11
training bagi food safety team. Kebijakan keamanan pangan belum ditentukan secara
khusus namun telah menggunakan kebijakan mutu yang mencakup keamanan pangan.
Tinjauan manajemen berupa audit internal dilakukan setiap dua minggu sekali biweekly
factory tour dengan mempertimbangkan aspek hygiene, safety, cost, dan quality. Hasil audit ini
dapat menjadi pertimbangan pengembangan dan perbaikan aspek keamanan pangan.
Kebijakan keamanan pangan Klausul 5.2 adalah tujuan suatu organisasi yang
berkaitan dengan keamanan pangan dan dinyatakan oleh pihak manajemen puncak.
Kebijakan yang diterapkan di PT Nestlé Indonesia adalah kebijakan mutu yang telah
mencakup kebijakan keamanan pangan. Kebijakan mutu yang diterapkan merupakan
keijakan mutu yang baru, sehingga sosialisasi terhadap seluruh karyawan terutama level
operator belum maksimal. Saat ini pengkomunikasian terhadap kebijakan mutu baru
hanya sebatas pemasangan beberapa papan kebijakan mutu dan melaui intranet.
Klausul 5.3 tentang perencanaan SMKP dengan menyusun, menetapkan dan menjaga
kebijakan mutu dimana telah mencakup keamanan pangan dan peraturan yang berlaku.
Hal ini diwujudkan dengan menetapkan sasaran perbaikan untuk level perusahaan dan level
operasional yang terukur dan mampu dicapai dalam periode waktu yang ditentukan. Setiap
departemen memiliki target yang harus dicapai dan ditinjau pencapaiannya pada setiap
management review meeting.
Tanggung jawab dan wewenang Klausul 5.4 harus dimiliki oleh setiap personel
yang menjadi bagian dari tim keamanan pangan. Pembagian tanggung jawab dan wewenang
dalam tim keamanan pangan hanya sebatas per area, sesuai dengan tanggung jawab dan
wewenang dalam area tersebut. Tidak ada dokumen secara detail atau sesuai yang
disyaratkan menunjukkan tanggung jawab dan wewenang dari tim keamanan pangan tersebut.
Manajemen puncak harus menetapkan wakil mananjemen yang mempunyai tanggung
jawab terhadap keamanan pangan. Ketua tim keamanan pangan klausul 5.5 di PT Nestlé
Indonesia, Kejayan Factory disebut dengan HACCP koordinator. Seorang HACCP
koordinator harus mempunyai pengetahuan dasar tentang manajemen hygiene dan prinsip HACCP.
HACCP koordinator bertanggung jawab dalam hal penjaminan pelatihan training keamanan
pangan dan pendidikan bagi para anggotanya, melaporkan keefektifan tim yang ada. Pelatihan
HACCP dilakukan secara rutin sebagai wujud pembaharuan dan penyegaran pengetahuan bagi
para anggota tim HACCP.
Komunikasi klausul 5.6 merupakan salah satu unsur penting dalam suatu organisasi.
Komunikasi internal klausul 5.6.2 yang dilakukan di PT Nestlé Indonesia, Kejayan
Factory menggunakan media audio visual intranet email, DOR Daily Operation Review,
meeting dan briefing5 minutes meeting, konsultasi internal, HPWT High Performance
Work Team yang digunakan bagi para staff produksi meninjau kinerja harian yang dilakukan
setelah akhir shift pada setiap hari. Informasi lainnya diberikan melalui display, buletin
Factory, serta berbagai poster dan tulisan di tempat kerja.
Komunikasi eksternal klausul 5.6.1 merupakan komunikasi antara perusahaan
dengan pihak eksternal mengenai keamanan pangan. Perusahaan harus menjalin hubungan
yang baik dengan pemasok supplier, kontraktor, konsumen, pihak pemerintah dan
pihak lainnya. Salah satu contah komunikasi yang baik antara supplier ditunjukkan oleh
Departemen Agri service yang berhubungan langsung dengan pihak produsen fresh milk
yakni seluruh koperasi susu, ditunjukkan dengan memberikan penyuluhan dan pelatihan bagi para
petani susu setiap minggu. Selain itu komunikasi ekternal terhadap supplier lain diadakan dengan
cara audit Supplier Quality Audit setiap tahun sebanyak 2 kali dilakukan dengan kunjungan
secara langsung, supplier wajib memiliki COA Cerificate Of Analysis sebagai tanda telah
memenuhi aspek mutu dan keamanan pangan, dan harus selalu memenuhi spesifikasi sebagai
bukti kesesuaian yang telah ditentukan oleh perusahaan. Sebagai contoh adalah penerapan
sistem sistem keamanan yang bersentuhan langsung dengan produk bagi supplier
packaging.
Pihak manajemen harus membuat, menerapkan, dan memelihara prosedur untuk
mengontrol potensial situasi bahaya dan kecelakaan yang akan berpengaruh pada
keamanan pangan klausul 5.7. Kondisi darurat dapat terjadi apabila produk atau lingkungan
terkontaminasi dan muncul ketidaksesuaian dalam proses. Inter Office Memo IOM
merupakan salah satu tindakan yang diterapkan untuk mencegah ketidaksesuaian terjadi lagi
pada line produksi. Contoh implementasi IOM pada
line produksi adalah dengan memberlakukan double shoe cover apabila
12
memasuki area produksi agar tidak terjadi kontaminasi silang yang berasal dari sepatu yang
dipakai. Tinjauan manajemen dilakukan untuk
mengetahui keefektifan dan kecukupan SMKP atas masalah keamanan pangan yang terjadi.
Tinjauan manajemen mencakup tinjauan input dan tinjauan output. Tinjauan input dapat berupa
audit internal, analisis hasil verifikasi, mengganti keadaan yang mempengaruhi keamanan pangan
dan feed back dari konsumen. Audit Internal dapat berupa Daily Audit, Biweekly Factory
Tour, FSMS Audit dari kantor pusat, Gap Assessment Nestlé Nutrition, GMP Nestlé
Excecution Support. Tinjauan output klausul 5.8.3 meliputi perbaikan atas jaminan keamanan
pangan. PT Nestlé Indonesia, Kejayan Factory melakukan perbaikan dan efektifitas dalam
menunjang SMKP. Contoh perbaikan sistem yang dilaksanakan antara lain dengan
menambahkan elemen dari FPL First Priority Level dengan regulatory compliance dan
management commitment sehingga berubah menjadi FSMS Food Safety Management
System sebagai dasar penerapan SMKP pada awal tahun 2007.
3. Klausul 6 Manajemen Sumber
Daya Pemenuhan sumber daya pada klausul
6.1 meliputi tiga bagian yaitu, sumber daya manusia, infrastruktur, dan lingkungan kerja.
Sumber daya manusia klausul 6.1 terpenuhi dengan ketersediaan sumber daya manusia yang
bersifat internal maupun eksternal di dalam perusahaan. Sumber daya internal terpenuhi
dalam pembentukan tim HACCP. Tim HACCP terdiri dari multidisi anggota dengan latar
belakang multidisiplin yang mempunyai kemampuan dasar pendidikan, pelatihan,
keterampilan, dan pengalaman yang sesuai. Kontraktor sebagai sumber daya eksternal
mempunyai tanggung jawab dan kontrak yang jelas. Setiap kontraktor harus memiliki pengawas
untuk memonitor kinerja secara sistematis dan terkendali. PT bekerja sama dengan kontraktor
sebagai sarana pendukung, seperti external analysis, pest control, cleaning service,
packaging, dan pada project area.
Seluruh karyawan yang akan bekerja dalam lingkungan Kejayan Factory, harus
mengikuti pelatihan dasar berupa pelatihan hygiene, GMP dan safety. Identifikasi kebutuhan
pelatihan bagi karyawan disesuaikan dengan tanggung jawab dan tugasnya masing-masing.
Departemen Organizing Development bertugas untuk mengatur dan mendokumentasikan catatan
pelatihan tersebut dengan baik. Area bangunan klausul 6.2 dibagi
menjadi beberapa bagian diantaranya security area, kantor, laboratorium, kantin, toilet, masjid,
dan area produksi. Pemenuhan standar bangunan sesuai dengan persyaratan sanitasi. Persyaratan
standar ISO 22000 menetapkan area cuci tangan menuju ruang produksi dilengkapi dengan kran
air panas, saat ini perusahaan belum menerapkan standar tersebut walaupun kran cuci tangan
menuju area produksi telah memadai berupa kran automatis dan pengering berupa tisu.
Lingkungan kerja klausul 6.3 pada PT Nestlé Indonesia, Kejayan Factory disebut factory
environment dengan mengedepankan prinsip zoning. Zoning adalah pembagian suatu area
berdasarkan produk yang dihasilkan, lingkungan, kontaminasi, dan tipe cleaning yang diperlukan.
Zoning diterapkan untuk mencegah kontaminasi baik mikrobiologi, kimia, dan fisik yang
menyebar dari daerah tingkat kontainasi tinggi ke daerah proses yang critical sehingga produk
dihasilkan aman untuk dikonsumsi. Area zoning dibagi tiga yaitu, Hygiene 1 H1, Hygiene 2
H2, dan Hygiene 3 H3. H3 adalah area yang jauh dari produk, tempat orang berjalan dari
tempat proses yang satu ke tempat proses yang lain. H2 merupakan barrier atau pembatas antara
H1 dan H3. Barrier dapat berupa dinding, pintu, filter, atau area penggantian sepatu. Pada area H2
dilengkapi dengan kamera pengintai yang dihubungkan dengan komputer pada ruang
supervisor, sehingga dapat ditelusuri apabila terjadi pencemaran pada area produksi H1. Area
yang memiliki kemungkinan terjadinya kontak langsung antara lingkungan dengan produk, dan
mempunyai resiko kontaminasi yang tinggi terhadap produk merupakan area H1. Untuk
mendukung perlindungan area H1 terhadap kontaminasi, diberikan positive pressure pada
area H1 tekanan udara di dalam ruangan H1 lebih tinggi daripada tekanan udara di luar area
H1 sebagai pencegahan masuknya serangga dan bakteri beterbangan di udara karena terbawa
angin atau aliran udara yang masuk ke dalam area H1.
4. Klausul 7 Prerequisite Programme
Penerapan prerequisite programme atau kelayakan dasar klausul 7.2 yang diterapkan di
PT Nestlé Indonesia, Kejayan Factory adalah NGMP Nestlé Good Manufacturing Practice.
NGMP pertama kali diterapkan tahun 1996 dengan maksud untuk lebih menekankan nilai
penting GMP tersebut. NGMP bukan hanya
13
untuk melengkapi GMP tetapi juga mencakup ketentuan tambahan Nestlé, seperti konsep
Zoning, hygienic engineering, dan ketentuan hygiene berdasarkan jenis produk. Pemenuhan
klausul 7.2.2 dapat dilihat dari cakupan prerequisite berupa empat belas elemen NGMP
meliputi lingkungan pabrik, lingkungan proses, bangunan, penerimaan material, peralatan proses,
industrial services, proses, cleaning, maintenance, pengolahan limbah,
penyimpanantranspordistribusi, penjualan, personelkaryawan, dan pencegahan hama.
Terdapat inspeksi internal terhadap NGMP secara rutin yaitu setiap hari dan setiap dua
minggu sekali di seluruh area pabrik oleh tim keamanan pangan.
Perusahaan juga telah memiliki dokumen rencana HACCP yang dibuat per area proses,
dokumen selalu diperbaiki dan dikembangkan sesuai tren keamanan pangan yang ada. Hal
tersebut sebagai tindakan pencegahan dari bahaya yang ada sebagai suatu perwujudan
realisasi produk yang aman bagi konsumen klausul 7. HACCP study mencakup seluruh
tahap produksi, dari bahan baku hingga mencapai konsumen. Karakteristik produk
terdapat di dalam dokumen HACCP. Diagram alir yang dibuat mencakup seluruh tahapan
proses. Diagram alir diverifikasi dan diperbaharui ketika perubahan proses terjadi.
Semua material yang terdapat di dalam produk, rework, sistem alat pembantu terdaftar dan sesuai
dengan standar kesehatan. HACCP
Study berupa kumpulan data dari proses pengolahan dan verifikasi HACCP juga
peraturan dari negara yang berlaku merupakan langkah awal untuk melakukan analisis bahaya
keamanan pangan klausul 7.3. Tim Keamanan pangan merupakan pendukung yang diperlukan
dalam HACCP study, tim keamanan pangan sudah terbentuk dengan nama HACCP team
klausul 7.3.2. Hasil pelatihan HACCP team dibutuhkan sebagai data pendukung yang
menunjukan validitas dari anggota tim tersebut. Karakteristik produk klausul 7.3.3 yang
mencakup komposisi, kemasan, umur simpan, label, target konsumen, serta tujuan penggunaan
klausul 7.3.4 didokumentasikan pada dokumen HACCP.
Analisis bahaya klausul 7.4 berupa bahaya fisik, mikrobiologi, dan kimia. PT Nestlé
Indonesia menambahkan analisis bahaya berupa bahaya allergen dan bahaya nutrisi sebagai
syarat bahaya yang harus dikontrol. Bahaya diidentifikasi dari kumpulan data berbagai proses
pengolahan dan verifikasi diagram alir dapat dilakukan untuk mengontrol bahaya keamanan
pangan yang akan timbul. Identifikasi CCP klausul 7.6.3
dilakukan menggunakan bantuan pohon keputusan. Setiap CCP, parameter control dan
titik kritis diidentifikasi dan divalidasi dengan tepat. CCP summary sheet terdapat di ruang
operator sedangkan papan CCP tergantung pada mesin yang menjadi CCP proses tersebut.
Sehingga diharapkan CCP dapat dikendalikan dan dapat diketahui dengan jelas langkah yang
akan diambil apabila terjadi penyimpangan. Sistem
traceability klausul 7.9 dapat dilakukan dengan jelas karena lots produk, batch
bahan baku, proses dan distribusi tercatat dengan baik secara manual atau dengan sistem. Tindakan
koreksi dan korektif diperlukan sebagai tinjauan ulang apabila terjadi ketidaksesuaian, record
hasil dari tindakan korektif tertuang dalam CAR Corrective Action Report. Produk yang
berpotensi menjadi tidak aman dikontrol dengan cara dipisahkan, ditahan dan dianalisis lanjutan
oleh QA sesuai prosedur release. Penarikan produk klausul 7.10.4 sesuai dengan prosedur
recall.
5. Klausul 8 Validasi, Verifikasi, dan Pengembangan Sistem Manajemen
Keamanan Pangan Validasi dalam sistem HACCP digunakan
untuk menyeleksi tindakan pengendalian yang dapat mengontrol bahaya keamanan pangan
klausul 8.2. Setiap CCP dan titik kritis identifikasi dan divalidasi sesuai dengan
referensi.
Kalibrasi alat merupakan salah satu bagian dari elemen FSMS, pengendalian,
pengawasan, dan pengukuran klausul 8.3. Peralatan terkalibrasi yaitu peralatan yang
digunakan untuk melakukan monitoring, pengukuran, menghasilkan bacaan yang akurat,
dilakukan pengecekan sehingga dapat dibandingkan keakurasiannya pada standar yang
telah diketahui. Untuk memastikan keakurasiannya kalibrasi dilakukan secara efektif
dan rutin. HACCP verifikasi klausul 8.4 dilakukan untuk menjamin tindakan
pengendalian dilakukan secara efektif. Audit internal dilakukan secara rutin sesuai pengaturan
yang terrencana klausul 8.4.1. Audit Internal bertujuan meninjau keefektifan penerapan sistem
mananjemen keamanan pangan pada line produksi dan sekitarnya serta menjadi acuan dari
verifikasi sebagai tindakan pengendalian.
Pengembangan klausul 8.5 pada PT Nestlé Indonesia, Kejayan Factory bertujuan