KESIMPULAN TUJUAN KESIMPULAN DAN SARAN

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

PT Nestlé Indonesia, Kejayan Factory sebagai perusahaan terkemuka dalam bidang pengolahan susu telah menerapkan FSMS Food Safety Management System sebagai dasar penerapan Sistem Manajemen Keamanan Pangan. Terdapat seluruh elemen yang mendukung penerapan FSMS yaitu penerapan NGMP, HACCP, QMS, Kalibrasi Peralatan, Sistem Release, Penelusuran, Identifikasi, dan Pengkodean, Penarikan produk, Pemantauan bakteri Patogen, Komitmen Manajemen, dan Ketaatan terhadap Peraturan. PT Nestlé Indonesia, Kejayan Factory berencana mensertifikasi standar ISO 22000 dengan menggabungkan dengan Integrated Management System Integrated Management System yang merupakan penggabungkan dari Sistem Manajemen Mutu ISO 9001, Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001, dan Sistem Kesehatan Keselamatan Kerja OHSAS 18001. Pada saat ini IMS telah memasuki tahap penerapan dan akan disertifikasi dalam waktu dekat ini. Berdasarkan hasil observasi penerapan FSMS sebagai landasan penerapan standar Internasional ISO 22000 sebagian besar telah menunjukkan kesesuaian. Terlihat dari bagian-bagian dari FSMS yang sudah mengarah pada penerapan klausul ISO 22000. Hal ini sesuai dengan perhitungan pemenuhan 43 kriteria dari 55 kriteria yang ada. Kriteria yang belum dipenuhi menuju sertifikasi adalah berupa belum adnya manual dokumentasi khusus untuk sistem manajemen keamanan pangan, komunikasi kebijakan mutu yang belum efektif, masih kurangnya sosialisasi FSMS kepada seluruh karyawan khususnya level operator, dokumen tertulis secara detail mengenai tanggung jawab dan wewenang tim keamanan pangan serta surat pengangkatan ketua tim keamanan pangan, prosedur-prosedur pendukung yang masih harus dikembangkan karena berpengaruh terhadap keamanan pangan, dan belum adanya penetapan kelayakan dasar operasional secara rinci khusus keamanan pangan mayor.

B. SARAN

Secara umum, penerapan FSMS sebagai dasar penerapan SMKP PT Nestlé Indonesia, Kejayan Factory telah sesuai dengan persyaratan ISO 22000. Namun Beberapa rekomendasi untuk lebih meningkatkan efektifitas dalam perencanaan penerapan ISO 22000 di PT Nestlé Indonesia, Kejayan Factory , meliputi 1 Penyusunan manual secara tersendiri khusus untuk Sistem Manajemen Keamanan Pangan yang terpisah dari Integrated Management System yang telah ada penggabungan ISO 9001, ISO 14001, dan OHSAS 18001, 2 Peningkatan komitmen manajemen dengan cara mengkomunikasikan kebijakan mutu kepada seluruh karyawan secara lebih efektif, mengadakan pelatihan dan memberikan sertifikat bagi auditor internal, 3 Mensosialisasikan FSMS kepada level operator dengan cara pembuatan modul FSMS, refresh training, acara “fun game” , 4 Penentuan Kelayakan Dasar Operasional OPRP dan Pengecekan keberadaan CCPs Summary Sheet pada setiap line produksi sebagai suatu bentuk pengawasan terhadap CCP 5 Melengkapi dokumen tertulis tanggung jawab dan wewenang tim keamanan pangan, surat pengangkatan ketua tim keamanan pangan, serta pengembangan prosedur-prosedur yang sudah ada agar mencakup keamanan pangan, dan 6 Menambahkan fasilitas bangunan berupa kran air panas sesuai dengan persyaratan standar internasional ini. DAFTAR PUSTAKA Adnan, M. 1984. Kimia dan Teknologi Pengolahan Air Susu. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Anonim, 2007. Food Safety Management System ISO 22000. http:www.global- mark.com.au [07 April 2007] ______. 2007. The ISO 22000 International Standard Specifies. http:www.wikipedia.com [06 Mei 2007] ______. 2007. The Requirement for a Food Safety Management System that Involve the Following Element. Badan Standardisasi Nasional. 2002. Panduan Penyusunan Rencana HACCP. Pedoman 1004 BSN British Retail Consortium. 2001. BRC Global Standard. http:www.brc.org.uk.[5 Agustus 2007] British Retail Consortium.2005. BRC Global Standard for Food. http:www.brc.org.uk. [5 Agustus 2007] Buckle, KA; R.A. Edwards; G.H. Fleet and M Wooten. 2007. Ilmu Pangan Terjemahan Purnomo H Dan Androno. UI Press. Jakarta. Codex Alimentarius Commission. 1989. Standar Susu Bubuk Departemen Imu dan Teknologi Pangan. 2006. Panduan Penyusunan Rencana Hazard Analysis Critical Control point HACCP Bagi Industri Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Edwards, A.J. 2004. ISO 14001 Environmental Certification Step by Step. Elsevier Ltd., Great Britain. Hoyle, D. ISO 9001 Quality System Handbooks 4 th ed. Butterworth-Heinemann. Oxford Direktorat Pengawasan Makanan dan Minuman, Dirktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan dan Departemen Kesehatan RI. 1996. Pedoman Penerapan Cara Produksi Makanan yang Baik. Jakarta. Dietz, M. 2006. The New Management Systems for Food Safety. http:www.procert.com. Efendi. 2007. Analisis Kesenjangan Sistem Manajemen Mutu dan Keamanan Pangan. Thesis Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Food and Drug Administration. 2005. Management of Food Safety Practices – Achieving Active Managerial Control of Foodborne Illness Risk Factors. http:www.cfsan.fda.gov [25 April 2007] Hadiwiyoto, S.1994.Teori Dan Prosedur Pengujian Mutu Susu Dan Hasil Olahannya. Liberty. Yogyakarta. Hubbeis, M. 1994. Pemasyarakatan ISO 9000 Untuk Industri Pengan Di Indonesia. Buletin Teknologi Dan Industri Pangan. Vol. V. FTP TsPG. Bogor International Organization for Standardization a . 2005. International Standar ISO 22000, Food Safety Management Systems, Requirements for any organization in the food chain. ISO. Jenewa. Muhandri, T dan Darwin.K. 2005. Sistem Jaminan Mutu Pangan. IPB-Press. Bogor. Prihantono, Gatot. 2004. Anak-Anak Keracunan Susu Bubuk. http:www. detikfood.com. Rachmadi, Raden. 2004. Penyebab Keracunan adalah Bakteri. http:www.tempointeraktif.com. SNI 01-2970-1999. Spesifikasi Persyaratan Mutu Susu Bubuk. BSN. Jakarta. Thaheer, Hermawan. 2005. Sistem Manajemen HACCP. PT Bumi Aksara. Jakarta. Triane. 2004. Keracunan Susu Bubuk Akibat Air Tercemar. http:www . Republika.com Newslow, D.L. 2001. The ISO 9000 Quality System Applications in Food and Technology. Willey Interscience. New York, Chichester, Weinheim, Brisbane, Singapore, Toronto. Widodo. 2003. Teknologi Proses Susu Bubuk. Lacticia Press. Yogyakarta Whitelaw, K. 2004. ISO 14001 : Environmental Systems Handbook Second Edition. Elsevier Ltd., Great Britain. Lampiran 1. Hubungan antara ISO 22000:2005 dengan ISO 9001:2000 ISO 22000:2005 Elemen ISO 9001:2000 Pendahuluan 0.1 0.2 0.3 0.4 Pendahuluan Umum Pendekatan proses Hubungan dengan ISO 9004 Kecocokannya dengan sistem manajemen lainnya Ruang lingkup 1 1 1.1 1.2 Ruang lingkup Umum Penerapan Rujukan normatif 2 2 Rujukan normatif Istilah dan definisi 3 3 Istilah dan definisi Sistem manajemen keamanan pangan Persyaratan umum Persyaratan dokumentasi Umum Pengendalian dokumen Pengendalian rekaman 4 4.1 4.2 4.2.1 4.2.2 4.2.3 4 4.1 4.2 4.2.1 4.2.2 4.2.4 Sistem manajemen mutu Persyaratan umum Persyaratan dokumentasi Umum Pengendalian dokumen Pengendalian rekaman Tanggung jawab manajemen 5 5 Tanggung jawab manajemen Komitmen manajemen 5.1 5.1 5.2 Komitmen manajemen Fokus pelanggan Keijakan keamanan pangan 5.2 5.3 Kebijakan mutu Perencanaan sistem manajemen Keamanan pangan 5.3 Tanggung jawab dan wewenang Ketua tim keamanan pangan Komunikasi Komunikasi eksternal Komunikasi internal 5.4 55 5.6 5.6.1 5.6.2 5.5 7.2.3 5.5.3 Tanggung jawab, kewenangan, dan komunikasi Komunikasi pelanggan Komunikasi internal Cegah tanggap kemungkinan 5.7 5.2 8.3 Fokus pelanggan Pengendalian produk yang tidak sesuai Tinjauan manajemen Umum Tinjauan masukan Tinjauan keluaran 5.8 5.8.1 5.8.2 5.8.3 5.6 5.6.1 5.6.2 5.6.3 Tinjauan manajemen Umum Tinjauan masukan Tinjauan keluaran Manajemen sumber daya 6 6 Manajemen sumber daya Penyediaan sumber daya 6.1 6.1 Penyedian sumber daya Sumber daya manusia Umum Kompetensi, kepedulian, dan pelatihan 6.2 6.2.1 6.2.2 6.2 6.2.1 6.2.2 Sumber daya manusia Umum Kompetensi, kepedulian, dan pelatihan Pranata dasar 6.3 6.3 Pranata dasar Lingkungan kerja 6.4 6.4 Lingkungan kerja Perencanaan dan realisasi produk aman 7 7 Realisasi produk Umum 7.1 7.1 Perencanaan produk realisasi Program persyaratan dasar 7.2 6.3 6.4 Pranata dasar Lingkungan kerja Tahap pendahuluan untuk memungkinkan analisis bahaya 7.3 7.3 Perencanaan dan pengembangan Analisis bahaya 7.4 7.3.1 Perencanaan pengembangan rancangan ISO 2005 a ISO 22000:2005 Elemen ISO 9001:2000 Perancanagn dan perancangan ulang rencana HACCP 7.6 7.3.3 Keluaran perancangan dan pengembangan 7.3.4 7.3.5 7.3.6 7.3.7 7.2 7.2.1 7.2.2 Tinjau ulang perancangan dan pengembangan Verifikasi perancangan dan pengembanga Validasi perancangan dan pengembangan Pengendalian perubahan rancangan danpengembangan Proses berkaitan dengan pelanggan Penentuan persyaratan berkaitan dengan produk Tinjauan ulang persyaratan berkaitan dengan produk Peningkatan informasi awal dan sfesifikasi dokumen PRP serta rencana HACCP 7.7 1 1.1 1.2 Ruang lingkup umum penerapan Perencanaan verifikasi 7.8 2 Rujukan normatif Pengoperasian sistem manajemen keamanan pangan 7.9 7.5 Produksi dan penyediaan layanan Umum Sistem ketertelusuran Tindakan perbaikan Perbaikan Penaganan potensi ketidakamanan produk Penarikan produk 7.9.1 7.9.2 7.9.3.1 7.9.3.2 7.9.4 7.9.5 7.5.1 7.5.2 7.5.3 8.5.2 8.3 8.3 8.3 Pengendalian produksi dan penyediaan layanan Validasi proses untuk produksi dan penyediaan layanan Identifikasi dan kemamputelusuran Tindakan koreksi Pengendalian produk tidak sesuai Pengendalian produk tidak sesuai Pengendalian produk tidak sesuai Verifikasi, validasi, dan peningkatan sistem manajemen keamanan pangan 8 8 Pengukuran, analisis, dan peningkatan Umum 8.1 81 Umum Pemntauan dan pengukuran 8.2 7.6 Pengendalian alat pantaub dan ukur Verifikasi sistem manajemen keamanan pangan 8.3 8.2 Pengukuran dan pemantauaan Internal audit Evaluasi hasil verifikasi individual Analisis hasil aktifitas verifikasi Validasi paduan ukuran pengendalian 8.3.1 8.3.2 8.3.3 8.4 8.2.2 8.2.3 8.4 Internal audit Pemantauan dan pengukuran proses Analisis data 8.2.4 Pengukuran dan pemantauan produk Peningkatan Peningkatan berkesinambungan Pembaruan sistem manajemen Keamanan pangan 8.5 8.5.1 8.5.2 8.5 8.5.1 8.5.3 Peningkatan Peningkatan berkesinambungan Tindakan pencegahan L ampiran 2. Hubungan antara HACCP dan ISO 22000:2005 Langkah Penerapan dan Prinsip HACCP ISO 22000:2005 Membentuk Tim HACCP Langkah 1 7.3.2 Tim Keamanan pangan Mendeskripsikan produk Langkah 2 7.3.3 7.3.5.2 Karakteristik produk Deskripsi tahapan proses dan langkah pengendalian Identifikasi pengguna Langkah 3 7.3.4 Identifikasi pengguna Membuat diagram alir Verifikasi diagram alir Langkah 4 Langkah 5 7.3.5.1 Diagram alir Prinsip 1 Analisis bahaya Penerapan : Mendaftar semua potensi bahaya berasal Melakukan alalisis bahaya Mempetimbangkan langkah pengendalian Langkah 6 7.4 7.4.2 7.4.3 7.4.4 Analsis bahaya Identifikasi bahaya dan penentuan tingkat yang dapat diterima Penilaian bahaya Pemilihan dan penilaian langkah pengendalian Prinsip 2 Penentuan CCP Penerapan : Penentuan CCP Langkah 7 7.6.2 Identifikasi CCP Prinsip 3 Penerapan titik kritis Penerapan : Menetapkan titik kristis untuk setiap CCP Langkah 8 7.6.3 Penentuan titik kritis untuk setiap CCP Prinsip 4 Penetapan sistem pengawasan monitoring langkah pengendalian untuk CCP Penerapan : Menetapkan sistem pengawasan monitoring untuk setiap CCP Langkah 9 7.6.4 Sistem pengawasan CCP monitoring Prinsip 5 Penentukan tindakan koreksi Penerapan : Menetapan tindakan koreksi jika pengawasan menunjukkan CCP di luar kendali Langkah 10 7.6.5 Tindakan yang dilakukan jika terjadi penyimpangan batas kritis Prinsip 6 Penetapan prosedur verifikasi Penerapan : Menetapkan prosedur verifikasi untuk megkonfirmasi bahwa sistem HACCP bekerja efektif Langkah 11 7.8 Perencanaan Verifikasi Prinsip 7 Penetapan dokumentasi Penerapan : Menetapkan dokumentasi dan catatan yang sesuai prinsip-prinsip HACCP dan penerapannya Langkah 12 4.2 7.7 Persyaratan dokumentasi Pembaruan informasi awal dan dokumen khusus kelayakan dasar PRP dan rencana HACCP ISO 2005 a Lampiran 3. Diagram alir penentuan titik kritis CCP P1. Apakah terdapat bahaya pada tahapproses ini? Ya Tidak P2. Apakah ada tindakan pencegahan untuk mengendalikan bahaya tersebut? Ya Tidak Modifikasi prosesproduk Apakah pengendalian diperlukan Ya untuk meningkatkan keamanan? Tidak P3. Apakah proses ini dirancang khusus untuk menghilangkanmengurangi bahaya sampai aman? Tidak Ya P4. Apakah bahaya dapat meningkat sampai batas tidak aman? Ya Tidak P5. Apakaah proses selanjutnya dapat menghilangkanmengurangi bahaya? Ya Tidak Bukan CCP Bukan CCP CCP Bukan CCP CCP Bukan CCP Lampiran 4. Ketiga puluh elemen Nestlé Quality System NQS NESTLE QUALITY SYSTEM Food Safety Management System FSMS 1. GMP - NGMP 2. Studi HACCP 3. Monitoring Patogen 4. Quality Monitoring Scheme QMS 5. Kalibrasi Peralatan 6. Penelusuran, Identifikasi Pengkodean 7. Sistem Release 8. Penarikan Recall 9. Ketaatan Peraturan 10. Komitmen tanggung jawab Advance Level 11.Review manajemen terhadap mutu 12. Perbaikan mutu 13. Benchmarking 14. Pelatihan 15. Dokumentsi 16. Penanganan komplain 17. Indikator mutu, biaya mutu 18. Audit mutu mencakup internal audit 19.Pengendalian status 20. Pengembangan produk baru 21. Persetujuan poduk baru 22. Supplier 23. Raw Packaging Material mencakup identifikasi dan spesifikasi 24. Pengendalian sistem distribusi FIFO 25. Inter Market Supply 26. Product Definition 27. Kondisi Pabrikasi 28. Metode statistik 29. Kontrol status 30. Pengendalian kandungan bersih NCC 31. Proses 32. Evaluasi sensori 33. Umur simpn masa pakai 34. Tindakan korektif 35. Metode test pengujian dan Lab 36. Contract Manufacturing Lampiran 5. Kebijakan QSHE PT Nestlé Indonesia, Kejayan Factory Proc e dure N EST LE I N DON ESI A TITLE : K EJ AY AN FACT ORY Classification : YELLOW ISSUED BY : HOD Document No. : 230.16.P.XXX-X CHECKED BY : MR Issued Date : APPROVED BY : FM Effective Date : Applicable to : SHE Production Agriservice IP RPU FICO HR Engineering QA AG Factories RDC State offices Document Change : Revision Revised Date Page Nature of change 00 XX-XX-XXXX - Original issue Lampiran 6. Format Prosedur PT Nestlé Indonesia, Kejayan Factory

1. Aim 2. Scope

3. Reference 4. Content

4.1 Definitions 4.2 Details

4.3 Record Retention Time Dokumen

Nomor Dokumen Waktu Simpan

5. Safety Aspects

No. Skenario Bahaya K3 Pengendalian 6. Environmental aspects No. Aspek Lingkungan Pengendalian 7. Related Documents No. Judul Dokumen Nomor Dokumen Work ing I nst ruc t ion N EST LE I N DON ESI A TITLE : K e ja ya n Fa c t ory Classification : Yellow ISSUED BY : Document No. : 230.15.W.XXX-0 CHECKED BY : Issued Date : APPROVED BY : Effective Date : Applicable to: Department Section Document Change : Revision Revised Date Page Nature of change 00 XX-XX-XXXX - Original issue Lampiran 7. Format Working Instruction PT Nestlé Indonesia, Kejayan Factory

1. Aim

2. Scope 3. Content

4. Safety Aspects

No Skenario Bahaya K3 Pengendalian

5. Environmental aspects

No Aspek Lingkungan Pengendalian

6. Related Documents

No Judul Dokumen Nomor Dokumen Lampiran 8. Contoh Form PT Nestlé Indonesia, Kejayan Factory No. 230.XX.F.XXX-X MONITORING LIVE INSECT Date Check Count By PT Nestlé Indonesia Kejayan Factory 1 Jurnal Skripsi 2007 Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Kajian Sistem Manajemen Keamanan Pangan Berbasis ISO 22000 di PT Nestle Indonesia, Kejayan Factory.Ratih Dewanti-Hariyadi 1 dan Chindarwani 2 1 Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB 2 Program Sarjana, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Abstrak The International Organization for Standardization atau ISO adalah organisasi yang mengembangkan standar internasional yang dapat digunakan di seluruh dunia dengan salah satu tujuannya membantu negara berkembang mempelajari dan mengembangkan berbagai teknologi yang sudah diterapkan oleh negara maju, sehingga industri dapat bersaing dalam perdagangan global. Pada tahun 2005 ISO telah menerbitkan standar sistem manajemen keamanan, yaitu ISO 22000. Standar internasional ini menggabungkan antara sistem manajemen mutu dengan prinsip HACCP serta kombinasi dinamis dengan persyaratan dasar untuk pengendalian bahaya. PT Nestlé Indonesia sebagai salah satu produsen pangan terkemuka memberikan perhatian yang sangat serius terhadap masalah keamanan pangan dan produk yang dihasilkan. Dalam rangka pengelolaan masalah keamanan produk yang dihasilkan, PT Nestlé Indonesia, Kejayan Factory berencana mengimplementasikan standar ISO 22000. Saat ini sistem manajemen keamanan pangan yang diterapkan PT Nestlé Indonesia, Kejayan Factory dinamakan Food Safety Management system FSMS, yaitu sistem yang mengutamakan keamanan pangan, ketaatan terhadap peraturan, dan komitmen manajemen terhadap keamanan produk yang dihasilkan. Kegiatan magang ini bertujuan mengidentifikasi kesesuaian dan menganalisis kesenjangan penerapan FSMS di PT Nestlé Indonesia, Kejayan Factory dengan persyaratan standar ISO 22000. Langkah-langkah penelitian terdiri dari beberapa tahap, yaitu: 1 Mengamati penerapan Integrated Management system IMS ISO 9001, ISO 14001, dan OHSAS Occupational Health and Safety Assessment Series 18001. 2 Mempelajari sistem manajemen keamanan pangan yang diterapkan berupa Food Safety Management System FSMS. 3 Membuat daftar dokumen yang dibutuhkan dalam penerapan ISO 22000. 4 Menganalisis kesenjangan Gap Analysis FSMS dengan persyaratan ISO 22000. 5 Memberikan rekomendasi untuk pengembangan sistem manajemen keamanan pangan di perusahaan Hasil observasi menunjukkan bahwa standar ISO 22000 telah diakomodasi dalam FSMS di PT Nestlé Indonesia, Kejayan Factory. Hal ini telihat dari pemenuhan 48 kriteria dari 60 kriteria yang ada. Beberapa rekomendasi untuk lebih meningkatkan efektifitas dalam perencanaan penerapan ISO 22000 di PT Nestlé Indonesia, Kejayan Factory, meliputi 1 Penyusunan manual secara tersendiri khusus untuk Sistem Manajemen Keamanan Pangan yang terpisah dari Integrated Management System yang telah ada penggabungan ISO 9001, ISO 14001, dan OHSAS 18001, 2 Peningkatan komitmen manajemen dengan cara mengkomunikasikan kebijakan mutu kepada seluruh karyawan secara lebih efektif, mengadakan pelatihan dan memberikan sertifikat bagi auditor internal, 3 Mensosialisasikan FSMS kepada level operator dengan cara pembuatan modul FSMS, refresh training, acara “fun game” , 4 Penentuan Kelayakan Dasar Operasional OPRP dan Pengecekan keberadaan CCPs Summary Sheet pada setiap line produksi sebagai suatu bentuk pengawasan terhadap CCP 5 Melengkapi dokumen tertulis tanggung jawab dan wewenang tim keamanan pangan, surat pengangkatan ketua tim keamanan pangan, serta pengembangan prosedur-prosedur yang sudah ada agar mencakup keamanan pangan, dan 6 Menambahkan fasilitas bangunan berupa kran air panas sesuai dengan persyaratan standar internasional ini. Keywords : Food Safety Management System FSMS, ISO 22000 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah keamanan pangan sangat penting bagi industri pangan. Tuntutan persyaratan keamanan pangan terus berkembang sesuai permintaan konsumen yang juga kian meningkat. Pelaku bisnis dalam industri pangan mulai menyadari bahwa produk yang aman hanya dapat diperoleh jika bahan baku yang digunakan bermutu, penanganan dan proses pengolahan sesuai, serta transportasi maupun distribusi yang memadai. Dengan demikian, pengendalian keamanan konvensional yang hanya mengandalkan pengawasan produk akhir tidak lagi memenuhi kebutuhan keamanan yang ada. Sistem keamanan pangan modern menuntut industri untuk merencanakan sistem pengawasan mutu sejak tahap penerimaan bahan baku hingga produk pangan didistribusikan ke konsumen. Produk pangan yang dipasarkan harus terjamin mutunya dan aman untuk dikonsumsi. Jaminan mutu dan keamanan pangan merupakan usaha nyata, sungguh- sungguh, dan terus-menerus dilakukan oleh perusahaan dalam meningkatan mutu produk untuk memberikan kepuasan dan mendapatkan kepercayaan konsumen. The International Organization for Standardization atau ISO adalah organisasi yang mengembangkan standar internasional yang dapat digunakan di seluruh dunia dengan salah satu tujuannya membantu negara berkembang mempelajari dan mengembangkan berbagai teknologi yang sudah diterapkan oleh negara maju, sehingga industri dapat bersaing dalam perdagangan global. Pada tahun 2005 The International Organization for Standardization ISO telah menerbitkan standar pangan terbaru, yaitu ISO 22000. Standar ISO dapat diterapkan secara sukarela oleh setiap organisasi yang terkaitan dengan pangan di seluruh dunia. ISO 22000 adalah panduan bagi industri atau organisasi untuk mengelola sebuah sistem manajemen keamanan pangan yang pro aktif dan fleksibel. PT Nestlé Indonesia sebagai salah satu produsen pangan terkemuka memberikan perhatian yang sangat serius terhadap masalah keamanan produk yang dihasilkan. Keamanan pangan merupakan salah satu aspek mutu yang sangat penting dan tidak bisa ditawar. Dalam rangka pengembangan masalah keamanan pangan, PT Nestlé Indonesia, Kejayan Factory berencana mengimplementasikan standar ISO 22000. Sistem manajemen keamanan pangan pada PT Nestlé Indonesia, Kejayan Factory dinamakan dengan Food Safety Management system FSMS. Persyaratan yang ada pada FSMS berdasarkan pendekatan standar internasional ISO 22000 yang secara umum mengutamakan sistem keamanan pangan, ketaatan peraturan dan komitmen manjemen terhadap keamanan pangan.

B. TUJUAN

Kegiatan magang bertujuan mengidentifikasi kesesuaian dan menganalisis kesenjangan Sistem Manajemen Keamanan Pangan SMKP yang diterapkan di PT Nestlé Indonesia, Kejayan Factory yaitu FSMS dengan standar mutu internasional ISO 22000. METODOLOGI PENELITIAN a. Tempat Dan Waktu Penelitian dilaksanakan di PT Nestlé Indonesia, Kejayan Factory yang beralamt di Jl. Raya Pasuruan km 9.5, Jawa Timur selama 4 bulan, yaitu tanggal 4 Februari 2007 sampai dengan 5 Juni 2007. kegiatan ini dolakukan pada Departemen Quality Assurance, bagian Higiene Factory.

b. Metode

Penelitian dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : 1. Pengamatan sistem manajemen di PT Nestlé Indonesia, Kejayan Factory Sistem Manajemen yang diterapkan di PT Nestlé Indonesia, Kejayan Factory berupa Integrated Management System IMS ISO 9001, ISO 14001, dan OHSAS 18001. Pada tahap ini dilakukan pengamatan secara dokumentasi dan penerapan secara langsung di lapangan. Pengamatan secara dokumentasi dilakukan dengan melihat dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penerapan IMS. Sedangkan pengamatan secara langsung 3 IMS dengan cara observasi lapangan dan interview. Observasi lapangan dilakukan dengan mengamati secara langsung dan merekam penerapan sistem. Interview dilakukan kepada pihak-pihak tertentu terkait dengan penerapan IMS. Informasi yang diperoleh dari hasil observasi lapangan dan interview berupa informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan sistem manajemen internal perusahaan dan penerapan IMS, serta mendapatkan gambaran mengenai kesesuaian standar internal yang diterapkan dengan IMS. 2. Kajian sistem manajemen keamanan pangan yang diterapkan yaitu Food Safety Management System FSMS Pada tahap ini dilakukan pengamatan secara dokumentasi dan penerapan secara langsung di lapangan. Pengamatan secara dokumentasi dilakukan dengan melihat dokumen- dokumen yang berhubungan dengan penerapan FSMS. Observasi lapangan dilakukan dengan cara mengamati secara langsung dan merekam penerapan sitem serta terlibat langsung dalam kegiatan perusahaan yang berhubungan dengan FSMS. Interview dilakukan lepada pihak-pihak tetentu terkait dengan penerapan FSMS. Informasi yang diperoleh dari hasil observasi dan interview berupa informasi mengenai hal-hal yang berkaitan penerapan FSMS di line produksi, komunikasi internal yang berpengaruh kepada keamanan pangan, serta mendapatkan gambaran mengenai kesesuaian standar yang digunakan dengan keadaan di lapangan. 3. Penyusunan daftar dokumen yang dibutuhkan dalam penerapan ISO 22000 Membuat daftar dokumen yang dibutuhkan sebagai rujukan dalam penerapan ISO 22000. Daftar dibuat dengan mentabulasi klausul-klausul dimulai dari klausul 4. Klausul 1, 2, 3 terdiri dari ruang lingkup, rujukan normatif serta istilah dan definisi. 4. Analisis kesenjangan Gap Analysis anatara FSMS dengan persyaratan ISO 22000 Analisis kesenjangan dilakukan dengan membandingkan pemenuhan FSMS di perusahaan dengan persyaratan standar ISO 22000. Berdasarkan hasil perbandingan dapat diketahui sejauh mana kesiapan perusahaan dalam menerapkan sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000, serta hal-hal apa saja yang perlu disiapkan untuk penerapan sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000. 5. Penyusunan rekomendasi untuk pengembangan sistem manajemen keamanan pangan di perusahaan Berdasarkan metode yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya, maka diberikan rekomendasi atau saran langkah-langkah yang harus dilakukan oleh perusahaan dalam pengembangan FSMS di perusahaan agar sesuai dengan persyaratan ISO 22000. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Integrated management system di PT Nestlé Indonesia, Kejayan Factory Integrated management system IMS adalah suatu sistem manajemen yang terdiri dari ISO 14001 ditambah paling tidak satu sistem manajemen lain. Baik kedua atau lebih sistem manajemen tersebut harus berjalan bersamaan dengan sistem manajemen lain dan dapat diaudit oleh suatu badan eksternal Whitelaw, 2004. IMS merupakan gabungan dari tiga sistem manajemen yang diterapkan secara bersamaan, yaitu ISO 9001 sistem manajemen mutu, ISO 14001 sistem manajemen lingkungan, dan OHSAS 18001 sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Sistem manajemen tersebut dibuat oleh suatu organisasi independen, yaitu ISO International Organization for Standardization untuk ISO 9001 14001, dan BSI British Standards Intitution untuk OHSAS 18001. Ketiga sistem manajemen ini diakui secara internasional dan telah diadopsi, baik oleh institusi pemerintah, swasta, dll. PT Nestlé Indonesia, Kejayan Factory hingga saat ini memiliki sistem manajemen internal mengenai mutu, lingkungan, dan K3. Sistem manajemen internal tersebut adalah Nestlé Quality System NQS yang ekuivalen dengan ISO 9001, Nestlé Environmental Management System NEMS yang ekuivalen 4 dengan ISO 14001, serta Operational Safety, Health, and Risk Management System OSHRMS yang ekuivalen dengan OHSAS 18001. Hingga saat ini NQS adalah panduan mutu bagi Nestlé yang menunjukkan cara pencapaian mutu dari sudut pandang Nestlé. Nestlé selalu menganggap bahwa sukses dibangun dari mutu. Lebih lanjut, mutu adalah keuntungan kompetitif dalam pemuasan kebutuhan konsumen. Mutu tersebut melingkupi perencanaan hingga pelaksanaan yang dilaksanakan oleh semua pihak dengan usaha bersama. NQS juga menggambarkan organisasi dan tanggung jawabnya dalam seluruh jajaran Nestlé, mulai dari pusat, daerah, divisi bisnis hingga pabrik, serta dalam hubungannya dengan pemasok. NQS digunakan untuk semua produk yang dijual menggunakan nama grup Nestlé. Tidak hanya itu, NQS juga digunakan oleh seluruh partner bisnis yang terlibat dalam produk-produk Nestlé. Nestlé Quality System NQS berupa kumpulan panduan mengenai mutu yang berlaku untuk semua perusahaan Nestlé, terdiri dari 36 elemen atau bagian. NQS dibagi menjadi 2 bagian yaitu Food Safety Management System FSMS dan Advance level. Ketiga puluh enam elemen NQS dapat dilihat pada Lampiran 3. Meskipun terjadi transfer sistem manajemen, yaitu dari sistem manajemen internal menjadi IMS NQS, NEMS, dan OSHRMS, namun ketiga sistem manajemen internal Nestlé masih tetap berlaku dan menunjang sistem yang baru. Hal ini dikarenakan sistem manajemen internal Nestlé lebih bersifat spesifik, yaitu sesuai dengan ciri khas operasional Nestlé sebagai perusahaan makanan, dibandingkan dengan IMS yang merupakan sistem manajemen yang lebih bersifat umum dan dapat diterapkan di berbagai jenis perusahaan. Perubahan sistem manajemen dari internal Nestlé menjadi IMS ini disebabkan oleh faktor dari luar dan dari dalam Nestlé sendiri. Faktor dari luar adalah adanya tuntutan konsumen agar sistem manajemen internal Nestlé diubah menjadi sistem manajemen yang berlaku secara internasional, baik terhadap mutu, keselamatan dan kesehatan kerja, serta lingkungan. Faktor utama dari dalam diantaranya adalah adanya beragam sistem yang berjalan bersamaan, berbeda area implementasi dan tanggung jawab, serta konflik implementasi, pengendalian, dan pemeliharaan. Dengan demikian IMS diharapkan dapat menjadi pendekatan yang sinergis, menghemat waktu, usaha, dan biaya, mencegah konflik, pengulangan, dan duplikasi, serta memudahkan pemeliharaan dokumen, sehingga akan terbentuk sistem yang terstruktur dan terkendali. Menurut Whitelaw 2004, alasan pengintegrasian sistem manajemen adalah untuk: 1. Mengurangi biaya dalam bisnis dan memberikan nilai tambah pada proses. Biaya yang dimaksudkan di sini adalah yang berkaitan dengan efisiensi waktu manajemen. Hal ini meliputi waktu oleh auditor internal auditor dan auditor dari badan sertifikasi. Pengurangan dalam waktu manajemen sangat mempengaruhi keuntungan biaya internal. Pengurangan waktu manajemen ini dapat dikurangi jika elemen dari sistem manajemen dapat dilaksanakan pada waktu yang sama dengan elemen sistem manajemen yang lain. Alasan lainnya adalah adanya nilai tambah. IMS diharapkan dapat menjamin bahwa aktivitas dan proses- proses operasi suatu manajemen sistem memiliki pengaruh positif dan dapat diukur terhadap keuntungan dan loss account dari suatu bisnis. 2. Mengurangi resiko demi kelangsungan bisnis. Manajemen dari suatu organisasi harus melakukan analisis resiko dengan baik. Berikut ini tiga komponen utama dalam analisis resiko:

a. Mutu: apa saja resiko dari suplai

produk dan jasa yang tidak memenuhi persyaratan konsumen dan yang paling penting adalah tidak up to date dengan perubahan konsep dari perbaikan berkelanjutan. ISO 9001 adalah alat untuk mengurangi resiko- resiko ini.

b. Lingkungan : apa saja resiko

akibat tidak memenuhi perundangan, jika organisasi tidak dapat up to date pada praktek- praktek terbaik terhadap manajemen lingkungan, dan resiko akibat aktivitas yang dapat merugikan publik terhadap nama perusahaan. ISO 14001 adalah alat untuk mengurangi resiko-resiko ini. 5

c. Kesehatan dan Keselamatan

Kerja : apa saja resiko dari aktivitas yang menyebabkan luka yang diakibatkan oleh kelalaian dan praktek-praktek yang out of date. Resiko-resiko ini paling tidak meliputi hilangnya waktu kerja yang mengakibatkan turunnya produktivitas hingga beralih kepada kriminalitas atau berkaitan dengan hukum akibat karyawan yang terluka. OHSAS 18001 adalah alat untuk mengatur resiko-resiko ini. Dalam menjalankan, memelihara, dan meningkatkan sistem manajemen QSHE, manajemen PT Nestlé Indonesia, Kejayan Factory juga telah menunjuk perwakilan manajemen sebagai penanggung jawab utama, yang dalam pelaksanaan kerja sehari-hari harus didukung oleh semua karyawan. Pembahasan kinerja IMS PT Nestlé Indonesia, Kejayan Factory akan dilakukan di dalam meeting tinjauan manajemen management review secara rutin, yang dihadiri oleh Factory Manager dan Head of Department tiap departemen. Tinjauan manajemen ini akan dilaksanakan minimal setiap enam bulan sekali.

B. Food Safety Management System FSMS

Food Safety Management System atau FSMS adalah sistem penerapan keamanan pangan yang diimplementasikan di PT Nestlé Indonesia. FSMS terdiri dari bagian-bagian utama atau penting dalam Nestlé Quality System NQS yang harus dijalankan oleh perusahaan yang menyandang nama Nestlé. FSMS juga merupakan syarat untuk mencantumkan logo Nestlé dalam setiap produk yang akan dihasilkan. Sedangkan Advance level dilakukan untuk memastikan bahwa produk dibuat secara konsisten sehingga produk akhir yang dihasilkan juga memiliki mutu yang konsisten pula.FSMS terdiri dari sepuluh elemen yaitu Nestlé Good Manufacturing Practice NGMP, Hazard Analysis Critical Control Point HACCP, Quality Monitoring Scheme QMS, Kalibrasi Peralatan, Sistem Release, Penelusuran, Identifikasi, dan Pengkodean, Penarikan produk, Pemantauan bakteri Patogen, Komitmen Manajemen, dan Ketaatan terhadap Peraturan. Berikut adalah penjelasan FSMS secara berurutan.

1. Nestlé Good Manufacturing Practice NGMP

Good Manufacturing Practice GMP adalah kumpulan peraturan, prosedur, dan praktek-praktek yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam industri makanan agar makanan yang diproduksi aman dan bermutu secara berkesinambungan. GMP merupakan kewajiban semua fungsi pada Total Supply Chain. PT Nestlé Indonesia, Kejayan Factory menerapkan GMP yang bernama Nestlé Good Manufacturing Practice NGMP. NGMP pertama kali diterapkan pada tahun 1996 dengan maksud untuk lebih menekankan nilai penting GMP tersebut. NGMP bukan hanya untuk melengkapi GMP tetapi juga mencakup ketentuan tambahan Nestlé, seperti konsep zoning, hygienic engineering, dan ketentuan hygiene berdasarkan jenis produk. Nestlé Good Manufacturing Practice NGMP dapat didefinisikan sebagai cara memproduksi makanan yang aman melalui proses operasional yang terkontrol dengan baik sehingga dapat menghindari segala macam bentuk kontaminasi. NGMP menggabungkan semua paraturan, prosedur, praktek, aktifitas yang dilakukan, memastikan bahwa tujuan mutu pangan dan keamanan pangan serta personal dipenuhi secara konsisten. NGMP bersifat mandatory keharusan, non confidentiality bisa didiskusikan dengan klien, supplier, dan perusahaan yang mempunyai hubungan kerja sama dengan Nestlé. Empat belas elemen NGMP adalah lingkungan pabrik, lingkungan proses, bangunan, penerimaan material, peralatan proses, industrial services, proses, cleaning, maintenance, limbah, penyimpanantranspordistribusi, penjualan, personal karyawan, dan pencegahan hama.

2. Hazard Analysis Critical Control Point HACCP

Sistem HACCP adalah suatu sistem yang mengidentifikasikan bahaya spesifik yang mungkin timbul dalam mata rantai produksi makanan dan tindakan pencegahan untuk mengendalikan bahaya tersebut dengan tujuan untuk menjamin keamanan pangan. HACCP merupakan alat yang paling efektif untuk mencegah terjadinya penyakit atau luka akibat mengkonsumsi produk. Pihak manajemen Nestlé sangat berkomitmen untuk menggunakan prinsip- prinsip HACCP Codex Alimentarius. Implementasi Nestlé GMP NGMP merupakan prasyarat yang sangat penting di dalam HACCP. 6 HACCP juga merupakan pertimbangan utama dalam rantai suplai produk pangan, dimulai dari desain produk dan sumber bahan baku, termasuk aplikasi proses pada supplier, proses produksi, dan distribusi hingga persiapan dan konsumsi oleh konsumen akhir. Hal ini diistilahkan dengan “From Farm To Table”. Tanggung jawab manajemen adalah untuk menjamin bahwa tiap- tiap pabrik yang beroperasi benar-benar menjalankan HACCP. Sistem HACCP harus diterapkan oleh seluruh unit Nestlé di seluruh dunia. Dalam penerapannya, PT. Nestlé yang berkedudukan di Swiss telah menyusun panduan untuk menerapkan atau melakukan studi HACCP. Dengan demikian penerapan HACCP dilakukan seragam sesuai dengan standar Nestlé. Hal ini akan sangat berguna untuk mengembangkan sistem HACCP. Studi terhadap HACCP bertujuan mengevaluasi kemungkinan bahaya keamanan pangan, menghilangkan bahaya tersebut jika memungkinkan atau untuk menemukan cara dalam mengendalikan bahaya sampai pada tingkat yang aman. Studi tersebut merupakan cara untuk menemukan tahap kritis dalam rantai produksi dan distribusi yang harus dikendalikan untuk menjamin produk yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi. Perusahaan telah memiliki dokumen rencana HACCP yang selalu diperbaiki dan dikembangkan sesuai tren keamanan pangan yang ada. Rencana HACCP dibagi per area. Bahaya dibagi menjadi lima jenis bahaya kimia, fisik, biologi, alergi, dan nutrisi. Kontaminasi Salmonella yang berasal dari lingkungan area produksi merupakan contoh bahaya biologi. Bahaya fisik ditimbulkan dari serpihan logam dari goresan tempat penyimpanan susu bubuk tote bin sebelum dikemas. Bahaya kimia dapat ditimbulkan dari antibiotika yang berasal dari susu segar, oleh karena itu uji antibiotik pada susu segar harus bersifat negatif. Protein kedelai merupakan bahaya dari alergi, sehingga pencantuman pada label harus jelas. Sedangkan terlalu rendahnya kandungan dari zat besi Fe merupakan bahaya nutrisi. Penerapan HACCP di line produksi telah terealisasi dengan baik. Hal ini terlihat dengan adanya CCPs summary sheet pada line produksi, sehingga dapat diketahui oleh operator yang bekerja pada line tersebut. CCPs summary sheet juga merupakan implementasi dari tindakan pencegahan bahaya yang ada sebagai suatu perwujudan realisasi produk yang aman bagi konsumen.

3. Quality Monitoring Scheme QMS

Suatu prosedur yang disusun untuk menjaga mutu dan keamanan produk. QMS bertujuan untuk melakukan pengecekan yang harus dilakukan di area kerja masing-masing. QMS merupakan kelayakan dasar opersional sebelum memulai proses pada setiap line produksi. QMS diletakan di area produksi sebagai panduan atau petunjuk bagi operator produksi. QMS berbentuk seperti CCPs summary sheet, namun QMS berisi tidak hanya CCPs tetapi seluruh parameter proses yang akan mempengaruhi terhadap keamanan pangan maupun mutu dari produk. QMS berisi kapan harus dilakukannya pengecekan atau frekuensi pengecekan, apa yang harus dicek, oleh siapa harus dicek, bagaimana cara mengeceknya, berapa standarnya, report harus dicatat dimana, dan apa tindakan yang harus dilakukan apabila terjadi penyimpangan. 4. Kalibrasi Peralatan Kalibrasi peralatan digunakan untuk mengontrol CCP, paramer release, dan sebagai aktifitas pemantauan sebagai jaminan bagi keamanan pangan dalam pemenuhan peraturan yang berlaku. Seluruh alat-alat dikalibarasi secara efektif dan rutin. Seorang instrument yang mengkalibrasi peralatan telah mendapatkan pelatihan dan kompetensi dengan baik sebelum mengkalibrasi alat tersebut. Setiap peralatan yang telah dikalibrasi harus diperiksa terlebih dahulu oleh orang yang lebih ahli. Pencatatan record pengkalibrasian alat disimpan dengan baik agar peralatan tetap terjaga. 5. Sistem Release Release merupakan suatu otorisasi formal untuk menggunakan lot atau batch tertentu pada tahap produksi atau pada rantai supply chain berikutnya. Release dibagi dua macam yaitu release aktif dan release pasif. Release aktif adalah keputusan release yang terdokumentasi diambil hanya setelah dilakukan evaluasi hasil tes dan parameter proses yang terkait. Release pasif dapat dilakukan dengan melanjutkan produksi ke tahap berikutnya tanpa formalitas khusus, kecuali ada campur tangan seseorang blocking by exception. Ada tiga macam status produk yaitu, awaiting, released, dan blocked. Status produk awaiting menunjukkan produk masih menunggu hasil analisis dari laboratorium. Status produk released menunjukkan produk telah lolos pemeriksaan laboratorium. Produk berstatus released dapat dikeluarkan dari gudang