BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sistem kekerabatan yang dianut masyarakat Indonesia umumnya adalah masyarakat patriakat. Patriakat adalah kekuasaan berada di tangan ayah atau pihak
laki-laki. Ideologi Patriarki tumbuh subur dalam masyarakat yang menganut sistem patrilinieal, dimana laki-laki pada sistem ini sangat dominan, dan menjadi
tokoh penting dalam keluarga juga dalam berbagai bidang, baik dalam masyarakat adat, kekuasaan, maupun akses terhadap bidang ekonomi.,
Nilai patriaki yang ada dalam masyarakat masih menjadi referensi masalah relasi kekuasaan antara laki-laki dan perempuan. Dalam nilai patriaki, kedudukan
laki-laki ditempatkan lebih tinggi dari perempuan dalam aspek kehidupan. Perempuan dianggap sebagai sub-ordinat laki-laki dan masih dimarginalkan.
Kedudukan seperti ini menyebabkan otoritas mengambil keputusan berada di tangan laki-laki.
Keluarga merupakan agen sosialisasi yang pertama, dikeluarga anak mendapatkan nilai-nilai yang ditanamkan oleh orang tuannya, sehingga mereka
nantinya akan dapat menentukan hak dan kewajibannya dalam keluarga berdasarkan dengan nilai-nilai yang ditanamkan dalam keluarga yang sesuai
dengan nilai dan norma. Pengaruh sosialisasi yang cenderung membentuk konstruksi sosial ini mengurung pola pikir seseorang tanpa disadari karena
pekembangan emosi dan nalar seseorang sebagian besar diperoleh dari sosialisasi. Murniati, 2004: 227 Banyak sekali kedudukan dan peranan perempuan tidak
Universitas Sumatera Utara
dipedulikan dan dihargai oleh masyarakat maupun adat yang berlaku dimana perempuan tersebut tinggal.
Mayarakat Pakpak menganut sistem patriakat dimana kedudukan perempuan dalam keluarga dan adat selalu dinomorduakan serta tidak mempunyai
hak dalam harta warisan. Nilai budaya yang menganut bahwa perempuan harus tunduk kepada suami maupun saudara laki-laki, kurangnya peran serta perempuan
dalam pengambilan keputusan dan perempuan mengutamakan urusan domestik merupakan suatu bukti dari rendahnya kedudukan perempuan Pakpak.
Kebudayaan yang telah dianut dan di implementasikan dalam kehidupan masyarakat tersebut sampai saat ini, antara lain adalah bahwa hanya anak laki-laki
saja yang dapat meneruskan marga ayahnya dan hanya anak laki-laki jugalah yang menjadi ahli waris dan mendapat bahagian yang sama. Masyarakat Pakpak sangat
membedakan kedudukan laki-laki dan perempuan dalam struktur sosialnya Berutu: 2002. Pembedaan terhadap laki-laki dan perempuan mencakup berbagai
aspek dalam kehidupan masyarakat Pakpak. Etnis Pakpak menganut paham garis keturunan patrinial mengharapkan
kehadiran anak laki-laki yang dianggap memiliki nilai sosial yang sangat tinggi, terutama sebagai penerus marga atau silsilah orang tuanya. Hal diatas merupakan
alasan yang mendorong orang tua berusaha untuk mendapatkan anak laki-laki sebagai penerus marga atau silsilah keluarga. Banyak cara yang dilakukan oleh
orangtua untuk mendapatkan anak laki-laki seperti, dengan memproduksi anak terus menerus, mengangkat anak saudara sejauh tidak bertentangan dengan
konteks budaya Pakpak, bahkan menikah lagi hanya untuk mendapatkan anak laki-laki.
Universitas Sumatera Utara
Dalam upacara adat kedudukan perempuan pakpak selalu di nomor duakan atau dibawah laki-laki misalkan dalam juru bicara dari setiap upacara
selalu laki-laki, sedangkan kedudukan perempuan dijadikan objek atau berada dibawah laki-laki. Dalam pengambilan keputusan adatpun atau dalam memberi
wejangan atau nasihat didominasi oleh keputusan pihak laki-laki. sedangkan perempuan selalu duduk dibagian belakang dan hanya diam atau dibagian dapur
memasak untuk acara pesta perkebbas Didalam pembagian kerja, perempuan memiliki beban kerja yang berat.
Mereka harus mengerjakan semua pekerjaan rumah seperti ; memasak, mencuci, membersihkan rumah, menjaga dan merawat adik yang masih kecil. Anak
perempuan juga banyak membantu orang tua bekerja disawah atau diladang dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Perempuan juga harus dapat membantu biaya
sekolah saudara laki-lakinya dengan bekerja dikota atau diluar daerah. Dan hasil kerja dikirim ke kampung untuk biaya kehidupan keluarga dan juga biaya
pendidikan saudara laki-lakinya yang sedang sekolah. Perempuan diharuskan menghormati saudara laki-lakinya turangnya,
karena saudara laki-laki merupakan kula-kula yang harus dihormati dan dihargai, jika kula-kula tidak dihargai dan dihormati maka rejeki saudara perempuan
dipercaya akan berkurang dan mungkin akan mendapatkan malapetaka seperti tidak mendapat keturunan dan tanaman yang ditanam tidak berhasil atau gagal
panen dan sebagainya. Pembagian harta warisan dari orang tua perempuan Pakpak tidak
mendapatkannya, karena semua harta warisan diberikan kepada anak laki-laki dan perempuan hanya sebatas pemberian dari turangnya atau saudara laki-lakinya saja
Universitas Sumatera Utara
sebagai bentuk tanda terima kasih telah membiayainya sewaktu sekolah. Hal ini terjadi karena konsep ”anak” dalam budaya pakpak masih mengacu pada anak
laki-laki sehingga berimplikasi pada sistem pewarisan dimana secara normatif tidak menempatkan seorang perempuan sebagai ahli waris dari orang tua maupun
suaminya. Anak perempuan pakpak tidak menjadi ahli waris secara normatif karena, pertama: berkaitan dengan persinabul juru bicara keluarga yang
mengacu pada anak laki-laki oleh sebab itu laki-laki dipandang sebagai penanggung jawab untuk meneruskan keturunan ayah dan marganya. Kedua:
anak perempuan dianggap sebagai anggota marga lain. ketiga: mencegah penguasaan tanah yang terlalu luas oleh pihak marga penumpang suami dari anak
perempuan Berutu,2002: 42. Jika menyangkut perawatan orang tua pada usia lanjut atau sakit dibebankan sepenuhnya kepada anak perempuan.
Dari uraian diatas terlihat bahwa pada Etnik Pakpak terjadi nilai ganda. Nilai ganda menunjuk kepada ukuran yang dikenakan secara tidak sama kepada
semua orang, dan karena itu dianggap tidak adil. Ketika menyangkut pada nilai
atau hal menguntungkan bagi laki-laki maka hal tersebut adalah milik laki-laki. Bila mengarah pada tanggung jawab adalah milik perempuan. Adapun penulis
memilih judul ”Analisis Nilai Ganda Posisi Perempuan di dalam Masyarakat Etnis Pakpak”
di Kelurahan Sidiangkat kecamatan Sidikalang karena di kelurahan ini masyarakat umumnya etnis Pakpak Suak Keppas dan banyak nilai
ganda terjadi disana khususnya bagi kaum perempuan. Banyak para perempuan etnis pakpak mengeluh dan merasa tertekan dengan keadan seperti ini.
Universitas Sumatera Utara
1.2 Perumusan Masalah