Prosedur Instruksi KerjaWorking instruction

10 membutuhkan dokumen penunjang dalam pelaksanaannya. sendiri. Digunakan oleh banyak personel dari berbagai bagian posisi. Digunakan oleh satu posisi di bagian tertentu.

4. Records Catatan

Catatan adalah dokumen pendukung berjenis khusus, di PT PT Nestlé Indonesia, Kejayan Factory disebut sebagai dokumen level 4. Pada pelaksanaannya, dokumen level 4 ini tidak hanya terdiri dari catatan form dan checklist, tetapi juga terdiri dari standar, Quality Monitoring Scheme QMS, EAHIRA, job description, dll. Catatan merupakan bukti implementasi sistem yang sesuai dengan persyaratan standar dan juga merupakan bentuk komunikasi antar departemen. Dokumen-dokumen tersebut terdiri dari soft copy dan hard copy. Dokumen soft copy terdapat di dalam master list intranet yang hanya dapat diakses oleh user tertentu saja. Dokumen yang berbentuk hard copy akan diberi nomor sesuai dengan master list lalu distempel sesuai dengan status dokumen. Dokumen yang digunakan akan diberi stempel “dokumen terkendali” lalu pada stempel tersebut dituliskan nomor salinan dokumen. Dokumen lama yang tidak digunakan lagi akan diberi stempel “obsolete”. Document controller membuat daftar penarikan dokumen lama dan penyerahan dokumen baru sesuai dengan dokumen yang diterima dan yang diberikan, lalu ditandatangani sebagai tanda terima. Seluruh dokumen asli baik dokumen lama maupun yang baru kemudian disimpan oleh document controller. Document controller akan menyimpan dan memelihara catatan yang ada di PT Nestlé Indonesia, Kejayan Factory dengan cara: 1. Menyimpannya pada tempat tertentu yang dapat menghindari catatan hilang atau rusak. 2. Menyimpan catatan sesuai masa penyimpanannya. Lama penyimpanan catatan ditulis pada master list catatan pada masing-masing departemen.

E. ANALISIS KESENJANGAN ANTARA KONDISI PERUSAHAAN

DENGAN PERSYARATAN ISO 22000 PT Nestlé Indonesia, Kejayan Factory berencana mengimplementasikan penerapan ISO 22000. Saat ini penerapan SMKP pada PT Nestlé Indonesia, Kejayan Factory disebut dengan Food Safety Management system FSMS. Persyaratan pada FSMS dibuat berdasarkan pendekatan standar internasional ISO 22000 yang secara umum mengutamakan sistem keamanan pangan, ketaatan terhadap peraturan dan komitmen dari manajemen. Hasil observasi menunjukkan bahwa standar ISO 22000 telah diakomodasi oleh PT Nestlé Indonesia, Kejayan Factory. Hal ini telihat dari pemenuhan 48 kriteria dari 60 kriteria yang ada.

1. Klausul 4 Sistem Manajemen

Keamanan Pangan Klausul empat yaitu SMKP terpenuhi dengan diterapkannya FSMS pada factory. FSMS mencakup sepuluh elemen yaitu penerapan NGMP, HACCP, QMS, Instrument Calibation, Release System, Tracebility Lot Identification Coding, Product Recall , Pathogen Monitoring, Management Commitment dan Regulatory Compliance. Prosedur-prosedur SMKP sudah dijalankan dan didokumentasikan dengan baik. Hal ini terlihat bahwa prosedur-prosedur yang menyangkut SMKP telah lengkap. Dokumentasi bukan merupakan syarat utama dalam penerapan ISO tetapi lebih mengedepankan bagaimana sistem ini dijalankan di dalam factory, sehingga dapat dibuktikan dengan rekaman aktifitas yang telah dilakukan. ISO 22000 merupakan standar yang hanya menekankan aspek keamanan pangan saja oleh sebab itu dalam memperoleh sertifikasinya sistem dokumentasi ISO 22000 tidak bisa dipadukan dengan sistem manajemen lainnya yang terintegrasi dalam Integrated Management System IMS.

2. Klausul 5 Komitmen Manajemen

Komitmen manajemen Klausul 5.1 ditunjukkan dengan mengkomunikasikan pentingnya persyaratan keamanan pangan dalam suatu organisasi. Komitmen manajemen ditunjukkan dengan memberikan pelatihan hygiene dan safety bagi setiap personel yang akan bekerja di dalam factory. Selain itu penandatanganan komitmen manajemen dalam HACCP workshop yang menunjukkan pihak manajemen mendukung SMKP dan refesh 11 training bagi food safety team. Kebijakan keamanan pangan belum ditentukan secara khusus namun telah menggunakan kebijakan mutu yang mencakup keamanan pangan. Tinjauan manajemen berupa audit internal dilakukan setiap dua minggu sekali biweekly factory tour dengan mempertimbangkan aspek hygiene, safety, cost, dan quality. Hasil audit ini dapat menjadi pertimbangan pengembangan dan perbaikan aspek keamanan pangan. Kebijakan keamanan pangan Klausul 5.2 adalah tujuan suatu organisasi yang berkaitan dengan keamanan pangan dan dinyatakan oleh pihak manajemen puncak. Kebijakan yang diterapkan di PT Nestlé Indonesia adalah kebijakan mutu yang telah mencakup kebijakan keamanan pangan. Kebijakan mutu yang diterapkan merupakan keijakan mutu yang baru, sehingga sosialisasi terhadap seluruh karyawan terutama level operator belum maksimal. Saat ini pengkomunikasian terhadap kebijakan mutu baru hanya sebatas pemasangan beberapa papan kebijakan mutu dan melaui intranet. Klausul 5.3 tentang perencanaan SMKP dengan menyusun, menetapkan dan menjaga kebijakan mutu dimana telah mencakup keamanan pangan dan peraturan yang berlaku. Hal ini diwujudkan dengan menetapkan sasaran perbaikan untuk level perusahaan dan level operasional yang terukur dan mampu dicapai dalam periode waktu yang ditentukan. Setiap departemen memiliki target yang harus dicapai dan ditinjau pencapaiannya pada setiap management review meeting. Tanggung jawab dan wewenang Klausul 5.4 harus dimiliki oleh setiap personel yang menjadi bagian dari tim keamanan pangan. Pembagian tanggung jawab dan wewenang dalam tim keamanan pangan hanya sebatas per area, sesuai dengan tanggung jawab dan wewenang dalam area tersebut. Tidak ada dokumen secara detail atau sesuai yang disyaratkan menunjukkan tanggung jawab dan wewenang dari tim keamanan pangan tersebut. Manajemen puncak harus menetapkan wakil mananjemen yang mempunyai tanggung jawab terhadap keamanan pangan. Ketua tim keamanan pangan klausul 5.5 di PT Nestlé Indonesia, Kejayan Factory disebut dengan HACCP koordinator. Seorang HACCP koordinator harus mempunyai pengetahuan dasar tentang manajemen hygiene dan prinsip HACCP. HACCP koordinator bertanggung jawab dalam hal penjaminan pelatihan training keamanan pangan dan pendidikan bagi para anggotanya, melaporkan keefektifan tim yang ada. Pelatihan HACCP dilakukan secara rutin sebagai wujud pembaharuan dan penyegaran pengetahuan bagi para anggota tim HACCP. Komunikasi klausul 5.6 merupakan salah satu unsur penting dalam suatu organisasi. Komunikasi internal klausul 5.6.2 yang dilakukan di PT Nestlé Indonesia, Kejayan Factory menggunakan media audio visual intranet email, DOR Daily Operation Review, meeting dan briefing5 minutes meeting, konsultasi internal, HPWT High Performance Work Team yang digunakan bagi para staff produksi meninjau kinerja harian yang dilakukan setelah akhir shift pada setiap hari. Informasi lainnya diberikan melalui display, buletin Factory, serta berbagai poster dan tulisan di tempat kerja. Komunikasi eksternal klausul 5.6.1 merupakan komunikasi antara perusahaan dengan pihak eksternal mengenai keamanan pangan. Perusahaan harus menjalin hubungan yang baik dengan pemasok supplier, kontraktor, konsumen, pihak pemerintah dan pihak lainnya. Salah satu contah komunikasi yang baik antara supplier ditunjukkan oleh Departemen Agri service yang berhubungan langsung dengan pihak produsen fresh milk yakni seluruh koperasi susu, ditunjukkan dengan memberikan penyuluhan dan pelatihan bagi para petani susu setiap minggu. Selain itu komunikasi ekternal terhadap supplier lain diadakan dengan cara audit Supplier Quality Audit setiap tahun sebanyak 2 kali dilakukan dengan kunjungan secara langsung, supplier wajib memiliki COA Cerificate Of Analysis sebagai tanda telah memenuhi aspek mutu dan keamanan pangan, dan harus selalu memenuhi spesifikasi sebagai bukti kesesuaian yang telah ditentukan oleh perusahaan. Sebagai contoh adalah penerapan sistem sistem keamanan yang bersentuhan langsung dengan produk bagi supplier packaging. Pihak manajemen harus membuat, menerapkan, dan memelihara prosedur untuk mengontrol potensial situasi bahaya dan kecelakaan yang akan berpengaruh pada keamanan pangan klausul 5.7. Kondisi darurat dapat terjadi apabila produk atau lingkungan terkontaminasi dan muncul ketidaksesuaian dalam proses. Inter Office Memo IOM merupakan salah satu tindakan yang diterapkan untuk mencegah ketidaksesuaian terjadi lagi pada line produksi. Contoh implementasi IOM pada line produksi adalah dengan memberlakukan double shoe cover apabila