H1. Area yang memiliki kemungkinan terjadinya kontak langsung antara lingkungan dengan produk, dan mempunyai resiko kontaminasi yang
tinggi terhadap produk merupakan area H1. Untuk mendukung perlindungan area H1 terhadap kontaminasi, diberikan positive pressure
pada area H1 tekanan udara di dalam ruangan H1 lebih tinggi daripada tekanan udara di luar area H1 sebagai pencegahan masuknya serangga
dan bakteri beterbangan di udara karena terbawa angin atau aliran udara yang masuk ke dalam area H1.
4. Klausul 7 Prerequisite Programme
Penerapan prerequisite programme atau kelayakan dasar klausul 7.2 yang diterapkan di PT Nestlé Indonesia, Kejayan Factory adalah
NGMP Nestlé Good Manufacturing Practice. NGMP pertama kali diterapkan tahun 1996 dengan maksud untuk lebih menekankan nilai
penting GMP tersebut. NGMP bukan hanya untuk melengkapi GMP tetapi juga mencakup ketentuan tambahan Nestlé, seperti konsep Zoning,
hygienic engineering , dan ketentuan hygiene berdasarkan jenis produk.
Pemenuhan klausul 7.2.2 dapat dilihat dari cakupan prerequisite berupa empat belas elemen NGMP meliputi lingkungan pabrik, lingkungan
proses, bangunan, penerimaan material, peralatan proses, industrial services, proses, cleaning, maintenance
, pengolahan limbah, penyimpanantranspordistribusi, penjualan, personelkaryawan, dan
pencegahan hama. Terdapat inspeksi internal terhadap NGMP secara rutin yaitu setiap hari dan setiap dua minggu sekali di seluruh area
pabrik oleh tim keamanan pangan. Perusahaan juga telah memiliki dokumen rencana HACCP yang
dibuat per area proses, dokumen selalu diperbaiki dan dikembangkan sesuai tren keamanan pangan yang ada. Hal tersebut sebagai tindakan
pencegahan dari bahaya yang ada sebagai suatu perwujudan realisasi produk yang aman bagi konsumen klausul 7. HACCP study mencakup
seluruh tahap produksi, dari bahan baku hingga mencapai konsumen. Karakteristik produk terdapat di dalam dokumen HACCP. Diagram alir
yang dibuat mencakup seluruh tahapan proses. Diagram alir diverifikasi dan diperbaharui ketika perubahan proses terjadi. Semua material yang
terdapat di dalam produk, rework, sistem alat pembantu terdaftar dan sesuai dengan standar kesehatan.
HACCP Study berupa kumpulan data dari proses pengolahan dan verifikasi HACCP juga peraturan dari negara yang berlaku merupakan
langkah awal untuk melakukan analisis bahaya keamanan pangan klausul 7.3. Tim Keamanan pangan merupakan pendukung yang
diperlukan dalam HACCP study, tim keamanan pangan sudah terbentuk dengan nama HACCP team klausul 7.3.2. Hasil pelatihan HACCP
team dibutuhkan sebagai data pendukung yang menunjukan validitas
dari anggota tim tersebut. Karakteristik produk klausul 7.3.3 yang mencakup komposisi, kemasan, umur simpan, label, target konsumen,
serta tujuan penggunaan klausul 7.3.4 didokumentasikan pada dokumen HACCP.
Analisis bahaya klausul 7.4 berupa bahaya fisik, mikrobiologi, dan kimia. PT Nestlé Indonesia menambahkan analisis bahaya berupa
bahaya allergen dan bahaya nutrisi sebagai syarat bahaya yang harus dikontrol. Bahaya diidentifikasi dari kumpulan data berbagai proses
pengolahan dan verifikasi diagram alir dapat dilakukan untuk mengontrol bahaya keamanan pangan yang akan timbul.
Identifikasi CCP klausul 7.6.3 dilakukan menggunakan bantuan pohon keputusan. Setiap CCP, parameter control dan titik kritis
diidentifikasi dan divalidasi dengan tepat. CCP summary sheet terdapat di ruang operator sedangkan papan CCP tergantung pada mesin yang
menjadi CCP proses tersebut. Sehingga diharapkan CCP dapat dikendalikan dan dapat diketahui dengan jelas langkah yang akan
diambil apabila terjadi penyimpangan. Sistem traceability klausul 7.9 dapat dilakukan dengan jelas
karena lots produk, batch bahan baku, proses dan distribusi tercatat dengan baik secara manual atau dengan sistem. Tindakan koreksi dan
korektif diperlukan sebagai tinjauan ulang apabila terjadi
ketidaksesuaian, record hasil dari tindakan korektif tertuang dalam CAR Corrective Action Report. Produk yang berpotensi menjadi tidak aman
dikontrol dengan cara dipisahkan, ditahan dan dianalisis lanjutan oleh QA sesuai prosedur release. Penarikan produk klausul 7.10.4 sesuai
dengan prosedur recall. 5.
Klausul 8 Validasi, Verifikasi, dan Pengembangan Sistem Manajemen Keamanan Pangan
Validasi dalam sistem HACCP digunakan untuk menyeleksi tindakan pengendalian yang dapat mengontrol bahaya keamanan pangan
klausul 8.2. Setiap CCP dan titik kritis identifikasi dan divalidasi sesuai dengan referensi.
Kalibrasi alat merupakan salah satu bagian dari elemen FSMS, pengendalian, pengawasan, dan pengukuran klausul 8.3. Peralatan
terkalibrasi yaitu peralatan yang digunakan untuk melakukan monitoring
, pengukuran, menghasilkan bacaan yang akurat, dilakukan pengecekan sehingga dapat dibandingkan keakurasiannya pada standar
yang telah diketahui. Untuk memastikan keakurasiannya kalibrasi dilakukan secara efektif dan rutin. HACCP verifikasi klausul 8.4
dilakukan untuk menjamin tindakan pengendalian dilakukan secara efektif. Audit internal dilakukan secara rutin sesuai pengaturan yang
terrencana klausul 8.4.1. Audit Internal bertujuan meninjau keefektifan penerapan sistem mananjemen keamanan pangan pada line produksi dan
sekitarnya serta menjadi acuan dari verifikasi sebagai tindakan
pengendalian.
Pengembangan klausul 8.5 pada PT Nestlé Indonesia, Kejayan Factory
bertujuan meningkatkan efektifitas, mengembangkan kinerja perusahaan, memperoleh perbaikan maupun pembaharuan informasi
SMKP. Pengembangan dapat berupa hasil tinjauan sebelumnya yaitu hasil audit dan pemeriksaan internal atau eksternal, hasil analisis dari
verifikasi yang mencakup customer feedback, informasi lain berdasarkan
kecocokan, kecukupan, dan keefektifitas SMKP yang tercakup pada rencana HACCP.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
PT Nestlé Indonesia, Kejayan Factory sebagai perusahaan terkemuka dalam bidang pengolahan susu telah menerapkan FSMS Food Safety
Management System sebagai dasar penerapan Sistem Manajemen Keamanan
Pangan. Terdapat seluruh elemen yang mendukung penerapan FSMS yaitu penerapan NGMP, HACCP, QMS, Kalibrasi Peralatan, Sistem Release,
Penelusuran, Identifikasi, dan Pengkodean, Penarikan produk, Pemantauan bakteri Patogen, Komitmen Manajemen, dan Ketaatan terhadap Peraturan.
PT Nestlé Indonesia, Kejayan Factory berencana mensertifikasi standar ISO 22000 dengan menggabungkan dengan Integrated Management System
Integrated Management System yang merupakan penggabungkan dari
Sistem Manajemen Mutu ISO 9001, Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001, dan Sistem Kesehatan Keselamatan Kerja OHSAS 18001. Pada saat
ini IMS telah memasuki tahap penerapan dan akan disertifikasi dalam waktu dekat ini.
Berdasarkan hasil observasi penerapan FSMS sebagai landasan penerapan standar Internasional ISO 22000 sebagian besar telah
menunjukkan kesesuaian. Terlihat dari bagian-bagian dari FSMS yang sudah mengarah pada penerapan klausul ISO 22000. Hal ini sesuai dengan
perhitungan pemenuhan 43 kriteria dari 55 kriteria yang ada. Kriteria yang belum dipenuhi menuju sertifikasi adalah berupa belum adnya manual
dokumentasi khusus untuk sistem manajemen keamanan pangan, komunikasi kebijakan mutu yang belum efektif, masih kurangnya sosialisasi FSMS
kepada seluruh karyawan khususnya level operator, dokumen tertulis secara detail mengenai tanggung jawab dan wewenang tim keamanan pangan serta
surat pengangkatan ketua tim keamanan pangan, prosedur-prosedur pendukung yang masih harus dikembangkan karena berpengaruh terhadap
keamanan pangan, dan belum adanya penetapan kelayakan dasar operasional secara rinci khusus keamanan pangan mayor.