48
4.4 Keragaman Pandang Teoritis dan Pragmatis dari E-Government
Kehadiran informasi lembaga pemerintahan dan pemerintah-pemerintah daerah di Internet dapat dianggap sebagai salah satu indikasi perkembangan e-
government Indonesia. Sayangnya, sampai saat ini keberadaan situs-situs tersebut lebih sekedar brochure-like atau information-book-like saja dimana keberadaan
situs hanya sekedar sebagai media informasi yang lebih maju karena tersedia setiap saat. Interaktivitas memang ada, tetapi hanya dalam arti adanya fasilitass
layanan standar sebuah situs seperti buku tamu, forum atau galeri foto, ditambah grafis yang dibuat dengan flash movie atau shockwave.
Terlihat bahwa inti dari e-government dengan keberadaan situs-situs tersebut masih belum dipahami. Padahal inti dari e-government bila
disederhanakan adalah interaksi dan transparansi. Masyarakat dapat memberikan sarannya, baik lewat fasilitas online atau media lain misalnya keluhan tentang
fasilitas kota, masalah perijinan, masalah perbaikan jalan, dan sebagainya. Sementara itu, pemerintah dapat memberikan laporan perkembangan
pemerintahan secara berkala seperti laporan keuangan daerah, laporan kemajuan proyek-proyek pembangunan, kegiatan pimpinan pemerintahan dan lain-lain.
Memang harus diakui kendala infrastruktur komunikasi menjadi sangat berpengaruh terutama dalam hal akses informasi ke dan dari masyarakat.
Jangankan masyarakat umum, masih banyak pegawai pemerintahan yang belum cukup paham tentang keberadaan saluran informasi Internet sehingga masih
terjadi anggapan bahwa proyek berbau teknologi informasi Internet adalah proyek eksklusif dan banyak menghabiskan uang
29
. Kenyataan di lapangan memang memperlihatkan bahwa hampir
keseluruhan situs daerah otonom tersebut tampil dalam bentuk sekedar hadir di web. Terlihat adanya anggapan berlebihan bahwa keberadaan situs daerah telah
membuktikan kemajuan daerah dalam mengimplementasikan e-government. Persaingan antar daerah yang kemudian dimanfaatkan oleh pengembang-
29
Anggapan ini bisa dibenarkan melihat pada beberapa tahun lalu, bahkan untuk membuat satu situs Internet pemerintah daerah, biaya yang dikeluarkan bisa mencapai
miliaran rupiah sementara informasi yang disampaikan dan model situs ternyata hanya sekedar memindahkan informasi dasar.
49 pengembang situs swasta
30
untuk mempengaruhi pemerintah-pemerintah daerah membuat terjadinya perlombaan membangun e-government dengan menggelar
situs daerah tanpa memikirkan faktor-faktor lain seperti proses pembelajaran pada aparat dan masyarakat. Akhirnya keberadaan situs ini tidak bisa memberikan
informasi yang detil dan baik serta terbaharui untuk dimanfaatkan masyarakat atau kalangan bisnis.
Informasi yang disajikan sekedar informasi umum tanpa ada keterangan rinci termasuk kapan informasi ini dimasukkan sehingga masalah keterbaruan data
sering membingungkan. Beberapa situs memasukkan informasi yang sebenarnya sudah tidak relevan atau out of date. Pengunjung kemudian akan kesulitan untuk
menentukan validitas data untuk digunakan mempelajari kondisi daerah bersangkutan.
Hal lain yang bisa dilihat terkait dengan data dan informasi terutama untuk informasi rinci tentang pengurusan perijinan. Sebagian besar situs-situs
pemerintah otonom itu ternyata hanya memberikan informasi secara garis besar. Beberapa proses layanan ternyata malah memberikan beban yang berbeda. Kalau
di DKI Jakarta, pengurusan KTP cukup dengan pergi ke kantor kelurahan setempat setelah mendapatkan surat keterangan dari RTRW, maka di Takalar,
untuk mengurus KTP diperlukan lagi langkah ekstra, yaitu mendapat pengesahan dari kantor kecamatan. Jadi prosedurnya bukannya kian singkat, tapi malahan
lebih panjang. Informasi tentang pengurusan perijinan lainnya juga sama. Sekadar
informasi mengenai dasar hukum, persyaratan dan prosedur. Karena sekedar hadir maka hasilnya tidak ada bedanya. Artinya e-government dalam artian kehadiran
situs tidak lantas berarti pemerintah juga otomatis menjadi lebih transparan. Terlihat, bahkan untuk sebuah dokumen APBD yang seharusnya telah diperdakan
–dan berarti telah menjadi dokumen publik- tidak ada satu situs pun yang menyediakannya.
Sejumlah situs pemerintah daerah otonom lainnya diklaim sudah memasuki tahapan kedua yaitu web presence dan back office automation atau
bahkan tahapan ketiga, web presence, back office automation dan executive
30
Sebagian terbesar keberadaan situs-situs ini dilakukan berdasar kontrak dengan swasta.
50 information systems. Beberapa situs yang sering dijadikan referensi adalah
Kabupaten Takalar, Kabupaten Berau, Kabupaten Kutai Timur dan Kabupaten Kutai Kartanegara. Kabupaten-kabupaten ini termasuk yang terdahulu dalam
mengembangkan pelayanan Sistem Informasi Manajemen Satu Atap SIMTAP secara digital. Tetapi kenyataannya, ketika situs-situs ini dikunjungi, SIMTAP
yang ada hanya ditampilkan dalam bentuk informasi dan bukan layanan terintegrasi dengan situs pemerintah daerah.
Yang menjadi masalah justru pada tingkat yang lebih luas, karena terjadi ketimpangan besar dalam pelaksanaan e-government dalam skala nasional. Hanya
segelintir daerah otonom dan propinsi saja yang mampu melompat ke tahapan berikutnya dalam pemanfaatan e-government, sementara sebagian terbesarnya
justru mengalami stagnasi dalam pengembangannya. Artinya sekedar web presence, dengan memiliki situs dan alamat email. Itupun tanpa adanya keinginan
untuk mengembangkan lebih lanjut.
4.5 Konsep Ideal dan Gambaran Operasionalisasi Portal Pemerintahan