sidiangkat. Hampir setiap masyarakat terlibat mengelola lahan pertanian seperti berladang, berkebun, menggarap sawah. Hasil pertanian dominan dari penduduk kelurahan Sidiangkat adalah kopi ateng, sayur-sayuran dan jeruk. Hampir setiap keluarga memiliki kebun kopi meski bukan pekerjaan pokok bertani. Pegawai negeri juga ikut bertani guna menambah pemasukan bagi keluarga. Hasil Universitas Sumatera Utara pertanian seperti sayur-sayuran, jagung dan lainnya dibawa ke pasar bila hari pekan ari onan untuk dijual, sedangkan kopi dan jeruk langsung dibeli oleh para agen pengumpul dan akan di jemput oleh agen besar. Harga-harga hasil pertanian juga tergantung pada pasar dan agen pengumpul. Jika hasil pertanian melimpah dan banyak dapat dipastikan harga akan sangat rendah dan sebaliknya. Masyarakat tergantung pada harga yang ditetapkan oleh para tengkulak. Seperti yang diungkapkan informan berikut ini: “mella ombas kopi marang suan-suan diri hargana pasti mlukah, mella cituk lumayan maharga. I pe oda jelas. Karina i tergantung kan tokke nai ngo oe” A br Padang,41 tahun,perempuan Artinya: kalau kopi panen atau tanaman lainnya sedang panen raya pasti murah, kalau hasil pertanian sedikit lumayan mahal. Itu juga belum tentu. Semua itu tergantung harga dari toke. Dari hasil observasi Cara bercocok tanaman masyarakat masih bersifat manual dan tidak ada teknik khusus dalam penggarapan lahan pertanian dan perawatan pertanian. Hanya berdasarkan pengalaman semata, sehingga tingkat ekonomi penduduk Sidiangkat masih sangat rendah. Selama di observasi dilapangan terlihat yang bekerja di ladang dominan adalah para perempuan khususnya ibu-ibu. Ibu-ibu berkumpul dan bergotong royong untuk menyelesaikan satu pekerjaan di kebun temannya atau miliknya sendiri. Apabila satu lahan telah selesai maka berlanjut ke ladang teman berikutnya sampai pada gilirannya, biasanya masyarakat setempat menyebut kegiatan ini adalah “urup-urupen” yang artinya “saling membantu” Masyarakat mengaku ada tenaga penyuluh yang diberikan pemerintah tapi Universitas Sumatera Utara tidak pernah bekerja dan sangat jarang datang memberikan penyuluhan bagi masyarakat. Bahkan banyak masyarakat tidak mengetahui bahwa ada penyuluh di daerah tersebut.

4.1.5 Pola Pemukiman

Masyarakat Sidiangkat mengenal sistem kesatuan hidup yang disebut dengan kuta atau istilah sekarang sering disebut dengan perkampungan, yang merupakan tempat atau lokasi masyarakat mendirikan tempat tinggal menetap yang disebut dengan sapo, kuta atau lokasi perkampungan merupakan tempat masyarakat Pakpak untuk beristirahat disaat mereka telah selesai melaksanakan aktivitas sehari-hari. Sapo merupakan tempat keluarga inti yang terdiri dari ayah,ibu dan anaknya. 4.1.6 Sarana dan Prasarana 4.1.6.1 Sarana Pendidikan Sarana pendidikan merupakan sarana pokok yang harus diperhatikan oleh setiap masyarakat untuk meningkatkan sumber daya manusia yang handal pada masyarakat etnik pakpak karena tingkat pendidikan akan mementukan masa depan. Tabel berikut menggambarkan lembaga pendidikan yang ada di kelurahan Sidiangkat. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.3 Sarana Pendidikan Di Kelurahan Sidiangkat Tahun 2011 Sumber: Data Statistik Kantor Kelurahan Sidiangkat tahun 2011 Sarana pendidikan SD negeri terdapat 2 buah dan 1 Madrasah Ibtida’iah . SD negeri ini terdapat di lingkuan 5 dan SD yang satu lagi terdapat di kuta Batu Kapur. Pada umumnya anak-anak berjalan kaki beramai-ramai untuk bersekolah setiap harinya dan ada satu pesantren untuk tingkatan SD Ibtida’iah, SMP Muhammadiyah dan SMA Aliyah. Ibtida’iah, Muhammadiyah dan Aliyah berada dalam satu pemondokan. Umumnya siswanya berasal dari luar daerah, dan sangat jarang penduduk Sidiangkat bersekolah disana. Mereka lebih memilih bersekolah di kecamatan yang jaraknya lebih jauh, dengan alasan mutu pendidikan disana kurang baik dan tidak bisa untuk umum. Anak-anak yang bersekolah ke kota Sidikalang biasanya menggunakan transportasi umum yang biasa disebut sudako. Kondisi bangunan Sekolah Dasar Inpres sudah sangat memadai dengan gedung sekolah yang permanen dibangun diatas lahan seluas satu hektar dengan sarana perpustakaan dan tenaga Guru-guru yang cukup banyak untuk kelancaran peoses belajar mengajar sedangkan bangunan pesantren sangat tidak sehat dan Lembaga pendidikan Frekuensi Persentase TK PAUD 2 unit 28.571 SDsederajat 3 unit 42.857 SLTAsederajat 1 unit 14.285 SLTA sederajat 1 unit 14.285 Jumlah 7 unit 100 Universitas Sumatera Utara buruk dibuktikan bangunan terbuat dari kayu yang sudah sangat rusak dan atap yang bocor dan siswanya banyak yang sakit kudis gatal-gatal itu sebabnya penduduk asli tidak berkenan menyekolahkan anaknya di pesantren tersebut.

4.1.6.2 Sarana Ibadah

Kelurahan Sidiangkat menyediakan rumah ibadah bagi umatnya. Sarana ibadah umat Islam terdapat 4 buah yaitu 3 mesjid dan 1 musholla. Masing-masing mesjid terdapat di kuta Padang, kuta Delleng Amal, dan mesjid pesantren dan musholla terdapat di daerah Puncak sidiangkat. Sedangkan gereja terdapat 3 yaitu gereja HKBP terdapat di kuta Barisan, GKPP di delleng amal, gereja PENTAKOSTA di Sidiangkat pesantren. Selama observasi Ibu-ibu yang beragama Islam biasanya seminggu sekali mengadakan pengajian atau perwiritan. Pengajian dilakukan di rumah anggota dari ibu-ibu perwiritan dan akan mendapat giliran masing-masing untuk menjadi tuan rumah. Pengajian ibu-ibu dilakukan sore hari di akhir pekan. Ada juga pengajian bapak-bapak yang beragama Islam. Kegiatan ini hampir sama seperti yang dilakukan ibu-ibu, hanya saja pengajian bapak-bapak diadakan pada malam hari. Sedangkan ibu-ibu untuk agama kristen ada yang melakukan perkumpulan setiap hari kamis dan hari minggu. Mereka melakukan kegiatan kerohanian baik di gereja maupun di rumah anggota perkumpulan. Hal tersebut dilakukan secara bergiliran dirumah setiap anggota juga.

4.1.6.3 Sarana Kesehatan

Sarana Kesehatan yang ada di desa kelurahan sidiangkat terdapat 1 buah puskesmas dan terdapat dua Bidan yang dibiayai oleh pemerintah kabupaten Sidikalang dan satu Bidan tinggal di puskesmas tersebut, sedangkan satu lagi Universitas Sumatera Utara tinggal di tempat yang tidak jauh dari puskesmas dia tinggal bersama keluarganya.kedua bidan tersebut bukan dari etnis Pakpak tetapi suku Jawa dan menikah dengan lelaki dari etnis Pakpak setempat.

4.1.6.4 Sarana Transportasi

Sarana transportasi untuk ke daerah ini umumnya masyarakat menggunakan angkutan umum yang sering disebut masyarakat setempat adalah sudako dan becak. Banyak juga masyarakat yang memiliki transportasi pribadi seperti sepeda motor. Selama observasi penumpang di sudako umumnya adalah para perempuan sedangkan laki-laki lebih banyak menggunakan sepeda motor. 4.1.7 Latar Belakang Sosial Budaya 4.1.7.1 Bahasa Bahasa yang digunakan masyarakat desa ini dalam kehidupan sehari-hari adalah bahasa Pakpak hanya sebagian kecil yang memakai bahasa Batak Toba. Bahasa Pakpak digunakan oleh setiap masyarakat dalam pergaulan sehari-hari untuk berkomunikasi, anak-anak juga sudah diajarkan oleh orang tuanya untuk mengunakan bahasa Pakpak dengan baik dan benar dalam pergaulan mereka dilingkungan keluarga maupun dilingkungan bermain mereka. Lain halnya dengan bahasa Indonesia hanya digunakan oleh anak-anak usia sekolah di tempat menimba ilmu saja, Dalam bahasa pengantardalam antor kelurahan Sidiangkat diwajibkan untuk memakai bahasa Indonesia meski demikian banyak juga para pegawai yang memakai bahasa Pakpak atau Bahasa Toba dalam percakapan dinas. Perbedaan bahasa yang digunakan untuk laki-laki dan perempuan tidak Universitas Sumatera Utara ada. Hanya apabila etnis pakpak jika ingin berbicara dengan suadara atau sanak famili disarankan memakai sebutan yang ada di dalam bahasa Pakpak ada misal: paman puhun, nampuhun istri paman,turang, nantonga dan lain-lain. Hal ini biasa disebut dengan “tutur”. Meski berbahasa Indonesia tetapi penggunakan tutur tetap memakai bahasa Pakpak.

4.1.7.2 Seni

Untuk upacara kematian maupun perkawinan masyarakat Pakpak dikelurahan ini sering memakai alat musik tradisional yaitu Genderang tetapi pengrajin asli genderang di Sidiangkat ini sudah tidak ada lagi, dikarenakan para pengrajin dahulu tidak mewariskan kepada anak- anaknya. Genderang yang dipakai adalah genderang yang di sewa atau dipinjam dari luar kelurahan sidiangkat. Selain genderang masyarakat juga sering menggunakan keyboard sebagai pengiring dalam acara adat. Dalam kesenian perempuan umumnya sebagai penari dan penyanyi, sedangkan yang memainkan alat musik adalah laki-laki. Sangat sulit ditemukan perempuan yang ahli dalam memainkan musik. Bentuk asli rumah adat Pakpak tidak ada lagi di jumpai di kelurahan ini karena seiring berkembangnya kemajuan teknologi masyarakat sudah membuat rumah dengan arsitektur rumah modern 4.1.6.3 Religi Walaupun di kelurahan Sidiangkat sudah menganut agama modern seperti agama Kristen dan Islam, namun masyarakat desa masih mempunyai keyakinan terhadap kekuatan gaib yang dapat menyuburkan padi yang beserta kekuatan yang Universitas Sumatera Utara lain. Masyarakat juga percaya akan adanya jimat dalam bahasa setempat disebut Tabas-tabas yaitu adanya suatu kekuatan supranatural atau gaib yang dapat melindungi orang dari hal-hal yang dapat membahayakan jiwa atau menghalangi orang lain yang ingin berbuat jahat sama orang tersebut dibuktikan dengan adanya beberapa orang di desa ini yang masih memegang jimat untuk melindungi diri dan juga untuk mengobati orang lain yang terkena Guna-guna. Laki-laki dan perempuan ada yang menggunakan jimat tersebut. Umumnya orang yang bertindak sebagai dukun adalah laki-laki, meski ada perempuan tetapi sangat sedikit.

4.1.7 Sistem Kekerabatan

Sistem kekerabatan pada masyarakat Pakpak berdasarkan adanya pertalian darah yang ditarik menurut garis keturunan ayah Geonologis Patrilineal dan pertalian perkawinan pihak pemberi gadis Peranak dan pihak penerima gadis Berru. Jadi setiap Laki-laki dan perempuan pakpak akan menarik garis keturunan melalui garis ayah dengan memakai marga ayah. Maka anak perempuan harus kawin dengan marga lain, karena dalam masyarakat Pakpak tidak diperbolehkan untuk kawin dengan satu marga. Sistem kekerabatan terkecil pada masyarakat pakpak disebut “Sapo” yang merupakan satu keluarga inti Nuclear Family terdiri dari Bapa ayah, Inang ibu, dan Dukak anak-anak yang belum menikah baik anak laki-laki dan anak perempuan, sedangkan kelompok kekerabatan yang lebih luas Keluarga luas Extended Family dari Sapo adalah Sada Bapa, yaitu kelompok yang terdiri dari Universitas Sumatera Utara ayah, ibu dan anak-anak laki-laki yang telah menikah dan tinggal satu rumah dengan kedua orang tuanya. Kelompok yang lebih luas dari sada bapa adalah Sada Empung Satu Kakek Nenek kelompok kekerabatan yang terdiri dari keluarga-keluarga beberapa anak laki-laki yang satu sama lain paralel cousin. Anggota-anggota sapo yang sama sehingga dalam kegiatan upacara adat kematian maupun perkawinan anggota dari Sada Empung ini saling membantu, sedangkan dari luar sada empung tidak memiliki rasa saling tolong menolong satu sama lain. Keluarga batih atau keluarga inti merupakan kesatuan adat dan kesatuan ekonomi, dalam masyarakat pakpak kaum laki-laki lebih diutamakan pendidikannya dan dituntut untuk lebih bertanggung jawab dalam usaha perekonomian, hubungan pemerintahan dan kemasyarakatan. Sedangkan kaum perempuan disamping bertugas untuk mengurus rumah tangga dan juga membantu suami dalam pemenuhan kebutuhan keluarga. Pada masyarakat pakpak kedudukan kaum laki-laki sangat penting dalam sistem kekerabatan penempatan laki-laki pada tempat yang penting, karena anak laki-laki sebagai penerus keturunan dan pewaris harta. Pada masyarakat Pakpak yang menjadi struktur kekerabatan dalam masyarakat ada pihak yang di sebut dengan “Sulang Silima” Lima kekerabatan yang saling membantu . Sulang Silima adalah lima kekerabatan fungsional adat masyarakat pakpak yang termasuk didalamnya adalah a. Peranak Daholi yaitu :Kelompok keluarga dari istri dan saudara- saudaranya kelompok pemberi anak gadis. b. Sibeltek Situaen yaitu :Saudara semarga anak pertama. c. Sibeltek penengah yaitu : Saudara satu marga anak penengah. Universitas Sumatera Utara d. Sibeltek siampunen yaitu : Saudara satu marga yang paling bungsu. e. Berru yaitu : Pihak atau golongan penerima anak gadis. Kelima pihak ini disebut dengan Lima kelompok kekerabatan yang saling membantu. Demikian juga dalam pelaksanaan upacara adat kelima unsur ini harus hadir dan berperan sesuai kedudukan masing-masing. Tanpa kehadiran salah satu dari kelompok ini mengakibatkan suatu pesta upacara adat perkawinan maupun upacara kematian kerja njahat tidak dapat dilaksanakan secara sempurna. Dalam setiap upacara peran perempuan sangatlah penting meski peran perempuan hanya di belakang atau di bagian dapur. Setiap kegiatan upacara baik upacara perkawinan atau kematian perempuan harus duduk dibagian belakang dari para kula-kulanya dan laki-laki harus duduk dibagian depan.

4.1.8 Organisasi Sosial

Organisasi sosial yang masyarakat Sidiangkat dibedakan menjadi dua bentuk yaitu : Organisasi sosial yang bersifat formal dan non formal. Organisasi formal seperti PKK organisasi persatuan para ibu-ibu yang mengadakan kegiatan yang sudah terencana dan mempunyai tujuan untuk memberikan pembinaan maupun pelatihan sebagai suatu pengembangan potensi bagi para ibu untuk dapat terampil menghadapi masalah yang berkaitan dengan masalah kesejahtraan keluarga. Organisasi non formal yaitu: STM Serikat tolong menolong, organisasi STM ini bertujuan untuk meningkatkan rasa persaudaraan antar anggota masyarakat. Anggota STM ini seluruhnya adalah masyarakat seluruhnya tanpa terkecuali. Kegiatan STM dilakukan pada saat adanya peristiwa yang terjadi Universitas Sumatera Utara diantara anggota, seperti pesta pernikahan upacara kematian, dan sebagainya. Masyarakat desa yang menjadi anggota STM akan membantu secara bergotong royong seperti menyiapkan makanan pesta yang dikerjakan para Ibu- ibu dan mengambil kayu bakar, memasang tenda dan memotong hewan sebagai lauk pesta dilakukan oleh kaum Bapak, serta adanya sumbangan beras yang wajib diberikan oleh setiap kepala kepada yang mengadakan pesta tersebut. Selain STM diatas ini juga terdapat organisasi Simatah Daging yaitu organisasi pemuda- pemudi Gereja generasi muda Pakpak yang diawasi oleh penetua Gereja, juga adanya arisan Ibu-ibu satu Gereja, arisan satu marga. Sedangkan untuk umat muslim terdapat organisasi muda-mudi mesjid, perwiritan ibu-ibu dan perwiritan kaum bapak-bapak. Umat Muslim juga melakukan kegiatan bila ada hari raya besar umat muslim dan solat jumat setiap hari jumat bagi kaum laki-laki. 4.2 Profil Informan 4.2.1 Keluarga Ibu M br Angkat dan Bapak P.Berutu Ibu M br Angkat perempuan berusia 55 tahun. Suami informan adalah bapak P. Berutu berusia 54 tahun dan mereka bekerja sebagai petani. Informan dilahirkan dari pasangan bapak Sy. Angkat dan ibu Sm. Padang. Orang tua dari ibu M.br Angkat dulu orang yang terpandang di kelurahan Sidiangkat. Orang tua informan adalah seorang Raja Tanoh tuan tanah. Informan memiliki 4 orang saudara, 3 orang laki-laki dan 1 orang perempuanan. Informan merupakan penduduk asli Sidiangkat, dia lahir dan dibesarkan di kelurahan ini. Ketiga saudara laki-laki informan dulu masing-masing tamatan SMA dan sekarang Universitas Sumatera Utara bekerja sebagai PNS. Salah satu dari saudara perempuannya tamat SMP dan juga bekerja sebagai petani. Bapak Sy yang merupakan orang tua laki-laki informan yang sudah lama meninggal, ketika itu informan masih berusia 19 tahun sedangkan ibu nya meninggal 3 tahun yang lalu. Semenjak ayah informan meninggal, informan membantu ibu informan untuk mencari nafkah keluarga. Ibu informan menghabiskan sisa usianya di rumah anak perempuannya yaitu dirumah ibu M. Angkat. Anak perempuannya lah yang merawat orang tua mereka. Menurut informan ibu Sm orang tua perempuan tidak senang di rumah anak laki-lakinya karena dia tidak nyaman dengan menantunya. Padahal menurut adat pakpak merawat orang tua jika sudah tua merupakan kewajiban anak laki-laki. Khususnya anak laki-laki paling bungsu. Ketika kedua orang tua dari informan meninggal maka dilakukanlah pembagian warisan. Menurut pengakuan informan terjadi ketimpangan dimana dia tidak memiliki hak yang sama dengan saudara laki-lakinya dan pembagian jauh dari adil baik secara adat maupun agama. Ibu M dan saudara perempuannya hanya mendapat pakeen pakaian orang tua, dan 2 petak tanah hasil pemberian dari saudara laki-lakinya. Perhiasan orang tua juga diambil anak laki-laki. Sedangkan dukak situan saudara laki-laki tertuanya mendapatkan 15 petak tanah, dan siampun-ampun anak laki-laki paling kecil mendapatkan 14 petak tanah beserta rumah peninggalan orang tua beserta isi peralatan dapur, kursi, dll, sedangkan dukak penengah anak laki-laki tengah mendapatkan 14 petak tanah. Universitas Sumatera Utara Dulu sewaktu orang tua masih hidup anak laki-laki yang sudah berkeluarga ini, saudara laki-lakinya juga sering meminta keluarga agar menjual sebagian tanah warisan untuk modal usaha menantunya yang sering bangkrut, untuk membangun rumahnya,untuk membayar hutang, sedangkan ibu M dan saudara perempuannya hanya bisa menasihati dan tidak bisa berbuat banyak karena saudara laki-laki adalah kula-kula yang harus dihormati. Hasil pernikahan informan dengan suaminya mereka memiliki anak 4 orang anak. Dua orang anak laki-laki dan dua orang anak perempuan. Ke 4 anak dari pasangan ibu M angkat dan bapak P berutu ini masing-masing sudah menikah dan jumlah keseluruhan cucu mereka sebanyak 7 orang. Ibu M.angkat menyekolahkan anak laki-lakinya sampai ke perguruan tinggi di salah satu Universitas Negeri Di Medan. Anak laki-lakinya tamatan Sarjana dan sekarang kedua anak laki-laki tersebut bekerja sebagai PNS sedangkan anak perempuan informan hanya tamatan SMA saja dan bekerja sebagai petani dan satu lagi sebagai wiraswasta. Anak laki-laki tertua ibu informan bernama A. Berutu dan anak bungsu laki-laki bernama P Berutu. Anak perempuan bernama Diah Berutu dan Siti Berutu. Diah berutu tamatan Madrasah Aliyah Negeri di Sidikalang dan Siti berutu tamatan SMA negeri di Sidikalang. Menurut pengakuan Diah, dia dululunya ingin melanjut ke perguruan tinggi seperti abangnya. Sewaktu itu kedua abangnya masih berkuliah dan dengan alasan ekonomi orang tua pada saat itu tidak baik maka diah harus mengalah dan mengurungkan niatnya agar abang informan bisa tetap kuliah. Dan hal tersebut disusul oleh Siti adik paling bungsu. Setelah tamat SMA Siti tidak melanjutkan ke perguruan tinggi karna alasan yang Universitas Sumatera Utara sama. Akhirnya Diah dan Siti membanting tulang ke ladang guna membantu orang tua mencari nafkah untuk keluarga dan biaya kuliah untuk saudara laki- lakinya. Menurut pengakuan dari Diah ayahnya pernah berkata kalau anak perempuan itu tidak masalah jika harus tamat SMA saja, karena nantinya akan ikut suami, mengurus marga orang lain sedangkan, kalau anak laki-laki itu sangat penting karena nantinya akan membawa martabat keluarga, penerus marga, kepala keluarga dan nantinya adalah sebagai tempat menjaga keluarga. Jadi harus pintar agar tidak ditipu oleh orang lain. Untuk mendapatkan kesempatan kerja ibu M masih mengutamakan anak laki-lakinya untuk menjadi PNS. Terbukti kedua anak laki-laki ibu M menjadi PNS. Sekarang diah dan saudara-saudaranya belum mendapatkan warisan karena di adat pakpak sesuatu yang tabu jika melakukan pembagian warisan apabila kedua orang tua masih hidup.

4.2.2 Keluarga Bapak A. Limbong dan Ibu W. Angkat.

Bapak A limbong berusia 50 tahun dan ibu W. Angkat perempuan berusia 45 tahun. Sehari-hari pekerjaan suami istri ini adalah petani. Rumah dari keluarga ini terlihat sangat sederhana. Rumah yang terlihat tua tersebut adalah rumah warisan dari orang tua dari informan. Informan anak laki-laki paling bungsu dari keluarganya. Menurut pengakuan informan orang tuanya adalah pendatang, sedangkan bapak A.limbong sejak lahir sudah berada di kelurahan Sidiangkat dan menikah dengan ibu W. Angkat mengenai harta warisan informan mendapatkan rumah Universitas Sumatera Utara beserta isi dan 4 petak tanah ladang dan 1 sawah, sedangkan kedua saudara perempuannya mendapatkan 1 petak tanah. Tanah warisan yang 4 petak jumlah keseluruhan lebih kurang 1 hektar tersebutlah dikelola informan untuk menafkahi keluarganya. Di ladang informan menanam kopi ateng sayur-sayuran, terung belanda dan disawah informan menanam padi. Sedangkan dari istrinya ia tidak mendapatkan harta berupa tanah sedikitpun, hanya mendapatkan baju dari orang tua dan beberapa oles dan mandar sarung menurut informan istrinya dulu keluarga yang miskin juga, tanah warisan hanya cukup untuk saudara laki-laki dari istrinya. Bapak A.Limbong pendidikan terakhir SMEA sedangkan istrinya sendiri hanya tamat SD. Menurut informan pendidikan istri yang rendah mengakibatkan kewalahan istri dalam mendidik anak, sedangkan suami ketika sudah lelah dari ladang sudah tidak bisa mengajari anak-anaknya lagi. Mereka memiliki anak 6 orang anak, 3 sudah menikah dan 2 masih bersekolah dan 1 anak mereka menganggur tamat SMP dan tinggal bersama dirumah dan sehari-hari keladang membantu orang tua. Menurut informan anak perempuannya jauh lebih telaten dan rajin dalam keluarga. Anak perempuannya sepulang sekolah langsung keladang membantu mereka bekerja dan pulang dari ladang anak perempuan langsung membagi tugas untuk memasak, memcuci da membenahi isi rumah. Sedangkan anak laki-laki mereka sangat malas jika disuruh keladang, lebih suka bersama teman-temannya di kedai kopi. Kalau di perintahkan keladang pasti paling telat datang dan selalu ingin lebih dahulu pulang. Anak laki-laki tidak betah membantu orang tuannya Universitas Sumatera Utara diladang. Sepulang dari ladang anak laki-lakinya pasti menonton atau langsung bermain kembali bersama teman-temannya. Datang kerumah hanya tiba waktu untuk makan saja. Menurut bapak A. Limbong anak perempuan jauh lebih penurut dan tidak membantah seperti anak laki-laki.

4.2.3 Keluarga Bapak M. Sinamo dan Ibu U. Angkat.

Bapak M. Sinamo laki-laki yang berusia 45 tahun dan sehari-hari bekerja sebagai pegawai negeri. Informan sehari-hari bekerja mengajar murid- murid di SD salah satu sekolah di Sidikalang. Kampung asli informan adalah di daerah Pakpak Bharat. Informan tinggal di tempat ini sejak ditugaskan bekerja di kelurahan ini dan menikah dengan ibu U.br angkat yang merupakan penduduk asli di Kelurahan Sidiangkat ini. Ibu U perempuan yang berusia 40 tahun dan memiliki 3 orang anak hasil dari perkawinannya dengan bapak M Sinamo. Informan adalah perempuan yang sehari-hari bekerja diladang, diladang informan menanam kopi dan sayuran, cabai, guna menambah perekonomian keluarga karena gaji dari bapak M sinamo yang bekerja sebagai guru tidak cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menyekolahkan anak. Apalagi menurut pengakuan ibu U gaji suami informan sudah sebagian ke bank guna membayar hutang-hutang yang diakibatkan oleh suami informan yaitu untuk membayar hutang judi suaminya. Keluarga ini memiliki 3 orang anak, 2 orang anak laki-laki dan 1 orang anak perempuan. Anak tertua dari pasangan ini sudah tidak bersekolah lagi setelah tamat SMK. Sekarang anak laki-laki sulung ini bekerja di salah satu bengkel yang tidak jauh dari rumah mereka. Selain sewaktu itu keadaan ekonomi orang tua yang Universitas Sumatera Utara sangat buruk anak sulung tersebut juga sudah malas sekolah dan memutuskan untuk bekerja saja. Anak ini sampai sekarang belum berkeluarga. Penghasilannya hanya cukup untuk biaya rokok dan bergaul pada teman-temannya. Sedangkan makan masih tetap ditanggung oleh keluarga. Anak kedua dari pasangan ini adalah perempuan berusia 25 tahun bernama Rasidah , informan dulu ingin bersekolah tetapi keadaan ibu U pada saat itu sedang tidak baik, ibu U dulu sering sakit-sakitan kata dokter ibu U dulu mengidap penyakit TBC. Dulu sebelumnya penyakit dari ibu informan dianggap terkena guna-guna. Banyak biaya keluar untuk pergi ke orang pintar yang satu dan yang lainnya. Anak perempuan mereka inilah yang mengurusi ibu mereka selama sakit dan mengubur dalam-dalam impiannya untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Selain mengurus ibu anak perempuan ini juga keladang membantu perekonomian keluarga karena gaji ayah mereka tidak cukup dan selalu untuk membayar hutang-hutang saja. Kedua saudara laki-lakinya tidak telaten mengurus rumah tangga dan ibunya. Apalagi sewaktu itu rasidah memiliki adik laki-laki yang masih bersekolah di bangku SMP sehingga membuat rasidah tidak tega untuk meninggalkan rumah. Sekarang ibu U sudah sembuh seperti semula tetapi Rasidah tetap tidak melanjutkan sekolah karena sekarang merasa sudah tua dan minder nanti seandainya kuliah. Diusia 25 tahun terlihat rasidah sangat tua dari usianya seperti wanita 30 tahun lebih. Kerasnya kehidupan dan menjadi tulang punggung keluarga mengakibatkan tekanan pada rasidah. Universitas Sumatera Utara Anak ketiga adalah Anto laki-laki berusia 18 tahun baru saja tamat SMA. Anto belum melanjutkan pendidikan. Sewaktu SNPTN Anto kalah dan memutuskan untuk menganggur setahun dulu. Sehari-hari Anton ikut rasidah keladang itupun kalau Anton mau apabila dipaksa keladang setiap hari anton sering marah-marah dan mengamuk dan malam harinya tidak akan tidur dirumah dan menginap dirumah temannya. Dan membuat beban bagi keluarga karena harus mencarinya. Menurut Rasidah yang sebagai tulang punggung keluarga akan memperjuangkan agar Anton tetap Sekolah supaya ada yang kuliah dan bisa menjadi pegawai dan bisa nantinya membanggakan keluarga, bisa menjadi kepala keluarga yang baik dan mengangkat martabat keluarga .

4.2.4 Ibu A Padang

Ibu A br Padang perempuan berusia 41 tahun. Informan dulu menikah dengan bapak N. Kabeaken alm. Informan ini sudah cukup lama tinggal di Sidiangkat. Informan lahir di desa Sidiangkat tahun 1970 di Kuta Padang Kelurahan Sidiangkat Kabupaten Dairi. Pendidikan terakhir informan hanya sampai SMP saja. Informan adalah seorang janda dengan 5 orang anak. Anak pertama perempuan berusia 25 tahun, anak kedua perempuan berusia 21 tahun, anak ketiga perempuan berusia15 tahun, anak keempat perempuan berusia 13 tahun dan yang paling bungsu laki-laki berusia 10 tahun. Suami informan meninggal ketika si bungsu masih berumur 5 bulan. Almarhum meninggal diakibatkan kecelakaan bus yang di tumpangi jatuh ke jurang sewaktu informan ingin ke Aceh Singkil untuk mencari “Wallet” Sehari-hari informan bekerja di ladang untuk mencari nafkah dan dibantu oleh anak perempuannya. Anak perempuan yang masih bersekolah membantu Universitas Sumatera Utara orang tuanya sepulang sekolah. Selama menjawab pertanyaan informan terlihat sangat antusias meski terlihat wajah kelelahan, informan baru saja pulang dari ladang padahal waktu sudah menunjukkan 18.45 . Sepulang dari ladang informan langsung mandi di sungai yang dekat dengan kebunnya. Pulang dari kebun informan terlihat membawa biji kopi yang belum dikupas kulitnya, dijunjung di atas kepalanya dan terlihat ember di tangan kanannya membawa kain basah sedangkan anak perempuannya terlihat membawa biji kopi di di goni dan ember di tangan kiri yang berisi sayur-sayuran untuk makan malam nanti. Ternyata sebelum keladang mereka membawa pakaian kotor dan sepulang dari ladang mereka menyempatkan mencuci dan mandi di sungai. Sesampai di rumah anak perempuan langsung membereskan rumah dan memasak. Tidak terlihat anak laki- laki informan, menurut pengakuan informan anak laki-lakinya sepulang sekolah langsung les bahasa inggris dan matematika ke kota. Dan sampai sekarang belum pulang. Anak perempuan pertama informan bernama Intan. Intan sempat dahulu kuliah di Medan sampai semester 2 dua tapi semanjak ayah mereka meninggal Intan tidak mau lagi kuliah. Menurut informan, Intan merasa semenjak kepergian ayahanda keadaaan ekonomi keluarga semakin terpuruk . Anak perempuan kedua juga seperti kakaknya tidak bersekolah ke perguruan tinggi memutuskan membantu ibu saja. Adik mereka masih banyak yang kecil dan butuh bimbingan merupakan salah satu alasan mereka. Anak perempuan yang ketiga dan keempat sampai saat ini masih bersekolah di SMA dan satu lagi di SMP sedangkan anak laki-laki paling bungsu masih SD. Menurut ibu A. Padang apapun akan dilakukan agar anaknya laki-laki satu-satunya sampai pada cita-citanya karena Universitas Sumatera Utara nanti dia yang akan menggantikan bapaknya sehingga bisa mengangkat martabat keluarga. Mereka tidak mendapatkan sedikitpun warisan dari keluarga ayah, semenjak ayah mereka meninnggal harta warisan dikuasai penuh oleh saudara laki-laki tertua dan paling bungsu dari keluarga ayah. Tidak diketahui kenapa alasan mereka tidak mendapatkan harta sedikitpun. Menurut ibu A. Padang seandainya suaminya masih hidup pasti mereka masih dihargai dan mendapatkan warisan. Dari orang tua ibu A. Padang sendiri informan tidak mendapatkan harta selain oles dan pakeen pakaian dari ibunya saja. Semenjak itu informan harus bekerja keras untuk memenuhi nafkah bagi anak-anaknya dan dibantu oleh anak perempuannya. Ia mengolah tanah hasil yang mereka beli dulu bersama almarhum suaminya. Menurut Ibu A.padang tanah tersebut tidak terlalu luas tapi cukup untuk menanam kopi “sigalar utang”. Informan mengatakan kopi sigalar utang artinya cukup untuk melunasi hutang- hutang di warung. Sebelum kopi panen mereka bisa mengutang dulu pada toke agen atau warung yang dekat dengan rumah, karena 2 minggu sekali pasti mereka panen kopi dan hasilnya cukup untuk melunasi hutang dan makan sehari- hari.

4.2.5. Keluarga Bapak M. Bancin

Bapak M Bancin adalah seorang pria yang berusia 45 tahun. Istri informan adalah ibu N Berutu berusia 40 tahun.Informan lahir tahun 1966 dan tinggal di Sidiangkat sejak kecil. Pendidikan terakhir informan adalah Sarjana Pertanian dari salah satu Universitas di Medan. Sekarang informan bekerja sebagai PNS di Universitas Sumatera Utara Pemko sidikalang. Istri informan dan merupakan seorang guru SD di salah satu sekolah dasar di Sidikalang. Terlihat kehidupan mereka yang cukup baik dan keadaan ekonomi yang lumayan baik. Pasangan ini memiliki 3 orang anak 2 anak perempuan dan 1 anak laki-laki. Ketiga anak-anak mereka masih bersekolah. Informan adalah anak laki-laki paling bungsu dalam keluarganya. Semenjak kedua orangtuanya meninggal ia mendapatkan rumah tempat tinggal orang tuannya, perhiasaan, perlengkapan dapur peninggalan orang tuannya beserta isi perabot rumah dan tanah warisan. Menurut bapak informan sewaktu melakukan pembagian warisan informan hanya berdiskusi dengan para kula-kula saudara laki-laki dan pengetuai kuta tetua dikampung apa yang akan mereka dapat dan apa yang akan mereka berikan pada kelompok berru. Disepakati bahwa anak laki-laki mendapat bahagian tanah jauh lebih banyak dibanding berru anak perempuan. Dalam diskusi pembagian warisan anak perempuan hanya duduk dan tidak dapat berkomentar banyak. Anak perempuan mendapat rading berru berupa pakaian, perhiasan, dan tanah 2 petak tanah masing-masing perempuan, sedangkan anak laki-laki mendapatkan; anak laki-laki tertua mendapat tanah, perhiasan dan tanah 10 petak termasuk sawah, sedangkan anak laki-laki paling bungsu mendapatkan tanah 10 petak, perhiasan, rumah beserta isi. Anak laki-laki paling bungsu mendapatkan rumah karna secara adat nantinya orang tua mereka akan tinggal dengan anak laki-laki paling bungsu, tetapi menurut bapak M. Bancin orang tuannya tinggal di tempat berru berpindah-berpindah di antara rumah anak perempuannya. Ketika orang tua mereka sudah meninggal di bawa kerumah anak laki-laki agar tidak Universitas Sumatera Utara membuat malu jika nantinya meninggal di rumah anak perempuan. Upacara adat dilakukan dirumah anak laki-laki paling bungsu. Informan memiliki 4 orang bersaudara. Anak pertama adalah perempuan bernama S seorang petani, anak kedua adalah perempuan bernama D seorang petani , anak ke tiga adalah bapak Z seorang pegawai negeri sipil, dan yang terakhir adalah bapak M Bancin sebagai anak bungsu. Bapak M bancin tidak menampik bahwa saudara perempuannya cukup banyak berkorban dalam pendidikan dan membantunya dalam merawat orang tuannya. Dulu kakak informan membantu orang tua mereka ke ladang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Sedangkan anak laki-laki keduannya kuliah di Medan.

4.3 Posisi Perempuan Pakpak Dalam Sistem Kekerabatan.

Dalam sistem kekerabatan Pakpak kedudukan anak laki-laki lebih tinggi dibanding dengan anak perempuan. Hal ini dapat ditinjau dari beberapa aspek, Pertama, karena laki-laki berperan sebagai penerus marga atau klen patrineal; Kedua, laki-laki berperan sebagai penanggung jawab keluarga fakta dilapangan relatif Ketiga, laki-laki berperan sebagai ahli waris utama peninggalan harta, terutama harta pusaka. Keempat, laki-laki berperan utama dalam dalam aktifitas adat dan wakil keluarga dalam setiap aktifitas adat. Anak perempuan walaupun memakai marga ayahnya, setelah kawin akan ikut suami dan anak-anak yang dilahirkanpun memakai marga lain sesuai dengan Universitas Sumatera Utara marga suaminya bukan marga ayahnya. Akibatnya keluarga yang belum memiliki anak laki-laki cenderung resah karena tidak ada yang meneruskan marganya silsilah. Akibatnya sering sekali istri harus berkorban untuk terus melahirkan hingga memperoleh anak laki-laki demi menjaga keharmonisan rumah tangga dan dengan kelompok kerabat yang lebih luas. Seperti yang diungkapkan informan di bawah ini; A.Padang, 41 tahun, perempuan Tikkan i dukak pertama sakat 4 daberru, kadeh ma ngo ni akap i bas ukur diri i. Eda dekket simatua lalap kisuruh asa kuberre bapak kalak en sijahe sekali nai. Berat kalon ngo kuakap, jadi kubaen mo adatku menjalo sodip , kuberre mangan dekket oles akka kula-kula asa i sodipken kalak i ma asa meranak aku. Anak si keteken en daholi mang keppe, lias ate mo bana Tuhan enggo i jalo sodip nami Arti: Dulu anak pertama sampai keempat adalah anak perempuan, saya sangat tertekan saat itu. Dari keluarga suami selalu membujuk saya agar bapak menikah lagi. Sangat berat rasanya, maka saya lalukan acara adat,kuberikan mereka makanan spesial dan oles meminta restu pada kula-kula semoga di saya direstui punya anak laki-laki. Akhirnya anak ke lima anak laki- laki. Saya sangat bersyukur pada Tuhan dan kula-kula sudah menerima doa kami. Dari ungkapan informan di atas sangat jelas bahwa ia selalu berkorban demi melahirkan anak laki-laki. Informan juga harus melakukan adat penghormatan kepada kula-kula supaya di beri anak laki-laki. Kehadiran anak laki-laki sangat di harapkan di adat pakpak agar menjadi keluarga yang dianggap sempurna. Apabila tidak mendapat anak laki-laki maka akan mendapatkan tekanan baik dari keluarga suami maupun masyarakat. Universitas Sumatera Utara Pentingnya anak laki-laki di perkuat oleh ungkapan informan berikut, yaitu seorang ibu yang melahirkan anak laki-laki; M.Angkat, 55 tahun, perempuan “waktu menubuhken dukak daholi toko senangna aq, bapa kalak en pe senang ma karna enggo lot nahan denganna nina. Langsung merembah nakan simatuaku, eda-edaku pe bagi ma..” Arti: waktu melahirkan anak laki-laki saya sangat bahagia, suamipun demikian karena nanti dia sudah memiliki teman. Mertua saya langsung membawakan makanan khas Pakpak. Ipar perempuan juga demikian. Pentingnya anak laki-laki juga di benarkan oleh informan berikut selaku tokoh adat setempat; M.Angkat, 55 tahun, perempuan “ anak i dalam adat pakpak penting kalon, nan asa lot ki atur akka turang-turangna, kiterusken diri, mella lot acara adat asa mi jolo ma giam” Arti: kehadiran anak laki-laki dalam adat pakpak sangatlah penting, agar nanti ada yang mengatur penanggung jawab para saudara perempuannya. Meneruskan marga, kalau ada acara adat biar bisa di posisi depan. Hal yang sama juga di katakan informan berikut ; M. Matanari, 65 tahun, laki-laki Yahhh,, bakune pe anak en ma ngo harus i pejolo dah biar bagaimanapun yahh..anak laki-lakilah yang harus didahulukan. Universitas Sumatera Utara

4.3.1 Posisi Perempuan Dalam Upacara Adat

Seperti halnya etnis lain di dunia, budaya etnis pakpak juga mengenal berbagai upacara. Mulai dari kandungan hingga akhir hayat manusia, etnis Pakpak mengalami dan melakukan berbagai jenis upacara. Jika diamati kedudukan perempuan dalam berbagai upacara adat selalu dinomorduakan atau dibawah laki- laki. Misalnya yang menjadi pemimpin, pelaksana utama dan juru bicara dari setiap upacara selalu laki-laki, sedangkan perempuan selalu dijadikan objek atau berada dibawah laki-laki. Contohnya dalam upacara perkawinan dimana istri hanya berperan sebagai pendamping para suami sehingga dalam proses pengambilan keputusan tentang bentuk dan jenis pesta berada di pihak laki-laki, dan tempat duduk perempuanpun harus berada dibelakang. Demikian juga juru bicara dan pemimpin upacara adat selalu laki-laki. Juru bicara perkata-kata dalam upacara-upacara adat pakpak sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan oleh perempuan. hal ini sama seperti yang diucapkan salah satu tokoh adat masyarakat setempat; M.Matanari, 65 tahun, laki-laki “selama ngeluhku madeng pernah kubettoh daberru gabe perkata-kata mella lot ulan marang pesta” Arti: selama aku hidup belum pernah kutahu perempuan jadi juru bicara dalam upacara maupun pesta Istilah-istilah adatpun banyak yang menggambarkan lemahnya kedudukan perempuan, misalnya istilah tokor berru dan mengkata utang dalam perkawinan seolah-olah perempuan barang dagangan. Seperti yang diungkapkan informan sebagai berikut: M.Angkat, 55 tahun, perempuan” “mella naing sijahe berru kennah mengkata utang lebbe asa i bettoh sadike tokor berru na nan. Asa boi langung pesta. Mella kisijaheken berru menter tokor berru ngo ikusoi kalak. Mella makin maharga tokor berru Universitas Sumatera Utara diri makin mantap dok deba” Arti: kalau ingin menikahkan anak perempuan harus “mengkata utang” berbicara berapa hutang yang harus dibayar jika ingin menikahi anak gadis orang agar tau berapa nanti harganya. Kalau sesuai bisa langsung pesta. Kalau kita menikahkan anak perempuan, langsung berapa harganya ditanya orang famili, rekan, tetangga dll kalau harga anak gadis kita mahal maka semakin baik dilihat orng. Semacam mendapat pujian. Contoh lainnya dalam memberikan kata-kata nasihat atau wejangan pada saat upacara perkawinan maupun kematian selalu didominasi oleh laki-laki atau minimal yang pertama tampil adalah laki-laki. Hal tersebut juga terlihat ketika peneliti mengikuti salah satu upacara adat perkawinan di lokasi penelitian. Upacara adat dianggap sebagai dunia laki-laki, pada kenyataannya tanpa peran perempuan dalam upacara adat maka upacara tersebut tidak akan terlaksana. Perempuan atau berru sangat berperan utama dalam menyumbangkan tenaga dan uangnya kepada kula-kulanya. Berikut hasil wawancara dengan informan; M.Angkat, 55 tahun, perempuan “mella lot ulan, kami akka berru i blakang ngo merdakan, marsigugu asa sakat pesta i nan. Mella kula-kula ijolo mo kalak i dah..” Arti: kalau ada acara, kami pihak perempuan dibelakanguntuk memasak, mengumpulkan dana agar berjalannya pesta. Kalau kula-kula di depan mereka seharusnya.

4.3.2 Posisi Perempuan Dalam Sistem Pembagian Harta Warisan

Secara faktual sebenarnya perempuan Pakpak umumnya memperoleh harta dari orang tuanya walaupun dalam ketentuan pokok hukum adat, anak laki- Universitas Sumatera Utara laki yang mewarisi harta peninggalan orangtuannya. Pada zaman dahulu sejumlah tanah yang diwariskan kepada kelompok berru, disebut dengan istilah rading berru. Ada juga yang disebut dengan pengeseang, yakni sejumlah perhiasan atau uang yang diberikan kepada anak perempuan; pakeen, yakni pakaian dan perhiasan yang diberikan pada saat anak perempuan hendak menikah. Seperti yang diucapkan informan berikut ini; M.Matanari, 65 tahun, laki-laki “ Mella daberru naing sijahe ikkon ni berre ngo pakeenna, sibong dekket kepeng cituk. Mella pembagian warisan daberru dapetten rading berru imi pakeen dekket emas kan inangna nai. Ale oda harta pusako, i kennah mi peranak ngi” Arti: kalau anak perempuan ingin menikah, sebaiknya harus diberikan pakaian, perhiasan dan uang secukupnya. Jika dalam pembagian harta warisan perempuan mendapatkan hak perempuan yaitu berupa pakaian dan perhiasan dari orang tuanya. Tapi bukan harta pusaka, itu mesti ke tangan anak laki-laki. Umumnya pemberian ini berasal dari harta pencaharian orang tuanya dan bukan harta pusaka . Hal ini terjadi karena konsep ‘anak ‘ dalam budaya pakpak masih mengacu pada anak laki-laki sehingga berimplikasi pada sistem pewarisan dimana secara normatif tidak menempatkan seorang perempuan sebagai ahli waris dari orang tua maupun suaminya. Seperti yang diungkapkan informan berikut; A.Limbong, 50 tahun. Laki-laki “karina harta nan mella kutadingken en nan bana “anak” ngo, mella berru i kan dapeten nan kan bapa dukakna nai. Mella dapet pe, turangna mo nan kiatur i.” Arti: semua harta apabila kutinggalkan bila sudah Alm semua punya anak laki-laki. Kalau anak perempuankan akan dapat dari suaminya. Seandainya mendapatkan hartapun nantinya, akan diatur saudara laki-lakinya nanti Universitas Sumatera Utara Terlihat dari informan anak perempuan tidak disebut sebagai anak tetapi berru hanya anak laki-lakilah yang dianggap sebagai anak. Hal yang sama juga diungkapkan informan berikut ini; M.Angkat, 55 tahun, perempuan “mella harta i, nasa dike i berre kalak turang nasi mo nijalo” Arti: kalau harta dari orang tua, berapa yang diberikan saudara laki-laki segitulah yang saya terima Terlihat perempuan pasrah saja dengan keputusan yang diberikan saudara laki-lakinya. Dominasi anak laki-laki dalam pengambilan keputusan dalam keluarga sangat dihargai dan disegani oleh para saudara perempuannya Ada 3 alasan mengapa anak perempuan pakpak tidak sebagai ahli waris secara normatif. 1. Berkaitan dengan persinabul juru bicara keluarga yang mengacu pada anak laki-laki oleh sebab itu dialah anak laki-laki yang dipandang sebagai penanggung jawab untuk meneruskan keturunan ayah dan marganya. 2. Anak perempuan dianggap sebagai anggota marga lain dan menikmati warisan dari mertuannya. 3. Mencegah penguasaan tanah yang terlalu luas oleh pihak marga penumpang suami dari anak perempuan.

4.3.3 Posisi Perempuan Pakpak Dalam Pembagian Kerja

Dari segi pembagian kerja masih cenderung terikat budaya yang membedakan pekerjaan perempuan dan laki-laki. Pada Masyarakat pakpak pekerjaan yang dilakukan oleh anggota keluarga baik di dalam rumah dan di luar rumah seperti di sawah, di ladang seluruhnya diatur oleh tradisi maupun Universitas Sumatera Utara kebiasaan masyarakat setempat. Orang tua mempunyai hak mutlak untuk mengatur pekerjaan yang harus dilakukan oleh anak laki-laki dan perempuan. Demikian juga orang tua sebagai pasangan suami istri mempunyai pekerjaan sendiri sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing dalam keluarga. Pada keluarga Pakpak jelas tidak berlaku anggapan bahwa istri hanya ditugaskan untuk mengurus rumah tangga dan dapur saja melainkan juga turut serta mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Dalam pembagian kerja dibedakan dalam dua sektor yaitu sektor domestic dan sektor publik seperti berikut: Dalam pekerjaan domestik selalu diidentikkan dengan pekerjaan perempuan, antara lain: memasak, mencuci, merawat dan menjaga balita,melayani suami dan tamu. Dalam sektor public diidentikkan kepada laki-laki yaitu suami diproyeksikan sebagai kepala keluarga dan mencari nafkah, berada di sektor publik. Dalam kenyataan peran suami dalam mencari nafkah perlu dipertanyakan karena ternyata peran istri dan anak perempuan tidak terlepas dari aspek tersebut. Seperti ungkapan dari seorang ibu berikut ini; U.Angkat, 40 tahun, perempuan “gaji bapa kalak en oda ngo cukup menutupi mangan dekket sikkola kalak en. Kennah mango diri krejo asa cukup blanjo i sapo” Arti: gaji dari bapak anak-anak ini tidak cukup menutupi untuk biaya makan keluarga dan sekolah anak-anak. Saya harus bekerja diladang orang buruh tani agar biaya belanja dirumah cukup. Istri dan anak perempuan ikut bekerja di lahan pertanian baik diladang maupun disawah. Malah tidak jarang sumbangan perempuan dalam keluarga cukup besar bila dilihat dari intensitas, alokasi waktu yang digunakan dan Universitas Sumatera Utara jumlah uang yang disumbangkan untuk keluarga. Sementara pekerjaan rumah tangga hanya menjadi beban istri dan anak perempuan dan seolah-olah sebagai kodrati bagi mereka. Seperti yang diungkapkan informan berikut ini; Rasidah,25 tahun, perempuan “mella turang diri en ngo, mangan sambing ngo gegoh. Mella krejo enda lot ukurna mi si, mella mi juma naing kurang ndor lalap mulak. Sakat i sapo pe oda ngo lot krejona. Paling menonton, mi kedde marmeami rebbak denganna. Diri, enggo mulak i juma nai gellap kessa ari. Merdakan deng sakat i sapo, kipekade sapo deng” Arti: kalau saudara laki-laki saya ini hanya makan saja yang kuat. Kalau kerja satu pun tidak ada dikerjakan dari hati, kalau sedang diladang selalu ingin cepat pulang. Sampai dirumahpun tak ada yang dapat ia kerjakan. Hanya menonton, ke warung bermain dengan teman-temannya. Saya, pulang dari ladang kalau matahari sudah mulai gelap . sesampai dirumah harus memasak lagi, membereskan rumah lagi. Jawaban yang hampir sama juga diucapkan informan berikut ini; Diah, 25 tahun perempuan “tiap ari ngo weh kami mi juma,ki urus sapo deng, merdakan, karina mo. Naing laus nikate mengranto tapi ise ma mo nan ki urus sapo dekket omak en. Maseh ate menadingken. Mella turang diri en dike terharapken” Artinya: setiap harinya kami keladang, mengurus rumah lagi, memasak, semuanya lah. Niat hati ingin merantau tapi siapalah nanti yang mengurus rumah dan ibu disini. Kasihan dan tidak tega untuk meninggalkan mereka. Kalau saudara laki-laki ini tidak bisa diharapkan. Hal yang sama juga diungkapkan informan berikut ini ; M. Matanari, 65 tahun, 1aki-laki Universitas Sumatera Utara “krejo i enggo ngo i atur orang tuana. Biasana mella daberru krejon i sapo, mi juma mella lot dedahen na ketek deng i mo jaganna. Mella daholi mijuma mo, jarang kalon daholi geut merdakan. Oda ma krejon daholi i haa... “sambil tersenyum arti: pembagian kerja itu sudah diatur oleh orang tuanya. Biasanya perempuan mengerjakan pekerjaan rumah, keladang, kalau ada adik kecil itulah yang dijaganya. Kalau laki-laki jarang sekali mau seperti memasak. Itu bukan kerjaan laki-laki haa..sambil tersenyum. Diperkuat dengan jawaban informan berikut ini: A. Padang ,41 tahun, perempuan mella berru krina krejon i bahan. Kidedah, kiurus sapo dekket mijuma arti:Kalau anak perempuan hampir semua kerjaan rumah tangga dilakukan. Mulai merawat adik-adiknya, mengurus rumah dan pergi keladang. Ungkapan dari informan berikut ini juga memuji kalau anak perempuannya lebih bisa diharapkan dari segala bidang. Diperkuat dengan jawaban informan berikut ini; A.limbong. 50 tahun, laki-laki “ cardiken ngo mella berru en, marang merkade pe” Arti: Anak perempuan lebih cepat tanggap dalam hal apapun. Dari jawaban informan diatas sangat terlihat jelas bahwa selain bekerja mencari nafkah untuk keluarga anak perempuan juga harus bekerja di sektor domestik. Pembedaan ini merupakan beban bagi perempuan karena beratnya beban yang harus dipikul. Perempuan jauh lebih bertanggung jawab mengurus keluarga dibanding anak laki-laki. Pembagian kerja antara anak laki-laki dan perempuan dalam keluarga masyarakat Pakpak adalah: Pekerjaan yang di khususkan kepada anak laki-laki Universitas Sumatera Utara yaitu bekerja di ladang maupun di sawah untuk mencari nafkah bagi keluarga dan juga mengurus ternak . Alasan orang tua untuk memberikan pekerjaan seperti diatas kepada anak laki-laki adalah untuk mengajari anak tersebut agar bertanggung jawab dan dapat mencari nafkah bagi keluarganya setelah menikah. Orang tua tidak pernah mengijinkan anak laki-laki untuk mengurus rumah dan menjaga adik yang masih kecil serta mencuci pakaian. Pekerjaan anak perempuan, dikhususkan untuk mengurus rumah tangga yang mencakup memasak, mencuci, memberi makan ternak seperti babi dan ayam yang berada dipekarangan rumah. Selain itu anak perempuan juga harus ikut bekerja membantu orang tua untuk bekerja di ladang maupun di sawah untuk menambah penghasilan keluarga dan kadang anak perempuan juga harus bekerja menjadi tenaga upahan di Kota, atau kabupaten untuk menambah penghasilan serta untuk membiayai adik-adik yang sedang sekolah.

4.3.4 Hak Laki-Laki Dalam Keluarga Pada Masyarakat Pakpak

Seperti yang diungkapkan beberapa informan diatas hak laki-laki jauh lebih besar dibanding hak perempuan. laki-laki memiliki kekuasaan penuh dalam mengatur keluarga baik sebagai ayah maupun sebagai anak laki-laki. Hak laki-laki dalam keluarga pada masyarakat Pakpak meliputi sebagai berikut : 1. Mempunyai kekuasaan untuk mengatur seluruh anggota keluarga baik mengatur istri, maupun mengatur saudara perempuan. Termasuk mengatur pembagian kerja dalam rumah tangga. 2. Hak untuk mengatur seluruh anggota keluarga dan seluruh sumber daya yang ada dalam kelurga. Universitas Sumatera Utara 3. Mempunyai hak dalam mengelola harta warisan orang tuanya, seperti Lahan Persawahan maupun perladangan dan juga kebun. 4. Mempunyai hak untuk berbicara dan memberikan pendapat dalam aktifitas adat selalu dimunculkan di garis depan dalam aktifitas adat pakpak 5. mempunyai hak dalam kesempatan memperoleh pekerjaan. Lebih diutamakan dari anak perempuan. 5. Mempunyai kesempatan dalam memperoleh pendidikan formal karena dalam adat yang berlaku dimasyarakat pakpak bahwa anak laki-laki dituntut lebih pintar supaya dapat mengangkat harkat dan martabat orang tuanya nanti. Seperti yang diungkapkan oleh informan berikut ini : Diah, 25 tahun, perempuan “tikkan i naing kuliah ngo aq, tapi perkepengen inang pe sulit deng tikkan i. Belli mo turang diri giam sikkola” Arti: dulu saya ingin kuliah, tapi sewaktu itu keuangan ibu lagi sulit. Biarlah asal saudaraku laki-laki bisa bersekolah Jawaban lain diungkapkan informan berikut ini: Anto,18 tahun, laki-laki Mula turangku oda kuliah oda pella persoalen bangku, kumerna mula Ikuliahken kin pe ia simelaba segen nggo kessa ia sijahe simatuana ngo kaduan. Oda ngo kalak inang iurupi kaduan. Arti:Bila saudara perempuanku tidak kuliah bukan menjadi permasalahan bagi saya, karena bila S di kuliahkan yang paling beruntung dikemudian hari setelah menikah adalah mertuanya dan suaminya. Bukan orang tua kami nanti yang akan dibantu. Universitas Sumatera Utara Dari hasil wawancara digambarkan, laki-laki mendapatkan kesempatan pendidikan yang lebih tinggi, mempunyai hak untuk mengatur seluruh anggota keluarga. Keputusan tentang kehidupan pengelolaan tanah, penentuan jenis tanaman, dan sebagainya ada di tangan laki- laki. Gambaran ini memperlihatkan hak dan kekuasaan kaum laki-laki untuk mendapatkan pendidikan serta pengambilan keputusan dalam keluarga Murniati,2004: 89. Laki-laki juga lebih diutamakan dalam memperoleh pekerjaan. Seperti yang diungkapkan informan berikut ini ; A. Padang, 41 tahun, perempuan ya oda modah... anak i kiterusken marga. Anak ikkon i pejoloken. Mella anak kita sukses marsangap i tengen kalak. Mella berru i nan mengekut daholina ngo dekket simatuana. arti: ya tentu enggaklah…anak laki-laki itu penerus marga. Anak laki-laki itu harus lebih diutamakan. Kalau anak laki-laki kita sukses ya pasti akan hebat dilihat orang. Kalau anak perempuan nantinya nanti akan ikut suaminya, dia nanti akan mengurus suaminya dan mertuanya. Maka dalam keluarga masyarakat Pakpak sangat jelas terlihat kekuasaan seorang laki-laki sebagai suami maupun saudara laki-laki mempunyai hak untuk mengatur kedudukan istri maupun saudara perempuan. Kekuasaan ini merupakan tradisi budaya Pakpak yang menempatkan kaum laki-laki sebagai sosok yang istimewa dan harus dihormati, mempunyai hak untuk mengatur dan menguasai seluruh anggota keluarga, serta laki-laki sebagai pewaris harta orang tua, seperti yang dituturkan oleh informan sebagai berikut: M.sinamo, 45 tahun, laki-laki “Mella harta en, kennah bana “anak” ngo.. mella berru i kan nan lako bana kalak ngo. Ki urus marga sidebaan. I ngo harta en pos ukur mella mi Universitas Sumatera Utara anak, asa boi nan ki atur akka berru en.”Arti: Kalau harta ini, mesti untuk anak laki-laki. Kalau anak perempuan nanti kan untuk orang lain mengikut suami. Mengurus keluarga suami. Itu sebabnya harta ini lebih tenang hati kalau di berikan ke anak laki-lakisaja. Biar bisa nanti mengatur para saudara perempuannya. Pendapat diatas juga dikuatkan oleh M. Matanari, 65 tahun, laki-laki “Biarpun berru kita tinggi pangkatnya tapi anak kita tidak, tetap saja gak masuk bilangan. Anak kita tembok kita” Dari penuturan bapak M sinamo dan M. Matanari jelas sekali terihat bahwa konsep ‘anak” dalam budaya pakpak masih mengacu pada anak laki-laki sehingga berimplikasi pada sistem pewarisan dimana secara normatif tidak menempatkan perempuan sebagai ahli waris. Kaum laki-laki sebagai suami mempunyai tanggung jawab sebagai kepala keluarga dan dituntut untuk lebih bijaksana dalam mengatur keluarga, selain itu tanggung jawab sebagai anak laki-laki sebagai pengganti ayahnya dikemudian hari unuk menjadi kepala keluarga sekaligus menjadi ahli waris orang tuanya dimasa depan. Laki-laki sebagai suami bertanggung jawab dalam setiap pelaksanaan upacara adat. Misalkan jika ada upacara adat perkawinan maupun upacara adat kematian laki-laki merupakan juru bicara keluarga untuk memberi kata agar jalannya upaca adat. Laki-laki sebagai anak dituntut orang tuanya untuk dapat meneruskan silsilah atau penerus marga dari orang tua dan menjunjung tinggi harkat martabat orang tua, oleh karena itu setiap orang tua lebih mengutamakan pendidikan anak laki-laki agar lebih pintar dan dapat bekerja minimal menjadi Pegawai Negeri Universitas Sumatera Utara Sipil. Pemikiran orang tua di kelurahan sidiangkat masih beranggapan bahwa apabila anak laki-laki menjadi seorang pegawai maka dengan sendirinya martabat orang tua akan diangkat dan merupakan menjadi suatu kebanggan yang besar. Untuk mendapatkan kesempatan kerja untuk sebagai pegawai negeri orang tua juga lebih mengutamakan anak laki-laki karena menganggap anak perempuan nantinya akan milik suami, bukan milik keluarga lagi. Seperti yang diungkapkan informan berikut; A.Limbong, 50 tahun, laki-laki “mella naing lako pegawe lotin ngo anak en di perjoloken, nan kan ia lako gabe bapa dukak nan, ikkon kiberre mangan bagesna. Asa selloh ma giam i tengen jelma mella lot dukak diri pegawe. Mella daberru en, enggo pos ukur i berre mangan daholina nan. ” Arti: Jika ingin menjadi pegawai lebih baik mengutamakan anak laki- laki, nanti dia jadi kepala keluarga, mesti memberi nafkah pada keluarganya. Dan akan baik di liat khalayak ramai kalau ada anak yang pegawai. Kalau anak perempuan, hati sudah tenang pasti di nafkahi oleh suaminya nanti. Hal yang sama diungkapkan informan berikut: M. Matanari, 65 tahun, laki-laki Yahhh,, bakune pe anak en ma ngo harus i pejolo dah biar bagaimanapun yahh..anak laki-lakilah yang harus didahulukan. Dari ungkapan informan diatas jelas sekali orang tua lebih mengharapkan anak laki-lakinya menjadi pegawai, setelah menjadi pegawai pasti akan menaikkan harkat dan martabat keluarga. Menjadi suatu kebanggan tersendiri jika anak laki-laki menjadi orang yang sukses. Universitas Sumatera Utara

4.4 Hak dan Kewajiban Perempuan Yang Belum Menikah

Hak perempuan dalam keluarga pada masyarakat etnis Pakpak dalam mengambil keputusan dalam diatur oleh orang tua dan saudara laki-laki. Dalam aktifitas adat semua kegiatan yang berhubungan dengan pengambilan keputusan dalam upacara seluruhnya berada di tangan laki-laki. Baik itu ayah, saudara laki- laki dan suami. Seperti yang diungkapkan informan pengetua adat berikut ini: M. Matanari, 65 tahun, laki-laki “lot kessa ulan, persinabul kennah anak. Anak ngo kibuka ulan nan.” Arti: kalau ada acara, pembicara harus laki-laki. Laki-lakilah yang membuka acara. Menurut dari uraian di atas yang juga dialami informan ibu M. Angkat dia tidak melanjut sekolah demi saudara laki-lakinya dan dalam pembagian warisan informan tidak mendapatkan hak sebanding dengan saudara laki-lakinya. Hal tersebut bukan merupakan keputusan dari informan tapi keputusan dari saudara laki-lakinya dan orang tuanya pada saat itu. Informan tidak berhak menolak atau menentang keputusan tersebut. Kewajiban perempuan Pakpak dalam berbagai acara adat dimana perempuan selalu dibelakang mereka ditugaskan memasak makanan perkebbas, menyiapkan makanan, membentangkan tikar untuk orang tua dan saudara laki-laki mereka. Terlihat sekali posisi perempuan dibawah saudara laki-lakinya. Sepert yang diungkapkan informan berikut; Diah, 25 tahun, perempuan “ i podi ngo kami berru en gabe perkebbas, mella lot bgian perberrun baru mo kundul i blakang akka kula-kula” Arti: dibelakangnya kami pihak perempuan duduk, kalau ada bagian untuk perempuan barulah kami duduk dibelakang kula-kula saudara laki-laki. Universitas Sumatera Utara Perempuan Pakpak yang belum menikah juga memiliki fungsi ekonomi. Selama observasi anak perempuan juga memiliki tugas seperti merawat adik, menyelesaikan pekerjaan rumah, juga membantu orang tua diladang. Banyak orang tua di kelurahan Sidiangkat tidak mengijinkan anak perempuan untuk merantau keluar kota, karena menurut orang tua jika anak perempuan pergi merantau meninggalkan mereka maka secara otomatis tenaga untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti, mencuci, memasak, memberi makan ternak dan membantu mencari nafkah akan tidak ada lagi. Kenyataan ada juga beberapa yang pergi keluar kota untuk membantu perekonomian keluarga. Misal pergi ke Medan bekerja sebagai pembantu rumah tangga atau perawat jompo. Setiap bulan uang dikirim kekampung untuk menambah pemasukan keluarga terutama untuk biaya sekolah adik-adiknya. Hal tersebut merupakan nilai yang tersembunyi, artinya jika menguntungkan baru diijinkan untuk merantau. Fungsi ekonomi sangat jelas terlihat. Hingga pada saat penelitian ini berlangsung hanya sedikit anak perempuan dari kelurahan ini yang diijinkan orang tua untuk merantau, tempat merantau juga hanya di sekitar kota Medan. Secara keseluruhan bila dilihat dari kehidupan sehari-hari masyarakat dikelurahan Sidiangkat yang sibuk bekerja di ladang maupun di sawah lebih banyak kaum perempuan dan kaum Ibu, biasanya kaum laki-laki dan para Bapak berangkat ke ladang setelah siang hari dan pada pagi hari mereka berada di kedai kopi untuk minum kopi dan main catur. Kewajiban anak perempuan pada keluarga etnik Pakpak di Sidiangkat sangat berat untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga selain itu juga ikut bekerja disektor public untuk menopang perekonomian keluarga dengan kata lain Universitas Sumatera Utara perempuan pakpak di Sidiangkat mempunyai peran ganda dalam keluarga selain terlibat bekerja pada sektor domestic juga bekerja pada sector public Pada keluarga informan penulis juga melihat dengan jelas hak anak perempuan dalam pengambilan keputusan, baik keputusan untuk melanjutkan pendidikan maupun untuk memperoleh harta orangtua. Seluruhnya diatur oleh kaum laki-laki.seorang anak tidak memiliki hak dalam warisan semua telah diatur oleh ayah dan saudara laki-lakinya. Orang tua menganggap kelak anak laki- lakinya akan menjadi penerus marga dan kepala keluarga. Seperti yang diungkapkan informan berikut ini; M. Bancin, 45 tahun, laki-laki “pos ngo ate nan turangna kiatur kalak en berru. Dos ngi bage aq ma”Arti: saya percaya sepenuhnya kalau saudara laki-laki ini mengatur berru anak perempuan. Itu sama saja seperti dari saya.

4.4 Hak dan Kewajiban Perempuan Yang Sudah Menikah