Keluarga Bapak A. Limbong dan Ibu W. Angkat.

sama. Akhirnya Diah dan Siti membanting tulang ke ladang guna membantu orang tua mencari nafkah untuk keluarga dan biaya kuliah untuk saudara laki- lakinya. Menurut pengakuan dari Diah ayahnya pernah berkata kalau anak perempuan itu tidak masalah jika harus tamat SMA saja, karena nantinya akan ikut suami, mengurus marga orang lain sedangkan, kalau anak laki-laki itu sangat penting karena nantinya akan membawa martabat keluarga, penerus marga, kepala keluarga dan nantinya adalah sebagai tempat menjaga keluarga. Jadi harus pintar agar tidak ditipu oleh orang lain. Untuk mendapatkan kesempatan kerja ibu M masih mengutamakan anak laki-lakinya untuk menjadi PNS. Terbukti kedua anak laki-laki ibu M menjadi PNS. Sekarang diah dan saudara-saudaranya belum mendapatkan warisan karena di adat pakpak sesuatu yang tabu jika melakukan pembagian warisan apabila kedua orang tua masih hidup.

4.2.2 Keluarga Bapak A. Limbong dan Ibu W. Angkat.

Bapak A limbong berusia 50 tahun dan ibu W. Angkat perempuan berusia 45 tahun. Sehari-hari pekerjaan suami istri ini adalah petani. Rumah dari keluarga ini terlihat sangat sederhana. Rumah yang terlihat tua tersebut adalah rumah warisan dari orang tua dari informan. Informan anak laki-laki paling bungsu dari keluarganya. Menurut pengakuan informan orang tuanya adalah pendatang, sedangkan bapak A.limbong sejak lahir sudah berada di kelurahan Sidiangkat dan menikah dengan ibu W. Angkat mengenai harta warisan informan mendapatkan rumah Universitas Sumatera Utara beserta isi dan 4 petak tanah ladang dan 1 sawah, sedangkan kedua saudara perempuannya mendapatkan 1 petak tanah. Tanah warisan yang 4 petak jumlah keseluruhan lebih kurang 1 hektar tersebutlah dikelola informan untuk menafkahi keluarganya. Di ladang informan menanam kopi ateng sayur-sayuran, terung belanda dan disawah informan menanam padi. Sedangkan dari istrinya ia tidak mendapatkan harta berupa tanah sedikitpun, hanya mendapatkan baju dari orang tua dan beberapa oles dan mandar sarung menurut informan istrinya dulu keluarga yang miskin juga, tanah warisan hanya cukup untuk saudara laki-laki dari istrinya. Bapak A.Limbong pendidikan terakhir SMEA sedangkan istrinya sendiri hanya tamat SD. Menurut informan pendidikan istri yang rendah mengakibatkan kewalahan istri dalam mendidik anak, sedangkan suami ketika sudah lelah dari ladang sudah tidak bisa mengajari anak-anaknya lagi. Mereka memiliki anak 6 orang anak, 3 sudah menikah dan 2 masih bersekolah dan 1 anak mereka menganggur tamat SMP dan tinggal bersama dirumah dan sehari-hari keladang membantu orang tua. Menurut informan anak perempuannya jauh lebih telaten dan rajin dalam keluarga. Anak perempuannya sepulang sekolah langsung keladang membantu mereka bekerja dan pulang dari ladang anak perempuan langsung membagi tugas untuk memasak, memcuci da membenahi isi rumah. Sedangkan anak laki-laki mereka sangat malas jika disuruh keladang, lebih suka bersama teman-temannya di kedai kopi. Kalau di perintahkan keladang pasti paling telat datang dan selalu ingin lebih dahulu pulang. Anak laki-laki tidak betah membantu orang tuannya Universitas Sumatera Utara diladang. Sepulang dari ladang anak laki-lakinya pasti menonton atau langsung bermain kembali bersama teman-temannya. Datang kerumah hanya tiba waktu untuk makan saja. Menurut bapak A. Limbong anak perempuan jauh lebih penurut dan tidak membantah seperti anak laki-laki.

4.2.3 Keluarga Bapak M. Sinamo dan Ibu U. Angkat.