22 konvensional seperti dinyatakan Siedlock 2002. Pengembangan produk open
source dapat dinyatakan sebagai proses bisnis terdesentralisasi, paralel, dengan biaya pengembangan dan koordinasi sangat rendah, dengan pembentukan
pengetahuan yang luas, berbagi, dan tersebar dengan proses pembelajaran paralel. Di sini open source menjadi cara yang sangat efektif untuk mengembangkan
aplikasi sistem. Beberapa masalah hukum yang berkaitan dengan OSSFS menjadi
perhatian Fitzgerald Basset 2003. Scacchi 2002 memberikan ulasan singkat mengenai implikasi secara sosial, teknologi dan kebijakan publik dalam hal
pengembangan perangkat lunak open source. Sementara itu, Osorio 2002 menganalisa penyebab pembajakan perangkat lunak dan efeknya terhadap pasar
perangkat lunak di 66 negara memperlihatkan bahwa kebutuhan perangkat lunak lokal merupakan salah satu penyebab pembajakan. Dari sini dapat diambil
kesimpulan bahwa perangkat lunak open source yang dapat dimodifikasi dan dilokalisasi hampir bisa dipastikan akan mengurangi pembajakan.
Di banyak negara maju, inisiatif penggunaan program-program open source dihitung secara jelas dapat mengurangi secara signifikan biaya yang
dibutuhkan untuk implementasi sistem terkomputerisasi. Keterpaduan dalam proyek open source dan penghargaan yang besar terhadap sistem lisensi
memungkinkan dihitungnya biaya keseluruhan secara terintegrasi. Hal ini terlihat seperti di Amerika Serikat yang bahkan menyarankan pengembangan program
open source untuk high end computing PITAC 2000. Laporan dari E-cology Corporation 2003 mengenai open source di Kanada juga memberikan dukungan
dalam menggunakan open source di pemerintahan sebagai bagian dari penghematan biaya. Fitzgerald Kenny 2003 memperlihatkan bahwa
implementasi open source di rumah sakit Beamount, Irlandia, memberikan total cost of ownership TCO yang diperkirakan 20 kali lebih rendah dari sistem
tertutup non open source.
2.5 Open Source untuk E-Government
Memang open source tetap harus mendapatkan momentumnya sendiri seperti pada model ekonomi yang dikembangkan Khalak 2000 yang menyatakan
23 open source tetap harus memberikan efek yang lebih dibandingkan perangkat
lunak komersil terutama untuk pasar yang besar. Hal yang sama harus berlaku juga untuk aplikasi yang dikembangkan bagi inisatif e-government.
Hal yang berbeda dengan jelas ditemui di dalam pemanfaatan open source di Indonesia. Belum ada studi yang jelas bagaimana perilaku pengguna sistem
lisensi. Di sisi lain, ketidakjelasan penghargaan bagi para pengembang perangkat lunak menyebabkan perkembangan yang lambat dalam industri yang
mengandalkan kemampuan intelektual ini di Indonesia. Perhitungan sederhana sebenarnya dapat dilakukan untuk memperlihatkan
adanya pengurangan biaya bila memanfaatkan aplikasi open source. Sebagai contoh pemanfaatan dalam aplikasi standar sistem informasi, satu
provinsikabupatenkota daerah otonom memiliki 20 kantor satuan kerja dinasbadanlembaga, dengan masing-masing kantor memiliki 10 unit komputer,
maka dengan menggunakan program Microsoft Windows XP home edition seharga sekitar 1,85 juta rupiah 198 US
11
, dengan 1 US= Rp. 9500,-, dibutuhkan anggaran 10 x 20 x 1,85 juta = 370 juta rupiah.
Kemudian masing-masing unit masih harus dilengkapi dengan program office, menggunakan Microsoft Office 2000 seharga 3,44 juta 362 US
12
, dengan 1 US= Rp. 9500,-, sehingga diperlukan tambahan 10 x 20 x 3,44 juta = 688 juta
rupiah. Jumlah keseluruhan, untuk sistem operasi dan office di provinsikotakabupaten kira-kira diperlukan 1.058 juta rupiah.
Bila jumlah ini hanya untuk satu kabupaten, dan ada 440 kabupaten serta 33 provinsi termasuk Provinsi Sulawesi Barat yang baru dibentuk, maka total
biaya yang harus dikeluarkan negara adalah sekitar 1.058 juta x 472 = 500.434 juta rupiah sekitar 500 miliar atau setengah triliun. Jumlah ini tidak sedikit dan
belum dihitung jumlah komputer lain yang dipakai di tingkat kecamatan atau desa. Dari hitung-hitungan ini saja jelas sebuah proyek open source untuk aplikasi
standar komputer di pemerintahan harus dikembangkan dan dipastikan akan dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan
13
. Tentunya ketika dikembangkan,
11
Bhinneka.com, 2442005.
12
Bhinneka.com, 2442005.
13
Perhatian pada pengembangan sistem operasi dan office open source untuk pemerintahan terlihat dengan dikembangkannya WinBi Windows Bahasa Indonesia dan
24 dimodifikasi sesuai karakter pengguna di Indonesia, harus dipastikan juga aplikasi
tersebut diterima oleh instansi pemerintahan target pengguna. Penggandaan dan pengiriman CD aplikasi dapat dipastikan tidak akan
sebesar biaya lisensi. Bila diperlukan 2 CD untuk berbagai aplikasi lengkap sehingga satu daerah otonom diperlukan 40 CD, dan biaya satu CD 5 ribu rupiah
diperlukan biaya penggandaan total 200 ribu rupiah. Pengiriman paket ke daerah tujuan rata-rata 50 ribu rupiah, total biaya per provinsikabupatenkota adalah 250
ribu rupiah. Biaya keseluruhan untuk penggandaan dan pengiriman hanya 250 ribu x 473 = 118,250 juta rupiah.
Jumlah ini masih sangat kecil dibanding nilai lisensi yang harus dibayar bila menggunakan program non-open source. Untuk pengembangan aplikasi open
source sistem operasi dan office, tentu dibutuhkan biaya. Bila diambil nilainya 1 saja dari biaya lisensi seperti hitungan awal, didapat nilai 5 miliar rupiah. Jumlah
ini lebih dari cukup untuk membentuk satu unit kerja dengan tugas memodifikasi aplikasi open source yang sesuai termasuk mendistribusikannya. Berbagai
lembaga atau universitas pasti tidak menolak bila diberi dana ini untuk membentuk tim dengan tugas tersebut
14
. Perhitungan di atas masih belum menambahkan digunakannya sistem
server database yang saat ini merupakan kebutuhan de facto dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan dengan semakin banyaknya data tersimpan dan beragamnya kebutuhan pengelolaan data. Dengan kebutuhan sistem
akuntansi dan pengelolaan berbagai informasi, dibutuhkan server database yang andal. Bila menggunakan server SQL Server 7 dari Microsof, diperlukan biaya
lisensi mencapai 15 juta per 5 pengguna. Kenyataan membuktikan banyak sistem informasi yang digunakan di dalam pemerintahan di Indonesia menggunakan
sistem server ini tanpa membayar lisensi yang sesuai. Padahal open source pun
Office berbasis Koffice oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi www.bppt.go.id. Sayang, inisiatif ini tidak dipromosikan secara lebih luas sehingga
gemanya kurang terdengar. Selain itu, penyebaran aplikasi juga lebih mengandalkan pada inisiatif pengguna lewat pengambilan di Internet sehingga mengurangi minat untuk
memanfaatkannya.
14
Penulis sangat menyarankan digunakannya sistem kemitraan dengan lembaga riset seperti di universitas atau institut untuk memberikan hasil yang sesuai harapan karena
inisiatif ini bila dikerjakan oleh aparat pemerintahan kemungkinan dapat mengurangi
25 telah menyediakan alternatif dengan MySQL dan PostgreSQL yang memiliki
kemampuan setara. Pengembangan portal pemerintahan juga mendapatkan momentumnya
dengan aplikasi open source. Di awal kemunculan situs-situs pemerintahan baik pemerintah daerah atau pemerintah pusat, sering muncul berita bagaimana
proyek pembuatan situs tersebut adalah proyek yang berbiaya besar. Di sebuah kabupaten di Yogyakarta, situs daerah pernah dihargai mencapai 2 miliar rupiah.
Isinya dibuat dengan program HTML biasa, tanpa database, sementara isi situs hanya hal-hal yang umum saja. Isi situs seperti memindahkan isi brosur daerah ke
Internet. Hal yang sama banyak terjadi di beberapa daerah lain
15
. Dalam proyek- proyek ini, porsi pembiayaan terbesar yang biasanya ditawarkan kontraktor adalah
dalam hal pembuatan sistem situs yang sepertinya menjadi sesuatu hal yang sangat sulit.
Pada saat yang bersamaan, di Internet bermunculan aplikasi open source content management system CMS
16
yang dimaksudkan untuk memudahkan seseorang membuat situs, dan meng-update isinya karena menggunakan database
sebagai back end-nya. PHP-Nuke dan fork-nya PostNuke merupakan salah satu dari CMS yang paling banyak dipakai. Dengan CMS ini, memungkinkan updating
situs dilakukan secara online dan lebih mudah, sesuatu hal yang berbeda bila situs dikembangkan dengan HTML biasa. Keberadaan CMS-CMS ini benar-benar
sangat terasa manfaatnya dari segi efektivitas dan efisiensi pengembangan situs karena tampilan, isi dan sistem yang canggih dapat dihasilkan dalam waktu
singkat dan dengan biaya minimal
17
.
sumber daya yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas umum pemerintahan selain masalah kompetensi keilmuan.
15
Sayang tidak ada dokumentasi yang cukup valid untuk melihat penyimpangan proyek- proyek teknologi informasi terutama yang terkait dengan e-government seperti pembuatan
situs. Salah satu alasan adalah tidak terbukanya nilai biaya proyek walaupun sebenarnya APBD merupakan dokumen publik dan sedikitnya kalangan profesional teknologi
informasi memberi perhatian pada pengembangan-pengembangan sistem informasi pemerintahan terutama yang dilaksanakan di daerah.
16
Daftar CMS open source dapat dilihat di www.opensourcecms.com
17
Keberadaan dan kemudahan pemanfaatan aplikasi seperti PostNuke ini pun ternyata pernah dimanfaatkan untuk mengajukan biaya implementasi yang tinggi, seperti yang
terjadi di salah satu kabupaten di Sumatera www.mentawaionline.com dengan anggaran mencapai miliaran rupiah. Hal ini bisa terjadi salah satunya jelas karena tidak ada
26 Pemanfaatan CMS memungkinkan pemerintahan melakukan langkah awal
dari proyek e-government yaitu publishing informasi pemerintahan yang disesuaikan dengan kemampuan sumberdaya manusia yang dimiliki. Porsi biaya
sistem situs di sini menjadi minimal dan dapat dialokasikan ke pencarian informasi dan pembelajaran operator termasuk melakukan pembaharuan isi. Biaya
sebesar 50-100 juta menjadi sangat rasional sudah termasuk biaya untuk pencarian informasi dan proses pembelajaran tersebut.
Melangkah lebih jauh lagi dalam implementasi e-government yang memungkinkan integrasi layanan dalam sebuah sistem situs, banyak hal yang
dapat dilakukan dengan memanfaatkan aplikasi open source. Mengembangkan sebuah open source dengan inisiatif terintegrasi dipimpin oleh sebuah badan
pemerintahan dapat memastikan biaya pengembangan aplikasi yang lebih murah. Di sini, pengembangan bersama-sama memastikan bahwa aplikasi yang dibentuk
akan dikembangkan sebagai satu kesatuan sesuai dengan sudut pandang pemerintah, sudut pandang masyarakat, dan sudut pandang pelaku bisnis terkait.
Hal yang berbeda ditemui bila sebuah aplikasi dikembangkan oleh perusahaan tertentu yang akan menghasilkan aplikasi non-open source.
Selain itu masalah keamanan dapat ditangani bersama-sama karena source code dari sistem yang tersedia bebas memungkinkan pengguna melakukan uji
implementasi dan audit teknologi serta menemukan bug-bug yang mungkin ada. Standar keamanan sejenis akan memastikan penanganan masalah yang
berhubungan dengan isi dan sistem akan lebih mudah dilakukan. Untuk masalah keamanan ini, bahkan sebuah institusi sekelas Departemen Pertahanan Amerika
Serikat U.S. Department of Defense yang terkenal atas standar keamanan yang tinggi merekomendasikan banyak perangkat lunak free dan open source seperti
dapat dibaca dalam MITRE 2003.
informasi yang cukup yang diterima oleh aparat pemerintahan terkait mengenai keberadaan sistem gratis yang memiliki kemampuan luar biasa ini.
BAB III METODOLOGI DAN RANCANGAN PENELITIAN